Thursday, June 1, 2017

Surat untuk Dek Afi


Foto : Afi Nihaya

DUNIA HAWA Iseng-iseng kebaca tulisan bahwa adek kita Afi dituding melakukan plagiat karena mengkopi tulisan lama seseorang bernama Mita. 

Sebenarnya itu kasus remeh temeh aja, saya juga gak tau kenapa itu bisa sampe booming -sampe berdebat segala- dan akhirnya dek Afi nangis deh di pelukan bapaknya waktu di tanya lagi, "Apakah adek benar melakukan plagiat?". 

Sejak awal saya khawatir dengan melesatnya dek Afi terlalu tinggi. Sejak tulisannya berjudul "Warisan" di share puluhan ribu orang (bukan jutaan ya spt klaim biasa dr kaum seberang selokan), dek Afi seperti mendapat perhatian berlebih dari banyak orang.

Dan dek Afi memenuhi banyak syarat bagi kita sebagai penonton sinetron siang malam, untuk dieksploitasi semaksimal mungkin. Ia wanita, ia pintar menulis dan ia baru lulus SMA. "Baru lulus SMA" nya itu nilai plus, soalnya kalo udah bangkotan kayak mas Eko Kuntadhi ya gak laku dijual..

Saya jujur sempat khawatir dengan mentalnya..

Kita ini terbiasa makan buah peraman, yang dipaksa matang supaya cepat dijual. Dan dek Afi ini didorong, digiring, diangkat keatas oleh banyak media yang tidak ingin ketinggalan meraup rating dengan menghadirkan fenomena "orang yang lagi terkenal".

Maka muncullah dek Afi dimana-mana, bahkan sampai ke telinga lingkar satu Presiden yang ingin memanfaatkannya untuk mendongkrak kembali nama Presiden yang sebelumnya sempat turun elektabilitasnya..

Dan karena sudah begitu tinggi, ketika ia disentil sedikit, "Apakah benar dek Afi melakukan plagiat?" maka tumpahlah tangisnya di pelukan sang ayah yang terus mendampinginya kemana-mana. Baru terlihat bahwa ia sebenarnya fragile, mudah pecah.

Mentalnya belum siap menghadapi permainan lawan yang ingin menghancurkannya sampai lumat, yang menyerangnya dari segala sisi untuk mencari kelemahannya.

Ia belum berpengalaman seperti Birgaldo Sinaga yang kerap dihujat gay padahal ia lelaki tulen (maaf bro, ini serangan lawan). Dek Afi juga belum terbiasa seperti Ustad Abu Janda al-Boliwudi yang biasa di sebut sebagai ustad gadungan, padahal yang bilang abu janda ustad beneran juga siapa ye?

Sayangnya dari ke 3 lelaki yang saya sebut diatas, meskipun tulisannya terkenal kemana-kemana belum ada yang di undang bertemu Presiden khusus seperti dek Afi (qiqiqi nasibmu prens..).

Saya paham kenapa Presiden gak mau ngundang mereka, wong kalau saya jadi Presiden juga males liat wajah mereka yang sok unyu-unyu tapi sebenarnya ganas ketika melihat janda-janda muda.

Jadi saran saya, biarkanlah dek Afi sendiri dulu sambil berlatih menghadapi serangan-serangan musuh dalam skala kecil sehingga ia terbiasa. Jangan ia diangkat terlalu tinggi sehingga ketika jatuh, sakit sekali.

Dek Afi, sudah harus terbiasa dituduh Syiah, JIL ,liberal - bahkan sampe taraf dianggap mahluk mengerikan sehingga kalau ketemu muka layak dibacakan ayat pengusir setan. Kalau sudah terbiasa dengan itu, dek Afi pasti sudah ketawa-ketawa membaca tudingan-tudingan seperti itu. Anggap saja seperti duduk ditaman. Ada suara jangkrik, ada suara angin dan banyak juga suara monyet-monyet bersautan.

Jadi dek Afi, tidak perlu terlalu serius menanggapi tudingan plagiat itu. Seorang penulis sejati akan terus menulis semua keresahannya dan tidak akan kehilangan arah meski betapa kuat tekanannya. Tulisanku juga sering di copas dimana-mana, tapi tidak pernah marah karena ketika "kata-kata sudah keluar dari lidah, maka ia sudah bukan milikmu lagi".

Bahkan ada yang aneh. Aku dimarahi oleh seseorang lewat komen, pake tulisanku sendiri. Seperti ditabok orang pake sendal sendiri..

Jadi turunlah sejenak dek Afi, angin diatas begitu kencang. Jangan sampai ketenaran menghancurkan kualitas karya-karyamu selanjutnya.

Para generasi milenial membutuhkan seorang patron dalam kehidupan mereka, dan dek Afi bisa menjadi inspirator mereka.

