Wednesday, April 19, 2017

Tugas Seorang Ahok


DUNIA HAWA - Saat ini Pilkada DKI telah usai dan hasilnya petahana Pak Basuki dan Pak Djarot harus mengakui kemenangan Pak Anies dan Pak Sandi. Mari kita ucapkan terima kasih kepada Pasangan Nomor 2 dan selamat kepada Pasangan Nomor 3. Banyak yang manyun, banyak yang jengkel, banyak yang ngambek dengan hasil Pilkada ini, tetapi bagi saya it is the beginning. Wah, kok baru mulai? Bukannya ini kan sudah final? Nda lah, ini justru perjuangan yang sebenarnya baru dimulai.

Sesuai yang saya pelajari di dunia medis, ada teori risk and benefit, teori risiko dan manfaat. Seorang dokter harus mati-matian memperjuangkan keselamatan pasiennya sekecil apapun kemungkinan hidupnya. Itu yang menjadikan saya cenderung ngotot dan kepala batu dalam mempertahankan nyawa pasien-pasien saya di ICU. Tetapi hal yang berbeda terjadi pada saat membius, saya harus mempertimbangkan risiko dan manfaat bila mau membius pasien. Bila bobot manfaat jauh melebihi risiko maka pembiusan dapat dilakukan, bila bobot manfaat seimbang dengan risiko makan pembiusan harus dilakukan dengan ekstra hati-hati, bila bobot risiko melebihi manfaat maka pembiusan ditunda dan ditunggu sampai kondisi pasien aman baru dilakukan pembiusan.
Hal inilah yang sebenarnya terjadi pada Pilkada kali ini. Entah dengan pertimbangan apapun, tampaknya kemenangan Nomor 3 merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menghindari risiko yang lebih besar. Gak terima, masak Ahok-Djarot disuruh kalah mau! Eh jangan emosi dulu, minumlah secangkir teh, saya alergi caffeine sehingga tidak bisa minum kopi, lalu berpikirlah dengan tenang. Kita diskusi satu-satu yuk. Lagipula, ini bukan dalam rangka menghibur diri loh, ini adalah suatu pelajaran untuk kita supaya bersyukur memiliki presiden yang luar biasa taktik dan strateginya. Kita juga harus bersyukur ada seorang manusia bernama Ahok yang mau dengan rela hati menanggung semua tugas-tugas berat ini demi negaranya.

Pertama, Ahok merupakan the best bait, umpan terbaik. Umpan terbaik adalah umpan yang sempurna tanpa cacat, umpan yang semlohay. Tidak ada seorangpun yang mampu menjalani semua mulai dari perang melawan koruptor, demo berjilid-jilid, sidang puluhan kali walau tidak salah, dengan kondisi prima dan senyum-senyum. Tidak ada pula seorangpun yang sanggup menarik keluar semua tokoh oposisi Jokowi sebaik Ahok, karena Ahok semua pihak-pihak yang berambisi menjadi presiden menampakkan diri, menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kalau tidak ada Ahok, pemerintah tidak mungkin dapat mengidentifikasi semua pihak oposisi, juga tidak dapat mengetahui dengan tepat sejauh mana perkembangan gerakan radikal dan sara yang ternyata sudah jauh merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia akibat pembiaran 10 tahun terakhir. Hanya Ahok yang mampu menanggung semua itu karena satu hal, Ahok bersih tanpa cela. Lah, bagaimana seorang koruptor bisa bilang jangan korupsi kepada yang lain, yang ada juga korupsi rame-rame. Hanya orang yang tidak korupsi yang dapat menghabisi orang-orang yang korupsi.

