Wednesday, May 24, 2017

ISIS Dari Marawi Sampai Kampung Melayu


DUNIA HAWA Gerak ISIS di Marawi Filipina mendadak sebegitu mengejutkan. Masif dan sangat terorganisir. Sebegitu lihainya sampai tidak terdeteksi oleh Intel Filipina dan tiada kesempatan bagi pihak yang berwenang untuk melakukan tindakan penjagaan sehingga Presiden Duterte terpaksa memberlakukan darurat militer.

Saat bermula dengan nama ISIS (Islamic State of Iraq & Syria) dipanggil juga dengan /ISIL/DAESH telah mengurangi dua huruf menjadi IS (Islamic State) karena memang direncanakan untuk meluas keluar timur tengah. Khususnya Asia Tenggara yang mudah menjadi wadah sektarian dan lokasi strategis secara geografis untuk mengacau musuh utama AS di Asia Timur.

ISIS yang dipimpin sosok tak jelas seperti Abu Bakar Albagdady sebegitu cepat berhasil menjadi payung yang menaungi aneka kelompok radikal religi dan radikal politik seperti X Jamaah Tawhid wal Jihad, AlQaeda, Jabhat Nusra, Jays Alfatah, jaysh Alsyam, mantan tentara loyalis Saddam dan pemberontak anti Bashar berkumpul. Reklame tujuan ISIS adalah mencipta Khilafa Islam, tetapi nyatanya adalah mencipta Chaos di negara-negara yang independen atau anti Zionis AS.

ISIS berkedok Islam tetapi dia bukanlah agama atau etnis. Dari yang Hitam Coklat Putih Hingga Kuning ada di dalamnya. Arab Afrika Cina Melayu dan Bule juga ada. ISIS tidak hanya berada di Irak atau Suria. Dia bisa muncul di manapun karena dia adalah hasil doktrin pemikiran jahil dan perasaan benci yang galau kacau dan mengacau sehingga bisa meluap di manapun. Sosok-sosok penggeraknya banyak yang terdidik di kamp-kamp sahara lalu pulang. Namun banyak juga yang terlatih dan disiapkan di negaranya masing-masing.

Di antara sekian banyak Rahasia yang dibongkar Edward Snowden adalah tentang kerjasama 3 badan Inteligen AS, Inggris, dan Israel yang mencipta ISIS dan menamakan operasi “Sarang Lebah”.

Diungkap bahwa untuk operasi “The Hornet Nest” itu Mossad telah mendidik Abubakar Al-Bagdady secara khusus selama setahun penuh. Bukan hanya melatih militer tetapi juga cara ceramah dan lain sebagainya.

Lihat saja korban kejahatan ISIS adalah hampir semua yang selainnya termasuk mayoritasnya adalah kaum muslim itu sendiri. Sedangkan Israel aman dari ancamannya.

Lihat betapa ISIS dan operasi “Sarang Lebah” itu telah berhasil menggunakan semboyan Takbir untuk membantai manusia. Semboyan Jihad beralih dituju pada umat sebangsa sementara musuh yang sebenarnya nyaman dalam koridor negosiasi upaya damai terpanjang dalam sejarah.


Foto : Potongan tubuh pelaku Bom Bunuh Diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur. 'Selamat, 72 Bidadari menyambutmu"

Teroris grup yang mencuri nama Islam ini memang sudah dibekali segala yang dibutuhkan untuk menjadi monster dari dalam. Pelatihan Militer, logistik, senjata, dana, strategy, bahkan segala teknologi mutakhir dan satelit.

Komando di atasan berpadu memberikan bantuan, arahan, dan cara kerja operasional yang luar biasa. Sementara anak-anak muda yang lahir dari rahim peperangan telah dicuci otak dan diubah menjadi drakula tanpa perasaan manusiawi yang siap bekerja menjadi serdadu zombi yang haus darah manusia.

Tidak usah terkejut mengapa kok sebegitu mendadak Marawi bisa diacak. Lihat saja bagaimana mereka bisa menguasai kota sebesar Mosul di Irak dalam waktu sepekan. Kemudian lanjut menduduki banyak kota-kota strategis lainnya di Irak dan Suria dalam waktu yang sebegitu singkat.

Sudah 5 tahun lebih Suria dan Irak porak poranda sementara kekuatan militer dan rakyat yang Muslim, Kristen, Kurdi, Syiah, Sunnah, Azidi semua agama dan suku turut serta berjuang melawannya. Tetapi bahkan dengan bantuan Rusia, Iran, dan Hizbullah, tetap saja sampai sekarang pun masih kwalahan menghadapi ISIS.

