Monday, February 6, 2017

Firza Husein Tidak Akan Bisa Membantah – Skak Ma

DUNIA HAWA - Kemarin, Minggu 5 Februari 2017 17.04 WIB detikNews melangsir sebuah berita baru lagi yang bisa dikatakan “Wow”. Artikel tersebut mengatakan bahwa “Kapolda Meyakinkan Bahwa Foto Diduga Firza Cocok dan Tak Terbantahkan”.


Pada hari yang sama tepatnya Minggu pagi, detikNews juga melangsir berita bahwa pengacara Firza memberitahukan ke publik bahwa Firza Husein saat ini sedang dalam kondisi yang sakit, lalu pada sore harinya polisi memberikan sebuah berita, dari sini kita semua para pembaca kura-kura bisa mengambil kesimpulan bahwa proses hukum terus berjalan, bahkan hingga hari libur sekalipun para bapak-bapak Kepolisian Indonesia terus bekerja untuk masyarakat.

Kali ini pada artikel yang saya buat, saya akan mengomentari komentardan juga menganalisis dalam sudut pandang permainan catur agar para pembaca kura-kura bisa mempunyai sebuah wawasan penting dalam kasus kali ini.

Menurut saya, hal ini semuanya akan terlihat seperti papan catur, pawn atau artinya prajurit mungkin bisa kita samakan dengan para anggota bumi datar, rook atau artinya benteng mungkin bisa kita samakan dengan para petinggi-petinggi dari perkumpulan bumi datar yang mengklarifikasi termasuk para kinderjoy yang lezat harganya dengan maksimal 30% itu. bishop atau artinya mentri mungkin bisa kita samakan dengan kader elite yang mensupport dibelakang mereka, berjalan menyamping sesuai papan catur melihat sudut-sudut yang mematikan dari celah-celah yang ada, dan terakhir adalah knight atau artinya kuda, mungkin kita bisa samakan dengan pengacara bu Firza Husein yaitu bapak Aziz Zanuar. Ratu dan raja mungkin tidak perlu dijelaskan lagi.

Di dalam berita kita bisa melihat statement penuh keyakinan yang dikeluarkan oleh kepolisian, bagaimana bisa kita membantahnya? Polisi melibatkan para ahli seperti ahli antopometri untuk mencocokkan keaslian tubuh Firza Husein, ada juga ahli fotografri forensik, ada juga ahli-ahli yang menangani secara scientific investigation, juga ada tim suara (voice), ada pakar micro-ekspresi, psikolog hingga pakar pidana, begitu banyak sekali bukan?

Bagi saya pribadi mungkin di dalam sebuah papan catur ini bisa dikatakan SKAK atau CHECK!

Mengapa demikian? Dari banyaknya saksi ahli yang diturunkan tersebut sudah bisa kita simpulkan sendiri betapa terpojoknya Firza Husein dengan berbagai macam fakta yang dibeberkan oleh para ahli.

Bahkan pak Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan memberikan bumbu pemanis untuk tidak membiarkan “Sang Raja dan Ratu” bergerak atau mempunyai langkah dengan pernyataan yang saya kategorikan “Wow” lagi, yaitu polisi tidak perlu pengakuan dari Firza untuk menyatakan hasil tes adalah benar, Kepolisian akan berpegangan teguh dengan fakta yang ada sesusai dengan scientific investigation.

Dikatakan disana “Kami tak butuh pengakuannya, yang jelas dan penting sekali hasilnya ini nanti sesuai dengan scientific investigation. dan hal ini tidak bisa dibantah, dilihat dari fakta yang ada pun, adanya tv yang kita semua satu warga nusantara sudah pernah melihat foto FH tersebut dapat dipastikan bahwa hal tersebut sesuai dengan apa yang ada di gambar hal ini tidak bisa dibantah, ada juga meja dengan jenis dan wujud yang sama, itu juga tidak bisa dibantah. semuanya di rumah Firza Husein lengkap ! di TKP semua ada.”

Lagi-lagi dalam langkah catur bagaimana cara untuk menyelamatkan raja dan ratu supaya tidak SKAK ? menurut saya mungkin ini sudah hampir SKAKMAT atau CHECKMATE.

Kita semua tau bahwa sebelumnya Firza Husein melakukan sebuah bantahan yang disampaikan oleh pengacaranya, bahwa dirinya “Dipaksa Mengakui” bahwa foto yang ada di dalam jejaring sosial tersebut adalah dirinya, seperti yang saya jelaskan di artikel sebelumnya, saya mengatakan bahwa hal ini jelas adalah suatu kesalahan yang dilakukan oleh pihak Firza Husein, mengapa demikian? Bagi yang belum membacanya mungkin saya bisa ringkas sedikit disini.

