Wednesday, February 15, 2017

Tim Anies Mulai Mengajak Tim Agus Kerja Sama

DUNIA HAWA - Hasil quick count sudah dengan gamblang menunjukkan Pilgub Jakarta akan berjalan 2 putaran. Ahok-Djarot akan berhadapan dengan Anies-Sandiaga. Ahok yang menang dengan selisih beberapa persen saja belum boleh tenang. Musuh terkuat Ahok bukanlah Agus yang mengapung, tapi Anies.


Tentu saja Anies tidak bisa melawan Ahok seorang diri. Ahok lebih terkenal dan sudah terbukti, bila dilawan tanpa taktik akan kalah. Nah, disinilah Anies-Sandiaga mulai bermain cantik, mereka mengajak pihak Agus-Slyvi untuk saling bekerja sama.

Tim Asal Bukan Ahok


Ada 4 macam pemilih di Jakarta pada putaran kedua. Ada pemilih yang akan memilih Ahok, yang akan memilih Anies, yang sudah termakan isu agama sehingga tidak mau memilih Ahok dan yang terakhir yang golput.

Jelas jumlah orang yang akan memilih Ahok lebih banyak dibanding yang akan memilih Anies. Tapi jangan lupa, banyak juga orang yang sudah terpengaruh kaum sesapian dan tidak akan memilih Ahok karena agamanya.

Bila mereka dibiarkan, maka ada kemungkinan Ahok akan kalah. Meski gagal, Agus masih memiliki 17% warga Jakarta yang memilihnya. Sedangkan Ahok masih menang tipis dibanding Anies. Posisi Ahok tentu saja bisa terancam.

“Tentu untuk memenangkan di putaran kedua, kami akan bekerja sama dengan semua pihak. Tidak menutup kemungkinan dengan Agus-Sylvi,” kata Riza, ketua DPP Partai Gerindra.

Pihak mana pun akan dirangkul, tak terkecuali pesaing Anies-Sandi, pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Ini memang langkah yang logis mengingat Agus sering menyerang Ahok dan tidak memiliki perselisihan berarti dengan Anies.

Malahan Agus bisa dikatakan akan berselisih dengan Ahok karena peponya sang mantan presiden sedang berselisih dengan Jokowi. SBY sendiri pada cuitan terakhirnya sudah mengait-kaitkan tuduhan Antasari dengan Pilgub Jakarta. Sedangkan Ahok sendiri merupakan orang dekat Jokowi, bila berhasil mengalahkan Ahok, maka kekuatan politik Jokowi akan melemah apalagi di Ibukota.

Tidak ada alasan kuat bagi Agus untuk tidak bekerja sama dengan Anies. Sekalian juga ‘balas dendam’ kepada Ahok. Bukankah FPI yang merupakan pendukung Agus sudah mati-matian menyerang Ahok? Malahan diri Agus yang ngungsep sendiri, Ahok tetap perkasa. Tidak mungkin Agus tidak sakit hati.

Jurus Ilusi Anies


“Artinya kami sama-sama bukan incumbent, sama-sama punya niat baik untuk membenahi Jakarta,” kata Riza

“Jadi kami optimis pada Pilkada ini. Apabila tidak ada ada kecurangan kami akan memenangkan Pilkada 2017,” lanjutnya

Mengapa kedua calon selain Ahok selalu teriak-teriak dicurangi. Justru pemilih Ahok lah yang dicurangi. Di TPS 88 dan 89, 1 komplek tidak bisa menyoblos karena surat suara habis. Saya ulangi lagi, satu komplek tidak bisa menyoblos. Logiskah bisa sampai satu komplek gagal menyoblos dan kebetulan sekali itu merupakan basis Ahok?

Lihat juga alasannya, surat suara habis. Ini sudah memakai logika bumi datar, bagaimana mungkin surat suara bisa habis JIKA 1 komplek masih belum menyoblos? Ini sudah indikasi kecurangan yang sangat kentara. Coba kalau pemilih Anies atau Agus yang kena. Mereka pasti langsung teriak pemilihan ulang meski yang kena hanya 1 TPS.

“Alhamdulillah, pasangan kami saat ini paling dipercaya rakyat Jakarta,” ujar Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi, Mardani Ali Sera.

Ada yang lucu dari Tim pemenangan Anies-Sandiaga, yaitu mereka merasa bahwa merekalah yang memiliki angka pemilih tertinggi di Jakarta. Bukankah mereka mengikuti jejak Prabowo, yang saat pilpres sujud syukur karena tiga survey abal-abal? Bukankah Anies seharusnya merupakan orang terpelajar, kok mau ikut-ikutan stress seperti mereka?

Untung saja kali ini tidak ada acara sujud syukur Anies-Sandiaga. Bila mereka berani melakukannya dan hasil rekapitulasi jumlah pemilih mereka dibawah Ahok, maka mereka akan ditertawakan sampai muntah. Di putaran kedua pun suara mereka akan jeblok, masa memilih Calon Gubernur yang sujud syukur dengan survey abal-abal?

Sekarang tugas bagi tim Ahok semakin berat. Kali ini akan ada dua kubu yang langsung menghadapi mereka. Musuh terkuat memang Anies, bila ditambah Agus pasti bakal lebih mengapung. Entah apakah mereka masih akan memakai isu agama untuk menyerang Ahok, atau memakai cara santun tapi licik ala Anies.

Yang penting jangan patah semangat dulu, di putaran kedua wajib lebih mencurahkan tenaga untuk memenangkan Ahok. Juga perlu untuk diinvestigasi indikasi kecurangan yang membuat warga satu komplek tidak bisa mencoblos, jangan sampai hal ini terulang di putaran kedua.

@evan kurniawan


Jokowi vs Prabowo Jilid II

DUNIA HAWA - Seperti kita sudah duga sebelumnya, pilgub DKI ini akan berlangsung dua putaran. Hasil hitung cepat beberapa lembaga survey dari lebih 80 persen suara yang masuk, memperlihatkan Ahok masih unggul meski tidak cukup untuk memperoleh suara 50 persen lebih.


Lumayan mengagetkan ketika Anies menohok masuk dan mengungguli Agus yang sudah gencar berkampanye mulai main halus sampe main mahluk halus.
Ada dua kemungkinan kenapa Anies bisa tinggi suaranya dalam putara pertama ini.

Yang pertama, Anies memanfaatkan pertarungan antara Agus dan Ahok dalam kasus penistaan agama. Rakyat sementara tergiring bahwa kasus penistaan agama dilakukan oleh pihak Agus dengan memanfaatkan FPI dan kroninya.

Hal itu dipertegas dengan begitu banyaknya foto yang beredar Agus sedang bersama para ustad yang terlibat dalam aksi massa. Bahkan disaat terakhir, Agus memberangkatkan para ustad umroh dengan pesawat business class. Dengan begitu sah sudah bahwa kelompok paslon satu lah yang berada di balik ini semua.

Pendukung Ahok yang militan langsung mengarahkan pelurunya ke Agus. Hiburan ditambah lagi dengan munculnya SBY dengan lagu-lagu hitsnya di twitter yang menambah amunisi serangan ke Agus.

Serangan beruntun ke Agus ini jelas merontokkan banyak suara yang dulu mendukungnya. Anies tahu ini dan memanfaatkannya dengan baik.

Anies tahu bahwa diantara pihak yang bertikai, banyak yang sudah lelah. Mereka ingin Jakarta tenang, aman dan nyaman kembali. Dan Anies memainkan peranan ini dengan menampilkan diri sebagai sosok yang lembut, teduh dan menjadi penyatu umat. "Berhasil, berhasil.." kata Dora the Explorer. Suara Anies terangkat dan memposisikan sebagai nomer dua di bawah Ahok.

Kedua, naiknya suara Anies menunjukkan kebangkitan suara pendukung Prabowo yang masih tetap solid. Naiknya suara Anies sangat terpengaruh dengan munculnya Prabowo ke permukaan dengan bahasa, "Kemenangan Anies di pilgub DKI adalah kemenangan Prabowo di pilpres 2019.."

Ketidaksukaan kepada Jokowi memunculkan konsep bahwa jika Prabowo menjadi Presiden nantinya, maka Indonesia bakalan aman tidak gunjang ganjing seperti sekarang. Dan berlomba-lombalah mereka memilih Anies sebagai jembatan untuk memenangkan Prabowo nantinya.

Prabowo dan PKS -yang juga masih terlihat solid- mampu memanfaatkan tikungan tajam di tengah perseteruan kuat ini. 
Pendukung Ahok yang terlalu percaya diri dengan kemenangan satu putaran lumayan shock dengan situasi ini. Satu kesalahan penting yang banyak dilakukan adalah mereka tidak mengawal dengan baik hari pencoblosan.
Seandainya sejak pagi mereka sudah duduk dan mengawal maka tidak ada alasan panitia TPS kehabisan suara. Jikapun kehabisan, mereka masih punya waktu untuk lari ke tempat lain sebelum waktu pencoblosan ditutup.

Tapi sudahlah.. Persiapan untuk putaran kedua mau tidak mau harus dilakukan. Dan kita mulai keributan babak dua lagi, tapi tanpa ada aksi massa besar-besaran atas nama umat Islam seperti kemarin. Cukup di medsos saja perangnya.

Mari Ahok dan Anies bergandeng tangan, mengantar Agus ke bandara untuk persiapan dirinya mengikuti pilgub Jatim 2018. Semoga Pepo juga betah pulang ke kampung halaman. Arek-arek Jatim kene tak bisikno, "rasakno kon yoo.. kuapokmu kapan, cuk..". Seruput.

@denny siregar


Hatta Radjasa, Hary Tanoe Bisa Terseret Bersama SBY, Begini Penjelasan Hukumnya

DUNIA HAWA - Antasari Azhar telah bernyanyi dan dalam nyanyiannya yang merdu, terdengar nama-nama , mulai dari SBY, Hary Tanoe, Hatta Radjasa, Sudi Silalahi dan Eddy Baskoro Yudhoyono (Ibas). Dan analisa ini hanya terbatas pada kasus dugaan persangkaan palsu yang diduga dilakukan SBY.


