Tuesday, May 2, 2017

Kritikan Sangat Keras Buya Syafii Kepada Hizbut Tahrir, Kaum Radikal dan Sumbu Pendek


 DUNIA HAWA 

“Apakah gerakan-gerakan yang berasal dari peradaban Arab yang sedang bangkrut ini malah diboyong ke Indonesia? Apa-apaan ini? Pakailah otak, jangan emosi buta!” (Buya Syafii Maarif)


Siapa yang tidak mengenal Buya Syafii Maarif ? Seorang ulama dan cendekiawan muslim kawakan yang masih memiliki kejernihan dalam mencermati kehidupan bangsa ini. Sosok langka yang dengan keluasan ilmu Islamnya, Buya sanggup dan berani mengatakan kebenaran, meski kemudian tak jarang keberanian Sang Buya membuat dirinya menjadi bahan caci maki kaum sumbu pendek.

Sosok Buya memang mirip Gus Dur. Komitmennya terhadap bangsa dan negara ini tidak perlu diragukan. Komitmennya pada pluralisme dan kebhinekaan sudah sangat terbukti. Ketika sebagian ulama lain menghujat dan mencari-cari kesalahan Ahok karena ucapannya di Kepulauan Seribu, Buya tampil sebagai pihak yang membela Ahok. Buya bukan sedang membela Ahok. Namun Buya sedang mengatakan kebenaran yang jarang dipahami orang yang sudah terliputi emosi.

Buya sudah mencium gelagat yang tidak baik. Ahok hanyalah pintu masuk bagi kaum radikal untuk mewujudkan cita-citanya. Agama yang dipakai untuk kendaraan politik sejatinya adalah manipulasi agama itu sendiri. Di bekalangnya, agenda-agenda kaum radikal dan fundamental sedang dipersiapkan.  Sayangnya, banyak umat Islam Indonesia terlihat lugu dan tidak menyadari hal ini.

Yang menarik tentu saja ulasan-ulasan dari Sang Buya. Dalam artikelnya yang terbaru di kolom republika.co.id (2/5/2017) Buya dengan sangat cermat melihat kondisi umat Islam di Indonesia. Ia memuji langkah 50 pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang membuat sebuah deklarasi yang berani. Buya Syafii menulis :

“Sebanyak 50 pimpinan Perguruan Tinggi keagamaan Islam Negeri (PTKIN) pada 26 April 2017 di kampus UIN Ar Raniry, Banda Aceh, telah membuat sebuah deklarasi yang berani dan tepat waktu tentang situasi politik keagamaan di Indonesia terkini.

Bagi saya, deklarasi ini sangat strategis disuarakan oleh perguruan tinggi Islam negeri yang berkumpul di Tanah Rencong pada tanggal di atas. Karena pentingnya isi Deklarasi Aceh itu, Resonansi ini perlu mengutip seluruhnya, kemudian diberi ulasan untuk penguatan.

Kami forum Pimpinan PTKIN dengan ini menyatakan:


1. Bertekad bulat menjadikan empat pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara.

2. Menanamkan jiwa dan sikap kepahlawanan, cinta tanah air, dan bela negara kepada setiap mahasiswa dan anak bangsa, guna menjaga keutuhan dan kelestarian NKRI.

3. Menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, Islam inklusif, moderat, menghargai kemajemukan dan realitas budaya dan bangsa.

4. Melarang berbagai bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, dan anti-NKRI, intoleran, radikal dalam keberagamaan, serta terorisme di seluruh PTKIN.

5. Melaksanakan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam seluruh penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan penuh dedikasi dan cinta tanah air.

Deklarasi ini dibacakan di depan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dihadiri oleh 3.500 mahasiswa dan ratusan anggota masyarakat setempat. Mengapa deklarasi ini bernilai strategis dan tepat waktu? Tidak sukar untuk menjawabnya.”

Tidak sekadar memuji, Buya pun mengkritik, bahkan mengkritik dengan sangat keras kehadiran kelompok-kelompok transnasional yang kerjanya tidak untuk kemaslahatan bangsa ini, tetapi hanya untuk keuntungan mereka pribadi. Mereka seakan tak memermasalahkan jika bangsa dan negara pecah berantakan layaknya negara-negara di Timur Tengah sana.

