Wednesday, April 12, 2017

Anies-Sandi dan Hukum Menjual Mimpi


DUNIA HAWA - Pagi itu cerah sempurna. Para santri tampak masih sangat bergairah. Ustaz Kalimi yang mengajar Fiqih alias Hukum Islam juga semangat sekali. Hari ini akan membahas Fikih Pernikahan alias Fiqh Munakahat, topik paling hot dan paling menggairahkan bagi para santri. Tapi sebelum memulai, dia bertanya dulu, adakah yang belum jelas dari topik minggu lalu?

Fanizu angkat tangan. “Definisi nikah dan rukun-rukunnya jelas sudah, Ustaz. Yang belum jelas adalah siapa yang kelak akan mendampingi hidupku ini!” Ruang kelas pecah terbahak. Fanizu memang santri paling lucu. 

“Bagi saya, fikih pernikahan ini hanya meninggalkan pengharapan palsu. Yang kini ingin saya tanya justru apa hukumnya menjual mimpi?”

Seisi kelas justru terbahak demi menyimak pertanyaan itu. Mereka terperangah akan keliaran imajinasi Fanizu. Tapi dia justru bingung. “Saya serius ini, Ustaz. Kemarin malam saya menyaksikan debat paslon Gubernur DKI. Mereka menjual mimpi-mimpi!” 

Ustaz Kalimi yang tadi selow pun mulai berdiri. “Apa yang kau maksud menjual mimpi? Basah, lembab, atau kering?” Geeer, seisi kelas kembali dibuat hidup.

“Itulah yang saya tak tahu, Ustaz. Makanya saya nanya,” lanjut Fanizu. “Kasih contoh dong!” seru beberapa santri di belakang. “Ya, kasih contoh supaya jelas pangkal soalnya,” anjur Ustaz Kalimi. “Misalnya gini, Staz,” Fanizu membenarkan duduknya. “Salah satu paslon menjual slogan ‘maju kotanya, bahagia warganya’.” Jawab Fanizu. 

“Namanya juga kampanye!” seru sebagian santri serentak. 

“Kalau maju kotanya sih saya masih bisa pahami. Tapi bahagia warganya itu kan abstrak betul. Kecuali saya dicarikan jodoh sekelas Dian Sastro,” lanjut Fanizu. Huuuu, sekelas terharu.

“Ini belum lagi soal perumahan. Mereka bilang akan menunjang pembelian rumah dengan DP nol persen. Entah nol persen entah nol rupiah sangat tidak jelas. Belum lagi gombal-gombal tidak akan menggusur atau menggeser dan janji-janji manis itu. Habis itu kalau ditanya gimana mewujudkan janji-janji muluk itu, mereka jawabnya pakai kemauan. Di mana ada kemauan di situ ada jalan. Coba. Itu kan nyebelin banget!” Fanizu tak lagi tampak lucu.

Ustaz Kalimi yang sedari tadi menyimak saja akhirnya angguk-angguk juga. Ini topik penting, batinnya. Tapi dia tak mau terjebak pertarungan politik Pilkada Jakarta. Apalagi sampai ikut mengkafir-kafirkan, memunafik-munafikkan, bahkan menelantarkan mayat hanya gegara pilihan politik pribadi atau keluarga. Setelah merenung sekejap, terbetiklah padanya ide.

“Baik. Sekarang kalian berselancar di dunia maya. Cari bab jual beli yang bermasalah. Namanya Bai al-Gharar. Hari ini kalian baca-baca saja. Minggu depan baru kita akan diskusikan apa yang sekarang kalian baca. Siap?” Seisi kelas hanya senyap dan terngangga. Sebagian menggerutu sembari menyesalkan pertanyaan Fanizu. “Ente sih, pakai nanya yang susah-susah. Kita jadi rempong nih!” Pongki, santri asal Jogja memukul bahu Fanizu.

“Baiklah, sekarang saya tinggal dulu, kalian membaca saja, minggu depan kita gelar diskusi!” Ustaz Kalimi berlalu meletakkan pecinya yang keramat di atas meja. Peci itu mengawasi para santri untuk tidak beranjak dari kelas dan atau membuat gaduh, sampai lonceng istirahat berbunyi.