Penyidik Polda Metro Jaya telah menerima laporan Antasari dengan Pasal 318 KUHP tentang persangkaan palsu serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mengapa Pasal 318 KUHP? Pasal 318 KUHP bisa menggulung SBY, Hatta Radjasa dan Sudi Silalahi. Mengapa SBY, Hatta Radjasa, dan Hary Tanoe bisa tergulung dalam pusaran kasus persangkaan palsu yang dialami Antarasi Azhar? Indikasi bakal tergulung jelas karena ada Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyertaan tindak pidana, yang artinya ada yang turut serta dibalik persangkaan palsu yang dialami Antasari Azhar.

Nah persangkaan palsu apa? Disangka membunuh Nasrudin Zulkarnaen, tetapi semua barang bukti dihilangkan, mulai dari baju, rambut kepala yang digunduli, luka tembak di kepala yang sudah dijahit sebelum diserahkan ke dokter forensik, ukuran peluru yang tidak sesuai dengan barang bukti pistol yang disita penyidik, pistol yang tidak sesuai dengan selongsongan peluru yang ditemukan di kepala korban, tiga bekas luka tembak tetapi hanya ada dua butir peluru, dan satu butir peluru hilang dari yang seharusnya tiga butir peluru.

Karena peran Hatta Radjasa, Hary Tanoe bisa masuk sebagai medeplegen / turut serta melakukan persangkaan palsu terhadap Antasari Azhar? Lho, bagaimana bisa jadi medeplegen? Berdasarkan keterangan Antasari, Hary Tanoe mengaku diutus oleh Cikeas, yang meminta agar Aulia Pohan tidak ditahan, serta memberikan ancaman terhadap Antasari jika menahan Aulia Pohan.

Selain itu, Antasari juga menyebut bahwa Hatta Radjasa, juga meminta agar Aulia Pohan tidak ditahan, dan jika KPK hendak menahan Aulia Pohan, hubungi dulu Hatta Radjasa, yang menurut Antasari, Hatta Radjasa sebagai mediatornya dengan SBY, tetapi saat itu ketika Antasari menghubungi Hatta Radjasa untuk menyampaikan bahwa Aulia Pohan akan ditahan, handphone Antasari tidak dijawab oleh Hatta Radjasa, sehingga Aulia Pohan ditahan oleh KPK. Apa arti dari semua itu?

Artinya, ada peran dari Hatta Radjsa. Seperti apa perannya? Meminta agar Aulia Pohan tidak ditahan dan hubungi dulu Hatta Radjasa dulu jikalau hendak menahan Aulia Pohan, dan itu dilakukan dengan ada kesadaran bahwa Hatta Radjasa bekerja sama meminta ,agar Aulia Pohan tidak ditahan. Bekerjasama dengan siapa? dalam hal ini bekerjasama dengan SBY, Hary Tanoe. Bekerjasama untuk apa? Meminta agar Aulia Pohan tidak ditahan oleh KPK. Adanya persamaan antara Hary Tanoe dan Hatta Radjasa menujukan adanya kesengajaan untuk bekerjasama dan itu memenuhi syarat turut serta tindak pidana, karena juga mensyaratkan kesengajaan tanpa memerlukan kesepakatan.

Dalam hukum pidana ada kausalitas, sebab-akibat. Yang jadi sebab dalam kasus persangkaan palsu terhadap Antasari, jelas adanya kerjasama secara sadar yang dilakukan Hary Tanoe ke kediaman Antasari, dan itu dilakukan secara sadar, karena sejalan dengan Hatta Radjasa yang jadi mediator SBY-Antasari, agar jikalau hendak menahan Aulia Pohan hubungi dulu Hatta Radjasa, itu sebabnya. Penetapan Antasari sebagai tersangka otak dibalik terbunuhnya Nasrudin Zulkarnaen, tidak bisa dilepaskan dari ancaman yang diselipkan Hary Tanoe yang membawa misi Cikeas untuk Antasari,  termasuk pula Hatta Radjasa yang meminta agar Aulia Pohan tidak ditahan.

Memang, kedatangan Hary Tanoe, ke kediaman Antasari pada sekitar bulan Maret 2009, dengan penetapan Antasari sebagai tersangka pada 4 Mei 2009, sebagai dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, ada rentang waktu , tetapi adanya rentang waktu tersebut, tetap tidak bisa dipisahkan dari upaya-upaya kerjasama yang dilakukan secara sadar oleh Hary Tanoe-Hatta Radjasa yang bekerjasama dengan SBY, yang telah mengutus Hary Tanoe ke kediaman Antasari, agar Aulia Pohan tidak ditahan.

Sehingga, Penyidik Polda Metro Jaya, harus secepatnya, sesegera memanggil Antasari Azhar? Lha untuk apa memanggil Antasari, harusnya panggil SBY, Hary Tanoe, Hatta Radjasa, dulu? Antasari dulu yang harus lebih dulu dipanggil dan di-BAP, tujuan dari pemanggilan Antasari yang adalah untuk mem-BAP keterangan Antasari Azhar dalam kasus persangkaan palsu yang dialaminya.Sebagai apa Antasari diperiksa? Antasari diperiksa sebagai saksi korban. Korban apa? Korban persangkaan palsu.

Nantinya dalam BAP Antasari, secara runut, akan menuangkan semua, mulai dari kedatangan Hary Tanoe ke kediamannya sekitar pukul 22:00-23:00 WIB, sekira-kiranya pada Maret 2009, disertai ancaman kepada Antasari, yang meminta agar Antasari sebagai Ketua KPK saat itu tidak menahan Aulia Pohan, Hatta Radjasa yang meminta agar Aulia Pohan tidak ditahan dan hubungi dulu Hatta Radjasa jikalau akan menahan Aulia Pohan, adalah petunjuk hukum bagi Antasari bahwa ada pihak yang ikut turut serta hingga membuatnya mengalami persangkaan palsu akibat dituduh membunuh Nasrudin Zulkarnaen.

Setelah Antasari dipanggil oleh Polda Metro Jaya, selanjutnya yang harus dipanggil adalah Hary Tanoe, ini tak lain untuk menggali keterangannya mengenai kesaksian Antasari yang mengaku didatangi Hary Tanoe yang diutus Cikeas, agar KPK tidak menahan Aulia Pohan. Jika dalam proses pemeriksaan Hary Tanoe, berkelit dan kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea, terus mengelak dan meng-counter pernyataan Antasari, penyidik Polda Metro Jaya tidak ada pilihan lain lagi selain harus mengkonfrontir antara Antasari-Hary Tanoe.

Dan jika sudah dikonfrontir, Hary Tanoe tetap berkelit, satu-satunya cara untuk membuktikan adanya turut serta Hary Tanoe mengenai kedatangannya ke kediaman Antasari yang jadi utusan SBY agar KPK tidak menahan Aulia Pohan, hingga berakhir dengan persangkaan palsu yang dituduhkan Antasari, yakni menghabisi Nasrudin Zulkarnaen, adalah dengan melakukan lie detector kepada Hary Tanoe. Dan jika lie detector dilakukan kepada Hary Tanoe, Hotman Paris tidak bisa melarang, karena ini untuk kepentingan pengungkapan kasus yang biasa dilakukan penyidik.

Setelah Hary Tanoe dimintai keterangannya, penyidik Polda Metro Jaya harus memanggil SBY,  dan memanggil kembali Antasari dan Hary Tanoe untuk yang kedua kalinya , yang tujuannya adalah untuk mengkonfrontir keterangan Antasari yang menyebut Hary Tanoe datang ke kediamannya karena diutus SBY. Juga perlu dilakukan konfrontasi  tiga tahap, pertama, terhadap SBY -Hary Tanoe , kedua,  terhadap Antasari-Hary Tanoe dan ketiga, terhadap Antasari-SBY-Hary Tanoe.

Dan kedatangan Hary Tanoe ke kediaman Antasari setelah empat bulan KPK menahan Aulia Pohan, dirangkai dengan penetapan Antasari sebagai tersangka kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dan bisa petunjuk hukum bagi Antasari , jadi salah satu alat bukti bagi Antasari, bahwa kedatangan Hary Tanoe masih berhubungan dengan ditetapkannya Antasari sebagai tersangka otak/dalang dibalik terbunuhnya Narsudin Zulkarnaen.

Petunjuk hukum lain yang menujukan bahwa penetapan Antasari sebagai tersangka pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, juga tidak terlepas dari KP yang saat itu tengah menyelidiki pengadaan sistem IT di KPU jelang Pileg 2009, dimana saat itu Antasari mendapat informasi dari KPU bahwa teknologi yang dibeli KPU sangat canggih, tetapi itu berbanding terbalik dengan lambatnya penghitungan suara pada Pileg 2009, hingga membuat KPK menyelidiki dugaan korupsi pengadaan IT KPU, yang menurut Antasari pula, Ibas terlibat pengadaan sistem IT Pileg 2009 saat itu.

Sehingga jika dirunut lagi dengan kasus pengadaan sistem IT KPU dan didalamnya menurut Antasari diduga melibatkan Ibas, maka benang merahnya akan jelas mengarah kepada SBY, hingga Antasari ditetapkan sebagai tersangka terbunuhnya Nasrudin Zulkarnaen, dan ini sulit untuk ditangkis, termasuk oleh kuasa hukum SBY, Palmer Situmorang, yang hingga kini masih diam seribu bahasa. Karena jikapun ingin ditangis, siapa saat itu yang memiliki kepentingan terbesar untuk menyelamatkan Ibas dari KPK, setelah Aulia Pohan jadi tersangka di KPK? Hanya SBY. Sehingga ada rentetan peristiwa dan tidak bisa dipisahkan dengan tuduhan persangkaan palsu , berupa pembunuhan yang diarahkan kepada Antasari.