Buya menyinggung kehadiran organisasi atau kelompok semacam Hizbut Tahrir :


“Kesadaran yang berasal dari PTKIN ini sungguh patut dipuji di tengah-tengah perguruan tinggi yang lain sedang membisu dan tiarap, seakan-akan negeri ini aman-aman saja. Publik juga dikejutkan oleh sebuah Deklarasi Khilafah oleh HTI di kampus IPB baru-baru ini. Kebetulan saya belum lama ini bertemu dengan Rektor IPB, sahabat lama saya, di Bandara Soekarno-Hatta. Sewaktu saya tanyakan masalah ini, hanya dijawab: masih di bawah kontrol. Saya kira tidak sesederhana itu.

Sebuah gerakan transnasional yang dilarang di seluruh negara Arab, di Indonesia malah mendapatkan status badan hukum di masa rezim yang lalu, sebuah rezim yang memang mau berdamai dengan semua jenis gerakan, tidak peduli siapa di belakangnya dan apa tujuannya. Jika sebuah kampus terkenal telah dijadikan sarang gerakan transnasional ini, bukankah itu itu berarti negara telah membiarkan dirinya mulai digerogoti oleh virus ganas yang bisa membawa keruntuhan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945?”

Terakhir, yang tak kalah kerasnya adalah kritikan sangat tajam dari Sang Buya kepada kaum radikal, kaum fundamental yang sangat membahayakan keberadaan NKRI. Buya menulis :

“Gerakan radikal lain dalam berbagai corak tumbuh sangat subur di berbagai kampus perguruan tinggi Indonesia, bahkan di tingkat pelajar, sejak beberapa tahun terakhir. Pertanyaan saya: apakah gerakan-gerakan yang berasal dari peradaban Arab yang sedang bangkrut ini malah diboyong ke Indonesia? Apa-apaan ini? Pakailah otak, jangan emosi buta. Ironisnya, gerakan-gerakan radikal ini juga sedang dimanfaatkan oleh politisi sumbu pendek untuk kepentingan politik sesaat.”

Tulisan Sang Buya yang sangat keras ini harus menjadi perhatian semua kalangan yang mengaku masih mencintai negeri ini. Akankah negara kita di-Suriahkan ? Akankah kita diam saja ketika mereka sedang bergerak merayap memakan pondasi bangsa ini ?

@ahmad Reza


SHARE ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA

Buruh Pembakar Karangan Bunga Ahok Ternyata Pendukung Anies, Pelaku Sedang Diburu Polisi


DUNIA HAWA - Pada peringatan hari buruh Senin kemarin, terjadi sebuah insiden pembakaran karangan bunga untuk Ahok, oleh massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI). Alasannya adalah ingin bersih-bersih Balai Kota. Bahkan ada ultimatum, jika dalam 3 hari tidak segera dibereskan, maka mereka akan kembali bersih-bersih.

Banyak yang mengatakan, para Ahokers sungguh lebay, karangan bunga dibakar saja diributkan dan dipermasalahkan. Justru yang mengatakan itu dan yang membakar itu adalah orang yang lebih lebay. Apa salah bunga ditaruh di situ? Iri? Dengki? Atau tidak senang melihat Ahok dikirimi karangan bunga yang katanya jika ditotalkan mencapai miliaran Rupiah?

Masa melihat bunga saja sampai mengamuk. Betul-betul emosi sumbu pendek, digesek sedikit langsung menyala dan beberapa detik kemudian, duarrrrrr. Ada yang bilang ini adalah pemborosan uang yang sangat keterlaluan. Hei, lihat itu demo aksi 411 dan 212 dan lain-lain, yang mencapai seratus miliar? Itu berapa kali lipat pemborosan? Belum lagi dana-dana lain selain itu dan dana pengawalan sidang Ahok. Bukankah itu lebih gila, mengeluarkan dana sebanyak itu demi Ahok seorang. Jangan munafik.

Dan massa buruh FSP LEM SPSI adalah kelompok pendukung Anies-Sandi. “Aksi pembakaran karangan bunga ini kami lakukan karena Ahok tidak menaikkan UMP sampai sekarang. Bakar karangan bunga ini adalah sebagai simbol bersih-bersih,” kata Idrus, Sekjen FSP LEM SPSI. Dia juga mengakui bahwa organisasi buruhnya mendukung Anies-Sandi yang katanya berjanji kepada mereka saat kemapanye lalu akan menampung semua aspirasi buruh, seperti menaikkan UMP dan tuntutan lainnya.