Ahok juga merupakan guideline alias pedoman alias rujukan bagi pejabat yang lain. Apakah enak seperti itu? Tentu saja tidak. Ingatlah bahwa Ahok itu wakil gubernur yang ketiban pulung menjadi gubernur setelah Jokowi menjadi presiden. Orang yang pertama membuka hutan adalah orang yang bermental tangguh. Sesudah itu orang tinggal menikmati hasilnya. Lagipula Ahok masih menjadi gubernur sampai Oktober 2017, masih 6 bulan lagi. Dia memang harus menunaikan tugasnya dalam menyelesaikan berbagai pembangunan yang sudah dimulai sejak menjadi wakil gubernur dan saya percaya beliau akan menyelesaikannya dengan baik. Bagi pemenangnya jangan senang dulu, karena jalan yang akan dilalui akan lebih terjal daripada sebelumnya. Rakyat yang sudah terbiasa dengan standar seorang Ahok akan meminta standar yang minimal sama atau bahkan lebih baik daripada Ahok. Ya penggantinya harus bersih dari segala tindakan korupsi 100%, apakah yakin bersih dan sanggup? Kalau akhirnya ada kasus yang berhubungan dengan ketidakjujuran harus diproses di pengadilan sama seperti yang sudah dijalani Ahok, apakah yakin mau dan sanggup? Setiap saat harus update pemasukan dan pengeluaran, setiap pagi harus menerima antrian orang-orang dari berbagai pihak, setiap saat harus melakukan kontrol terhadap keuangan, apakah yakin rela dan sanggup?

Jangan-jangan beberapa bulan ke depan kita malah melihat berbagai kasus yang melibatkan para tokoh masyarakat yang tadinya dipuja-puji malah memenuhi berita di seluruh saluran tv. Ada kasus super hot, mega korupsi, penipuan orang tua angkat, mangkir bayar asuransi atau bahkan masalah pameran di luar negri. Mau ngeles? Ntar jangan-jangan, ini jangan-jangan loh, malah dibilangin sama bapak guru kita, “Eh, gak boleh lari ya, kalau lari untuk kesehatan sih boleh, tapi kalau lari dari tanggung jawab ya gak boleh. Ayo ayo ayo ke pengadilan, itu orang yang nda salah saja mau ngejalanin kok, masa kamu gak mau?”

Selanjutnya Ahok harus rela berkorban. Ayo siapa di antara kita yang rela berkorban seperti Ahok? Kemungkinan sih kita-kita langsung bikin alasan yang unyu-unyu, seperti sakit perut lah, dompet ketinggalan lah, mau nemenin pacar lah dan seribu alasan yang lain untuk kabur. Tapi Ahok tidak seperti itu, dia berdiri tegak menjalani semua yang ada dihadapannya. Ahok harus rela menjadi terdakwa walau tidak jelas salahnya di mana. Ahok harus rela dicaci maki, dikutuk, dihina karena membela negara dan rakyat kecil, walaupun rakyat yang dibelanya juga ada yang gak tau terima kasih. Malahan ada yang ikut mengutuki. Tetapi apakah Ahok mempermasalahkan? Tidak tuh, dia cuek-cuek saja dan jalan terus. Ahok memang seorang negarawan sejati tanpa pamrih.

Terus apakah pengorbanannya sia-sia? Tidak sama sekali. Pengorbanannya akan menghasilkan berkat yang berlimpah, bukan hanya buat Ahok, tetapi bagi semua orang. Pengorbanan Ahok saat ini memudahkan Jokowi, Polri, TNI menjalankan seluruh tugas dan kebijaksanaannya tanpa diberi label “ngebela Ahok“. Kan selama ini mereka apa-apa selalu salah. Nah, kalau Ahok kalah itu membuktikan bahwa mereka tidak membela Ahok sehingga eksekusi semua kasus menjadi lebih mudah. Mau ada yang mewek-mewek minta dispensasi? Ya gak bisa lah, wong salah dibikin sendiri, mosok minta pembantu sebelah rumah yang nanggung. Biarkan mereka berpesta karena there is no feast last forever.

Saya menulis artikel ini juga sembari senyum-senyum sendiri karena teringat pengalaman saya saat sekolah harus menerima hukuman atas kesalahan yang tidak saya lakukan. Saya menerima hukuman itu dengan ikhlas saja. Tetapi akhirnya saya yang beres sekolah lebih dahulu dengan predikat pujian meninggalkan lawan saya jauh di belakang. Masih banyak pula kejadian serupa yang saya alami dalam hidup saya. Beban saya mungkin cuma seupil dibandingkan Ahok, tetapi dari situlah saya bisa mengerti bahwa kalah hanyalah kemenangan yang tertunda. Pak Ahok, anda tetap pemenang di hati kami dan seluruh rakyat Indonesia, your time will come in the future.

