Saturday, February 18, 2017

Mesin Perang PKS


DUNIA HAWA - "Kemana PKS, lama gak kedengaran suaranya.." tanya saya pada seorang teman. "Udah mati kali.." Jawab temanku sekenanya. Dan fikiran saya terus terbang sampai kemudian menghilang tidak memikirkannya kembali. Apalagi Pepo lebih menarik dibahas daripada PKS yang tidak kunjung muncul.

Strategi menyembunyikan PKS dalam pertarungan pilgub DKI ini, memang cerdik. Mungkin ada yang terpengaruh quote saya, "Melihat mana yang benar dan mana yang salah, lihat kemana PKS berpihak dan pilihlah lawannya.." sehingga PKS lebih baik tidak terlihat di publik sebagai pendukung calon tertentu.

Dan mesin PKS ini memang mengerikan. Kader kader mereka militan akibat penggemblengan kuat dengan doktrin yang terus dipampatkan. "Right or wrong is my party" adalah jargon yang terus dibawa kadernya. "Lu mau bilang apa kek tentang PKS, itu partai gua. Lu mau apa?"

Kita bisa melihat massifnya mesin cyber mereka pada pilpres 2014, dimana mereka memainkan banyak isu yang membingungkan. Dan mereka sangat cerdik, menempatkan menterinya si posisi strategis pada masa SBY di kominfo, yang berarti menguasai jalur komunikasi dan informasi.

Di bawah Sohibul Iman, Presiden PKS sekarang, PKS berubah wajah. Yang dulunya keras di bawah Anis Matta, menjadi lebih senyap dan jarang terlihat. Ini membuat kekuatan mereka sulit diukur banyak pihak.

Dan terbukti mereka belum habis..

Jejak PKS langsung terlihat ketika Anies meraup banyak suara dalam pilgub DKI. Kemampuan mereka melakukan rally panjang door to door di masjid madjid, majelis taklim sampai ke RT/RW tidak bisa diremehkan. Mereka mampu menempatkan kader-kadernya di posisi strategis tapi tidak terlihat.

PKS meraih hasilnya. Suara Anies melejit jauh meninggalkan Agus, yang tidak sadar dimanfaatkan dengan baik. Saat Agus sibuk koordinasi dengan pimpinan ormas garis keras dan memainkan isu penistaan agama, PKS berselancar dengan isu itu dan menikmati ombak besar yang memenangkan mereka.

PKS menemukam soulmatenya dalam potlitik yaitu Gerindra. Terutama ketika Gerindra masih punya Prabowo. Ada simbiosis mutualisma diantara mereka, PKS membutuhkan sosok dan Gerindra membutuhkan mesin yang militan.

Dan inilah yang mereka lakukan, mengusung Prabowo di 2019. Untuk itu mereka harus menguasai dulu kantung kantung suara. Di DKII mereka harus menang, karena meski bukan tempat pemilih terbesar, DKI adalah wilayah seksi untuk menaikkan popularitas.

Ini bisa menjadi satu poin bagi relawan Ahok untuk bisa semilitan mereka..

Sesudah DKI mana lagi?

Tentu kantung pemilih terbesar di Indonesia yaitu Jawa Barat dengan perkiraan 30 juta pemilih. Selama 10 tahun PKS menguasai wilayah ini. Dan kemungkinan besar mereka akan bekerjasama dengan Gerindra lagi.

Ini akan menjadi pertarungan panas lanjutan sebelum menuju 2019, hari penentuan..

Secangkir kopi mengajarkan, memahami kekuatan lawan jauh lebih baik dari membanggakan kekuatan sendiri. Meski pahit, seruputannya terus menyadarkan untuk tetap menginjak bumi.

@denny siregar


Mengapa Non-Muslim Memilih Ahok?

DUNIA HAWA - Belakangan beberapa orang menyebarkan isu bahwa gereja-gereja memerintahkan umatnya untuk memilih Ahok di Pilkada DKI. Kalau ditanya buktinya, mereka akan menunjukkan hasil pemungutan suara di daerah kantong-kantong non-Muslim yang hampir seluruhnya memilih Basuki-Djarot.

Dengan alasan tersebut, mereka berargumen bahwa wajar kalau umat Muslim menyerukan untuk memilih pemimpin yang seiman karena umat agama lainnya juga melakukan hal yang sama.


Sekilas argumen tersebut terdengar masuk akal dan sangat fair, tapi benarkah demikian?

Mengapa di pemukiman non-Muslim suara untuk paslon nomor 2 sangat dominan?

Sebenarnya alasannya sangat sederhana kalau kita mau jujur: karena mereka dapat melihat kinerja Ahok dengan lebih obyektif. Jangan lupa, non-Muslim tidak hanya orang Kristen (yanng seagama dengan Ahok), ada juga Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu dan penganut kepercayaan lainnya.

Mereka belum tentu seagama dengan Ahok, tapi mayoritas dari mereka akan memilih nomor 2 karena tidak ada sentimen keagamaan yang mengarahkan pilihan mereka.

Hal ini berlaku juga untuk umat Islam yang tidak menganggap memilih pemimpin non-Muslim sebagai suatu masalah, mereka akan lebih jernih dalam menentukan pilihan.

Terbukti dari berbagai survei, kepuasan masyarakat terhadap kinerja Ahok-Djarot berada di angka yang sangat tinggi, lebih dari 70%. Angka ini bisa jadi lebih tinggi karena sebagian orang yang membenci Ahok dengan alasan berbeda agama akan cenderung enggan mengakui kinerjanya. 