“Anies-Sandi sudah berjanji akan penuhi tuntutan kami. Kami juga ada kontrak politik dengan Anies-Sandi waktu kampanye kemarin. Dia berjanji tidak akan gunakan PP 78 dalam menentukan UMP,” kata Idrus. Dengan kata lain mereka mendukung Anies-Sandi karena Ahok tidak memenuhi tuntutan itu. Catat dan ingat itu baik-baik. Ketika ditanya apakah ada pesanan politik tertentu pada pembakaran karangan bunga, dia menjawab tidak ada dan bahkan akan bertanggung jawab.

Kalau nanti diciduk, jangan mewek saja. Pemaksaan tuntutan seperti ini sudah tidak bisa dibiarkan. Ini sama seperti anak kecil yang sejak kecil dibiarkan manja dengan pemberian-pemberian tertentu. Jika tidak dipenuhi maka akan merengek terus. Mau tak mau orangtua akan mengalah dan mengabulkan tuntutannya. Nah, dari sini anak kecil tersebut mulai belajar dan sadar bahwa jika keinginan tidak terpenuhi, cukup dengan merengek tanpa henti. Lama-lama pasti akan dikabulkan. Para buruh juga seperti ini, dikasih hati minta jantung, dikasih jantung minta kotoran kuda. Nafsu mana ada habisnya. Sekali perusahaan pindah lokasi atau bangkrut atau mengganti tenaga buruh dengan mesin, siap-siap nangis darah massal.

Kalau memang tidak ada pesanan politik, untuk apa lagi bakar-bakar? Toh, Ahok sudah kalah dan dalam waktu 6 bulan, dia akan turun tahta. Kenapa masih ribut-ribut minta tuntutan? Ini namanya manja yang sudah keterlaluan. Makin lama makin melunjak, dan lama-lama mereka pasti akan memijak-mijak.

Menurut kabar terbaru, polisi sedang mengusut kasus pembakaran sejumlah karangan bunga tersebut. Kasus ini sedang dalam tahap penyelidikan. Penyelidikan ini dilakukan untuk menelusuri apakah ada unsur pidana, apakah ada provokator dan lainnya. Salah seorang buruh melalui pengeras suara memprovokasi buruh lainnya untuk membakar karangan bunga yang berjajar di trotoar jalan Medan Merdeka Selatan.

“Kita bersihkan Balai Kota dari sampah-sampah karangan bunga Ahok. Kalau bukan kita yang bersihkan, siapa lagi? Satpol PP dari kemarin nggak ngapa-ngapain,” kata orator tersebut. Salah satu peserta aksi mengambil satu karangan bunga dan membakarnya. Api pun kian membesar ketika beberapa karangan bunga lainnya ditarik dan dijadikan bahan bakar.

Silakan diusut, dan kalau sudah tertangkap pelakunya, silakan disorot, apakah orang tersebut tetap garang, atau menjadi macan ompong ketakutan di pojokan. Heran melihat demo di Indonesia, yang rata-rata merusak. Apa pun dirusak, seolah sudah menjadi trademark-nya demo di Indonesia. kalau tidak ada bakar-bakar ban atau apa pun, dan rusuh, seolah tidak sah demonya. Mari kita tunggu kinerja polisi mengenai kasus ini. Bagi yang mengatakan ini lebay, aksi demo berjilid-jilid sebelumnya jauh lebih lebay berkali lipat.

Bagaimana menurut Anda?

 @xhardy


SHARE ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA

Aksi Buruh, Bakar Karangan Bunga dan Skenario Menjatuhkan Jokowi


DUNIA HAWA - Peringatan Hari Buruh Internasional  di Indonesia kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya, karena diwarnai dengan aksi pembakaran sejumlah karangan bunga yang diperuntukkan untuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKi Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) –Djarot  Saiful Hidayat.

Dengan kasar  buruh yang sedianya memperingati May Day tersebut meluapkan kemarahan (marah yang tidak berdasar) dengan membakar karangan bunga tanda cinta masyarakat kepada Ahok-Djarot.