Menurut saya pribadi bantahan soal “Dipaksa Mengakui”  adalah sebuah rencana yang dilakukan oleh pihak Firza Husein dengan maksud tujuan hanya untuk membangun sebuah “Kesan” jahat yang dilakukan oleh kepolisian dengan sebutan “Intimidasi”. Seharusnya kalau tidak berbuat kesalahan harus tegas mengatakan kata “Tidak” bukan malah “Dipaksa Mengakui” itu sungguh tidak logis menurut saya, selain hal ini bisa menjadi blunder bagi kepolisian apabila melakukan sebuah intimidasi, hal ini juga akan bisa menjadi jalan keluar Firza Husein dengan cepat dalam kasus ini, namun lagi-lagi Firza beserta timnya malah melakukan sebuah strategi yaitu memberikan sebuah pesan dan kesan saja, dan bahkan ruang lingkup komunitas yang ingin mereka sampaikan pesan juga kesan terbatas mungkin dikalangan penghuni bumi datar saja.

Kembali kepada pokok permasalahan. Kepolisian juga menegaskan bahwa hal ini tidak sulit, Hal ini juga sama dengan kasus luna Maya-Ariel. Kita bisa melihat juga para temen-temen yang selalu melakukan posting di media sosial dengan menyamakan kasus ini sebagai kasusnya Ariel. Namun mungkin sebaiknya kita para pembaca tidak boleh menyamakan kasus ini dengan kasus Ariel terlebih dahulu sebelum hal ini sudah benar-benar menjadi sebuah kebenaran yang mutlak. Bagaimana benar tidak? benar tidak?  (Bahasa yang sering dipakai).

Di dalam kesempatan kali ini polisi juga menegaskan bahwa kunci pengungkapan kasus ini terletak pada kerjasama pihak interpol dengan provider komunikasi yang dipakai oleh Habib Rizieq dengan Firza Husein, di dalam pers tersebut dikatakan bahwa pihaknya (Kepolisian) telah melakukan negoisasi perijinan agar bisa membuka rekaman percakapan keduanya yang diduga terjadi pada bulan Agustus 2016 silam.  Izin ini adalah tindak lanjut dari keterangan para saksi-saksi terkait dan juga saksi ahli yang meyakinkan bahwa percakapan tersebut bukan rekayasa.

Bagi saya pribadi, hal ini sungguh benar-benar merupakan penjabaran yang cukup detail dalam pembeberan sebuah fakta-fakta terkait, semuanya dijabarkan, semuanya dirincikan, semuanya dianalisis, semuanya bersumber dari sumber yang bisa dipercaya,  bagaimana bisa sang “Raja dan ratu tidak akan terpojok” dalam permainan catur kali ini?

Mungkin menurut saya, kunci drama permainan catur kali ini akan terletak pada penyerang-nya sebagai juru kunci penyelamat, siapakah dia? knight atau kuda, mungkin akan jadi satu-satunya yang akan bisa melawan dengan berbagai macam bantahan dan penjelasan yang logis menurut Firza Husein, karna memang pada endingnya yang akan bertarung di meja pengadilan hanyalah pengacara, yang lain mungkin hanya akan duduk saja menyaksikan dan memberikan masukan pada sesi istirahat.

Apa jurus-jurus yang akan dikeluarkan oleh sang kuda ini?

Kuda menuding bahwa dalam upaya introgasi, Firza sering di-intervensi untuk mengaku bahwa dirinya adalah pelaku dalam video itu.

9 dari 20 pertanyaan yang dilontarkan oleh pihak kepolisian disangkutpautkan kepada peristiwa makar.

Hal ini sudah dibantah oleh Kepolisian bahwa itu tidak benar, Polisi sudah melalui “SOP Standart Operating Procedure” dan Protap “Prosedur Tetap”, di Kepolisian tidak ada pemaksaan, pemukulan bahkan intervensi yang dituduhkan, semua itu sudah dijalankan melaui mekanisme standart penyidikan. – Boom kubu lawan mengigit.

Kuda sangat geram apabila kasus yang menimpa Firza Husein ini disamakan dengan kasus video porno artis Ariel-Luna Maya-Cut Tari. Kuda sangat yakin bahwa sang ratu adalah wanita terhormat, disini kuda mengklaim bahwa kepolisian masih sulit membuktikan keaslian gambar dan video suara yang diduga adalah raja dan ratu.