Nah, jika semalam dalam program Kompas Malam Kompas TV, yang dipandu oleh beautiful news anchor  Liviana Cherlisa, Wakil Ketua Umum Demokrat, Roy Suryo menyatakan bahwa penyebutan Cikeas tidak jelas, karena yang tinggal di Cikeas bukan hanya SBY, Pertanyaan yang simple-simple saja dulu, Siapakah yang paling memiliki hubungan kekeluargaan dengan Aulia Pohan, di sekitar Cikeas, jika bukan SBY? Siapakah nama orang yang memiliki hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan Aulia Pohan, yang juga di Cikeas , selain SBY? Bukankah Aulia Pohan, ayah dari Anisa Pohan, sekaligus mertua dari Agus Harimurti Yudhoyono , yang artinya besan dari SBY. Itu adalah gambaran nyata bahwa selain SBY, tidak ada lagi yang tinggal di Cikeas, yang memiliki kepentingan besar terhadap Aulia Pohan, yang saat itu sudah ditetapkan sebagai tersangka sebulan kemudian baru ditahan KPK.

@ricky vinando


Suara Ahok-Djarot Menang di Markas FPI

DUNIA HAWA - TPS 17, lokasi dekat Petamburan, di mana markas besar FPI berada, tepatnya di Gang Paski, Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Di sanalah terjadi anomali yang luar biasa aneh. Ketika FPI selalu identik dengan anti-Ahok, ternyata lingkungan markas besarnya pro-Ahok. Sekarang semakin kentara sebenarnya, siapa yang selama ini delusional? Semakin jelas pula kenapa demonstrasi harus keluar biaya besar mendatangkan secingkrangannya dari luar kota.


Hasil akhir pemungutan suara di sana, sebagai berikut: Ahok-Djarot unggul dengan 278 suara, Anies-Sandi sekitar 212 suara dan terakhir Agus-Sylvi dengan 38 suara. Walaupun tidak terpaut banyak, Ahok-Djarot unggul, di markas FPI.

Ada celotehan-celotehan provokatif setiap kali “Nomor 2” disebut dalam penghitungan suara. “Belum sun**t tuh nomor dua,” teriak salah satu warga yang disambut tawa oleh warga yang lain. Apa maksudnya “sun**t”? Mungkin maksudnya “non-Islam” dan “tidak sunat”? Tidak heran teriakan itu, hampir pasti para penunggu (atau pengawal?) TPS adalah simpatisan, lha wong markas besar.

AHOK-DJAROT PUNYA BANYAK SILENT VOTER DI MARKAS FPI


Kenyataan pertama yang terbaca, Ahok-Djarot punya banyak silent voter di markas FPI. Selama ini kita hanya disuguhkan berita-berita dari kelompok yang mengaku mayoritas dan mewakili mayoritas, yang ternyata faktanya, mereka minoritas. Suara mereka terdengar keras, tapi hanya karena bantuan toa dan publikasi media, yang bersuara sebenarnya itu-itu saja.

Dengan kemenangan Ahok di TPS 17 ini menandakan bahwa usaha dan jerih payah FPI meyakinkan “satu Indonesia” (padahal cuma untuk urusan DKI Jakarta) telah gagal di kandangnya sendiri. Terlalu ambisius rupanya selama ini. Mengapa tidak mencoba meningkatkan pengaruh dan kharisma dulu secara lokal sebelum masuk tingkat nasional? SUMBER JawaPos

Mungkin mereka sudah mencoba, tapi manusia berevolusi cara berpikirnya. Dalam perjalanan, mereka yang sungguh belajar dan ingin waras, akhirnya memahami bahwa FPI hanya kendaraan politis yang sedang menaruh di titik terendah agama mayoritas di Indonesia.

Silent voter mungkin diam, tapi mereka berpikir. Ini berbeda dengan yang selama ini berbicara keras, biasanya kurang memakai daya pikir. Rakyat Jakarta tidak sebodoh yang mereka kira. Diam itu emas, beri suara ketika diperlukan, itulah silent voter.

SPEKULASI POLITIK TINGKAT TINGGI


Jangan takabur. Kemenangan Ahok-Djarot di kandang FPI selain menunjukkan silent voter rasional, juga sedang membuka pertanyaan baru, “Benarkah terjadi pemindahan suara dari Agus ke Anies?”

Di TPS mana pun suara Agus-Sylvi jatuh, tapi kali ini, bahkan di kandang Front Pembela Islam!

Kalah tipis, wajar, tapi kali ini suara Agus-Sylvi berbeda jauh dengan Anies-Sandi? Ini yang perlu ditelaah lebih lanjut. Dana kampanye sekian miliar tidak mungkin menghasilkan suara sebegitu sedikit. Terlalu tidak masuk akal.

Jangan-jangan memang benar bahwa ada kesepakatan pemindahan suara FPI ke Anies-Sandi karena celoteh Antasari kemarin tidak bisa menyelamatkan citra lagi?

Jangan-jangan ada negosiasi tingkat tinggi di mana yang penting menyingkirkan Ahok dulu, toh siapapun yang jadi Gubernur selain Ahok, bisa atur-atur jatah nantinya secara politis, benarkah?

Ini sangat menjadi tanda tanya karena saat ini kita sedang berbicara tentang wilayah TPS yang berada “markas besar FPI”, yang kemarin demonstrasi ditemani semangat dari ketua Demokrat (filosofi Lebaran Kuda), yang sekarang tidak menyisakan sama sekali suara untuk Agus, Putra Demokrat.

Mungkin saja benar Antasari mengubah alur politik Pilkada, sengaja atau tidak sengaja, tapi bagaimana mungkin kaum yang biasa cinta buta, kali ini punya inisiatif-melek untuk memilih yang lain tanpa komando dari balik layar? Mari kita terus mencermati dengan hati dan pikiran terbuka.

@alderre


Kemenangan AHY Adalah Kemenangan Koruptor

DUNIA HAWA – Boleh di pandang-pandang dulu foto ini sebelum kita lanjut ke pembahasan. Mereka adalah para tahanan KPK di Rumah Tahanan C1 Gedung KPK Jakarta, paling sedikit, korupsi mereka sekitar 1 Miliar.
Siapa sajakah mereka yang memilih di Rutan KPK? Mari kita lihat satu persatu ya :


Pertama Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair, dia adalah tahanan kasus suap terhadap Kasubdit Bukti Permulaan Ditgakkum Ditjen Pajak Handang Soekarno untuk penghapusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Beliau menjatuhkan pilihannya pada Cagub nomor 1 AHY-SILVY.

Kedua, Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah, beliau adalah tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pengadaan alat monitoring satelit pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) berdasarkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK tanggal 14 Desember 2016. Berbeda dengan kebanyakan tahanan, Fahmi lebih memilih Cagub nomor 2 BA-DJA (Ahok).

Ketiga, karyawan PT Merial Esa Muhammad Adami Okta, juga seorang tahanan kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit Badan Keamanan Kelautan (Bakamla) tahun anggaran 2016. Kelihatannya dia lebih memilih Cagub nomor 3 ANIES-SANDI.

Keempat, Basuki Hariman, adalah orang dekat lingkaran PKS dan merupakan seorang pengusaha di bidang impor daging, termasuk daging sapi atas tersangka Presiden PKS Luthfi Hassan Ishaq, ada juga rumor yang beredar bahwa dia adalah seorang Pendeta, sungguh persekongkolan korupsi yang sempurna antara Pendeta dan PKS. Beberapa bulan lalu beliau dijadikan tersangka oleh KPK atas OTT kasus suap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Sepertinya dia lebih memilih Cagub nomor 1 AHY-SILVY, padahal beliau ini sukses menjadi pengusaha daging karena PKS loh… Kenapa bapak ngak memilih ANIES-SANDI? Dasar ular begundal, penghianat loe.

Kelima, mantan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi, seorang politisi Partai GERINDRA, beliau adalah tersangka atas dugaan kasus penerimaan suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja untuk pembahasan Raperda tentang Reklamasi pantai pesisir DKI Jakarta dan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pilihannya jatuh ke Cagub nomor 3 ANIES-SANDI, sungguh pilihan yang tepat sesuai dengan pilihan Partainya.

Keenam, mantan anggota Komisi V DPR Andi Taufan Tiro, dia adalah politisi PAN penerima suap sebesar Rp. 7,4 Miliar terkait proyek di Kementerian PUPR senilai kurang lebih Rp. 170 Miliar yang dimiliki oleh Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Kelihatannya memilih Cagub nomor 1 AHY-SILVY juga, sesuai dengan pilihan partainya.

Terakhir adalah Andi Zoelkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng, Choel merupakan tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan, pengadaan, serta peningkatan sarana dan prasarana sekolah olahraga di Hambalang tahun 2010-2012. Proyek ini dikatakan adalah proyek warisan terfenomenal sepanjang dari pak mantan SBY. Untuk pilihan jangan di tanya lagi, pastilah jatuhnya sama anak sang mantan SBY, yaitu Cagub nomor 1 AHY-SILVY.

Ternyata AHY menang telak di Rutan KPK, selamat ya… AHY sudah menang, dimenangkan oleh para kroni-kroni cikeas yang telah masuk bui.

Ini artinya kemenangan AHY adalah kemenangan para Koruptor! Masih mau dikadali dengan slogan “Jakarta Untuk Rakyat”? Hehehe, Slogan ini seperti mimpi disiang bolong alias bohong besar, slogan sebenarnya adalah “Jakarta Untuk KORUPTOR!”.

Wahai rakyatku, lihatlah mereka yang memilih AHY, para koruptor perusak republik, jangan mau dibohongi dengan slogan-slogan saja, lihatlah kenyataan sebenarnya dibalik itu semua. *Serasa jadi pangeran awak iya.

@benardo sinambela


Selama Menjabat Sebagai Presiden, SBY Tak Pernah Melakukan Intervensi?