Meskipun jelas-jelas tindakan kelompok buruh tersebut anarkis, tetapi anehnya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal,  beralasan bahwa kawan-kawannya yakni para buruh yang membakar bunga itu sedang membantu petugas kebersihan, seperti diberitakan berbagai portal berita.

Menyitir informasi dari  kompas.com, di depan karangan bunga yang dibakar itu terdapat mobil komando bertuliskan Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM PSI) DKI Jakarta. 

Menurut informasi, aksi  pembakaran  karangan bunga  di depan Balai Kota didasari alasan  kekecewaan  dengan kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat. LEM membakar karangan bunga yang ditujukan buat  pasangan  Ahok-Djarot karena tidak memenuhi janji selama memimpin DKI Jakarta.

“Intinya LEM ini kecewa dengan kepemimpinan Ahok karena tidak sesuai janjinya dulu waktu dia terpilih sebagai wakil gubernur. Waktu dia (Ahok) terpilih, itu dia janji mau naikin UMP (Upah Minimum Provinsi) kita 4 juta. Sampai sekarang UMP baru 3,3,” ujar Danil (35) salah satu anggota LEM SPSI di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (1/5/2017). UMP mereka masih di bawah UMP di daerah penyangga. “Di situlah kekecewaan kita. Bahkan UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi) baru deal mau May Day ini setelah kita ancam-ancam,” kata Danil.

Buruh diperalat guna menjatuhkan Jokowi ?


Tentu saja kita yang berpikir waras, pasti  bertanya-tanya apa hubungan karangan bunga tanda cinta kepada Ahok-Djarot dengan kemarahan buruh tersebut? Alasan karena kecewa dengan Ahok-Djarot pun rasanya tidak mendasar hingga di tumpahkan dengan membakar karangan bunga . Apa salah karangan bunga itu coba?

Jika kita berpikir jernih, muatan politis kental sekali mendasari aksi brutal para buruh tersebut (kelompok yang membakar bunga).

FSP LEM SPSI   adalah  Koalisi Buruh Jakarta yang terdiri dari 13 Organisasi Buruh mendeklarasikan dukungannya bagi Anies-Sandi.  Bersama  organisasi buruh seperti FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) DKI Jakarta, ASPEK Indonesia Provinsi DKI Jakarta, SPN DKI Jakarta, FSP KEP KSPI, Forum Guru Tenaga Honorer dan Swasta, FSP FARKES Reformasi DKI Jakarta, SP PPMI KSPI, FSP Pariwisata Reformasi, FSPASI, FSUI, SPOI mereka mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Anies-Sandi.  Pasangan  ini di dukung karena  katanya berkomitmen  menolak upah murah yang selama ini diatur dalam PP 78/2015 dan akan menetapkan upah layak bagi buruh Jakarta dengan menetapkan UMP Jakarta lebih tinggi.

Sementara itu,  Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal,  adalah caleg gagal PKS yang getol  bersuara keras dengan membawa nama buruh. Sepanjang tahun  2016-2017, KSPI  yang   berdiri tahun  2003 ini tercatat menjadi   organisasi buruh yang  paling  sering  mewacanakan berbagai tuntutan dan aksi buruh. Ekspos KSPI berada di atas organisasi buruh lainnya di Indonesia, seperti SPSI, FSPMI, KSPSI, serta organisasi buruh internasional ILO. Menurut  Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang yang melakukan penelitian tentang buruh, persentuhan buruh dengan isu politik, baik lokal maupun nasional merupakan salah hal yang mengemuka tahun ini. Indonesia Indicator mendapatkan 7.316 berita isu buruh terkait pilkada, 3.2017 berita terkait tenaga kerja asing, dan 1.628 berita terkait tax amnesty.

Dominannya Said Iqbal di panggung media dibandingkan dengan aktivis lainnya disebabkan oleh karena Said Iqbal sebagai representasi aktivis buruh tidak hanya mengusung isu perburuhan, melainkan isu lintas sektor yang bahkan bersifat politis, kata Rustika.