Hal ini sedang dalam tahap penyidikan oleh para ahli terakit dari sekian banyaknya ahli yang diturunkan oleh kepolisian dalam kasus kali ini, terlebih keterlibatan interpol untuk melakukan perijinan mengecek langsung ke provider seluler terkait – Boom kubu lawan melancarkan strategi.

Hal paling krusial yang di sampaikan oleh kuda adalah kliennya tersebut bukan penyebar dan pelaku di dalam video tersebut terlihat dari handphone milik kliennya yang disita pada Jumat, 2 Desember lalu, kuda berusaha menyerang dengan mengatakan bahwa hal ini ada indikasi konspirasi yang ingin merusak citra baik sang ratu dengan sang raja.

Hal ini yang tertuduh sebagai penyebar menurut saya sih adalah Anonymous – Boom kubu kuda salah menyerang, dan kalau pelaku yang berada didalam video tersebut yaa kita tunggu saja hasil dari penyelidikan yang dilakukan oleh polisi hingga saat ini – Boom kembali untuk melawan sang kuda dari pihak Kepolisian.

Bisa kita simpulkan disini bahwa hal ini belum SKAKMAT, masih bisa ada kemungkinan 50:50 dari permainan catur ini bisa berbalik keadaan, mungkin para prajurit berubah menjadi ratu mungkin?

Sekian dan Terima Kasih.


Mungkin akan sedikit memakan kuota dan berat, tapi semoga terhibur dengan gambar skema dibawah berdasarkan ilustrasi yang saya gambarkan dari cerita di atas.

Menurut saya, hal ini semuanya akan terlihat seperti papan catur, pawn atau artinya prajurit mungkin bisa kita samakan dengan para anggota bumi datar, rook atau artinya benteng mungkin bisa kita samakan dengan para petinggi petinggi dari perkumpulan bumi datar yang mengklarifikasi termasuk para kinderjoy yang lezat harganya dengan maksimal 30% itu. bishop atau artinya mentri mungkin bisa kita samakan dengan kader elite yang mensupport dibelakang mereka, berjalan menyamping sesuai papan catur melihat sudut-sudut yang mematikan dari celah-celah yang ada, dan terakhir adalah knight atau artinya kuda, mungkin kita bisa samakan dengan pengacara ibu Firza Husein yaitu bapak Aziz Zanuar. Ratu dan Raja mungkin tidak perlu dijelaskan lagi

@bani rizal


Curhat (Rahasia) pada Kak Emma soal Pepo

DUNIA HAWA - Kemarin malam, Pepo digempur habis, Kak. Dibombardir sama Netizen. Dihajar, Kak Emma!


Minta ampun dia, Kak. Bilangnya: “Bpk Ma’ruf Amin, senior saya, mohon sabar & tegar. Jika kita dimata-matai, sasarannya bukan Bpk. Kita percaya Allah Maha Adil.”

Sementara itu, Netizen gempur dia habis-habisan, Kak, bilangnya: “Kl mau nyampein pesan ke pak ustad lagsung aja tel. Lucu aja pepo hrs ngetwet. Dasar alay!” Bahkan ada yang bilang, “Gak usah diladenin. Dah gak punya teman curhat kali!!!”

Oh, Pepo udah kelewat batas, ya! Sudah keterlaluan! Saya sudah cukup sabar, ya! Jangan coba-coba mainin rakyat. Saya sudah punya firasat tidak enak. Pepo tidak jelas!

Pepo pikir kami, rakyat jelata, itu bodoh apa tolol? Semua orang tahu Pepo itu panik bin bingung, Kak Emma. Gini ya kak, logika sederhananya:

MA bilang di pengadilan, tidak ada komunikasi dan tidak ada telepon dengan pihak Pepo. “Tidak ada!” Selama tiga kali. Berjam-jam, MA berjuang keras untuk melepaskan diri punya hubungan dekat dengan Pepo atau Mas Apung.

Pengacara Ahok memberitakan di media massa bahwa MA berkata “tidak ada” komunikasi dengan Pepo. Padahal, pihak pengacara punya bukti kuat.

Eh, Si Pepo langsung panik, tiba-tiba bikin konferensi pers kalau dia disadap dengan kemungkinan dilakukan oleh BIN, Polisi, atau pihak Ahok.