Suasana kelas agak hening menjelang kehadiran Ustaz Kalimi. Semua sibuk membaca atau sekadar mencari contekan di kanan-kiri. Hari ini ulasannya tentang hukum menjual mimpi. Begitulah Fanizu dan kawan-kawan memberi topik pelajaran hari ini. “Banyak yang tidak terlalu paham tentang apa makna gharar dalam soal jual beli. Sekarang siapa yang bisa memberi definisi?” Ustaz Kalimi langsung tancap gas. Seisi kelas senyap.

Sampai kemudian Raffi tunjuk tangan. “Secara kebahasaan, ba’i berarti jual beli, Ustaz, sementara gharar berarti ketidakpastian (al-jahalah), risiko (al-khathar), atau malah penipuan (tadlis). Jadi ba’i al-gharar dapat diartikan sebagai jenis jual beli yang mengandung unsur ketidakpastian, risiko tertentu, atau malah unsur penipuan.” Singkatnya apa yang tampaknya menggiurkan pembeli walau hakikatnya mungkin menipu. Ma kana zahiruhu yughir al-musytari wa bathinu mastur.

“Menarik. Ada yang bisa menyebutkan contoh?” lanjut Ustaz Kalimi. “Yang sering ane dengar adalah menjual burung yang sedang terbang di udara, atau menjual ikan yang lagi berenang di lautan, Ustad!” jawab Panji, santri asal Jakarta. 

“Memangnya ada yang mau beli dagangan kayak gitu?" selidik Ustaz Kalimi. 

“Tergantung teknik pemasaran kita aja, Ustaz!” lanjut Panji. “Kalau kita jago ngecap dan mampu memanipulasi minat pembeli, tentu ada saja orang yang tertarik.”

“Ada yang bisa menambahkan contoh lainnya?” lanjut Ustaz Kalimi. 

“Saya, Ustaz,” sahut Adib, santri Kudus. Menjual sesuatu dengan syarat dan ketentuan yang tidak transparan atau dengan font yang kecil banget, Ustaz. Itu sering terjadi di polis asuransi atau jenis-jenis investasi tipu-tipu. Atau sesuatu yang tidak kosisten. Misalnya jual rumah. Pertama bilangnya DP nol persen, lalu nol rupiah, lalu suruh kita nabung 6 bulan, lalu gak jelas maunya apa.”

“Iya, Ustaz. Katanya mau membantu perumahan kalangan miskin, makanya dijanjiin DP nol persen. Eh, ternyata harus punya penghasilan 7 juta sebulan. Mana ada orang miskin begitu! Maunya apa sih? Emosi saya ini, Ustaz,” Fanizu semangat menimpali Adib. “Itulah yang saya sebut menjual mimpi, Ustad. Haram itu hukumnya,” lanjutnya berapi-api. 

“Tunggu dulu,” sahut Ustaz Kalimi. “Hukumnya nanti kita bicarakan. Sekarang kita diskusi saja dulu.”

“Saya punya pandangan begini, Ustaz,” Azhar, santri Mampang angkat bicara. 

“Itu namanya ba’i muallaq. Menjual barang pakai syarat dan ketentuan macam-macam. Tergantung ini tergantung itulah. Misalnya saya janji akan kasih DP nol persen kalau ini dan kalau itu. Kalau undang-undang membenarkan. Kalau bank membolehkan. Kalau kita punya uang untuk nombokin. Kalau, kalau, dan kalau yang tidak berkesudahan. Ujung-ujungnya kita nggak tahu itu dagangan serius atau hanya mempermainkan harapan kita.” jabar Azhar rinci.

“Itu namanya PHP!” teriak seisi kelas. “Hukumnya bukan halal ataupun haram. Tapi jahat dan menyakitkan!” Ustaz Kalimi tidak kuat menahan tawa seiring dengan guyonan santri-santrinya. Tapi dia berusaha serius dan melanjutkan tanya: “Kalau begitu, apa hukum ba’i al-gharar yang barusan kita ulas tadi?” 