Artinya  jika performa kinerja menjadi satu-satunya tolak ukur, paslon nomor 2 akan auto-win, alias menang mudah dengan suara tidak jauh dari 70%.

Jujur saja, pasti Anda sering mendengar teman yang berkata seperti ini: "Andai Ahok masuk Islam, pasti gue coblos." Bahkan Habib Rizieq dalam suatu ceramahnya mempersilakan Ahok menjadi gubernur jika ia masuk Islam.

Coba saja Anda klarifikasi langsung ke teman Anda yang Kristen, apakah pernah pendetanya memerintahkan untuk mencoblos Ahok. PGI sendiri sudah menyatakan tidak segan-segan untuk memberi peringatan keras kepada gereja yang berpolitik praktis.

Jika non-Muslim memilih Ahok, itu karena mereka semata-mata melihat bukti yang sudah ada dan nyata. Jika Anda tidak percaya, tanyakan kepada mereka siapa yang akan mereka pilih jika Jokowi dan Hari Tanoe bertarung di Pilpres, Anda akan segera paham.

Ahok sendiri dalam beberapa kesempatan juga memperingatkan umat Kristen supaya tidak memilihnya hanya karena seagama.

“Saya juga bilang sama orang gereja saya, kalau kalian memilih saya karena Kristen, bodoh kalian. Kenapa? Kalau saya korup, kalau saya tidak betul, akan mempermalukan nama gereja dan nama Kristen, harusnya kalian milih saya karena nilai saya, kepercayaan yang saya anut, program dan karakter saya. Itu yang penting,” kata Ahok di Jakarta, hari Senin (9/5). 

Tapi saya juga tidak mau menutup mata, sebagian orang memang tidak memilih Ahok karena tidak suka dengan kebijakannya atau karena mulut kasarnya. Namun berapa banyak yang murni beralasan demikian? Berapa banyak yang ikut-ikutan beralasan demikian karena malu disebut diskriminatif?

Saya menghargai rekan-rekan muslim yang tidak memilih Ahok karena alasan berbeda agama. Silahkan jika memang itu yang Anda yakini, tetapi jangan paksa umat lain berpikiran serupa.


@dhani pangestu


Anies Baswedan, Mantan Menteri yang Berhasil "Menggagalkan" Rencana Besar Presiden

DUNIA HAWA - Tiba-tiba saja ide itu melintas di pikiran Presiden Jokowi. Konfirmasi dari Madame Tussauds dari Hongkong untuk  datang ke Jakarta guna pembuatan replika dari artis dan politisi, mereka-mereka yang dulu pernah dengan  kompak meneriakkan: "Katakan tidak pada korupsi!"

Di benak Presiden, replika para pesohor itu nantinya akan  dipajang di pintu gerbang Kompleks New Hambalang, sebuah proyek mangkrak yang rencananya akan dibangun kembali dengan konsep baru oleh Presiden Jokowi.  


Replika itu akan benar benar meniru dengan  persis: lakon, mimik dan gestur pemeran aslinya. Tentu dibarengi dengan audio versi orisinil "Katakan Tidak Pada Korupsi," untuk menyambut setiap tamu  yang kelak datang ke New Hambalang, baik sebagai pelancong, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum hingga pejabat dan tamu negara.

Dalam ide yang terlintas di benak Presiden, gedung yang ada dan terbengkalai sekarang akan dibiarkan  demikian adanya dan menjadi  diorama raksasa tentang akibat dari  perilaku korupsi. 

Diperlukan sedikit renovasi yang perlu, untuk menjaga agar bangunan yang ada sekarang  tidak sampai runtuh dan membahayakan. Namun, nuansa  terbengkalainya tetap dipelihara dan dibiarkan apa adanya.

Lalu, di sekeliling kompleks yang ada sekarang akan dibangun gedung melingkar mengelilingi bangunan mangkrak yang ada saat ini, dengan view keseluruhan menghadap ke bangunan mangkrak.  Lengkap dengan ilalang dan semak belukar guna melengkapi bangunan tak terawat seperti sekarang yang akan dibiarkan tetap demikian. 

Bangunan gedung yang mengelilingi bangunan mangkrak ini akan  dijadikan multi fungsi. Tempat Pendidikan & Pelatihan Anti Korupsi, Gedung Pengadilan Khusus Tipikor, Tahanan,  Penjara khusus kejahatan korupsi, Museum, dan perpustakaan yang semuanya berkaitan dengan korupsi.

Ide Presiden, di sana kelak bila masih ada yang berani korupsi, maka para pelakunya akan ditempatkan di bangunan baru Hambalang. Hal ini dimaksudkan untuk bisa merenungkan arti dan dampak korupsi secara mendalam, dengan setiap saat melihat bangunan mangkrak dan terbengkalai yang ada di depan mata, yang menjadi view dari setiap gedung yang akan dibangun, termasuk kantin dan aula.

Sesekali, akan diperdengarkan rekaman asli iklan  "Katakan Tidak Pada Korupsi!" Guna membantu penghuni merenung  selama menjalani terapi  di sana.

Di samping untuk kegunaan di atas, Hambalang kelak akan  dijadikan sebagai lokasi wisata baru tematik khusus anti korupsi, sekaligus menjadi pusat rujukan dan tempat belajar  bagi  siswa, mahasiwa yang sedang melakukan tugas belajar dan kajian tentang korupsi.

Hambalang sekaligus akan menjadi pusat informasi segala hal tentang korupsi. Jadi benar benar dirancang untuk bisa menjadi tempat dan lahirnya semangat pemberantasan korupsi secara holistik. 