Kini jelas sudah Marawi, Selamat datang ke Asia Tenggara. Marawi Mindanau Filipina lalu Indonesia yang dari jauh hari sudah diniatkan menjadi ibu kota IS seasia.

Semenjak tahun lalu, Duterte sudah lantang mengusir militer AS  dan mengambil langkahpreemptive seperti Indonesia yang merapatkan aliansi ke China, Rusia & Iran demi membendung teror yang kan menghancurkan negara-negara dari dalam lalu digunakan sebagai kekuatan proxy waruntuk menggempur musuh-musuh Zionis AS khususnya China di Asia.

Upaya penyerangan terhadap China gencar dibangun dahulu dengan membentuk opini publik dengan menjadikan China sebagai penjahat dan penjajah serta menanam benih kebencian buta yang membuat China seakan musuh utama, (bukan As atau Israel). Setelah masyarakat dipenuhi kedengkian tentu akan mudah mencongkel pemerintahan yang tidak mau bekerjasama dengan AS.

Jelas kalau kedua negera ini (Filipina & Indonesia) jatuh ke tangan Isis barulah AS bisa mimpi melemahkan dan melawan China.

Sepertinya lampu hijau sudah keluar dari AS (Trump) yang baru saja ke Saudi lalu ke Israel siap satukan langkah dan kuatkan aliansi segitiga AS, Saudi & Israel sebagai pemain inti. Anda tahu sekutunya juga banyak.

Dari tahun lalu para pakar politik sudah menganalisa bahwa karena tergempur di Irak dan Suria di mana banyak kota seperti Aleppo yang telah dibebaskan kembali maka ISIS pasti akan migrasi ke rumah baru. Mereka akan mulai gerak di Filipina lalu masuk ke Indonesia. Namun melihat perkembangan politik saat ini, khususnya setelah kunjungan Trump ke Saudi, sepertinya berhasil atau tidak di Mindanau, yang pasti di Indonesia mereka juga akan bergerak. Karena tuan-tuan mereka sudah mau terjun habis-habisan. Buah simalakamanya adalah sekutu mereka semakin berkurang dan pihak lawan kan terus menguat.

Telur-telur dari sarang setan teroris berkedok agama itu sudah menetas di sana dan di sini. Selamat berjuang Asia Tenggara!

@moudi kondang


Kekuatan Mengampuni dan Kebesaran Hati Seorang Minoritas  Teladan dari Ahok


DUNIA HAWA Siang ini saya belajar satu hal berharga dari Ahok dan keluarga: menjadi minoritas yang kuat. Tapi sebelum saya melanjutkan saya akan buat penafian (disclaimer) terlebih dahulu: Pertama, saya pada dasarnya tidak menyetujui wacana mayoritas-minoritas, apa lagi di NKRI. Berdasarkan Pancasila, tidak ada mayoritas dan minoritas di negara ini. Semua sama kedudukannya di hadapan hukum dan sesama WNI.

Kedua, kuat yang saya maksud adalah tentang mental, bukan tentang kekuatan fisik, ekonomi, maupun politis.

Lalu mengapa saya katakan Ahok adalah minoritas kuat? Beliau sangat konsisten. Sebagaimana yang saya tulis sebelumnya di Qureta, Ahok dengan sangat konsisten menunjukkan bahwa dia memang sungguh-sungguh ingin melayani bangsa ini.

Yang lebih mengharukan, di tengah segala terpaan aksi berjilid-jild yang menganggapnya menista agama, sementara dia bahkan membangun masjid-masjid di Jakarta, baik sebagai bentuk program kerja Pemda maupun dari koceknya sendiri.

Dia yang sebenarnya juga mengalami dan mengagumi Islam sebagai agama keluarga (angkat)nya sendiri bahwa meskipun dalam pemahamannya, dia tidak berniat dan tidak bermaksud untuk menistakan ayat Al-Qur'an dan ulama krn hanya menyoroti oknum yang menggunakan satu ayat tertentu untuk menjegalnya menjadi pelayan publik, akhirnya Ahok memilih untuk meminta maaf berkali-kali, dan menerima putusan hakim PN Jakarta Utara untuk dipenjara selama 2 tahun.

Ahok dan keluarga bahkan memilih untuk mencabut permohonan banding, yang berarti menerima putusan dan dengan rela menjalani hukuman selama 2 tahun, yang mungkin hanya akan berkurang jika dia mendapat remisi.