Serentak kelas menjawab: “Jahat dan menyakitkan, Ustaz!” Ustaz Kalimi kali ini justru tak bisa lagi tertawa. “Yang jahat dan menyakitkan adalah ini,” jawabnya sambil memukul-mukulkan rotan ke tapak tangannya.

Suasana kelas jadi hening dan tegang. Untunglah Fanizu segera mencairkan. “Menurut an-Nisa 29, itu termasuk cara-cara mencari nafkah dengan kebatilan, Ustaz. Dan menurut banyak hadis, itulah jenis perdagangan yang dilarang Rasulullah. Karena mengandung unsur pembohongan, bahkan permusuhan.” 

Ustaz Kalimi pun tampak senyum lagi. “Baiklah, sekarang bagaimana hukumnya menjual mimpi?” tanya Ustad Kalimi.

“Tergantung Ustaz. Apakah mimpinya basah, lembab, atau kering!” jawab Fanizu lagi. Ustaz Kalimi segera mendekatinya dengan rotan di tangan. Tapi Fanizu tidak kehabisan akal. Untuk menenangkan suasana, dia segera mengutip ungkapan seorang motivator yang sangat doyan bermain retorika dan membolak-balik kata.

“Mimpi tidaklah sama dengan impian. Kalau dia menjual mimpi, itu sama dengan menjual angan kosong. Itu penipuan yang batil. Tapi kalau dia menjual impian, itu malah bisa beroleh julukan motivator atau inspirator. Orang kayak ginilah yang lebih cocok menggantikan Bapak Mario Teguh.” demikian Fanizu menutup diskusi.

Ustaz Kalimi mengakhiri pelajaran sampai di situ. Kawan-kawan hari ini dibuat kagum oleh Fanizu. Mereka lalu bertanya, bagaimana mungkin Fanizu hari itu tampak pintar dan sangat mengerti persoalan. “Ane pernah jadi anak buah beliau, bro. Pernah kagum juga sih. Tapi sudah kenyang juga melihat kepalsuan.” tutup Fanizu. "Maksud lo," selidik Panji. Fanizu tak menjawab, hanya berlalu.

@novriantoni kahar


Hati-hati Jakarta Dipimpin Taliban dan Boko Haram


DUNIA HAWA - Potret Pilkada Jakarta yang menginginkan 'Jakarta Bersyariah' oleh beberapa kelompok radikal pendukung Anies-Sandi mengingatkan kita kepada kelompok radikal di luar negeri. Lihat saja Boko Haram di Nigeria dan Taliban di Afganistan yang memaksakan paham radikalnya untuk diberlakukan kepada seluruh masyarakat dan membuat konflik dahsyat yang meruntuhkan sendi-sendi negaranya.

Anies-Sandi telah nyata merangkul kelompok radikal macam Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Umat Islam (FUI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sebagai afiliasi politiknya. Padahal, mereka secara terang-terangan mendeklarasikan paham NKRI bersyariah pada tahun 2005 melalui “Deklarasi Jakarta” yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, dan Pilkada Jakarta adalah langkah awal untuk menuju NKRI Bersyariah.

Bukan hanya itu, kelompok tersebut, khususnya FPI juga tercatat sebagai pelaku tindakan intoleran tertinggi di Indonesia.The Wahid Institut menyebut 30% tindakan kekerasan pada tahun 2010 dilakukan oleh FPI. Sementara, Setara Institut juga mencatat sepanjang tahun 2007-2010 FPI telah melakukan 107 tindakan kekerasan.  

Belajar dari Nigeria, Afganistan dan Pakistan


Tentu, Jakarta yang relatif damai dan aman tidak ingin seperti Nigeria, Afganistan, dan Pakistan. Hanya gara-gara keegoisan kelompok untuk memaksakan suatu paham dan sistem, keamanan dan ketentraman masyarakat tidak diperhatikan.

Sejatinya, pergerakan kelompok Boko Haram di Nigeria, dan Taliban di Afganistan dan Pakistan hanya menginginkan berdirinya negara Islam sepenuhnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kelompok tersebut memberontak pemerintahan resmi, membunuh orang untuk membuat ketakutan, menculik untuk mencari sumber dana, dan melakukan tindakan keji lainnya.