Salam perjuangan,

@mama mo




Ucapan Selamat dari Ahok buat Anies bikin Suasana Adem


DUNIA HAWA - Hiruk pikuk Pilkada DKI sudah selesai setelah warga Jakarta menunaikan hak sebagai warga negara yaitu memilih calon Gubernur dan Wakil Gubernur.

Sore ini pada pukul 18.40, hasil quick count dari berbagai lembaga survey seperti Litbang Kompas, Indobarometer, Charta Politika, Vox Populi dan sebagainya menunjukkan bahwa posisi Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memenagi Pilkada.

Dalam Pilkada, memang hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi: menang atau kalah. Meski KPU belum memutuskan hasilnya, nampaknya kali ini Ahok – Djarot kalah.

Bagi Anies – Sandi dan pendukung-pendukungnya hal ini tentu menggembirakan. Maka dari itu sebagai bagian dari bangsa Indonesia, saya mengucapkan selamat atas kemenangan ini dan berharap ke depan Anies – Sandi mampu memimpin Jakarta dengan amanah. Sikap amanah sangat penting sebab kepemimpinan ini adalah amanat yang diberikan warga DKI kepada Anda berdua.

Ke depan warga masyarakat menanti realisasi janji-janji kampanye seperti transportasi goceng, rumah DP 0 rupiah, OK OCE, 1 RW 1 M, penghentian reklamasi yang dianggap menyengsarakan nelayan, stadion kelas Eropa, Jakarta bebas banjir, macet dan janji-janji lain.

Warga Jakarta juga akan menantikan ketegasan Anies – Sandi dalam penegakan hukum, menjaga kebhinekaan, menindak tegas segala bentuk intoleransi serta memberikan kebebasan kepada warga DKI menikmati hak-haknya serta melakukan kewajiban-kewajiban sebagai warga negara Indonesia.

Buat Bapak Basuki Tjahaja Purnama dan Bapak Djarot Saiful Hidayat, tidak kata yang terucap selain terimakasih atas segala jerih lelah menjadi pelayan wagi masyarakat.

Anda berdua adalah putra terbaik bangsa yang memberikan teladan kepemimpinan yang melayani.

Sebelum pelaksanaan Pilkada sudah banyak pihak yang menganalisa kekalahan Anda berdua. Para analis menyebutkan bahwa Pilkada di DKI Jakarta adalah sebuah anomali. Letak anomaly-nya adalah tidak berbandingnya tingkat kepuasan warga pada kepemimpinan Ahok – Djarot dengan keterplihan mereka berdua.

Namun, kita tidak perlu lagi mengungkit-ungkit hal itu. Perjalanan DKI Jakarta bukanlah mundur ke belakang. Jakarta harus menatap masa depan dengan pemimpin baru pilihan rakyat secara demokratis.

Kepada warga Jakarta, Ahok juga memberikan apresiasi yang luar biasa. Kesediaan ikut serta dalam Pilkada merupakan bentuk tangung jawab warga negara yang patut dipuji.

Sore ini di Metro TV Ahok dan pak Surya Paloh tampil bersama memberikan ucapan selamat kepada Anies – Sandi. Sebelum hadir di studio Metro TV, Ahok telah mengirim WA kepada Anies – Sandi. Melalui siaran langsung di Metro TV, hal itu disampaikan kembali.

Ucapan selamat yang diberikan Ahok menjadikan suasana yang panas, tegang, kecewa, masygul berubah menjadi adem. Hal ini sungguh luar biasa. Dalam penyampaian ucapan selamat ini Ahok tampak relax. Di wajahnya tidak tampak ketegangan dan kemarahan, apalagi dendam.

“Selamat, Pak Anies dan Pak Sandi dan seluruh timses, pendukung semua. Sama, kita ingin Jakarta baik karena kita ingin Jakarta menjadi rumah kita bersama.”

Tidak adanya kemarahan dan dendam itu menunjukkan bahwa apa yang telah disampaikan selama kampanye diwujudkan. Ahok – Djarot berulangkali mengatakan akan legowo jika tidak terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI.