DUNIA HAWA - Sambil nunggu quick count hasil akhir Pilkada DKI yang sudah diprediksikan bakal menambah 2 pengangguran baru di Jakarta, sebagai penggembira iseng-iseng ikut nulis meramaikan polemik terkait nyanyian Antasari. Jika pembaca masih bertanya apa maksud Jakarta bakal tambah 2 pengangguran baru, harusnya sudah bisa menebak sendiri pasangan calon mana yang bakal tersingkir. Satunya adalah seorang perwira muda yang rela meninggalkan karirnya di militer dengan pasangannya seorang mantan Pegawai Negeri Sipil.


Janji Antasari mencari keadilan karena menganggap kasusnya direkayasa hingga harus menjalani hukuman kurungan sekitar 8 tahun mulai dinyanyikan kemarin,  Selasa,14.02.2017. Satu hari menjelang hari pencoblosan Pilkada serentak. Adanya tudingan bahwa ada motif politik untuk menggerus suara paslon Agus-Sylvi terbantahkan ketika Antasari menjelaskan bahwa dipilihnya hari tersebut bukan atas inisiatifnya. Namun adik dari korban pembunuhan Nasrudin Zulkarnain, Andi Syamsuddin, yang memintanya beralasan kemarin adalah hari terbunuhnya sang kakak.

Soal tergerusnya suara Agus-Sylvi bila berdasarkan survei kebanyakan lebih diakibatkan penampilannya saat debat, selain kasus dugaan korupsi yang menjerat Sylvi. Masyarakat menilai sosok pasangan ini belum cukup mampu dan kejujuran serta kebersihannya masih diragukan untuk memimpin Jakarta. Jadi kalau ada pihak-pihak mau menyalahkan Antasari dengan nyanyiannya yang dilakukan 1 hari menjelang coblosan, kurang tepat. Lebih baik menyalahkan KPUD kenapa harus mewajibkan paslon melakukan debat.

Kembali pada judul. Ini bukan kejadian aktual tetapi peristiwa yang sempat terekam beberapa tahun lalu. Fahri Hamzah, salah satu wakil ketua DPR dan saat ini berstatus independen karena tidak memiliki partai politik, sempat bercerita terkait kasus Aulia Pohan yang akan ditahan oleh KPK yang waktu itu diketuai oleh Antasari. Dikisahkan bahwa SBY sebagai besan Aulia Pohan marah karena besannya akan ditahan. Fahri Hamzah pun sempat memarahi SBY dan mengatakan mantan Presiden tersebut tidak bertindak sebagai pengabdi sistem yang baik. Selengkapnya kutipan dari berita Kompas.com tahun 2013.

“Begini-gini, saya pernah marahin SBY. Saya berdebat berempat di Istana dengan Pak SBY. Ternyata Pak SBY marah ke Antasari karena besannya ditangkap,” ujar Fahri dalam diskusi di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jumat (21/6/2013).

Ketika itu, Fahri mengaku mendebat Presiden yang telah memarahi Antasari. Seharusnya, Presiden tidak ikut campur sebagai abdi negara. “Saya sayangkan Pak SBY tidak bertindak sebagai pengabdi sistem yang baik,” ucapnya.

Kenapa berita lama ini ditampilkan kembali, alasannya sederhana saja. Ini kemungkinan ada korelasi dengan nyanyian Antasari dalam wawancara di stasiun TV swasta yang menyatakan didatangi seseorang dengan membawa misi dari Cikeas agar Aulia Pohan tidak ditahan. Ada ketidakterimaan SBY dengan kasus yang menimpa besannya tersebut. Berbeda dengan berita yang beredar dan selalu disuarakan oleh partai Demokrat bahwa SBY selama menjabat Presiden tidak suka mencampuri masalah hukum. Marahnya SBY kepada Antasari seperti yang diceritakan oleh Fahri Hamzah bisa dimaknai sebagai reaksi bentuk ketidak terimaannya pada penegak hukum. Tidak bisa menerima kerja KPK sebagai salah satu unsur penegak hukum negara karena menyangkut kasus yang melibatkan besannya.

Sebelumnya Antasari dalam berbagai kesempatan diwawancarai hanya menyebutkan orang yang datang ke rumahnya adalah pebisnis media. Masyarakat pun dibiarkan menebak-nebak. Namun akhirnya kemarin menjadi terang benderang setelah menyebut nama Harry Tanoe.

Berbagai bantahan sudah dilakukan oleh SBY baik dalam bentuk cuitan twitter maupun konperensi pers. Bahkan tim dari Demokrat telah melaporkan Antasari ke Bareskrim dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Begitu pula dari pihak Harry Tanoe lewat kuasa hukumnya juga telah membantah.

Kasus yang sepertinya masih akan panjang ceritanya. Melihat sosok Antasari yang dulu memimpin KPK dan cukup disegani oleh para koruptor karena ketegasannya, tentu tidak akan sembarangan mengeluarkan omongan bila tidak disertai bukti dan saksi. Jangan sampai pernyataannya hanyalah omong kosong belaka dan bisa mengakibatkan dirinya kembali masuk bui lagi.

Bagi SBY tahun ini memang bukan tahun keberuntungannya. Putra mahkota yang digadang untuk menjadi DKI I gagal, persoalan-persoalan semacam kasus Antasari, Hambalang, Century, IT KPU serta berbagai kasus lain sepertinya akan menghadang di perjalanan karir politiknya. Masyarakat pun hanya bisa menunggu dan berharap kebenaran akan terbuka secara terang benderang.

Salam Anu

@alde



Pilgub DKI Terindikasi Terjadi Banyak “Pembungkaman” Suara Rakyat di TPS

DUNIA HAWA - Doohhhh.. melihat perkembangan keadaan di TPS-TPS Jakarta siang hari ini membuat saya mules gak keruan.


Saya takut membayangkan ketakutan saya jadi nyata, suara rakyat dipermainkan, mereka dipersulit sedemikian rupa dalam memberikan suaranya, menentukan hak pilihnya.

Awalnya pagi hari tadi saya lumayan optimistis, saya percaya KPUD dan semua jajarannya yang bertugas akan jujur dan adil dalam pencoblosan ini, tidak ada rekayasa atau kongkalikong apapun, saya percaya mereka tidak akan curang.

Agak siang, mendekati tengah hari ternyata sudah ada beberapa ketakutan saya yang benar-benar menjadi nyata. Di beberapa tempat banyak warga yang tidak bisa mencoblos, alasannya bermacam-macam, dimulai dari tidak terdaftar di DPT, tidak memiliki surat undangan, juga kehabisan surat suara. Huh!

Padahal sebelumnya Kemendagri sudah mewanti-wanti tiap warga yang ber KTP dipastikan terdaftar di DPT, kalaupun tidak mendapat surat undangan pencoblosan, warga bisa mendatangi TPS dengan membawa KTP dan KK, mereka pasti diterima dan dipersilahkan untuk mencoblos.

Apa lacur, walaupun banyak warga mendapat surat undangan, ketika sampai di TPS mereka tidak bisa mencoblos, alasannya surat suara habis. Kok bisa??

Lalu warga lain yang datang untuk mencoblos dengan membawa KTP dan KK pun tidak diterima, alasannya sama, surat suara sudah habis!

Keliatan banget sengaja mempersulit warga buat memilih, padahal seluruh warga memiliki hak yang sama dalam memilih pemimpinnya, kenapa harus dihalang-halangi?

Bahkan warga Rusun Marunda sampai ricuh lantaran banyak penghuni rusun yang tidak terdaftar di TPS tempat tinggalnya.

“Ini aneh banget, kemarin rumah saya sudah disurvey, dicatat, ditempel satu rumah ada berapa pemilihnya. Lah, ini saya enggak dapat undangan, ini juga nama saya tak terdaftar".

Ujar Ibu Maria penghuni Rusun Marunda Blok B, selain Ibu Maria, ada sekitar 30an penghuni Rusun Marunda lainnya yang terancam tidak bisa memberikan hak suaranya.

“Jadi, kalau begini kita golput? Enggak bisa! Kita warga Jakarta! *warga Rusun Marunda.

Untung saja rakyat sekarang benar-benar melek hak mereka, rakyat juga sudah mulai awas dan pintar, sehingga saat terindikasi adanya kecurangan, mereka segera berteriak lantang. Good job emak-emak.

Selain penghuni rusun, saya membaca banyak penghuni komplek perumahan yang juga tidak bisa mencoblos hari ini, mereka seolah sengaja dibungkam, dihalang-halangi agar tidak memberikan suaranya dengan bermacam alasan murahan.

Warga yang antri untuk mencoblos
Banyak warga yang berdebat dengan petugas TPS, memaksa ingin mencoblos tetapi dipersulit. Padahal banyak dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar kota dan luar negeri sengaja pulang ke Jakarta untuk menentukan hak suaranya, mereka bela-belain pulang kampung kenapa dihalang-halangi?

Ada apa sih? Kenapa?? Memang sih.. kebanyakan warga yang dipersulit memberikan hak suaranya terindikasi pemilih Ahok-Djarot, jadi dengan kejadian ini kita melihat jelas ada pihak yang ketakutan banget bakal kalah, mereka sudah kalah sebelum bertanding.

Bahkan seorang warga memberitakan langsung dari tempat kejadian, pemilih Ahok dipersulit, khususnya di TPS 88, 89 Cengkareng.

Dengan alasan surat suara habis, warga 1 komplek tidak bisa mencoblos. Mereka dipaksa pulang, karna gak bisa nyoblos, tapi setelah diselidiki ternyata surat suara masih banyak didalam.

Bayangkan! Warga satu komplek tidak bisa mencoblos.. padahal mereka sudah rela antri panjang berpanas-panasan disiang hari bolong demi mewujudkan Jakarta yang semakin baik, apa daya mereka dipaksa pulang. Dipaksa pulang, loh.. kan gila ya namanya

Berapa banyak suara yang terbuang sia-sia kalau begitu? kok ya jahat banget sih mereka itu? Liciknya, mencurangi kehendak rakyat dengan begitu rupa.