Menurut Laporan Amnesty International, sepanjang tahun 2015 Boko Haram telah membunuh 3.500 jiwa. 2.000 jiwa. Di antaranya adalah perempuan yang dijadikan tukang masak, tentara, dan budak seks untuk militan Boko Haram. Perempuan lainnya, dibunuh karena tidak mematuhi perintah.

Sama halnya Nigeria, masyarakat Pakistan dan Afganistan juga menjadi korban dari keganasan kelompok Taliban yang menginginkan penerapan Islam secara menyeluruh. Bahkan, menurut pemimpin Taliban, Mulla Fazlullah menyatakan bahwa pembunuhan terhadap anak-anak dan perempuan bukanlah kejahatan.

Tercatat, pada tahun 2014 kelompok Taliban melakukan serangan mematikan ke sekolah Militer di Peshawar, Pakistan. Sedikitnya, mereka telah membunuh 130 anak-anak dan melukai beberapa guru dan staff sekolah.

Bahkan, menurut laporan yang dirilis oleh Amnesty International telah melakukan pembunuhan sistematis kepada warga sipil. Selain itu, laporan PBB menyatakan jumlah warga sipil yang menjadi korban kekerasan di Afghanistan naik sepertiga dalam semester pertama 2010. Di samping itu, pasukan Taliban membunuh warga sipil tujuh kali lebih banyak dari pasukan internasional.

Hal ini menjadi bukti bahwasanya pemaksaan faham dan penerapan suatu sistem tanpa melihat keragaman yang terjadi hanya akan memunculkan konflik dan menimbulkan korban. Jakarta Bersyariah yang diusung oleh kelompok radikal pendukung Anies-Sandi tidak berbeda dengan kelompok Boko Haram dan Taliban. 

Kelompok radikal pendukung Anies-Sandi ingin memaksakan paham dan penerapan sistem Jakarta bersyariah di tengah masyarakat Jakarta yang beragam. Tentu ini akan menyuburkan sikap intoleran dan memicu konflik horizontal  yang akan berdampak pada kehidupan masyarakat yang damai selama ini.

Bahaya Anies-Sandi dan Kelompok Radikal


Hubungan mesra yang dilakukan Anies-Sandi dengan kelompok radikal yang memaksakan Jakarta bersyariah mengisyaratkan Jakarta akan seperti Nigeria, Pakistan, dan Afganistan. Karena Jakarta bersyariah sendiri terbukti hanya mampu mengakomodasi kelompok tertentu saja dan menyingkirkan kepentingan kelompok lain yang tak sepaham.

Bahkan, konsep Jakarta bersyariah nantinya akan menjadi program 100 hari pertama yang akan diterapkan Anies-Sandi sesuai dengan kontrak politik dengan kelompok radikal tersebut. Seperti, menggunakan seragam syar’i untuk PNS, Polri, dan TNI di Jakarta, kewajiban penggunaan penghalang oleh pengelola di setiap tempat publik, serta larangan pentas seni yang terbukti hanya mengundang hawa nafsu.

Hal ini akan menimbulkan gejolak di tengah warga Jakarta yang beragam. Karena warga merasa kepentingan dan hak-haknya tidak terlindungi dengan baik oleh pemerintah. Sehingga, mereka merasa dinomorduakan sebagai sesama warga Jakarta.

Padahal, Jakarta yang relatif aman selama ini tercipta karena sikap toleransi dan saling menghargai di tengah keragaman warga Jakarta. Fakta Jakarta yang tidak hanya di huni umat Islam saja, juga menjadikan Jakarta bersyariah semakin tidak tepat. Seharusnya, Jakarta tetap menjadi berpancasila.

Bahaya Jakarta bersyariah juga bisa kita lihat dari beberapa peristiwa selama kampanye yang menggunakan isu SARA. Seperti, kasus Hindun yang tak disalati hanya karena memilih Ahok yang beda agama, dan cap kafir dan munafik  yang diberikan sesama muslim hanya karena perbedaan politik.