***

Sore itu, entah perlu apa, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mendatangi Istana. Kedatangan Basuki memang sudah ditunggu oleh Presiden, lalu keduanyapun melakukan pembicaraan tertutup.

Presiden Jokowi kemudian mengutarakan rencana besarnya untuk merenovasi Hambalang dengan konsep baru, suatu konsep yang benar-benar lain dari pada yang lain dan tidak pernah terpikir sebelumnya,  bahkan oleh Menporanya sendiri. New Hambalang Mega Project, demikian dinamai.

Dengan panjang lebar, Presiden menjelaskan konsep barunya itu kepada Ahok, dimulai dengan upaya untuk menyelamatkan kerugian negara yang sudah terjadi, sekaligus bagaimana membuat Hambalang untuk  bisa memberi manfaat yang melebihi manfaat awal ketika proyek itu dirancang.

Hanya dengan cara demikianlah maka kerugian yang sudah terjadi di masa pemerintahan sebelumnya bisa tertutupi. Jika tidak demikian, maka semua yang ada di sana hanya akan menjadi puing rongsokan dan besi tua yang hanya dihargai dengan hitungan kilo.

Gubernur Ahok, yang sedari awal hanya mendengar sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepala, terlihat menarik nafas sangat dalam. Sepertinya, ada keraguan di dalam hatinya untuk mengutarakan sesuatu hal yang ada di pikirannya kepada Presiden, dengan rencana besarnya itu untuk proyek New Hambalang.

" Bos, aku sih setuju-setuju aja sebenarnya, apalagi kalau di 2019 itu proyek sudah rampung . Cuma, saya agak khawatir aja Bos sama si Anies Baswedan. Itu lho Bos, Mendikbud yang Bos reshuffle kemaren."

" Memang kenapa dia? Kan sudah saya ganti, apa lagi urusannya dengan saya?" Pak Jokowi ternyata belum bisa memahami maksud Ahok.

" Begini Bos,"  sambil menghela nafas, Ahok mencoba mengutarakan apa yang ada di pikirannya tentang kaitan Anies Baswedan dan mega proyek New Hambalangnya Presiden Jokowi. " Kecuali kita bisa beli Google mungkin lain cerita, tapi kan nggak mungkin Bos mau bela-belain ngebeli itu Gugel.

Entar kalau Hambalang  sudah jadi, pasti si Anies bilang, itu rancangannya Pak SBY. Nah, jadinya bukan Bos yang dapat nama, malah Pak SBY. Apalagi kalau dicek di Gugel, sudah pasti yang namanya Hambalang itu gaweannya pemerintahan Pak SBY.

Saya khawatirnya itu aja Bos. Bos kan tahu, kemarin aja dia bilang gawean kita yang bikin sungai Jakarta  bersih, itu kerjaannya Foke. Coba Bos, memang dia orangnya begitu Bos, payah!"

"Iya juga ya!  Wah, si Anies itu ternyata payah juga. Padahal, dia sudah nggak di kabinet lagi. Kok aku nggak kepikiran sampe  ke sana ya?" Demikian Pak Jokowi mengangguk-angguk setelah mendengar penjelasan Ahok.

Akhirnya, proyek New Hambalang itu pun ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan.


@omri l toruan


Analisis Pilkada DKI Putaran 2

DUNIA HAWA - Pilkada putaran pertama telah selesai. Putaran ini menghasilkan dua pemenang yaitu Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Walaupun menang tetapi mereka belum bisa mendeclare kemenangan mereka secara mutlak karena masih kurang dari angka yang ditetapkan yaitu 50 + 1.

Putaran 2 (dua) tinggal menyisahkan 2 (dua) petarung yang akan berusaha merebut hati warga Jakarta. Anies-Sandi yang didukung oleh Gerinda dan PKS serta jangan dilupakan adalah FPI-nya. Ahok-Djarot didukung oleh PDI Perjuangan, Nasdem, Golkar, Hanura serta jangan juga dilupakan adalah Teman Ahok.


Sehari pasca pengumuman quick count, Anies langsung bergerilya menarik simpatisan Agus-Sylvi tanpa berkoordinasi lebih dahulu dengan Timses Agus-Sylvi. Ini menunjukkan adanya ketakutan akan kegagalan untuk membendung Ahok-Djarot.

Menarik melihat warga Jakarta saat ini. Anies yang terlalu jumawa bahwa mereka pasti memenangkan Pilkada DKI dengan semboyan mereka Jakarta butuh Gubernur baru. Klaim seperti ini persis sama ketika Prabowo menyatakan bahwa merekalah yang memenangkan Pilpres 2014.

Kemana Suara Agus-Sylvi ?


Agus-Slyvi yang didukung oleh PPP, PKB, PAN dan dimotori oleh Partai Demokrat. Suara PAN sudah pasti akan berpindah ke Paslon 3. Suka atau tidak suka kepada Paslon 3 (tiga) mereka akan tetap memilihnya, alasanya cukup 1 (satu) yaitu asal bukan Ahok.

Bagaimana dengna PKB dan PPP ? Sulit menyatakan bahwa kedua Partai ini akan merapat ke Paslon 3. Alasannya ada PKB merupakan Partai Nasionalis yang mempunyai kedekatan dengan PDI Perjuangan, apalagi saat ini PKB merupakan salah satu Partai pendukung pemerintah. PPP juga merupakan Partai pendukung pemerintah juga pada saat ini. Ditambah adanya perpecahan ditubuh PPP. Setengah Partai PPP mendukung Ahok-Djarot dan setengahnya lagi mendukung Agus-Sylvi.