Legowo memiliki arti lapang dada atau sabar dan menerima apa adanya. Seseorang yang memiliki sikap legowo  adalah seorang yang dewasa dalam iman. Terkait hal ini, seworders bisa mengingat pernyataan Ahok yang berulang kali mengatakan bahwa kepemimpinan itu bersumber dari Tuhan. Tidak adanya kemarahan dan dendam pada Anies – Sandi menunjukkan bahwa iman Ahok benar-benar teruji.

Ucapan selamat kepada Anies – Sandi yang disampaikan Ahok dilanjutkan dengan keinginannya membantu Anies – Sandi untuk melanjutkan pembangunan di Jakarta. Melalui Metro TV tampak bagaimana Ahok memberikan arahan-arahan teknis kepada Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan menggantikannya.

Secara singkat, Ahok membeberkan data-data yang perlu diketahui gubernur dan wakil gubernur baru. Ia menyebutkan bahwa semua informasi di DKI Jakarta bisa diakses dengan cepat sebab selama kepemimpinan Ahok – Dajrot, semua hal sangat transparan.

Melihat wajah Ahok menuturkan ucapan selamat bagi pasangan Anies – Sandi, mata ini tidak bisa menahan derai air mata. Ah… rupanya saya jadi cengeng. Ahok saja tegar, kok saya malah mewek.

Di sinilah tampak bahwa Ahok bukan seorang pemimpin yang maruk jabatan dan kekuasaan. Ia seorang begawaran yang sejati. Kenegarawanan Ahok patut di teladani oleh warga republik ini.

Saya yakin segala jerih lelah Ahok – Djarot selama ini tidak sia-sia.

Saya yakin, Anda berdua tetap dibutuhkan oleh Indonesia.

Kami bangsa pada Ahok – Djarot, GBU ful.

@wisnu sapto nugroho


Ahok-Djarot Terima Kekalahan, Selamat Datang Anies-Sandi


DUNIA HAWA - Ahok dan Djarot memang pemimpin yang matang, mereka menerima kekalahan dalam Pilkada DKI Jakarta dengan tenang.

Saat mengucapkan pidato penerimaan kekalahannya, tak terlihat raut muka yang sedih. Djarot yang pertama kali berbicara menyampaikan selamat kepada Anies dan Sandi atas kemenangannya sesuai hasil hitung cepat. Selanjutnya Djarot menyampaikan apresiasi kepada seluruh timses, partai pendukung dan relawan, serta masyarakat Jakarta yang telah melalui proses Pilkada dengan aman dan damai. Djartot meminta seluruh pendukung untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik dalam melampiaskan kekecewaan.

“Kami berharap semua pihak bisa menahan diri dan menjaga rasa kebersamaan yang sudah terbangun saat ini. Kami rasakan perjuangan dari kader-kader, relawan dan masyarakat yang berusaha berjuang sampai akhir dan tadi memberikan hak suaranya. Kami apresiasi warga Jakarta yang telah memilih dan menciptakan kedamaian,” kata Djarot.

Ahok juga tenang, tak terlihat wajah sedih atau kesal, bahkan banyak senyum. Ahok mengucapkan selamat kepada Anies dan Sandi, dan juga mengucapkan terima kasih kepada polisi, TNI, KPU, Bawaslu, Ketua-ketua partai, media dan lain-lain yang telah mendukung pilkada dengan baik.

Ahok mengajak semua timses, partai pendukung dan relawan untuk menerima kekalahan dengan ikhlas. Kekuasaan itu Tuhan yang kasih dan Tuhan yang ambil, katanya. Tidak ada seorang pun yang bisa menjabat tanpa seizin Tuhan. Tuhan selalu tahu yang terbaik, karena kekuasaan itu dari Tuhan. Seperti saat Pilkada di Bangka Belitung yang Ahok juga kalah, tapi ia rela menerima kekalahan itu, ternyata ia menjadi Gubernur DKI, “… ‘kan lebih lumayan gitu ya,” katanya sedikit melucu.

“Kami harap ke depan kami ingin semua melupakan persoalan selama kampanye dan pilkada, karena Jakarta ini rumah kita bersama,” ucap Ahok.