Di samping itu, Gagasan Jakarta beryariah oleh kelompok radikal-fundamental pendukung Anies-Sandi sama sekali tidak mencerminkan Islam rahmatal lil alamin. Islam yang ada di tengah, tidak berada dalam kutub ekstrem dalam pemahaman dan pengamalannya.

Hadirnya Jakarta bersyariah juga menjadi kemunduran demokrasi kita yang sedang berjalan maju. Padahal, demokrasi kita yang berjalan beriringan dengan wajah Islam toleran menjadi model yang sangat baik dalam hal hubungan antara Islam dan demokrasi.

Oleh karena itu, memilih Anies-Sandi yang didukung kelompok radikal sama saja kita menginginkan Jakarta seperti Nigeria, Pakistan, dan Afganistan. Di sisi lain, Anies-Sandi juga terbukti tidak berkomitmen menghadirkan Jakarta yang berpancasila.

Maka dari itu, tidak ada pilihan bagi warga jakarta yang ingin menghadirkan Jakarta berpancasila selain kepada Basuki-Djarot. Selain terbukti, Basuki-Djarot selalu menggaungkan persatuan dan kesatuan untuk seluruh lapisan masyarakat Jakarta.

@m ari setiawan


Jangan Wariskan Tuhan Yang Maha Murka


DUNIA HAWA - Semenjak ramai-ramai pemberitaan aksi menyemen kaki oleh komunitas masyarakat adat Kendeng, yang menolak pendirian pabrik semen Indonesia, dan kisah kepahlawanan Yu Patmi yang meninggal ditengah proses aksi, rakyat Indonesia tersadar dari mimpi tidur siangnya.

Bahwa, bukan persoalan AHok dan label penistanya, negara dan bangsa ini hancur, tetapi, sekali lagi perlu diperhatikan, adalah kekuatan besar Tuhan yang dititipkan ke alam, yang senantiasa menjadi ancaman ketentraman hidup manusia di bumi.

Kerusakan ekologi, secara holistik, adalah bencana bagi seluruh alam. Rantai kehidupan yang tersistem  dalam sunnatullah, mendadak mati jika dengan sengaja di satu sisi bangiannya terputus.

Posisi manusia.


Manusia sebagai “Imago Dei” citra tuhan, sebagaimana dialog tuhan dan malaikat dalam penciptaan Adam, harus menjaga keteraturan alam. Citra tuhan Yang Maha Penyayang, Yang Maha Cinta Kasih, Yang Maha Pemurah adalah idealitas sifat Tuhan yang dominan disukai manusia. Lebih-lebih mengimani bahwa tujuan akhir dari proses apapun adalah menuju kebahagiaan.

Pada pola kesadaran yang lain, misteri Tuhan dengan “T” besar, tidak akan pernah selesai, keniscayaan yang melekat pada keabadian nan hakiki, yang berbeda dengan makhluk, menuntun manusia menemukan hakikat Tuhan dari setiap konsepsi yang dibuatnya.

Mencari citra diri ke_Maha-Maha_anNya yang sempurnah adalah misteri lain dari ruh kehidupan yang terberi. Oleh karenanya, keberlanjutan hidup manusia merupakan perjalanan suci menemukan Tuhan.

Proses pencarian kebermaknaa sekaligus penghambaan, tetap harus dilakukan sebelum menuju kematian. Sedang keberlanjutan pencarian tuhan tidak bisa terpisah dari ayat, bukti dan tanda dari apa yang ditinggalkan Tuhan, yakni alam semesta.

Filosofi jawa mengatakan, Ajining rogo soko busono ( Kerberhargaan tubuh-fisik manusia ditandai dari cara berpakaiannya). Petuah ini tidak hanya bersifat mikro pada bentuk fisik saja, tapi, konsep makrokosmos menandakan kesatuan hidup antara manusia dengan alam sebagai entitas besar yang melindungi unsur terpenting. 

Maka, naif sekali, jika dengan dalih pencarian pencitraan tuhan yang hakiki, alam dibiarkan hilang, rusak, punah, tampil di memo-memo, foto-foto bisu yang anak keturunan kita jauh dari kehadiran fakta kebermaknaannya. Seiring banyaknya petanda-tanda tuhan ini habis dieksplorasi besar-besaran.