Setelah Agus-Sylvi kalah dalam putaran pertama, sudah saatnya menyatukan PPP ke Paslon 2. Bisa dipastikan warga PPP sangat tidak menginginkan adanya perpecahan dalam partai mereka.

Pemilih Jakarta


Walaupun ditempa berbagai isu miring dan black campaign black yang dilakukan oleh Paslon 1 dan Paslon 3 tetapi Ahok-Djarot tetap berdiri tegak untuk membela rakyat Jakarta. Hal ini tampak kemenangan pertama Paslon 2 pada putaran pertama. Bila dianalisis dengan semua serangan itu seharusnya Ahok-Djarot sudah padam, sudah mati tetapi kenyataannya rakyat Jakarta masih menginginkan mereka menjadi Pemimpin di Jakarta. Mereka masih mempercayai bahwa hanya Ahok-Djarotlah jawaban terhadap permasalahan yang cukup rumit di Jakarta saat ini.

Melihat hasil perhitungan putaran satu kemarin, kita bisa menganalisis bahwa rakyat Jakarta memilih secara rasional bukan karena faktor agamanya apalagi karena pecinya. Apa yang sudah diperbuat oleh Ahok-Djarot tidak bisa ditutupi lagi, bahwa kemajuan yang ada di Jakarta bisa dikatakan oleh karena adanya sinergi antara Ahok sebagai gubernur dan Jokowi sebagai Presiden.

Melihat peta pertarungan putaran kedua, saya cukup yakin bahwa Ahok-Djarot yang akan memenangkan Pilkada Jakarta tahun 2017. Kendala utama untuk memenangkan Ahok-Djarot menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta adalah belum selesainya kasus mengenai dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.

Belum selesainya kasus ini, membuat dilema para pemilih Ahok yang beragama Islam. Sebenarnya dihati kecil mereka mengakui kinerja Ahok-Djarot tetapi dilain sisi masih terdapat kebimbangan apakah Ahok benar atau tidak menista agama yang dianut oleh mereka ? Celah ini yang dimanfaatkan oleh Paslon 3 untuk menegaskan bahwa masih ada mereka sebagai alternatif walaupun belum ada bukti nyata dari kerja mereka.

Paslon 3 (tiga) yang nyata-nyata sudah menyatakan sumpah matinya kepada Rizieg Syihab telah dibutakan akal sehatnya, sehingga Paslon 3 (tiga) harus menggunakan kendaraan FPI untuk memenangkan hati pemilih Muslim yang bimbang tadi. FPI juga sangat menginginkan Paslon 3 untuk memenangkan Pilkada DKI tahun ini. Alasannya cukup jelas yakni memaksakan adanya hukum Syariah di DKI Jakarta.

Kemana Teman Ahok ?


Tenang, sebenarnya Paslon 2 (dua) sudah memprediksi bahwa akan ada putaran kedua sehingga Paslon 2 (dua) belum mengeluarkan senjata mereka secara total. Paslon 2(dua) saat ini lagi menerapkan art of war. Strategi ini bergerak secara diam. Teman Ahok bergerak secara diam-diam menyakinkan warga Jakarta kenapa harus Ahok yang menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Teman Ahok yang bergerak dan menyakinkan warga Jakarta secara rasional melawan FPI yang bergerak dengan bersorban dan memaksakan wajib hukumnya untuk memilih pemimpin Muslim.

Melihat pergerakkan yang dilakukan oleh Teman Ahok bukan tidak mungkin pemilih muda akan bergerak secara bersama-sama untuk memilih Ahok-Djarot. Inilah yang coba saya sampaikan bahwa walaupun Paslon 3 terlalu jumawa mereka yang akan memenangkan Pilkada DKI Jakarta tetapi Pemimpin sebenarnya di DKI Jakarta akhirnya adalah Ahok-Djarot.

Salam kemenangan…

@nixon marpaung


Ahok Balikin Modal Ke Rakyat, Anies Balikin Modal Ke Sandiaga Uno

DUNIA HAWA - Pilkada putaran kedua  DKI Jakarta akan dilaksanakan pada bulan April 2017. Masih ada sisa waktu lebih dari sebulan lagi sampai  hari H pencoblosan. Tentunya kedua  pasang calon Gubernur-Wakil Gubernur masih membutuhkan dana untuk kampanye, sosialisasi  meskipun dalam waktu yang singkat dan anggaran tidak sebanyak dana pada  putaran pertama. Kita akan menunggu pelaporan dana kampanye pada putaran kedua, baik berapa besarnya dan darimana sumbernya serta bagaimana pengunaannya.


Barangkali ini hanya candaan atau untuk lucu-lucuan saja, biasanya kalau ada Pilkada (Gubernur, Bupati, Walikota), Pemilihan Legislatif(Pileg) bahkan sampai di tingkat desa dengan  Pilihan Kepala Desa (Pilkades) orang biasa memperbincangkan calon tersebut sudah menghabiskan biaya berapa besar. Atau berapa modalnya. Biasanya perbincangan berikutnya adalah soal kalkulasi, berapa tahun yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal tersebut. Kalau berhasil terpilih tidak masalah tingggal kalkulasi dari sumber bla..bla..bla. Sementara kalau tidak berhasil terpilih terkadang menjadi masalah karena harus mengembalikan modal dengan menjual  harta pribadi. Hehehe, itu terjadi diperbincangan kami di Jawa, entah di daerah lainnya.

Bagi saya menarik manakala melihat  dana kampanye dari  pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi   yang dilaporan pada putaran pertama kemarin.