Perkiraan saya, aksi buruh tanggal 1 Mei kemarin upaya untuk pemanasan pihak-pihak yang selama ini mengoyang Presiden Joko Widodo (Jokowi).  Skenario mengunakan kekuatan buruh dilakukan setelah mengunakan kekuatan masa dalam Aksi  Bela Islam  yang berjilid-jilid dengan pemicu kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok, terbukti bisa dibungkam oleh Polri.  Meskipun  kelompok tersebut dibungkam saat ini, tetapi sebenarnya  jika Ahok menang di Pilkada DKI Jakarta putaran  kedua, kelompok yang mengatasnamakan membela agama islam akan turun ke jalan kembali  untuk mengoyang Ahok dan sasaran utamanya adalah Jokowi. Ya, kelompok tersebut menjajal kekuatan guna menuju Pilpres 2019. Tetapi  mereka kecewa karena ternyata Ahok  sudah dinyatakan kalah dalam hitung cepat lembaga survey .

Tetapi apakah mereka puas dan merasa sudah cukup? Tentu saja jawabanya adalah TIDAK. Mereka belum puas sebelum rencana besarnya berhasil.   Sambil menunggu putusan hakim  atas kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok, upaya untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi terus menerus dilakukan secara sistimatis. Caranya dengan mengunakan  kekuatan buruh yang terhitung banyak  dan cukup efektif digunakan untuk skenario tersebut. Dan itu diturunkan pada 1 Mei kemarin.

Sayangnya, skenario busuk tersebut tidak cukup cantik dan rapi karena dengan mudah tercium. Karena dengan tololnya ada buruh yang mau di picu emosinya  sehingga  bertindak anarkis membakar karangan bunga cinta untuk Ahok-Djarot.

@suci


SHARE ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA

Giliran Anies Mengkhianati Prabowo?


DUNIA HAWA - Pilkada DKI sudah usai. Pemenangnya Anies Baswedan – Sandiaga Uno. Duet yang semula tidak diperhitungkan. Namun setelah melihat dan mengalami sendiri tahap-tahapan Pilkada DKI 2017 ini, bahkan semenjak Ahok menjabat gubernur DKI, kemudian merebaknya dugaan penistaan agama, kita pun memaklumi, kenapa Ahok – Djarot tersingkir. Ada banyak faktor yang membuat warga DKI harus “salah” memilih gubernur.

Tapi di lain sisi, fenomena pasca-pilkada terheboh ini memperlihatkan siapa pemenang yang sebenarnya. Membanjirnya karangan bunga di sekitar Balai Kota, memberikan bukti bahwa pasangan Ahok – Djarot adalah pemenang sejati. Mereka boleh saja kalah di tengah serbuan intrik kotor dan intimidasi dari seberang, namun nama dan sosok mereka tetap abadi di hati rakyat. Dan bahasa bunga adalah bahasa universal yang dengan gamblang mengungkapkan hal tersebut.

Selama beberapa waktu berduet membenahi DKI Jakarta, Ahok – Djarot kompak dan saling mengisi. Ini bisa terjadi karena mereka berdua punya hati dan tekad yang sama: mengabdi untuk kemajuan Jakarta dan warganya, bukan mengusung kepentingan lain.

Lalu bagaimana sosok Anies – Sandi? Tentu menarik untuk menduga-duga masa depan duet pasangan ini dalam mengelola ibu kota yang serba gemerlap, termasuk gemerlapnya uang yang beredar di sini.

Semua orang tahu, Sandi sangat berjasa besar dalam meloloskan mereka meraih kekuasaan di DKI. Dia menghabiskan uang pribadi sekitar Rp 70 miliar untuk dana kampanye, tehitung dari putaran pertama hingga putaran kedua. Bagi seorang pengusaha yang “superkaya” seperti Sandi, uang sebesar itu tentu tidak terlalu berarti. Kita yakin, dalam waktu dekat uang itu akan kembali, sebab perusahaan-perusahaannya setiap saat menelurkan uang dalam jumlah besar, yang dalam semalam bisa menghasilkan uang miliaran rupiah!

Sebagai pihak yang merasa memiliki “saham” paling besar dalam pilkada, apakah Sandi mau manut kepada Anies? Tidak masalah, apabila Sandi memang niatnya 100% mau mengabdi untuk membangun dan memajukan DKI dan warganya. Namun apabila ada udang di balik batako, ceritanya akan lain. Bayangkan apabila gubernur dan wakilnya tidak sepaham, karena sang wakil tidak mau tunduk, dan gemar memaksakan kehendaknya. Maka yang terjadi adalah persaingan, bukan bersinergi.