Dengan catatan, asal dek Afi kuat. Apalagi kalau nanti ada 720 pengacara serentak menyerangmu. Kalau sudah sepaham, angkat secangkir susu kental manisnya, dek.. jangan minum kopi dulu, entar kayak abang jadi manis selalu.

@denny siregar

Buku ‘Korupsi Ahok’: Bumerang Bagi Amien Rais, KPK Siap Gigit Koruptor!


DUNIA HAWA Tepat satu minggu yang lalu, buku yang berjudul ‘Usut Tuntas Dugaan Korupsi Ahok’ diluncurkan. Pada saat itu, Amien Rais menjadi pembicara utama dalam peluncuran buku tersebut. Amien Rais mengatakan bahwa buku tersebut dituliskan berdasarkan berbagai fakta yang ada.

Buku tersebut ditulis oleh Marwan Batubara. Acara ini dihadiri oleh Waketum Gerindra, Fery Juliantono, anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Nasir Djamis, dan juru bicara ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto. Ketiga perwakilan ini, baik dari Gerindra,PKS, dan HTI, merupakan kumpulan organisasi dan partai pembenci Ahok.

Mereka memiliki dendam kesumat dengan Ahok, sampai-sampai berita hoax pun dianggap sebagai sebuah fakta, oleh Amien Rais. Amien mengatakan bahwa Marwan Batubara selalu objektif, semua berdasarkan fakta dan angka. Buku ini juga dianggap sebagai sebuah buku otentik dan otoritatif karena tidak mengada-ada.

Ia menegaskan sekali lagi agar penegak hukum khususnya KPK berlaku adil dan terbuka matanya setelah membaca buku tersebut. Amien meminta agar jangan ada maling kecil dihukum ringan dan maling besar dilepaskan.

Selama ini publik dibentuk media massa, kalau sosok ini (Ahok) jujur, bersih, dan tegas. Sehingga diperlakukan menjadi warga istimewa. Seharusnya semua, tapi yang satu ini istimewa,” tuturnya.

Dalam peluncuran buku tersebut, sebagai pembicara utama, Amien Rais juga sempat berharap bahwa setelah masyarakat membaca buku tersebut, penegak hukum jadi bisa lebih melek terhadap dugaan kasus korupsi di Jakarta. Jangan ada perlakuan istimewa di hadapan hukum. Tepat seperti yang Amien minta! Buku tersebut ternyata membuat ‘melek’ para penegak hukum, khususnya KPK. Mereka melek dengan kasus korupsi yang melibatkan Amien Rais sendiri. Ia membuka mata para penegak hukum KPK di dalam mengusut tuntas uang senilai 600 juta yang diduga dikirimkan ke rekening Amien Rais. Terima kasih Amien Rais!

Mungkin para penegak hukum di KPK tidak sadar bahwa mereka sudah terlalu lama membiarkan Amien Rais raib dari pantauan hukum. Dengan buku tersebut, para penegak hukum, khususnya KPK akhirnya sadar akan keberadaan Amien dengan dugaan kasus korupsi yang menjeratnya.

Jaksa KPK menilai mantan Menteri Kesehatan era SBY, Siti Fadilah Supari terbukti menyalahgunakan wewenang dalam menggunakan uang dalam pengadaan alat kesehatan pada tahun 2005 di Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan.

Menurut jaksa KPK, Siti membuat surat rekomendasi mengenai penunjukkan langsung. Ia meminta agar kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen menunjuk langsung PT Indofarma Tbk sebagai perusahaan penyedia barang dan jasa. Jaksa juga memberitahu bahwa rekening Amien Rais sepat enam kali menerima transfer uang dengan total Rp 600 juta rupiah, dengan nominal Rp 100 juta per transfer.

Nilai fantastis tersebut tercacat masuk ke rekening Amien Rais pada tanggal 15 Januari 2007 sampai dengan 2 November 2007. Ini merupakan sebuah tindak korupsi yang terstruktur, sistematis dan masif. Terstruktur dengan distribusi nilai yang tidak besar per transfer. Sistematis karena baru terlacak 10 tahun kemudian. Masif karena memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Siti Fadillah melibatkan banyak para elit politik bajingan yang haus akan kekuasaan dan uang.

Mantan menteri kesehatan Siti Fadilah akhirnya dituntut enam tahun penjara oleh jaksa KPK. Siti juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan wanita berjilbab ini tidak mendukung pemerintah dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Siti dinilai juga berbelit-belit selama persidangan, tidak berterus terang dan tidak menyesali perbuatan. Mungkin momen bulan suci Ramadan ini merupakan sebuah momen yang tepat untuk menangkap satu per satu. Saya masih percaya para politisi busuk yang menghabiskan uang rakyatnya dengan tindak korupsi, masih sedikit memiliki hati nurani.