Jika dilihat dari besarnya pengeluaran, pasangan Anies-Sandi mengeluarkan dana kampanye lebih besar dari Ahok-Djarot.  Data dari bendahara tim pemenangan Anies-Sandi, pasangan nomor urut 3 tersebut telah  menghabiskan Rp 64,7 miliar selama penyelenggaraan Pilgub DKI Jakarta 2017 yang  berkisar 4 bulan.  Lebih besar dari dana kampanye pasangan Ahok-Djarot yang melaporkan  pengeluaran dana kampanyenya Rp 53.696.961.113.

Jika dilihat dari sumber dana kampanye, dana yang masuk ke pasangan Anies-Sandi  Rp 65,3 miliar,  sekitar  96,8 persen dana tersebut berasal dari harta pribadi Sandiaga Uno. Sumber  lain berasal dari  sumbangan  partai politik yang  mengusung Anies –Sandi yaitu   Gerindra dan PKS serta hibah badan hukum swasta dan bunga bank. Juga Anies sendiri menyumbang ratusan juta rupiah.

Sementara Ahok-Djarot  melaporkan telah mengumpulkan uang  sekitar Rp 60.190.360.025. Sumber dana pasangan ini sebagian besar berasal dari sumbangan perorangan yang kabarnya mencapai  lebih dari 11 ribu orang. Data dari  tim pemenangan Ahok-Djarot, dari Rp 60,1 miliar  tersebut, sekitar 75 persennya berasal dari sumbangan perorangan  yaitu  Rp 45,6 miliar sedangkan  sisanya Rp 14,4 miliar dari badan usaha.

Menariknya, sumbangan di kumpulkan dengan berbagai cara seperti mengadakan gala dinner, menjual merchandise, dll. Gala dinner sendiri digelar sampai 32 kali dan rata-rata setiap penyelenggaraannya berhasil mengumpulan dana Rp 500 juta  sampai Rp 3 miliar.

Analisis Jika Terpilih Menjadi Gubernur dan Balik Modal Dana Kampanye


Jika melihat sumber dana kampanye  pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi,  perkiraan saya, beban berat akan disandang oleh pasangan Anies-Sandi jika kelak terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta . Lain dengan pasangan Ahok-Djarot  yang justru tidak akan terbebani dengan sumbangan dari rakyat tersebut.

Mohon maaf, perkiraan saya, karena Anies –Sandi lebih banyak mengunakan uang pribadi maka ‘beban’ untuk mengembalikan uang atau balik modal lebih berat sehingga bisa jadi selama menjabat akan berusaha mengembalikan modal tersebut. Meskipun Sandi seorang pengusaha yang hartanya trilyunan tetapi pengeluaran uang puluhan milyar tersebut mungkin akan  dianggap sebagai uang yang harus kembali dalam waktu tertentu. Jiwa bisnis-nya bisa jadi akan dipakai di sini, untuk menilai uang keluar dan uang masuk. Sumber pengembalian uang modal dari mana, Anies- Sandi  lebih tahu. Eit, tapi ini hanya sedekar analisis saya saja. Saya sih berharap pasangan ini kelak jika menang tidak akan hitung-hitungan seperti yang saya tuliskan di atas.

Sementara untuk pasangan Ahok-Djarot karena sumber dana kampanye berasal dari rakyat, maka ketika terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, logikanya akan mengembalikan uang rakyat tersebut dalam bentuk program-program yang dibutuhkan rakyat, bukan program yang ber-orientasi untuk  mengembalikan modalnya (modal pribadi)  buat maju Gubernur. Ahok-Djarot akan santai saja, tidak dikejar-kejar untuk segera balik modal. Kan balik modalnya sudah berupa program yang pro rakyat tho.

@suci


Pandji Membocorkan Senjata Anies-Sandi

DUNIA HAWA - Iseng-iseng saya membaca tulisan Pandji Pragiwaksono, yang merupakan juru bicara resmi Anies – Sandi. Saya penasaran dengan judul tulisannya yang unik : ” Saya DIbayar Anies Baswedan”. Saya ingin tahu berapa bayaran seorang juru bicara Anies – Sandi. Ternyata judul tersebut hanya PHP saja. Seperti Anies, Pandji ini jago retorika. Sampai ujung tulisan maha panjang tersebut tidak ada jawaban berapa bayaran yang diterimanya dari Anies – Sandi. Tulisan yang tayang tanggal 14 Februari 2017 pastinya hanya bertujuan promosi di satu hari sebelum pencoblosan.


Awal-awal Pandji mulai menulis dan mempromosikan Anies – Sandi, banyak follower dan penggemarnya yang mengomentari tulisannya. Kebanyakan komentar negatif didasari perasaan kecewa setengah tidak percaya. Seperti Anies, Pandji ini juga tadinya membranding dirinya sebagai seorang yang menghargai keragaman Indonesia. Bisa dibayangkan betapa besar kekecewaan para penggemarnya ketika ternyata semua itu hanya topeng dan aksi panggung belaka. Ratusan komentar mewakili perasaan mereka. Belakangan, tulisan terakhir ini hanya mendapatkan 8 komentar saat saya menuliskan artikel ini. Saya duga penggemar Pandji akhirnya menerima kenyataan dan move on. Seperti juga banyak fans Anies yang akhirnya menerima kenyataan dan move on. Dari segi jumlah, fans Anies yang melihat dia sebagai sosok nasionalis tidak cukup banyak. Dalam hitungan politik Anies, lebih banyak pendukung FPI daripada fans yang mengidolakan dia sebagai sosok nasionalis. Well…  Kalau Anies menang, Pandji kemungkinan punya job di Pemprov DKI. Kalau Anies kalah, mungkin Pandji akan stand-up comedy di depan laskar FPI. Karena saya duga fans lamanya sudah banyak yang kabur.