Berdasarkan suratnya yang dibacakan istrinya, Veronica Tan, Ahok mengatakan bahwa selama dia telah menjalani masa penjara dari 9 Mei lalu, ia memilih mencabut permohonan banding karena dia sudah belajar menerima dan mengampuni. Dia tahu bahwa menjalani masa hukuman ini akan lebih baik daripada harus terus bertarung untuk kebenaran yang dimilikinya.

Dia menghargai semua upaya hukum, aksi simpatik berupa bunga, makanan dan lilin. Tapi sebagai seorang yang sudah menerima kondisi yang menyesakkan ini dan mengampuni semua yang berseberangan dengan dirinya, Ahok memilih untuk menerima hukuman penjara 2 tahun ini. Bagi saya jelas itu bukan karena dia bersalah, tapi karena dia tahu itu yang lebih baik buat semua: dirinya, keluarganya dan yang terlebih bangsanya.

Saat telah mengampuni, Ahok telah mampu melepaskan semua egonya, semua keinginannya, bahkan yang paling mulia sekalipun, yaitu untuk kembali melayani rakyat Jakarta dan Indonesia. Bagi Ahok, sekarang keinginan untuk mempertahankan kebenaran dirinya tidak lagi penting baginya.

Kerelaan melepas keinginan membela dirinya yang memang tidak ingin menista agama, inilah yang justru melahirkan kekuatan untuk menerima dan akan menjalani hukuman ini sampai selesai. Dengan inilah, walau pasti sedih, hati dan pikirannya menjadi kuat untuk menjalani hari-hari di balik jeruji penjara.

Lalu apa pelajaran yang saya petik dari proses mengampuni yang dialami Ahok dan keputusannya untuk tidak banding? Kekuatannya sebagai minoritas yang punya niat baik dan kerja baik bagi bangsa ini untuk tidak mudah cengeng meskipun harus menderita demi niat baiknya itu. Sebagai double minority, Ahok tahu risiko yang dihadapinya, dan yang sebenarnya sudah dialaminya.

Tapi itu tidak membuatnya kemudian memanjakan diri untuk menikmati simpati yang tercurah kepadanya terutama sejak putusan hakim diumumkan tanggal 9 Mei lalu.

Ahok tegar untuk langsung masuk penjara, dia bahkan meminta untuk pengiriman karangan bunga dihentikan, aksi mendukung di Markas Brimob dihentikan, bahkan tidak meminta keistimewaan apapun di penjara. Ahok justru mengisi hari2nya di penjara dengan kegiatan positif: membaca kitab suci, menulis dan berolahraga. Ahok bahkan tidak memanfaatkan dukungan dari luar negeri termasuk dari PBB yang meminta agar hukumannya ditinjau kembali.

Walau dia minoritas dan prinsip-prinsip HAM sebenarnya dapat digunakan untuk menolongnya, Ahok memilih untuk tidak memakai itu semua. Ahok memilih untuk segera menciptakan kedamaian bagi dirinya dan terlebih bagi bangsanya dengan menerima hukuman ini, apalagi di akhir minggu umat Islam sudah akan memasuki bulan Ramadhan.

Ahok tidak meminta simpati untuk dirinya dan membiarkan simpati bagi dirinya mengganggu ibadah saudara-saudara sebangsanya yang mayoritas. Ahok sungguh bisa berbesar hati untuk tidak melihat keminoritasannya dan kesusahannya saat ini sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan. Ahok menerimanya dengan kebesaran dan kerendahan hati.

Inilah pelajaran penting yang saya dapat, terutama sebagai minoritas di negara ini. tak perlu banyak mengeluh, lakukan apa yang terbaik bagi bangsa ini, karena walau saya minoritas, saya adalah bagian dari bangsa ini. Tidak usah membesar-besarkan diri, tidak usah harus terdengar di sana-sini. tapi tetaplah lakukan yang benar dan buatlah kebaikan sebanyak mungkin, bahkan walau karena itu saya disudutkan bahkan menderita.

Terima kasih untuk pelajaran ini, Ahok. Tuhan memberkati dan menyertaimu senantiasa.

@narwastuyati


Ketika Politikus PKS Bersandi Korupsi dengan Bahasa Arab dan Istilah Qur’an


DUNIA HAWA Anda sudah tahu soal kasus korupsi baru yang melibatkan politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS)? Alkisah mantan Wakil Ketua Komisi V DPR, Yudi Widiana Adia, terseret dugaan suap proyek jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.  Yudi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, diduga menerima suap miliaran rupiah dari pengusaha So Kok Seng alias Aseng.