Mereka tahu mereka tidak boleh berbohong di bulan suci Ramadan, karena mereka menganggap dosanya sangat besar. Mungkin Amien Rais juga merasa hal ini, berhubung kita mengenal Amien mirip seperti sosok Sengkuni, yang masih sungkan terhadap Tuhan yang ia percaya.

Tentu para pembaca sadar, perlahan-lahan orang yang membenci Ahok, satu per satu berurusan dengan permasalahan. Tersangka yang sudah masuk ke DPO Rizieq dijerat kasus sex chatbersama Firza. Al Khaththath alias Gatot terikat kasus makar. Ahmad Dhani dihantam kasus penghinaan presiden. Sandiaga Uno berurusan dengan KPK terkait penggelapan uang. Masih banyak lagi, dan terakhir, Amien Rais pun ikut terjerat di dalam kasus korupsi alat kesehatan. Gusti ora sare!

Betul kan yang saya katakan?

@hysebastian

Rizieq Shihab & Ayatullah Khomeini


DUNIA HAWA Kenapa Habib Rizieq ingin kepulangannya disambut seperti Ayatullah Khomeini? Untuk itu kita harus membuka kembali sejarah salah satu revolusi terbesar di dunia di tahun 1979. 

Pada masa sebelum tahun itu, Iran adalah negara monarkhi atau kerajaan. Dipimpin oleh Shah Reza Pahlevi, Iran berteman dekat dengan Amerika - seperti Saudi sekarang. 

Iran adalah negeri para mullah - atau para ulama. Begitu religiusnya masyarakat Iran, sehingga mereka tunduk dan taat apa perkataan ulama. 

Shah Reza yang sangat barat tidak menyukai ini, karena ini akan merongrong kekuasaannya. Lalu mulailah ia melakukan kontrol terhadap para ulama. 

Salah satu ulama besar Iran pada waktu itu adalah Ayatullah Ruhullah Khomeini. Ayatullah adalah gelar tertinggi ulama disana, mirip Professor dalam dunia pendidikan. Tekanan yang dipaksakan Shah Reza Pahlevi jelas membuat para ulama disana melakukan perlawanan. 

Dan akibatnya adalah Ayatullah Khomeini diasingkan ke Irak kemudian ke Perancis. Ayatullah Khomeini adalah lambang revolusi bagi masyarakat Iran. Pidato-pidatonya -meski ia ada di pengasingan- adalah sesuatu yang ditunggu. Suaranya sangat berpengaruh. 

Pidato Ayatullah Khomeini menemani awal-awal demonstrasi besar rakyat Iran saat terbunuhnya seorang khatib oleh pasukan pemerintah dan saat demonsttasi besar tahun 1978 yang dikenal dengan nama Black Friday. 

Sesudah Black Friday, gelombang demonstrasi semakin kuat dan semakin membesar seiring pulangnya Ayatullah Khomeini yang disebut sebagai Imam Besar disana. Jutaan orang memenuhi jalan dan berakibat lumpuhnya negara Iran dan membuat Shah Reza Pahlevi tunggang langgang. 

Maka berakhirlah sistem monarkhi di Iran dan berubah menjadi Republik Islam Iran pada tahun 1979 sesudah melalui referendum yang disetujui oleh lebih dari 98 persen masyarakat Iran. 

Jadi dari sini kita melihat betapa HRS ingin sekali disambut seperti Ayatullah Khomeini dan kemudian kepulangannya akan membangkitkan revolusi seperti di Iran. 

Sayangnya, HRS tidak mau melalui proses pengasingan belasan tahun supaya mematangkan revolusi di Indonesia. Seandainya HRS mau diasingkan dulu ke Suriah, Uganda, Nigeria dan -kalau mau- ke Kutub utara, mungkin ia bisa seperti Ayatullah Khomeini mengatur rencana revolusi. 

Ayatullah Khomeini dikenal sebagai pribadi yang bersih baik dari sisi kehidupannya juga sisi rumah tangganya. Tidak ada cacat sedikitpun dalam kehidupannya, sehingga mayoritas rakyat Iran percaya pada ulamanya. 

Kalau diperhatikan, HRS perbandingannya 11-12 dengan Ayatullah Khomeini. Hanya sedikit selisih saja, satunya 11 dan satunya 12 juta. 

Satu catatan lagi, Ayatullah Khomeini ketika wafat, pemakamannya dihadiri 9 juta masyarakat Iran yang datang dari berbagai wilayah dan kumpul di Teheran. 

Semoga nanti ada juga 7 juta orang yang cukup kumpul di Monas saja. Loh kok malah jadi mendoakan wafat?

@denny siregar