Kejadian ini, warga tidak bisa mencoblos, dihambat dan dihalang-halangi terindikasi terjadi dibanyak tempat di Jakarta.

@indah

Surat Cinta Terbuka Buat SBY

DUNIA HAWA 

Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang semoga tetap kuat, tabah, dan tidak galau dengan peristiwa-peristiwa mengejutkan yang dapat mengganggu kenyamanan Bapak.

Izinkan saya menulis surat terbuka ini dengan konsekuensi diketahui banyak orang layaknya Bapak menulis “rintihan hidup” di Twitter setelah Antasari Azhar mengungkapkan perasaan karena dalam sejarah hidupnya pernah diperlakukan tidak adil.



Menurut saya apa yang disampaikan Antasari sah-sah saja, sama dengan Bapak yang merasa diperlakukan “tidak adil” oleh (maaf) Presiden Jokowi karena keinginan Bapak bertemu dengan Beliau sampai sekarang belum terealisasi, padahal Bapak akan blak-blakan menyangkut masalah (?) di negeri ini.

Sebelumnya, saya perlu sampaikan kepada Bapak bahwa dalam dua kali Pemilu, saya memilih Bapak, sehingga “alhamdulillah” Bapak menjabat Presiden RI hingga dua periode. Saya senang, suara saya tidak sia-sia.

Susilo Bambang Yudhoyono
Bahwa dalam perjalanannya, Bapak sebagai pemimpin negeri ini menghadapi tantangan dan godaan, sehingga banyak hal yang seharusnya dinikmati rakyat belum terwujud, menurut saya biasa-biasa. Wajar, tidak ada manusia yang sempurna.

Saya sampai sekarang menutup mata terhadap informasi juga kritik yang menyebutkan bahwa Bapak gagal memimpin negeri ini selama 10 tahun. Persetanlah itu musuh Bapak yang mencoba “menghidupkan” kembali kegagalan Bapak seperti proyek Hambalang, puluhan pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain. Saya tidak peduli, Pak.

Saya juga tak peduli dengan suara-suara sumbang yang menyebutkan bahwa pemerintahan di Indonesia pernah menerapkan sistem auto pilot saat Bapak menjadi Presiden. Artinya tanpa Presiden (Bapak), semua proses kehidupan dan pemerintahan akan berjalan seperti biasa.

Sekali lagi saya tidak peduli dengan itu semua, meskipun hati kecil saya bersuara: “Malu juga saya memilih Bapak.” Sebagai rakyat biasa yang tidak punya kekuasaan apalagi pengaruh, saya tidak bisa membela Bapak.

Oleh sebab itu saya memberikan apresiasi dan angkat topi kepada Bapak, setelah tidak lagi menjadi Presiden, Bapak masih punya keberanian melakukan pembelaan melalui media sosial (Twitter, Facebook, dan lain-lain) dan sesekali mengundang wartawan lewat acara jumpa pers.

Zaman memang sudah terbuka, tak lagi berjarak dan berbatas. Oleh sebab itulah saya memberanikan diri menulis surat ini secara terbuka. Anggap saja ini surat cinta terbuka saya kepada Bapak.

Seperti halnya Bapak, saya sungguh amat terkejut ketika mendengar Antasari Azhar — dia Ketua KPK saat Bapak menjabat Presiden — mengungkapkan rahasia yang selama ini disimpan rapat-rapat bahwa Harry Tanoesoedibyo (HT) pada suatu hari pernah menemuinya ketika Aulia Pohan, besan Bapak, tersandung kasus korupsi.

Mengutip pengakuan Antasari, HT (katanya atas permintaan Cikeas) minta kepada Antasari agar jangan menahan Aulia Pohan. Tapi Antasari tak mempedulikan pesan HT dan tetap memproses besan Bapak sesuai dengan koridor hukum. Dari sinilah kemudian berkembang opini bahwa Antasari akhirnya dipenjara karena bersangkut paut dengan sikap tegasnya (ketika itu) sebagai Ketua KPK.

Dalam keterangan persnya di Bareskrim Polri kemarin (14 Februari), Antasari juga minta agar Bapak jujur atas kasus (rekayasa pembunuhan) yang menimpanya. Memangnya Bapak selama ini tidak jujur atas ketidakadilan yang menimpa Antasari?

Terserahlah apa jawaban Bapak, yang pasti, saya bisa pahami jika Bapak marah dan merasakan “sakitnya tuh di sini” karena Antasari mengungkapkan fakta-fakta yang dirasakan dan dialami sehari sebelum pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta, perhelatan demokrasi di mana Mas Agus Harimurti, putra mahkota Bapak, ikut di dalamnya.

Saya bisa pahami jika Bapak kemarin pusing tujuh keliling karena apa yang diungkapkan Antasari pasti akan berdampak dengan suara yang akan diraih putra Bapak. Apalagi Bapak sudah terlanjur kepalang basah meminta Mas Agus keluar dari dinas kemiliteran. Kalau batal jadi gubernur, rusak semua impian Bapak.

Jangan putus asa, Pak. Saat saya menulis surat cinta ini, proses pemungutan suara masih berlangsung. Saya yakin, umat tradisional (maaf, Pak, mungkin pendidikannya terganggu) yang tempo hari Bapak galang untuk memenangkan Mas Agus pasti akan konsisten memilih Mas Agus.

Saya percaya semangat “dwi tunggal” yang telah terbangun antara Mas Agus dan Mas Anies tempo hari di Masjid Istiqlal tetap akan terjaga. Seperti yang Bapak lihat, mereka bergandengan tangan mesra sekali, sehingga membuat pasangan Cagub lain cemburu, lho.

Bekas rakyat Bapak bisa memahami mengapa Mas Agus dan Mas Anies harus membangun kemesraan, sebab Anies Baswedan pernah ikut konvensi Partai Demokrat. Informasi yang saya dengar, Anies bahkan pernah berniat maju sebagai Cagub DKI lewat partai yang Bapak pimpin sebelum Bapak memanggil pulang Mas Agus.

Kembali ke soal pernyataan Antasari. Bekas rakyat Bapak bisa memahami jika Bapak langsung bereaksi dan berkomentar lewat Twitter lalu malam tadi menggelar jumpa pers.

Di Twitter, Bapak menulis seperti ini:

“Satu hari sebelum pemungutan suara Pilkada DKI (saya duga direncanakan), Antasari lancarkan fitnah dan tuduhan keji terhadap saya.”

Saya tidak tahu, apakah Antasari juga merasakan hal yang sama seperti yang Bapak rasakan saat ini bahwa lebih dari delapan tahun yang lalu ia pernah difitnah dan mendapatkan tuduhan keji, sehingga harus masuk penjara?

Izinkan saya berpendapat, fitnah dan tuduhan keji terhadap Antasari jauh lebih maut daripada yang Bapak rasakan. Maaf, Pak, Bapak terpaksa menulis curhat itu lantaran kebetulan Mas Agus mencalonkan diri jadi Gubernur DKI, dan sialnya, Antasari mengungkapkan soal tuduhan itu sehari sebelum pencoblosan.

Saya memberikan apresiasi kepada Bapak yang melalui tim penasihat hukum Bapak telah mengadukan Antasari ke polisi. Jangan setengah-setengah, Pak. Beberkan semuanya di ruang sidang. Jangan merasa gengsi Pak kalau Bapak dipanggil sebagai saksi. Kebenaran harus diungkap. Siapa yang benar, Antasari atau Bapak, biar pengadilan yang memutuskan.

Cobalah Bapak menempatkan posisi sebagai Antasari, Bapak pasti akan merasakan betapa sakitnya diperlakukan tidak adil entah oleh siapa. Saya tidak tahu kadar ketidakadilan, fitnah dan tuduhan keji yang dirasakan Antasari apakah sama kadarnya dengan yang Bapak rasakan?

Saya salut dengan Bapak yang setiap saat selalu mengatakan akan menjunjung tinggi proses hukum dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kasus fitnah penistaan agama yang menimpa Ahok.

Bapak luar biasa. Anjuran Bapak sangat dipatuhi oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menurut saya bahkan mendapat fitnah super keji (menistakan agama) dan memaksanya harus bolak-balik ke pengadilan di saat masa kampanye guna mencari keadilan.

Bapak, lihatlah Ahok yang dengan kepala tegak siap menghadapi segala risiko. Bahkan mati pun Ahok siap, sebab baginya mati adalah keuntungan. Dengan begitu proses hukum terhadap Ahok tidak harus menunggu lebaran kuda.

Semoga Bapak bisa mengikuti jejak Ahok. Ingat, lho Pak, dalam kasus fitnah Antasari, Bapak sebagai pelapor. Posisi Bapak kuat, sama kuatnya dengan para saksi kasus Ahok yang akhirnya ketahuan bohong semua. Masa sih Bapak nantinya tega berbohong di depan pengadilan?

Oleh sebab itu, jika memang kasus-kasus lain yang selama ini cuma sebatas bisik-bisik dan kelak dibongkar Kejaksaan atau KPK, hadapi saja Pak. Kebenaran, jika memang itu benar, pasti akan berada di tempat tinggi. Di tempat yang terhormat. Semoga Bapak berada di sana.

Masih di Twitter, Bapak menulis:

“Apa belum puas terus memfitnah dan hancurkan nama baik saya sejak November 2016 agar elektabilitas Agus hancur dan kalah”.

Maaf, Pak, setahu saya elektabilitas Mas Agus cenderung menurun justru setelah Bapak sering mengeluarkan pernyataan lewat Twitter.

Saya tak habis mengerti, mengapa elektabilitas positif yang sebelumnya berada di putra Bapak, justru beralih secara mencolok ke pasangan Anies-Sandi. Saya hanya bisa menebak-nebak, Anies-Sandi didukung PKS, partai yang lihai membangun opini publik lewat media sosial.