Mereka akan menyelesaikan 6 bulan sisa waktu pengabdian dengan menuntaskan pekerjaan yang masih tertunda dengan cepat dan baik, akan melunasi PR-PR yang dijanjikan. Ahok berharap agar pekerjaan yang tidak bisa mereka selesaikan dapat diteruskan oleh Anies dan Sandi.  Mereka akan terbuka untuk Anies dan Sandi tentang data dan apa saja. Mereka akan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat sehingga beban Anies dan Sandi lebih ringan.

***

Ahok dan Djarot telah menuntaskan proses Pilkada ini dengan sangat baik. Pidato mereka menyejukkan pendukung dan merangkul lawan. Saya yakin timses, parpol pendukung, relawan dan para pemilihnya bisa menerima kekelahan ini, walau cukup pahit juga.

Bagi timses dan parpol pendukung apa yang harus dilakukan adalah mengevaluasi mengapa terjadi kekalahan. Ini untuk bekal memasuki Pilpres 2019 dan Pilkada DKI 5 tahun lagi. Berbagai kekurangan yang dilakukan timses, parpol pengusung/pendukung  dan relawan dapat digali agar tidak dilakukan lagi pada proses pemilu berikutnya.

Beberapa hal sudah jelas apa saja kekurangan pada masing-masing kelompok itu, namun tidak pantas untuk diurakan di sini. Sebagai hint, penyebab kekalahan Paslon 2 agaknya terletak tidak hanya pada beberapa peristiwa yang terjadi setelah debat pamungkas hingga malam sebelum hari pencoblosan, namun juga yang terjadi sejak putaran pertama, selain kasus Kepulauan Seribu tentunya.

***

Menyangkut suasana hati, kegundahan hati dalam pemilu selalu ada. Bagi yang belum pernah menerima kekalahan, barangkali ada baiknya “menikmati” kekalahan ini. Semua kejengkelan, kebingungan dan kesedihan itu hampir selalu dialami oleh kontestan yang kalah, termasuk pendukungnya. Steven Stosny, PhD, seorang psikoterapis dari Washington DC  menyebutnya sebagai ‘election stress disorder‘.

Semua kemelut hati itu bisa dihilangkan dalam waktu singkat, tidak harus berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kesedihan harus hilang malam ini juga, sehingga besok sudah kembali seperti biasa. Kuncinya adalah “Pikirkan apa yang bisa membuat hidup Anda lebih baik, dan juga hidup orang-orang yang Anda cintai saja,” pesannya. Dengan kata lain, pikirkanlah diri sendiri dulu, masalah Jakarta biar orang lain yang memikirkan.

Maka besok pagi saat bertemu dengan teman-teman saya sudah siap untuk mengucapkan selamat kepada mereka yang mendukung Paslon 3, tidak akan mengungkit-ungkit apa yang sudah diucapkan, dilakukan, dan dikabarkan.

Selamat datang Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno.

@wardanto



Selamat Anies-Sandi. Selamat Datang Di Karir Yang Baru, Pak Ahok


DUNIA HAWA - Pertama-tama saya ingin ucapkan, “Selamat buat Anies-Sandi. Semoga amanah. Dan selamat buat Ahok-Djarot, kesempatan yang jauh lebih baik sedang menanti kalian.”

Iya, kalah menang bukan itu esensinya. Tapi orang jujur akan tetap berkarya dan diterima dimana saja. Mungkin sudah saatnya Ahok menjadi milik seluruh Indonesia, bukan milik DKI Jakarta lagi. Toh, ibukota negara sudah mau pindah. Ternyata wacana Jokowi untuk memindahkan ibukota negara pas di momen pilkada merupakan sebuah kode.

Jadi kemungkinan terbesarnya Ahok tetap akan berkarir di dunia politik tapi dengan peran lain. Mungkin inilah peluang-peluang untuk seorang Ahok ke depan:

1. Menjadi gubernur di ibukota negara baru
2. Menjadi menteri.
3. Menjadi gubernur di Indonesia Timur mengingat cita-cita Jokowi untuk melakukan pemerataan ekonomi
4. Menjadi wakil presiden atau pun presiden.
5. Lainnya.

Jadi Ahok kalah pun, tetap pendukungnya senang. Kenapa? Karena beliau masih bisa berkarya dimana saja. Kinerjanya sudah terbukti! Yang tanda tanya besar itu, Ahok sudah kalah pun dan pendukungnya senang-senang saja, eh malah masih ada yang tidak bahagia melihat pedukung Ahok bergembira dengan nyinyir ke sana kemari.