Kita semua tahu, Sandi punya misi khusus, yakni “membalaskan dendam Prabowo” kepada Ahok yang dianggap berkhianat terhadap Gerindra dan secara khusus Prabowo yang mengusung Ahok mendampingi Jokowi dalam Pilgub DKI, pada tahun 2012 silam. Dan misi itu telah terlaksana, setelah Ahok kalah dalam pilkada.

Namun jangan lupa, ada misi lain Sandiaga yang lebih penting dan sulit, yakni mengawal langkah Prabowo untuk memenangkan Pemilihan Presiden 2019 nanti. Situasi menjadi kurang kondusif bagi kubu Prabowo, sebab Anies pun diperkirakan akan mencalonkan diri menjadi RI 1. Selain punya ambisi, untuk menjadi presiden, Anies tentu punya motivasi lain, yakni membalas dendam terhadap Jokowi yang memecatnya sebagai menteri pendidikan. Anies pasti semakin mantap dan percaya diri, sebab di belakangnya berdiri tokoh-tokoh yang bercita-cita menegakkan hukum agama di negeri ini. Mereka pasti tidak mau apabila Prabowo, yang notabene seorang militer dan nasionalis, tampil menjadi presiden.

Gelagat ke arah itu sudah mulai kelihatan ketika sebuah stasiun televisi ingin menyelenggarakan acara debat antara paslon 2 dan paslon 3. Dalam acara debat yang sedianya dipandu oleh Rosiana Silalahi itu, pasangan Anies – Sandiaga tidak muncul-muncul di panggung. Alhasil Anies Sandi pun jadi bahan olok-olok karena dinilai “takut” terhadap Ahok – Djarot. Terlebih dalam beberapa debat sebelumnya, pasangan Ahok – Djarot sebagai petahana terlihat lebih menguasai materi debat. Namun belakangan tersebar isu, bahwa tidak hadirnya Anies Sandi di acara debat yang diprakarsai Kompas TV itu, bukan lantara takut, namun dilarang oleh kubu agama, salah satu pengusungnya.

Hal ini terang membuat Prabowo murka, yang disebut-sebut sebagai pihak yang sangat mendukung diadakannya acara debat tersebut. Nah, dari sini sudah mulai ada gambaran, pihak mana yang lebih berkuasa atas diri Anies? Kasihan juga Prabowo apabila ternyata Anies lebih loyal kepada tokoh-tokoh agama yang mengusungnya tersebut. Sebab bukankah Prabowo yang membawa Anies maju sebagai cagub DKI? Sementara para tokoh agama, semacam Habib Rizieq dkk., baru merapat belakangan setelah jagoan mereka Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni, tumbang dalam putaran pertama.

Nah, apabila sinyalemen ini benar, di mana Anies lebih tunduk kepada para tokoh agama itu, bisa jadi nanti Prabowo akan kembali mengalami pengkhianatan jilid 2. Semua pihak pasti maklum, ada tugas khusus yang dibebankan oleh Prabowo pada Anies sebagai syarat dia diangkat menjadi cagub beberapa waktu lalu. Dan tugas itu pasti tidak jauh-jauhlah dari urusan pilpres. Sebagai penguasa DKI Jakarta, harus mendukung dan melicinkan jalan bagi Prabowo untuk menang Pilpres 2019.

Sekarang, tak ada lagi yang bisa menghalangi Anies menjadi gubernur DKI. Bercermin pada Jokowi, jabatan gubernur DKI ternyata bisa menjadi batu loncatan untuk menjadi RI 1. Nah, Anies yang ambisius pasti tidak akan menyia-nyiakan momen ini. Kalau bisa maju pada tahun 2019, kenapa harus menunggu lima tahun lagi? Lagi pula, belum tentu Anies masih gubernur DKI pada saat Pilpres 2024 bukan? Ditambah dorongan para tokoh agama tadi, maka semakin bulatlah tekad Anies maju Pilpres 2019. Dengan kata lain, Prabowo kembali dikhianati, bahkan kini jauh lebih menyakitkan, apabila dia pun tidak terpilih, karena sudah terlalu tua untuk menjadi presiden.

@h hans p