Bagaimana halnya tugas manusia?


Untuk itu, manusia sebagai “Imago Dei”, dituntut mengenal dirinya terlebih dahulu, man arafa nafsahu faqod arofa rabbahu (siapa yang mengenali dirinya, dia mengenal eksistensi tuhannya) atau dalam bahasa Yunani-Romawi kuno dalam kebudayaan dan filsafatnya, cognosce te ipsum!, yang bermakna kenalilah dirimu sendiri.

Maka, dengan “t” kecil tuhan di bumi, manusia meninggalkan problematis. Pertama, manusia bebas mengambil peran tuhan kecil yang menata dan mengatur. Manusia memiliki bagian Maha Penyayang, Maha Perkasa dan maha-maha lain, tapi kecil-kecil. Akan tetapi tetapi, kedua, dia juga pemangsa hebat, dan penghancur nomor satu tatanan alam. Selimut tebal nafsu dalam diri; syetani, hewani, dan manusiawi menutup manusia menuju ihsan kamil, makhluk paripurna yang berdimensi ketuhanan, ilahia.

Tuhan Maha Hidup menciptakan mata air sebagai sumber kehidupan di bumi, manusia berkuasa mendistribusikan, mengatur dan menjaganya sebagai rahmat bagi semua makhluk. Tuhan Maha Mengatur menciptakan ekosistem yang demikian seimbangnya, maka, manusia bisa merekayasa dalam ekosistem-ekosistem tertentu untuk melestarikannya, dan sebagainya. Kekuasaan parsial ini adalah tangan-tangan kecil yang disebut sebagai “kholifatullah fil ard”.

Meski kecil, peran manusia di bumi amat lah besar dalam mewujudkan makna kebesaran tuhan. Dan, paling pentingnya lagi, manusia adalah makhluk paling paripurna. Dan yang kedua, sebagai bukti kebenaran janji Tuhan bahwa akan diciptakan makhluk di bumi yang lebih baik, dan yang ketiga, lebih mengagumkan dari makhluk yang lain. Sehingga, kontra opsi yang diberikan malaikat menemukan ruang "kesalahannya", bahwa mereka salah menganggap dirinya yang paling suci, paling mengabdi dan paling benar.

Dengan demikian, Tuhan Maha Adil, Dia yang merahasiakan, Dia pula yang menyediakan ketersingkapan. Ketersingkapan tabir ini dianugerahkan Tuhan melalui sumber daya akal memahami diri dan alam semesta sebagai dalil ke-Ada-anNya.  Pada Surat Ad-Dzariyat, ayat 20-21, dengan jelas Allah swt menjelaskan; “dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah engkau tidak berfikir?”.

Bagaimana dengan sifat buas manusia?


Sebagai tawaran, konseptual tuhan, dengan "t" kecil, yang berdiri sebagai penghancur, pemaksa, kuat, penguasa segalanya, direpresi sedalam mungkin. Mengambil konsep nakal Nietzche, dengan anti chrisnya yang dianggap membunuh Tuhan, dalam artikel “The Two Types: Dionysus and the Crucified”, Tuhan sudah kehilangan keilahian-Nya ketika sudah difiksasikan oleh lembaga-lembaga agama yang ada.

Untuk itu, yakni "pembunuhan" citra tuhan kejam dan penguasa segalanya di dalam diri, merupakan kosmologi baru. Mematikan potensi manusia sebagai pusat keuasaan dan alam sebagai obyek pemaksaan. Tuhan akan menampakkan sisi keilahian-Nya yang ramah, penyayang, cinta-kasih, pengampun dll, jika manusia pun menampakkan sisi itu.

Proyeksi-proyeksi Tuhan yang seperti ini, pun, tidak lepas dengan menyatu, tidak terpisahkan dengan alam. Dengan pasti, keterikatan manusia dengan alam, membentuk kosmik pencitraam eksistensi Tuhan Yang Maha Penyayang, Welas-Asih, Pemurah dll. Karena lewat alamlah sumber kebahagian itu tumbuh.

Jika tidak....?