Pepo mengaku dan meralat kalau dia menelepon MA tetapi urusan yang lain saja. “Pak Ma’ruf mengatakan tidak ada pertemuan langsung dengan SBY dan percakapan langsung dengan SBY yang berkaitan dengan tugas MUI untuk menetapkan pendapat keagamaan atau apapun namanya.”

Dengan jumpa pers tersebut, Pepo justru mementahkan kesaksian MA yang mengatakan tidak ada komunikasi. Padahal, MA itu sudah berjam-jam bersikukuh meyakinkan pengadilan bahwa tidak ada komunikasi dengan Pepo. Kasihan kan, MA?

Eh, Pepo malah mengatakan, “Mengenai saya menelepon Pak Ma’ruf Amin langsung atau Ma’ruf Amin menelepon saya, tapi ada staf yang menyambungkan percakapan dengan Pak Ma’ruf berkaitan seputar pertemuan itu dan saya ulangi suatu saat bisa berdiskusi.”

Pepo tidak mau sakit sendiri, Kak Emma. Pepo malah sengaja meletakkan MA sebagai pihak yang salah dalam bersaksi. Stres dia, Kak Emma!

Bahkan, Pepo itu bilang pengin ketemu Kak Joko. Katanya mau curhat dan blak-blakan. Saya bilang, kenapa nggak curhat sama Kak Emma aja? Pepo bilangnya, enggak mau, Kak! Soalnya, kalau curhat sama Kak Emma cuma dapat pisang, tapi kalau sama Kak Joko bisa dapet sepeda, katanya gitu!

Kalau saya jadi Paspampresnya Kak Joko, saya kasih deh kesempatan bertemu Kak Joko secepatnya. Segera, kalau perlu!

Tapi, Pepo kudu jawab password dari tantangan ini dulu:

Coba sebutkan 5 Menteri jaman Pepo yang terlibat skandal korupsi!
Coba sebutkan 5 kader Demokrat yang ditangkap karena korupsi!
Coba ngomong “Uvuvwevwevwe onyetenyevwe ugwemubwem ossas” tanpa teks!
Coba sebutkan 5 acara pribadi Pepo yang pakai duit negara!
Coba ngomong “Tongkol” 10 kali nggak boleh salah!
Hayo, bisa nggak? Paling keselek duluan kalo suruh jawab ini. Kalo nggak bisa jawab password itu, sebagai Paspampres, saya nggak ijinin ketemu Kak Joko, sampai kapanpun!

Ngakunya sahabatan sama Kak Joko. Idiiih! Kalau emang sahabat, telpon aja keuleus, minta ketemu. Gampang! Itu bedanya antara sahabat beneran sama ngaku-ngaku “sahabatan!”

Saya bilang gini, Kak Emma. Siapapun itu, mau itu rakyat kek, Kak Joko kek, Koh Ahok kek, Tokek kek, tidak ada niat untuk memberi stress pada Pepo. Dia sendiri yang stress dengan membuka aib dan rahasianya sendiri ke publik, Kak Emma. Berkali-kali, benerrr!

Pernah dia nuduh ada intelijen error soal informasi penyandang dana demonstrasi. Dia berusaha mengidentifikasi dan menyimpulkan bagaimana informasi ini bisa diperolehnya. Lucunya, tidak pernah ada ada statement resmi ke publikdari badan pemerintah yang mengatakan bahwa Pepo ini terlibat dalam demo.

Yang muncul adalah simbol-simbol politis dan membuat orang berpikir mengenai keterlibatan Pepo. Paling banter yang viral adalah prediksi para ahli bukan-bukan seperti Denny Siregar, Aliffurahman, dan Kang Hasan. Siapa mereka? Bukan BIN. Hanya penulis populer yang suka berpikir liar dan aneh-aneh. Justru dengan kalimatnya waktu itu, Pepo sedang menyatakan diri bahwa ia memang dicurigai intelejen. Haduh, kayak keselek sendok saya, Kak Emma! Gampang banget kepancing, si Pepo ini.

Sekarang lagi, Kak Emma! Nggak ada yang bilang sadapan atau transkrip. Eh, malah nuduh-nuduh dia disadap. Padahal kan, bukti itu bisa macam-macam. Bisa bukti dari pemberitaan media massa kayak di Tempo dan Liputan 6. Bisa juga bukti kesaksian staf MA yang mungkin mendengar pembicaraan Pepo dan MA.