Meski tidak menemukan jawaban berapa gaji Pandji sebagai juru bicara Anies – Sandi. Tulisan tersebut memberikan pencerahan. Saya menemukan bahwa bahkan setelah 4 bulan kampanye, tim kemenangan Anies – Sandi hanya punya 3 senjata menyerang Ahok – Djarot sebagai petahana. Untuk hal ini saya angkat topi buat Ahok – Djarot. Begitu cemerlangnya kinerja mereka sehingga sulit buat lawan politik mereka untuk menemukan kelemahannya. Bahkan kalau dicermati, 3 senjata andalan Anies – Sandi adalah hasil dramatisasi.

Senjata Pertama, Ahok Tukang Gusur Yang Kejam


Dampaknya, dalam beberapa bulan Pak Basuki menggusur 8000 kepala keluarga. Coba bandingkan dengan Fauzi Bowo yang menggusur 3200 kepala keluarga dalam 5 tahun!

Sampai sini saja harusnya cukup membuat anda tercengang. 8000 dalam beberapa bulan vs 3200 dalam 5 tahun. Kalau dibilang Pak Basuki bisa kerja, kelihatannya bisa banget bahkan lebih gesit daripada Pak Foke dalam urusan menggusur. Kelihatannya Pak Basuki ingin bekerja dengan cepat agar pembangunan berjalan. Tapi Ayah almarhum pernah berpesan “Cepat, boleh. Buru-buru, jangan”.

Saya pernah curiga kalau-kalau Pandji ini adalah anggota tim sukses Ahok yang diseludupkan Pernyataannya hanya membuat saya tambah kagum kepada Ahok. Membandingkan Ahok dengan Fauzi Bowo sungguh cemerlang. Yang satunya kerja dan menunjukkan hasil kerja, yang satunya hanya bisa ngaku-ngaku sebagai ahli tapi tidak ada hasilnya.

Anies – Sandi boleh membungkus penggusuran dengan retorika indah. Tapi semua yang cerdas dan waras tahu, penggusuran (mau dinamakan apapun itu) perlu dilakukan kalau Jakarta mau jadi kota yang lebih baik. Jika Jakarta mau mengatasi banjir, maka sungai-sungai perlu dibenahi dan pemukiman di pinggir sungai perlu digusur. Titik. Terimalah kenyataan bahwa selama ini Jakarta salah urus dan kalau ingin dibenahi ya perlu ada penggusuran. Pilihannya hanya ada dua, dibereskan atau dibiarkan.

Selain anda bisa baca cerita mengenai pilunya orang orang yang dipindah ke rusun setelah dicabut dari kehidupan lamanya sehingga tidak bisa berpenghasilan (Ya bayangin aja seumur hidup biasa nyari penghasilan dari laut tiba tiba dipindah 24km dari sana) juga dituliskan di artikel itu bahwa warga gusuran menambah jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan.

Kalau urusan retorika, Pandji memang hanya kalah dari Anies. Tulisannya penuh drama yang mengharukan. Seakan-akan mereka yang digusur itu diperlakukan tidak manusiawi. Come on. Pemprov DKI menyediakan tempat tinggal layak bagi mereka, pendidikan gratis untuk anak-anak mereka, bahkan transportasi gratis plus fasilitas kesehatan gratis. Masih pakai minta pindahnya jangan jauh-jauh? Saya yakin kalau itu bisa dipenuhi, Pemprov DKI akan dengan senang hati mengabulkan. Buat apa menambah masalah dengan protes-protes warga gusuran?

Tapi semua orang waras dan cerdas tahu bahwa itu tidak semudah janji kampanye. Kenyataan berbeda Bos. Apakah ada banyak lahan tanah di Jakarta yang tinggal pilih untuk dijadikan rusun? Setiap jengkal tanah di Jakarta sudah ada pemiliknya. Di lokasi idaman warga gusuran, apakah pemilik tanah mau menjualnya kepada Pemprov DKI? Bahkan pasangan muda dari kalangan menengah tidak mampu membeli rumah di Jakarta. Mereka membeli rumah di Tangerang, Bekasi, Depok, bahkan Bogor. Entah berapa banyak dari mereka yang harus bangun jam 5 pagi untuk pergi bekerja dan jam 9 malam baru kembali pulang ke rumah. Ngaca dulu sebelum protes karena dipindahkan ke rusun yang jaraknya 24 km dari laut.

Senjata Kedua, Ahok Disetir Pengembang Karena Mengijinkan Reklamasi


Apakah tiba-tiba warga DKI Jakarta jadi pecinta lingkungan? Kalau benar kita perlu sujud syukur. Tidak ada lagi yang membuang sampah sembarangan. Tidak ada lagi sungai-sungai yang kotor dan bau. Tidak ada lagi polusi udara, karena kita lebih suka naik sepeda daripada naik mobil. Sebelum bicara soal reklamasi mending ngaca dulu.

Issue reklamasi adalah issue politis yang diangkat untuk menyerang Ahok sebelum issue penistaan agama muncul. Ketika issue penistaan agama lagi ngetop, issue ini menghilang. Sekarang ketika issue penistaan agama semakin memudar, issue lama ini dikeluarkan kembali.

Janji kampanye Anies – Sandi yang penuh retorika mengatakan bahwa mereka menolak reklamasi. Tidak ada banyak penjelasan detail, namanya juga retorika. Mumpung bisa sok jadi pahlawan membela hak nelayan yang terusik reklamasi. Bagaimana dengan hak para investor yang sudah berinvestasi? Bolehkan Pemprov DKI seenak jidat membatalkan perjanjian yang sudah disepakati? Bagaimana dengan fungsi pulau-pulau reklamasi untuk melindungi Jakarta?