Tuhan Yang Maha Segalanya menurunkan sifat kemurkan-Nya, pada anak cucu Adam. dan alamlah yang menjadi senjata perangnnya.

@m mufta wahyudi


Penyebab Novel Baswedan Diserang Berulang


DUNIA HAWA - Ada yang bertanya: “Novel diserang berulangkali koq yang lain belum pernah mengalami?” Tidak. Penyidik lainnya juga diteror berulang.

Yang tersulut angkara menghardik:”Pengecut biadab”. Presiden Jokowi murka mendeklarasikan: ”Itu tindakan brutal saya mengutuk keras”. Tim khusus pemburu telah terbentuk.

Tak sedikit kelompok putus asa. Tak lagi mampu berpikir. Antenanya meleot memelas:”Ya nasib mau dibilang apa”. Armada wadah KPK merapatkan barisan:” Novel adalah kami. Kami adalah KPK. Kami tidak takut”

Kenapa Lagi-Lagi Novel Yang Diserang


Dia penyidik senior. Bukan semata itu. Dia paling paham penyidikan. Bukan juga. Terus apa. Dia berani! Keberanian menguak pintu kebebasan berpikir. Keberanian mengokohkan akal sehat.

Berpihak kemuliaan memutus urat takut. Tak lapuk oleh teror. Bukan teror menentukan nasibnya tapi teror ada ditapak kakinya. Memilih dengan sadar rawan risiko adalah sahabatnya.

Orang bilang dirinya telah dia wakafkan. Artinya dia juga telah selesai dengan dirinya. Anti suap siap tak henti melawan korupsi. Mengepalai satuan tugas KPK. Sasarannya sering spesial. Spesial besar dan kuat. Ya ini!

Korupsi Wisma atlet Palembang, suap gubernur BI, suap ijin kebun sawit bupati Buol, korupsi simulator SIM Lantas Polri, jual-beli sengketa pilkada ketua MK Akil Mochtar. Sekarang kasus E-KTP dalam proses.

Semua perkara tuntas. Novel jumpalitan tak karuan. Motornya ringsek ditabrak pengawal bupati Buol. Dikriminalisasi kasus penembakan pencuru burung wallet di Bengkulu. Terluka-luka motornya ditabrak kala menuju KPK. Sekarang disiram air keras.

Mega korupsi E-KTP jaringannya nyaris sempurna. Lebih dua trilliun duit bertaburan. Warna-warni gepokannya menyembur bak cahaya mengisi gerbong-gerbong besar.

Gerbong para anggota DPR, mantan menteri dan menteri. Ada gubernur. Hanya satu yang menolak. Ahok. Memang ada satu lagi penolakan jenis lain yaitu penolakan tak memenuhi kriteria. Kriteria ketamakan. Kiriman gepokan kurang.

Akankah semburannya melintas makin jauh hinggap hingga lori-lori banyak tokoh atau partai atau golongan? Tunggu saja. Bukan tak mungkin dari kawasan luas inilah penyerang bisa berasal.

Pagi tadi di Metro TV Taufiqulhadi dari komisi III DPR berkomentar kasus ini. Tapi komentar beliau sangat normative tak menggigit apapun. Terkesan tak siap tampil.

Diawal berkomentar lebih banyak melihat dibawah meja. Mungkin contekan. Cenderung membela DPR. Antara lain: “Paling penting agar Polri segera mengungkap kasus ini. Kemungkinan diluar sana banyak”.

Tak layaklah bersikap karena pelakunya mayoritas “korps” anggota DPR. Terkesan alergi komen dan penilaian masyarakat dan LSM terhadap DPR. Padahal justru itulah yang dibutuhkan DPR. Poinnya, semua pasti menuntut DPR semakin bermutu.

Masyarakat kadang  skeptis.Tak sedikit pejabat negara lebih bermodalkan ngotot. Yang penting berkuasa dulu kemudian ngotot. Ini juga pernah disetir pakar hukum Yuzril IM.

Kenapa tak komen netral saja misalnya:” Memang disayangkan banyak anggota DPR tersangka korupsi E-KTP. Penyerang Novel bisa datang darimanapun, bisa dari anggota DPR yang terlibat korupsi E-KTP bisa juga bukan”. Lebih elegant.