Karena Bapak rajin mengetwit, akhirnya semua kawan dan lawan Bapak berkonsentrasi atau fokus ke pesan-pesan Bapak di Twitter dan melupakan strategi bagaimana memenangkan Agus. Bapak malah jadi olok-olok para netizen. Sedih saya Pak.

Melihat Mas Agus mendapat serangan, termasuk dari kubu Anies-Sandi, di Twitter Bapak juga menulis bernada tanya apakah Agus tidak boleh jadi gubernur?

Sekali lagi saya memberikan apresiasi kepada Bapak, sebab bekas rakyat Bapak akhirnya  juga bisa mengajukan pertanyaan reflektif yang sama: “Apakah Ahok tidak boleh lagi menjadi gubernur?”

Ya, kata-kata seperti yang Bapak tanyakan, sepertinya juga pantas buat Ahok, sebab teriakan teman-teman Bapak, seperti “tangkap Ahok”, “penjarakan Ahok”, bahkan “bunuh Ahok” sudah menjadi makanan sehari-hari buat Ahok dalam hajatan Pilkada Jakarta. Ahok pun berkali-kali digeruduk para pendemo yang jumlahnya mencapai “7 juta” orang. Ngeri sekali, Pak.

Saya tidak bisa memahami perasaan menyayat seperti apa yang Bapak tanggung manakala Mas Agus diperlakukan seperti Ahok.

Saya pikir itu saja dulu surat cinta terbuka saya kepada Bapak. Sudahlah, Bapak tidak perlu galau dan sakit hati.

Ingatlah hari-hari yang telah berlalu saat Bapak membangun kekuatan bersama para pecinta dan penjaga sorga selama masa kampanye. Doa-doa pun kerap Bapak panjatkan, bukan?

Percayalah, Pilkada DKI Jakarta pasti akan berlangsung satu putaran dan memberi kemenangan gemilang buat Mas Agus. Mari kita tunggu beberapa saat lagi.

@gantyo koespradono


Misteri Tanggal 14 Dan Galaunya Seorang SBY

DUNIA HAWA - Dalam konpersnya kemarin yang menyeret nama Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas dan Hary Tanoesoedibjo alias Pak HT. Pak Antasari Azhar sudah menyatakan dengan sangat jelas bahwa kemarin, hari dimana dia menyanyikan lagu cinta nan merdu untuk SBY itu bertepatan dengan tanggal Nasrudin Zulkarnaen ditembak. Tanggal 14. (14 Maret 2009).


Pernyataan Pak Antasari yang sudah sangat jelas seperti itu justru malah ditanggapi SBY dalam konpersnya semalam dengan mengatakan bahwa tindakan Pak Antasari memang sengaja membuat pernyataan yang menyudutkan SBY dan keluarganya 1 hari tepat sebelum Pilkada DKI Jakarta dilangsungkan. Tujuannya jelas untuk menjegal AHY semata. Menjegal Paslon no.1.
Astaga Pak SBY…….. dirimu ini memang tidak akan pernah berhenti menggiring opini publik ke arah yang berseberangan. Selalu menyudutkan orang lain pula. Masih segar juga dalam ingatan kita semua tentang  opinimu yang menyesatkan publik soal sadap menyadap terkait dengan kasus menelpon Pak Maruf Amin beberapa waktu yang lalu sehubungan dengan sidang kasus Ahok yang ke 8. Dan akhirnya terbukti dengan sendirinya siapa yg menyadap siapa??? Tidak pernah ada acara sadap menyadap tuh. Dirimu saja yg terlalu ke-GR-an merasa disadap. Lagian kenapa pula harus merasa takut disadap kalau memang dirimu benar. Ayolah Pak SBY. Jangan pernah lupakan peribahasa “Berani karena benar, takut karena salah”. Dan khusus untuk dirimu, peribahasa itu mungkin bisa diganti menjadi “Berani karena benar, baper karena salah”. Upsss…….

Sehubungan dengan polemik pemilihan tanggal 14 yang sudah dilakukan dan dijelaskan oleh Pak Antasari semalam. Seharusnya Pak SBY bisa berbesar hati menerima dan menghargai keputusan Pak Antasari tersebut dan bukan malah mengkaitkannya dengan moment Pilkada dan membangun opini seolah-olah ingin menjegal AHY. Toh tanpa nyanyian cinta Pak Antasari kemarin, elektabilitas Paslon no.1 memang sudah menurun dengan sendirinya akibat blunder yang dibuat oleh Bu Sylvi sehubungan dengan ketidakakuratan data tentang kaum difabel yang disampaikan beliau dalam debat final Pilkada minggu yang lalu dan sudah disanggah dengan telak oleh Ahok. Ditambah lagi dengan gagal pahamnya AHY saat menjawab pertanyaan dari Pak Djarot mengenai dana 1 M buat RW. Belum lagi masalah program rumah apung dan rumah geser yang sudah sukses bikin banyak orang ngakak. Tidak ada jawaban pastinya tuh sampai sekarang. Aiiihhhh…….
Dari keadaan yang seperti ini, seharusnya sekalian saja SBY juga ikut menyalahkan KPU kenapa harus memilih tanggal dilangsungkannya Pilkada bertepatan dengan tanggal kematian Nasrudin Zulkarnaen. Tanggal 15. Kenapa juga KPU harus memilih tanggal itu sehingga berpotensi membuat Pak Antasari menyanyikan lagu cinta nan merdu pada tanggal 14-nya, tepat 1 hari sebelum Pilkada dilangsungkan. Kenapa tidak langsung menyalahkan semuanya saja sekalian Pak. Semuanya ini memang salahnya Jokowi. Semua salahnya Ahok. Semua salahnya Antasari. Semua salahnya KPU. Semua salahnya orang lain. Yang bersih dari kesalahan cuma dirimu, keluargamu dan kroni-kronimu.
Akhirnya memang benar apa kata pepatah.

“Hal tersulit dalam kehidupan ini bukanlah untuk melampaui orang lain, tetapi melampaui ego dan diri kita sendiri”.

Akupun jadi teringat akan seorang Barac Obama mantan Presiden Amerika Serikat. Obama adalah Presiden Amerika Serikat ke-44 yang baru saja mengakhiri masa jabatannya bulan yang lalu pada tanggal 20 Januari 2017. Begitu ikhlas dan tenangnya sikap beliau menjalani hidup sebagai seorang mantan Presiden. Terlihat jelas beliau sangat menikmati masa pensiunnya dengan menjadi warga negara biasa yang baik. Sangat jauh berbeda keadaannya dengan seorang Susilo Bambang Yudhoyono yang sibuk cuit sana sini. Konpers ini itu menyalahkan orang lain. Bapernyapun sudah merambah sampai ke sektor menantu.

Aaaahhhh……. Ternyata aku lupa. Tak perlu jauh-jauh mencari contoh sampai ke negeri Paman Sam segala. Kejauhan. Indonesiapun punya seorang mantan Presiden yang dengan kesadaran penuh menempatkan diri sebagai Negarawan yang baik bagi NKRI. Siapakah dia??? Dialah Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie yang lebih kita kenal dengan sebutan Pak Habibie.  Salam hormat buat Pak Habibie. Sehat dan bahagialah selalu di masa tuamu. Tuhan memberkatimu. Amin.

@jemima mulyandari


Makin Panas, Antasari Sebut Ibas Terlibat Dalam Proyek IT KPU

DUNIA HAWA - Bola panas semakin kesini semakin bergulir cepat. Setelah mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa Hary Tanoe pernah diutus SBY untuk membujuknya agar tidak memenjarakan besannya SBY, Aulia pohan, kini fakta baru yang lebih heboh dan mengejutkan, yaitu keterlibatan putra mahkota Cikeas, Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas, dalam proyek IT KPU pada tahun 2009 lalu.


Saat menjabat sebagai Ketua KPK, Antasari Azhar mengendus permufakatan jahat dalam mega korupsi terkait pengadaan alat IT KPU. Antasari Azhar mendeteksi bahwa Ibas, panggilan Edhi Baskoro, adalah pihak yang melakukan pengadaan alat IT KPU.
KPK akhirnya melakukan beberapa kali pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait karena peralatan senilai ratusan miliar itu tidak berfungsi sama sekali. Negara mengalami kerugian ratusan miliar akibat permainan akal bulus.

Akibat dari pemeriksaan KPK terhadap kasus peralatan IT KPU yang melibatkan Ibas dan kasus Aulia Pohan yang dijebloskan Antasari Azhar ke penjara, akhirnya membuat SBY berang dan murka, sehingga SBY dan para kroni-kroninya merancang kasus penembakan terhadap Nasrudin Zukkarnaen sehingga menyeretnya ke bilik penjara.

Pada bulan April di tahun 2009, Antasari Azhar, yang kala itu menjabat sebagai Ketua KPK merasa curiga karena penghitungan suara pemilu legislatif 2009 berlangsung lambat, padahal KPU mengklaim bahwa alat yang mereka miliki adalah peralatan yang super canggih dengan kecepatan yang sama dengan sistem quickcount.

Atas dasar itu, naluri Antasari Azhar tergerak untuk meneliti adanya modus korupsi berjamaah dalam kaitannya dengan pengadaan Identity Character Recognition (ICR) KPU. Antasari Azhar meminta Wakil Ketua KPK Haryono Umar meneliti kemungkinan adanya penyimpangan di proyek IT KPU.

Proyek teknologi ICR pada Pemilu 2009 menelan anggaran sebesar Rp 170 miliar. Proyek abal-abal yang katanyanya sangat canggih dan dapat mempercepat proses penghitungan suara, memperoleh tabulasi yang akurat, mendapatkan salinan dokumen elektronik yang otentik dan aman, serta membuat pemilu lebih transparan, ternyata proyek akal-akalannya Ibas ketika pepo-nya adalah orang nomor satu di negeri ini.