Saya tidak mengaku mengerti soal-soal teknis reklamasi sehingga bisa membela perlunya reklamasi. Tapi saya bisa membaca dengan mudah provokasi di balik issue ini. Seakan-akan Ahok melindungi kepentingan pengembang. Seakan-akan Ahok disetir oleh 9 naga atau apalah. Kalau Anda kenal tanyalah kepada para bos pengembang apakah mereka menyukai Ahok. Mereka jauh lebih susah di bawah Ahok. Segala sesuatu harus sesuai aturan. Belum lagi ditodong untuk dana CSR.

Senjata Ketiga, Mulut Ahok!


Saya juga setuju kalau Ahok perlu lebih mengontrol kata-katanya. Meski Ahok hanya marah kepada orang yang bersalah. Tapi sebagai pejabat publik dan politikus, kata-katanya yang salah mudah dimanfaatkan oleh lawan politiknya. Akibatnya, dia juga yang repot. Dia jadi tidak bisa fokus kerja karena perlu menghadapi serangan macam-macam dari lawan politiknya.

Tapi namanya manusia, adakah yang sempurna?  Saya tidak sempurna. Saya yakin Pandji dan Anies pun tidak. Saya lebih senang punya Gubernur yang ngomongnya sembarangan tapi hasil kerjanya jelas. Daripada bicara santun dan penuh retorika sekelas Mario Teguh, tapi tidak ada hasil kerja sehingga akhirnya dipecat. Saya meyakini Ahok begitu unik dan berharga untuk DKI Jakarta. Susah mencari seseorang yang mau menghadapi para mafia anggaran, mempertahankan setiap sen APBD dari tikus-tikus, menentang oknum DPRD, kerja keras sampai lembur-lembur demi menyejahterahkan warga DKI Jakarta.

"Kalau anda mencari Gubernur untuk anda sendiri, maka pilih Pak Basuki, saya tidak akan menghalangi anda. Bahkan saya mendukung anda. Tapi saya akan ada di seberang anda. Karena saya tidak perlu dibantu oleh Gubernur DKI Jakarta. Saya terdidik dan saya berdaya. Saya bisa mandiri dan memperjuangkan keperluan saya sendiri. Adalah warga Kampung Akuarium, warga Kampung Duri, dan seluruh warga DKI Jakarta lain yang suaranya tidak ada di social media, yang lebih butuh bantuan dari seorang Gubernur DKI Jakarta."

Tuh kan! Saya semakin yakin Pandji ini adalah mata-mata Ahok yang disusupkan ke tim Anies-Sandi. Selama dua puluhan tahun saya tinggal di Jakarta, baru Jokowi – Ahok yang saya lihat mengusahakan kesejahteraan warga DKI. Apakah Pandji tidak merasakan hal yang sama? Atau dia hanya pura-pura saja menutupi samarannya agar tidak ketahuan.

@petrus wu


Ahok, Waspadalah!

DUNIA HAWA - Menurut Ketua KPUD DKI sih, kesalahan bukan sepenuhnya dari mereka. KPUD tidak memperkirakan bahwa jumlah pencoblos jauh lebih besar dari yang terdaftar selama ini. Mereka sudah mencadangkan 25 persen surat suara dan dibagi 20 lembar ke setiap TPS. Tapi nyatanya, yang datang membludak.


Sulitnya mendata pemilih karena banyak pendukung Ahok yang tinggal di apartemen-apartemen, rusun dan komplek perumahan. Ketika didatangi, mereka tidak ada di tempat dan juga tidak melaporkan keberadaan mereka.

Mereka baru datang saat pencoblosan siang hari dan -tentu saja- kehabisan surat suara. Sedangkan panitia yang berada di TPS dengan ketat mengikuti peraturan KPUD.

Ini menjadi PR bersama antara warga dan relawan Ahok.

Relawan mulai aktif mendatangi calon pemilihnya dan membantu mereka secara teknis apa yang harus dilakukan. Jika perlu diantar mengurus formulir yang mereka butuhkan.

Pemilih juga jangan diam saja dan tidak bertindak apa-apa. Aktiflah mencari tahu dan jika perlu menghubungi relawan untuk minta bantuan. Jangan pada saat masalah baru teriak kehilangan hak memilih.

Relawan Anies yang dari PKS begitu militan masuk ke gang-gang, ke masjid-masjid dan memberikan panduan teknis saat pengajian atau acara agama. Jika tidak mengikuti irama mereka, saya pastikan suara Ahok akan melorot kayak celana.

Ini permainan rally panjang, bukan pukulan jarak pendek yang mematikan. Nafas relawan harus di support dengan baik. Relawan yang punya uang dimanfaatkan secara positif untuk membantu mendanai relawan di garis depan supaya mereka tidak terkendala keuangan.

Satu lagi, jangan tertipu dengan permintaan gabungnya Demokrat. Jika Ahok akhirnya bergabung dengan Demokrat demi memperoleh suara muntahan, kemungkinan besar rakyat yang awalnya masih bimbang akan langsung membuang nama Ahok, karena dianggap tidak konsisten.

Gabungnya Ahok, Mega dan SBY adalah kartu mati. Ada pikiran jika Ahok lebih mementingkan kekuasaan dengan segala jalan. Nama SBY sedang rusak-rusaknya, dan itu bisa jadi virus yang merusak di dalam.

Inilah yang ditunggu oleh Gerindra dan PKS, dan mereka akan melancarkan serangan bully-an kepada Ahok. Jebakan betmen sedang dipasang dan menunggu langkah yang salah karena rasa panik.