Sebagai komitmen fee untuk memuluskan proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara tersebut, Aseng dan Tan Lendy, temannya, bertemu dengan Muhammad Kurniawan, anggota DPRD Kota Bekasi asal PKS. Kurniawan memang menjadi perantara komunikasi antara Yudi dengan Aseng. Mungkin ini sebuah trik dari mereka juga agar kalau terjadi kasus maka bisa mengelak bahwa tidak saling mengenal atau tidak pernah bertemu. Kan yang ketemuan orang lain.

Kurniawan dikenal Yudi saat menjadi tenaga honorer Komisi V DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan sering membantu tugas-tugas Komisi V DPR.

Komitmen fee itu berupa uang 214.300 dollar AS yang dibungkus goody bag. Aseng juga memberikan kepada Kurniawan parfum merk Hermes, serta jam tangan merek Panerai, yang disimpan dalam kotak. Harga parfum merek Hermes berkisar antara Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta.  Sementara satu arloji Panerai bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

Nah yang unik percakapan antara Yudi dan Kurniawan seringkali menggunakan kode dengan Bahasa Arab dan istilah yang ada dalam Al Qur’an. Hal itu terungkap saat sidang di Pengadilan Tipikor.

Kurniawan : semalam sdh liqo dengan asp ya?

Yudi: “naam, brp juz?“

Kurniawan: sekitar 4 juz lebih campuran Itu ikhwah ambon yg selesaikan, masih ada minus juz yg agak susah kemarin, skrg tinggal tunggu yg mahad jambi

Yudi: naam.. yg pasukan lili blm konek lg?

Kurniawan: sdh respon beberapa.. pekan depan mau coba dipertemukan lagi sisanya?

Coba nih ya bayangkan kalau misalnya yang ngomongin berapa uang yang sudah masuk dari hasil korupsi dan pakai istilah juz adalah Ahok atau pihak-pihak yang berlawanan dengan PKS dan dipandang kurang Islami (menurut mereka). Wuhhhh pasti langsung heboh bawa-bawa penistaan agama, penistaan Al Qur’an, demo berjilid-jilid, sampai mungkin menyuruh cepat-cepat dipenjara.

Atau jangankan itu Ahok, kalau misal Presiden Jokowi saja yang mengucapkan pasti akan digoreng habis-habisan oleh cyber army dan simpatisannya.

Tapi ketika yang melakukan golongannya sendiri? Tutup mulut semuanya. Juz sendiri adalah pengelompokkan surat-surat dalam Al Qur’an di mana dalam 1 Qur’an terdapat 30 juz.

Padahal mereka jelas malah menggunakan term itu untuk menutupi suatu perbuatan tercela bernama korupsi. Korupsi itu baik perbuatannya maupun uang atau hasil yang didapat sifatnya haram. Nah kalau dalam kasus Ahok saja yang penyebutnya tidak punya niat melakukan perbuatan tidak baik bisa dikenai dalih penistaan agama dan sebagainya, yang begini juga harusnya bisa dicap penistaan juga kan? Atau karena mereka Muslim sehingga bebas dan sah-sah saja mengucapkannya?

Satu lagi yang ingin saya soroti di sini. Di saat kader-kader PKS seringkali mengkafir-kafirkan dan membawa-bawa persoalan etnis terutama terhadap Tionghoa, kok malah ada politisinya yang melakukan kesepakatan jahat berupa korupsi dan menerima fee dari pengusaha yang etnis dan agamanya sering mereka serang? Lho konsistensinya ke mana? Apakah kalau menguntungkan mereka maka tak lagi dikafir-kafirkan atau diserang dengan isu SARA?

Anda tentu masih ingat bahwa pernah ada kader PKS dari Yogyakarta bernama Dwi Estiningsih yang bahkan mempersoalkan dipakainya 5 pahlawan yang kebetulan non-Muslim dalam cetakan rupiah yang baru. Lah ini padahal pahlawan lo tapi oleh mereka dipersoalkan. Pahlawan yang jelas-jelas ikut berjuang memperebutkan kemerdekaan yang kita nikmati sekarang. Entah bagaimana kelanjutan kasus Dwi itu sekarang karena saat itu Ia sempat mengiba dengan dalih anak-anaknya masih kecil-kecil. Yang jelas Dwi sampai saat ini juga tampaknya masih aktif di media sosial.

Ketika kita menyadari bahwa sangat mudah mereka berstandar ganda tentang apa yang selalu mereka teriak-teriakkan, layakkah mereka kita percaya?

@rahmatika