Masyarakat lebih kritis. Masyarakat akan cenderung lebih percaya kemungkinan jauh lebih besar penyerang datang dari dalam yang terkait korupsi E-KTP.

Wapres JK sendiri berpendapat tak masuk akal pelaku penyerangan semacam ini dilakukan dari mereka yang perkaranya kecil. Mestilah dari yang perkaranya besar.

Kenapa menyerang dengan air keras? Kenapa tak menembak berperedam? Atau cara lain? Tak lagi penting soal apa bentuk dan kadar serangannya. Yang pasti serangan ini adalah signal perlawanan. Perlawanan terhadap upaya pemberantasan korupsi oleh KPK.

Sekilas Beratnya Korupsi Di Indonesia


Diyakini mega korupsi E-KTP hanyalah puncak gunung es. Salah satu dari sekian banyak yang belum tampak.  Ketahuannya 4 tahun kemudian. Bahkan yang sudah nampakpun BLBI dan sekian lainnya tak kunjung tuntas.

Andai saja semuanya disasar dan disidik, bukan tak mungkin serangan-serangan balik perlawanan koruptor akan lebih hebat daripada serangan terhadap Novel. Dengan kata lain pemberantasan korupsi di Indonesia jelas bukan perkara enteng.

Ada yang mencetuskan pertanyaan: “Apa ada solusi cepat, masif, praktis dan revolusioner hingga hanya dalam tempo setahun korupsi lenyap dari bumi Indonesia?” Jawaban 1 tidak ada. Jawaban 2 Ada. Jawaban 2 Ada, diulas kelak. Sekarang khusus jawaban 1 tidak ada.

Tak masuk akal mau melenyapkan korupsi di Indonesia dalam setahun. Sejak reformasi lalu sampai sekarang  korupsi menjadi-jadi. Hingga Jokowi menjabat dua kali sekalipun sampai 2024 korupsi takkan lenyap tanpa ada perubahan mendasar dan besar-besaran menyeluruh. Berikut beberapa komparasi berdasarkan info media.

1. Kapasitas KPK. Penyidiknya hanya 150 orang. Jelas tak imbang beban. Bandingkan dengan Hongkong atau Korea yang maju tanpa sumberdaya alam. KPK Hongkong penyidiknya berjumlah 1200 personil. Penduduknya hanya 7,9 juta, Indonesia 250 juta.

Sekedar berdasarkan jumlah penduduk maka seharusnya KPK Indonesia memiliki penyidik 37.500 orang. Luas wilayah Hongkong hanya 1100 km2, sedang Indonesia 5.200.000 km2. Juga bila sekedar berdasarkan luasan wilayah ini seharusnya Indonesia memiliki 5,7 juta penyidik. Intinya hanya bayangan KPK Indonesia miskin jumlah penyidik.

Hongkong dan Korean sama-sama maju. Lebih bermodalkan dan mengedepankan integritas. Harus dimiliki masyarakat. Pemerintahnya harus bebas korupsi. Dunia percaya. Investor percaya.

2) Hukuman Mati Koruptor. Bukan jaminan. Negara yang memiliki hukumam mati membuktikan. China, Taiwan, Singapore, dan Vietnam. China dan Vietnam  korupsi tak mesti triliunan rupiah cukup tigaratusan juta rupiah hukumannya mati. Bukannya korupsi berkurang. Nyatanya menurut CPI dari TI China 4 tahun terahir korupsi semakin bertambah.

Apalagi Indonesia. Surga koruptor. Tak ada hukuman mati. Ada UU no.20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koruptor bisa dihukum mati ketika korupsi dilakukan dalam keadaan negara sedang mengalami bencana alam atau dilanda krisis. Tapi belum pernah dilaksanakan.

3) Tingkat Pertumbuhan bukan referensi handal. TI juga mendapati korupsi terkorelasi kuat dengan kondisi tiap negara. Antara lain GDP/cap. Tapi mana duluan telur atau ayam. Makmur dulu baru korupsi turun atau sebaliknya. Indonesia harus sebaliknya.

@bara bubungan