Ini cuman analisa saja sambil seruput kopi tentunya. Saya bukan timses dan lebih nyaman jadi pengamat saja. Pengamat tanpa celana.. Seruput..

@denny siregar


Ahok Merapatlah Ke NU, PKS Mudah-Mudahan Blunder

DUNIA HAWA - Putaran Kedua Pilgub DKI hampir mirip dengan Pilpres 2014 dimana saat itu pertarungan antara Jokowi vs Prabowo. Jokowi didukung oleh partai PDI P, Hanura, NasDem, PKB, sedangkan prabowo didukung oleh partai Gerindra, Golkar, PPP, PKS, PAN, Demokrat. Membandingkan dengan Pilgub DKI sekarang, Ahok didukung oleh PDI-P, Hanura, Nasdem, Golkar, sedangkan Anies didukung oleh Gerindra dan PKS. Masih ada dukungan dari Demokrat, PPP, PKB, PAN yang bisa diperebutkan oleh Ahok dan Anies.


Kali ini ancaman Anies bukan main-main. Dengan hanya didukung dua partai yang belum sebesar PDI-P, Anies mampu mendapatkan suara relative besar. Apalagi jika kubu Anies nanti berhasil menggaet dukungan dari 4 partai pendukung Agus, perjuangan Ahok bertambah berat. Ahok tidak hanya melawan calon gubernur muslim, tapi juga berpendidikan tinggi.

Beban Jokowi di Pilpres saya rasa tidak sebesar Ahok. Jokowi muslim dan orang Jawa. Ahok non-muslim dan China. Sentimen agama tentu masih menjadi acuan kuat dalam menentukan pilihan.

Saya melihat dari 4 partai pendukung Agus, partai yang berpeluang besar bisa digaet oleh kubu Ahok adalah PKB. Partai yang didirikan oleh Gus Dur terkenal lebih moderat dibanding PPP yang konservatif. Fakta bahwa Gus Dur pernah bertemu dengan Ahok dan mendo’akan menjadi gubernur bisa menjadi alasan. Gus Dur juga dekat dengan orang-orang etnis China. Jika kader PKB sekarang melestarikan nilai-nilai yang diajarkan Gus Dur, mereka akan mendukung Ahok. Faktor Jokowi juga bisa jadi akan membuat PKB mendukung Ahok.

Saya berharap Ahok dan timsesnya merapat ke NU baik partai maupun masyarakat. Hanya NU yang tidak anti terhadap non-muslim dan China. NU sangat moderat. NU juga tidak mudah diprovokasi. Saya melihat orang NU bahkan lebih mesra bergaul dengan umat non-muslim dibanding sesama muslim seperti dari PKS. Perbedaan ideologi yang membuat warga NU sulit akur dengan warga PKS.

Amaliyah NU yang sering dianggap bid’ah dan sesat oleh umat Islam seperti PKS bisa menjadi alasan mengapa warga NU dan warga PKS susah akur. Kegiatan Banser yang suka menjaga Gereja juga tidak luput dari cercaan warga PKS.

PKS diharapkan kembali blunder

Ini harapan pribadi saya. Saya ikut degdegan dan sempat mengalami kegoyahan saat Pilpres 2014 dimana suara NU terpecah. Ada yang mendukung Prabowo, ada juga yang mendukung Jokowi. Saya sempat dibuat panik melihat fakta bahwa pengaruh prabowo begitu kuat. Sebagian masyarakat bahkan memprediksi Prabowo yang menang. Namun sekali lagi hanya prediksi. Tuhan menghendaki Jokowi yang menang. Fahri Hamzah yang saat itu melakukan blunder sangat mempengaruhi kemenangan Jokowi.

Fahri Hamzah saat itu berkicau “Jokowi janji 1 Muharam hari santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!”. Kicauan Fahri itu menanggapi janji Jokowi atas tuntutan santri di Pondok Pesantren Babussalam, Banjarejo, Malang, Jawa Timur, agar menjadikan 1 Muharam sebagai hari santri nasional.

Ini sangat menyinggung santri. Santri yang notabene dari pesantren NU yang sebelumnya berniat memilih Prabowo tidak sedikit yang mengalihkan suaranya ke Jokowi. Santri, pesantren, dan warga NU yang kecewa dengan ciutan Fahri Hamzah. Ini menjadi berkah untuk Jokowi sehingga berhasil memenangkan Pilpres.

Kejadian-kejadian tak terduga memang kerap terjadi menjelang waktu pencoblosan. Siapa bisa menduga di detik-detik pencoblosan, antasari melakukan konferensi pers yang memporak-porandakan SBY dan disinyalir membuat suara Agus jeblok?

Nah, saya berharap kubu Anies yang didukung oleh Gerindra dan PKS akan kembali melakukan blunder seperti Pilpres 2014.

Terlepas dari itu semua, Pilkada memang susah diprediksi. Dukungan partai belum tentu menjamin. Jika hanya melihat partai pendukung, rasanya berat Anies mendapat suara 39 % karena hanya didukung oleh Gerindra dan PKS yang notabene belum sebesar PDI-P. Saya yakin banyak pemilih Anies yang memilih bukan karena partai, namun karena personal.

Masyarakat sekarang sudah semakin cerdas. Lebih banyak masyarakat yang lebih melihat personal dibanding partai. Seandainya, semua partai pendukung Agus akan berbagung mendukung Anies pun, saya rasa Ahok berpeluang besar memenangkan Pilkada DKI 2017.

Mungkin seperti itu.

@saefudin achmad