Tapi meski begitu, ada yang bertanya, “Mengapa Ahok bisa kalah?”

Ayo, move on-lah. Kekalahan kali ini bukanlah kekalahan segala-galanya. Karena beliau akan menang dengan cara berbeda. Sakit memang. Apalagi jika suara hati ingin memenangkan nasib warga yang kurang beruntung di Jakarta.

Tapi kita juga perlu bersikap adil, cukuplah Ahok di Jakarta selama 5 tahun sebagai ajang pembuktian apakah beliau bisa dipercayakan amanah lebih? Beliau sudah membuktikan dan seluruh Indonesia sudah menyaksikan. Jadi kemanapun Ahok ingin berkarya, beliau akan disambut dengan tangan terbuka.

Saya curiga Jokowi sudah menyiapkan rencana yang jauh lebih baik untuk Ahok. Dan Ahok sudah tahu itu. Entah apa itu. Nyata dari sikap Ahok yang santai-santai saja. Mau menang atau kalah ya tidak urus. Dan nyata dari pertemuan Ahok & Jokowi sebelum pilkada. Saya yakin ada agenda lain yang dibahas selain pelaksanaan ASEAN Games. Mencurigakan sekali ya?

Kita tidak pernah tahu apa yang disiapkan Jokowi untuk Ahok. Tapi yang pasti itu jauh lebih baik dari sebelumnya. Saya jadi penasaran, Pemirsaaa! Terlalu lama menunggu bulan Oktober usai untuk tahu semuanya. *Kepo dot com.

Ingatkan ketika Jokowi dulu terpilih menjadi presiden? Pak Jokowi berkata bahwa Jakarta akan lebih baik jika beliau menjadi presiden. Ya, kemungkinan besarnya Jakarta akan lebih baik jika Ahok berperan dalam wujud lain. Bagaimana pun, kekalahan ini merupakan hasil terbaik.

Mengapa Ahok kalah?


Bagi saya Ahok kalah karena kemampuan berpolitiknya kurang mumpuni. Terlalu ribut sehingga mudah diserang dan digoreng. Beda dengan Jokowi yang lebih banyak diam tapi mematikan. Sangat sulit menemukan titik kelemahan Jokowi. Karena keluguannya membuat orang lain garuk-garuk kepala.

Semoga ini menjadi pembelajaran buat Ahok dalam dunia politik ke depan. Dalam berpolitik yang diperlukan prinsip, “Cerdik seperti ular, tulus seperti merpati.” Memang tidak usah terlalu banyak ribut. Yang penting tujuan tercapai. Karena Ahok benar-benar menghabiskan banyak waktu untuk meladeni orang-orang yang memang sengaja mengganggunya agar tidak fokus bekerja.

Mari kita ikut bergembira untuk sebuah harapan baru yang lebih baik lagi. Kekalahan hari ini hanya merupakan kekalahan sementara. Hanya bagian dari proses sebuah kemenangan besar yang sedang menanti di depan. Karena seorang pemenang tidak mungkin akan menang terus. Tapi yang pasti ketika kemenangan berikutnya tiba, maka itu merupakan kemenangan segala-galanya.

Kemenangan isu SARA? Siapa bilang? Mungkin itu di Jakarta, tapi tidak untuk Indonesia. Lagipula memang sudah lebih baik seperti ini. Semoga ke depannya kondisi negeri ini adem ayem. Dan tetap pemerintah dan rakyat akan terus berjuang melawan tindakan radikalisme dan rasisme.

Akhir pilkada, bukanlah akhir perjuangan. Itu hanya permulaan. Karena yang terpilih masih harus terus dikawal. Jangan lupa juga jabatan adalah amanah. Kedapatan bermain-main, siap-siap menghadap KPK. Karena di atas jabatan gubernur, masih ada jabatan yang lebih tinggi. Haiiiyaaaa.

Akhir kata, kemenangan yang sejati adalah kemenangan yang tetap mempertahankan nilai-nilai luhur dan hati nurani dalam keadaan apapun itu.

@mey