Kenyataannya, sistem penghitungan elektronik KPU ngadat sehingga KPU  mau tak mau harus menghitung ulang penghitungan suara secara manual. KPK juga telah melakukan pemanggilan dalam rangka pengumpulan data untuk mencari tahu dan mendalami kasus korupsi alat IT KPU.

Saat itu KPK baru saja dalam tahap memproses kasus korupsi pengadaan IT KPU yang dikerjakan oleh putra mahkota Cikeas, Ibas, namun sayangnya keburu Antasari Azhar ditangkap dengan tudingan sebagai aktor intelektual dalam kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain.

Keterlibatan Ibas bukan hanya proyek IT KPU saja, melainkan juga dalam mega korupsi Hambalang senilai Rp2,5 triliun itu dimana ibas disebut-sebut menerima kucuran dana dari hasil pat-gulipat mega korupsi yang dilakukan oleh kroni-kroninya di Cikeas.

Keterlibatan Ibas dalam perkara Hambalang sangat kuat. Putra mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu disebut-sebut menghadiri beberapa pertemuan terkait dengan proyek Hambalang.

Selain itu, Ibas juga diduga terseret dalam pusaran kasus korupsi proyek minyak dan gas bumi yang ditangani sejumlah perusahaan swasta. Nama Ibas tertulis dalam berkas berita acara pemeriksaan Sutan Bhatoegana.

Kini semua kebusukan sudah terungkap dengan sejelas-jelasnya ke permukaan. Si pepo boleh nangis darah melalui cuitan-cuitannya, menuding Antasari melakukan blunder politisasi sebelum hari H pencoblosan Pilkada DKI 2017, namun hukum dan keadilan dimata hukum haruslah tetap jalan.

Yang mengangkangi hukum harus dijebloskan ke penjara, sekalipun putra mahkota mantan penguasa selama 10 tahun lamanya. Negara ini adalah negara hukum, bukan negara dinasti.

Kura kura begitu

@argo j

Di Tuding Antasari Azhar, SBY Ngamuk , Jokowi Jadi Sasaran

DUNIA HAWA - Gonjang-ganjing antara  Presiden RI ke-6  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan  mantan Ketua Komisi Pemberantasan  Korupsi (KPK) Antasari Azhar (AA) memasuki babak baru. Jika selama ini nyaris yang terjadi ‘perang dingin’ diantara keduanya, tetapi hari ini AA mulai  terang-terangan menyerang SBY. Tidak tanggung-tanggung, bombardir dari AA di luncurkan telak menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta esok  hari.

Jedher……..!!!


Saya nyakin SBY awalnya tidak menduga jika AA akan membombardirnya hari ini, di hari krusial jelang penentuan pilihan putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  dengan kasus  lama yang mencuat kembali. SBY pun tidak pernah bermimpi jika AA yang selama ini cenderung diam, pasrah dan menerima kejadian yang menimpanya dengan tidak berdaya, kali ini dengan sangat keras melemparkan  tahi ke mukanya.

Betapa  tidak, terang-terangan AA minta SBY agar jujur mengenai kasus  pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang membuatnya menjadi terpidana. Tanpa sungkan lagi, AA  mengatakan bahwa  kasus yang menimpanya delapan tahun yang lalu itu  merupakan kriminalisasi. Telunjuk AA jelas mengarah kepada SBY yang diduga tahu persis kasus yang menyeretnya merasakan hotel prodeo  bertahun-tahun lamanya.  Ia dengan tegas minta agar SBY bersikap  jujur terhadap kriminalisasi itu dan membuka rahasia kelam aktor yang telah melakukan kriminalisasi terhadapnya.

SBY Kalang Kabut, Semua Jadi Sasaran Amukan


Serangan telak AA tentunya membuat kalang kabut pihak Cikeas yang mengharapkan masa-masa tenang setelah masa kampanye dilalui dengan tenang,  terlebih  AHY sudah beribadah dan menenangkan diri di Tanah Suci ditemani para ulama yang mendukungnya.

Seperti gaya SBY selama ini, ia-pun segera mengeluarkan jurus andalan, berkeluh kelah di akun twitter-nya  @SBYudhoyono, hari ini , Selasa (14/2) dengan  mengatakan bahwa pemberian grasi kepada Antasari memiliki motif politik dan bermaksud untuk mendiskreditkannya.

“Yg saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kpd Antasari punya motif politik & ada misi utk serang & diskreditkan saya,” demikian tulis SBY di akun twitter miliknya.

Kepanikan SBY terlihat dari cuitannya sehingga ia menyalahkan pemberian Grasi yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski tidak menyebut nama Jokowi, tetapi dengan mengatakan bahwa pemberian grasi bermuatan politik dan untuk menyerangnya, maka  secara terang-terangan SBY  telah menyalahkan Jokowi dan sekali lagi berusaha menarik Jokowi masuk kumparan Pilkada DKI Jakarta.

SBY juga menduga bahwa AA segaja melancarkan tuduhan fitnah sehari sebelum Pilkada  agar AHY kalah dalam Pilkada esok hari.  “Tujuan penghancuran nama SBY oleh Antasari & para aktor di belakangnya ~ agar Agus-Sylvi kalah dlm pilkada besok, 15 Feb 2017. *SBY*

Dulu Menabur Angin, Sekarang Saatnya Menuai Badai


Jika memang SBY bersih, dan merasa apa yang disampaikan AA adalah tidak benar dan hanya fitnahan yang segaja dilakukan untuk menjatuhkan kredibilitasnya dan menurunkan elektabilitas AHY, sebenarnya  yang bersangkutan tinggal menjelaskan kepada publik tentang kebenaranya  yang ia nyakini. Ia juga bisa men-segerakan  untuk melaporkan AA dengan  tuduhan pencemaran nama baik. Soal penjelasannya nanti berpengaruh atau tidak terhadap suara yang didulang AHY, itu perkara lain. Karena jika warga Jakarta yang telah bulat akan  memilih AHY tentu tidak akan mudah berbalik meninggalkannya karena statement dari AA hari ini.

Tetapi andaikan memang ia tahu kriminalisasi terhadap kasus AA, maka akan lebih baik jika yang bersangkutan memberikan klarifikasi dan menjelaskan misteri kasus AA yang sejak awal menimbulkan tanda tanya publik karena adanya beberapa keganjilan.

Andai yang kedua yang menjadi pilihan, tentunya memang pilihan yang pahit. Meskipun tidak mudah dilakukan tetapi itu konsekwensi dari apa yang telah terjadi dimasa lampau manakala kekuasaan ada di genggaman tangan. Sekali lagi jika memang warga Jakarta sejak awal mantap surantap esok hari akan memilih AHY, kemungkinan mereka tidak akan tergoyahkan.  Lain halnya kalau selama ini rencana mereka  memilih AHY  karena pertimbangan titik-titik.

Terakhir, peribahasa ini kiranya pas untuk menjadi pengingat bahwa siapa yang menabur angin maka akan menuai badai. Barangkali ini baru badai kecil, permulaan saja karena akan datang badai yang lebih besar lagi di depan.

@suci


Ahok dan FPI yang Tidak Pernah “Sehati”

DUNIA HAWA - Kasus Ahok telah berjalin kelindan dengan berbagai kompleksitas persoalan yang melengkapi. Tidak ada yang bisa menebak kapan semua sengkarut yang membelit akan usai. Sementara, di ujung sana perpecahan demi perpecahan dalam ranah sosial kehidupan tak mampu lagi dibendung.


Arus media digital turut memberi kecamuk psikologi masyarakat yang memang sedari awal tengah dirundung dilema. Semua masih menunggu dengan harapan membuncah agar pelik persoalan dalam kehidupan berbangsa segera mereda.

Kita semua mafhum bila jeli mengamati situasi, kasus Ahok tidaklah berdiri sendiri. Banyak aktivitas dan kepentingan politik menggelayut menanti jatuhnya buah masak untuk dimakan bersama demi mengenyangkan kelompok mereka. Lebih tepatnya sekarang ini asumsi atas Polemik Ahok disebut sebagai bagian utuh untuk menjegal langkah Ahok agar tidak terpilih kembali.

Tingginya elektabilitas dan tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Ahok menjadi alasan bagi lawan politik untuk mencari cara agar persepsi masyarakat dapat berubah. Sehingga menurut survei dari Denny JA, isu SARA menempati puncak tertinggi dalam hirarki strategi untuk menerjun bebaskan tingkat elektabilitas Ahok.

FPI-Sentris


Maka tak ayal dimulailah, langkah-langkah picik yang dimainkan aktor-aktor politik dalam gelanggang pilkada DKI, melibatkan FPI adalah salah satunya. Bila ditarik ke belakang, pertentangan antara FPI dan Ahok telah dimulai jauh sebelum hingar-bingar Pilkada DKI berlangsung.

Anda pasti mengingat dengan baik, bagaimana FPI mengangkat Gubernur tandingan sewaktu Ahok diangkat menjadi Gubernur Jakarta oleh Presiden Jokowi. Pemandangan yang terbilang unik dalam dinamika perpolitikan bangsa saat itu.

Hadirnya gubernur tandingan FPI tentu tak lepas dari perpecahan ditubuh legislatif yang turut menjadi inspirasi bagi mereka. Sehingga apabila isunya telah menggelinding hebat sampai saat ini adalah satu kekonsistenan dalam memainkan social hegemonic. Sifat tak kenal lelah diusung oleh FPI dalam melakukan demi penolakan terhadap Ahok.

Terlepas dari spekulasi yang membayangi, gerak FPI dalam membangun satu speech act dengan maksud memberikan pesan ke masyarakat bahwasanya DKI Jakarta dan Indonesia pada umumnya tengah berada pada ketidakstabilan politik dan ekonomi adalah langkah yang terbilang hebat dalam membangun sekuritisasi (adanya ancaman besar). FPI mempropagadakan seolah PKI dan persoalan Aseng-Asing tengah menjalar di Indonesia.

Otomatis masyarakat awam dengan psikologi sosial yang dominan irasional dan terkesan emosional akan menjadi sasaran empuk dari setiap propaganda. Psikologi masyarakat dimainkan dengan menghembuskan propaganda haramnya memilih pemimpin non-muslim, berkembangnya paham-paham yang menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai keislaman dan berkuasanya Asing-Aseng di bumi pertiwi.

Bila dibawa pada teori struktur dan agen, Bourdieu, FPI saat ini tengah melancarkan doxa (doktrin) secara terus-menerus dalam kesadaran kolektif masyarakat sehingga akan terbentuk habitus (nilai-nilai yang dipahami bersama) berdasarkan pada konstruksi FPI. Sehingga, agen-agen FPI melalui laskar-laskar yang dimiliki akan bergerak ke basis masyarakat untuk kemudian bersama-sama mendobrak struktur baku agar digantikan sesuai dengan nilai-nilai FPI dan masyarakat pada umumnya.

Dengan mengatakan rezim sekarang ini (struktur yang ada) tengah dikuasai oleh dedengkot PKI, liberalis, dan jauh dari nilai-nilai keislaman adalah senjata ampuh dalam membangun common issues yang memudahkan dalam melakukan mobilisasi massa secara besar-besaran.

Miskonsepsi


Nah, oleh karenanya sebelum jauh terhegemoni, masyarakat mesti diajak berpikir kritis dalam menanggapi persoalan yang muncul. Fenomena FPI sebenarnya tidak terlepas dari kesalahan kita dalam memahami antara terma Islam dan Islamisme, dua konsep yang diusung oleh Bassam Tibi. Konsep ini sangat tepat dalam menganalisis pelbagai isu yang kadung dibalut dengan jubah agama.

Saya tidak ingin berdebat perihal al-Maidah ayat 51 dan Ahok yang dikatakan representasi asing, namun sejauh ini untuk alasan apapun yang lebih rasional bukan bermaksud memuji ataupun berbicara sebagai simpatisan Ahok, tidak, sebab secara subjektif penulis menilai Ahok masihlah dalam koridor yang tepat dalam memimpin berdasarkan indikator-indikator yang ada.  

Menurut Bassam Tibi, konsepsi Islam dan Islamisme adalah dua terma yang mesti dipisahkan secara makna dan implementasi. Islam merupakan suatu kesadaran keimanan, sedangkan islamisme adalah politik yang diagamaisasikan. Meskipun, tidak sedikit yang menentang argumentasi tersebut. Dominan dari sarjanawan islam menyatakan antara islam dan islamisme tidaklah terpisah, konsepsi ini merupakan kesatuan utuh satu sama lain.

Namun Tibi menyangkal, dengan menyebutkan pemahaman akan islamisme bukanlah tafsir tunggal. Baginya, tidak ada satu rujukan otoritatif yang bisa membenarkan bahwa pemahaman islam versi merekalah yang paling benar.

Hal ini, justru memicu perpecahan di kalangan muslim sendiri-suatu sikap yang sangat dibenci oleh Rasulullah. Beragamnya mazhab dalam Islam mesti diterima sebagai bentuk penafsiran atas agama yang tidak kaku. Oleh karenanya, garis demarkasi antara islam (kesadaran keimanan) dengan islamisme (politik yang diagamaisasikan) harus jelas.

Munculnya FPI dapat dikatakan meneguhkan tesis berkembangnya islamisme. Misi-misi keagamaan yang dibawa oleh mereka tidak serta merta membuatnya menjadi rujukan otoritatif atas pemahaman terhadap islam. Masih banyak diluar sana, muslim-muslim yang tidak sepakat dengan cara-cara keras dan memaksa yang dilakukan FPI. Apabila sampai menebar kebencian terhadap sesama dan umat agama lain.

Dalam hal ini tafsiran islam versi FPI dan masyarakat secara umum terjadi, oleh karenanya, tafsiran atas islamisme tidak dapat disamakan merujuk pada konteks ini. Sehingga tak dapat dinafikan, kesadaran kritis masyarakat perlu dibangun dalam memahami tafsiran agama.

Berkembangnya pemahaman islamisme yang terkesan radikal dan keras, disertai misi terselubung untuk menegakkan hukum syariah melalui negara khilafah harus di counter dengan tafsiran islam yang ramah dan universal. Sebab, islamisme yang diusung oleh kelompok fundamentalis ekstrem layaknya FPI didasari atas pemahaman din wa daulah, yang diwujudkan melalui nizam islami (negara islam).

Inilah yang menjadi tugas muslim kritis dan rasional untuk menanamkan pemahaman bahwasanya nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bertanah air sebenarnya telah melingkupi nilai-nilai keislaman didalamnya.


@nabhan aiqani


NU dan Pluralisme Politik

DUNIA HAWA - Melejitnya isu-isu politik menjelang Pilkada serentak pada hari ini, semakin membuat masyarakat terombang-ambing dalam berbagai pusaran kepentingan suara. Bukan itu saja, segala daya dan upaya dilakukan untuk dapat mendulang suara. Terlebih khusus wilayah DKI, di mana Ahok sebagai petahana mencalonkan kembali sebagai calon gubernur.


Ahok yang notabene non-Muslim dianggap sebagai penyulut polemik kepemimpinan dalam Pilkada DKI. Ditambah lagi kasus penistaan agama yang didakwakan kepadanya, menjadikan polemik kepemimpinan dalam bingkai keagamaan semakin pelik.

Hal itu tentunya dijadikan sebagai dalih atas nama agama, untuk tidak memilih atau pun melarang pemimpin non-Muslim. Serangkaian aksi telah dilakukan untuk dapat menyukseskan wacana tersebut.

Apa yang terjadi di DKI justru sangat berbeda dengan daerah lain. Meskipun di daerah lain ada calon yang non-Muslim atau berbeda suku dan ras, tetapi tidak menjadikan polemik tersendiri. Kata orang sih, mungkin gara-gara DKI dan sosok Ahok yang membuat iklim Pilkada DKI berbeda dengan daerah lain.

Sebagai respons politik-keagamaan, Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan ormas keagamaan telah menyatakan sikapnya. Dalam hal ini, dengan dikeluarkannya himbauan dalam penyataan secara tertulis (10/02) oleh Said Aqil Siradj selaku pimpinan tertinggi.

Said menyatakan dalam pernyataannya bahwa warga NU diperbolehkan memilih calon siapa saja dan nomor berapa saja. Akan tetapi, harus tetap bertanggung jawab atas pilihannya. Lebih lanjut lagi, apabila ada organisasi NU mulai dari pusat hingga ranting, mengarahkan pada partai dan calon tertentu, maka itu tidak sah.

Pernyataan tersebut merupakan respon positif dalam suasana Pilkada yang semakin pelik. NU mencoba menghidupkan wujud inklusivisme politik dalam pelaksanaan Pilkada sebagai bentuk ijtihadnya. Bahkan, sebagai ormas keagamaan pun, NU berupaya untuk memegang teguh khittahnya, yakni tetap mengutamakan inklusivisme keagamaan.

Hal itu menjadikan persoalan agama (berbeda keyakinan) dinetralisirkan dengan cara yang bijak dalam berdemokrasi. NU bisa saja memilih dengan satu pengarahan kepada calon atau partai tertentu. Bisa saja NU pun menjadi bagian dari calon atau partai tertentu. Namun, indepedensi warga NU secara personal dalam memilih tidak bisa digalangkan dalam mendulang suara. Warga NU diberi kebebasan dan kepercayaan untuk memilih dengan hati nuraninya.

Itu semua sebagai bentuk pengakuan hak untuk  memilih. Ya, tentunya dengan melihat kompetensi calon, bukan sedakar “ikut-ikutan” atau gara-gara “satu haluan”.

Apa yang dilakukan NU sebagai wujud inklusivisme politik yang didasarkan pada pluralisme politik. Agama dalam persoalan ini bukan menjadi polemik, tetapi justru kesatuan dalam perbedaan agama menjadi distingtivitas tersendiri.

Inklusivisme politik yang dilakukan NU merupakan wujud pluralisme politik yang perlu disebar-luaskan. Sentimenisasi yang begitu kuat dan mudah terjadi dalam masyarakat Indonesia, atau dengan istilah lain masyarakat Indonesia gampang marah, ngamukan, tersinggung, mudah terhasut, dan lain sebagainya. Yang kemudian menjadikan pluralisme politik menjadi sesuatu yang tidak boleh tidak, untuk diaktulisasikan.

Masyarakat Indonesia yang beragam telah menjadi syarat pluralitas didalamnya. Mengenai pluralitas, menurut Diana Ekc (2003) pluralitas sebagai sesuatu yang alami, given sifatnya. Artinya, itu sebagai sunnatullah dalam Islam. Sedangkan, pluralisme muncul sebagai sebuah prestasi (achievement) dengan diakuinya dan dilaksanakannya nilai-nilai pluralitas tersebut.

Termasuk dalam politik, maka pluralitas yang ada didalamnya tidak dapat dihindarkan. Terlebih lagi, Indonesia yang sangat beragam, menjadikan politik di Indonesia akan senantiasa diwarnai dengan keberagaman. Jadi, sangat mustahil politik di Indonesia akan monolitik dengan para aktor politik yang seluruhnya sama.

Pluralisme politik merupakan solusi alternatif untuk menangkal eklusivisme politik, sehingga diharapkan akan tercapai harmonisasi sosial-politik didalam masyarakat. Bukan itu saja, prestasi (achievement) politik pun akan dapat tercapai dengan mudah, sebagai ganjaran dari pluralisme politik.

Popularitas Indonesia yang dikenal sebagai negara Muslim dengan sistem demokrasi yang baik perlu dijaga dan dirawat dalam dimensi sosial-politik. Bukan berarti ketika ada calon yang berbeda ideologi menjadikan politik demokrasi di Indonesia terpecah-belah, tetapi justru semakin semarak dengan pluralisme di dalamnya.


@ahmad zaki muntafi