Siapa tahu juga, itu telepon di“Loud Speaker” jadi semua pada denger Pepo ngomong apa ke MA. Hayo?! Itu pinter-pinter staf-nya MA aja kali, Kak Emma. Mereka mungkin aja tahu semua pembicaraannya. Lagian, kenapa juga Pepo nggak tanya dulu ke MA waktu nelpon itu ada siapa aja? Salah sendiri teledor.

Pengacara Koh Ahok ini kayak berusaha mancing Ikan Tongkol, eh, malah dapat Ikan Paus! Duh, Pepo, kenapa gampang terpancing?

Tapi, Kak, sudah digempur habis-habisan itu Si Pepo. Semua orang tahu ini demi ambisinya biar Si Mas Apung bisa menang. Pepo yang berbuat sendiri, Pepo yang merasa diteror, terus Pepo sendiri yang merasa didzolimi. Ini lucu, sampai bikin perut sakit karena ketawa, Kak Emma!

Saya dan jutaan mantan pemilih SBY di seluruh Indonesia ini sudah cukup sabar, Kak Emma. Pepo punya kelakuan sudah keterlaluan, saya bilang! Kami, yang pernah memilih Pepo ini, dianggap apa? Gilak!

Kami malu, kak Emma! Kami malu karena pernah memilih pemimpin yang ababil kayak begini. Ingat ya, pemimpin bisa tumbang karena dihancurkan oleh konstituennya sendiri!

Jangan sampai mantan pemilih Pepo ini bikin hashtag #MaafkankamiIndonesia, karena pernah memilih Pepo. Enough is enough, Pepo! Saya gituin.

Kami semua yang pernah milih Pepo, yang dibangga-banggakan sama Pepo selama 10 tahun, bisa ngamuk-ngamuk, Kak Emma. Kecewa berat karena tahu bahwa Pepo itu ternyata childish! Tepat, seperti kata Almarhum Taufik Kiemas dulu.

Kami ini sebagai rakyat, cuma tahu luarnya aja! Badannya besar, ganteng, rapi, berwibawa tapi nyalinya kecil dan gampang kepancing.

Saya lawan, Kak Emma!

Jangan dicampur-aduk antara menjadi negarawan dengan urusan harta, tahta, dan pilkada! Saya ngamuk-ngamuk, Kak! Masuk jin kali, Kak Emma.

Selama ini, saya mau tanya sama Pepo, ya. Pepo kan lihat, Pepo punya mata kan? Rakyat itu pinter, Pep. Kami nggak bisa dibohongi PAKAI tuduhan penyadapan. Kami nggak bisa dibohongi PAKAI pencitraan lagi, macam-macam. Semua ini dilakukan Pepo karena urusan politik saja. Sampai-sampai memprovokasi dan meletakkan kedamaian dalam kebhinekaan di titik kritis.

Keterlaluan, Kak Emma! Kami kecewa, Kak!

Sungguh T-E-R-L-A-L-U.

Dulu, Pepo pernah bilang, “Unjuk rasa bukan kejahatan politik” bahkan diulang sampai dua kali. Lebaran kuda pun disinggung untuk memecah suasana yang tegang waktu itu. Politis banget, Kak Emma, karena sedang menyinggung pertemuan “tumben” antara Kak Joko dan Mas Wowo. Dengan kata lain, Pepo seolah mengancam, “Bahkan mereka maaf-maafan naik kuda seperti lebaran pun, demonstrasi ini akan tetap ada.” Kenapa Pepo bisa yakin demonstrasi ini akan terus ada? Tahu darimana? Jangan-jangan…Get it, Kak Emma? Ganjil banget kan, Si Pepo ini?

Saya dan jutaan mantan pemilih Pepo yang dulu membawa Pepo jaya selama 10 tahun tidak ada niat mengancam atau menekan Pepo. Tapi, perbuatan Pepo yang membuat kami berteriak-teriak seperti ini! Pepo pikir kami ini rakyat sembarangan yang bisa dibodohi??

Kami tidak rela, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, atau Pancasila dirobek-robek dan dipermainkan oleh Pepo dengan menggunakan pion-pion berpisang hanya untuk memenangkan Mas Apung, Kak Emma! Kami bisa berteriak!

Kami muak dan kami mau muntah melihat kemunafikan yang ditampilkan di muka umum!

Yang jelas, sekarang ini, kami sudah keluarkan mantra “Expeliarmus!” Biar perkataan Pepo mental jauh dan nggak ngefek lagi buat kami, rakyat yang dianggap blo’on sama Pepo.

Cukup, Pepo! Enough is enough! Bermainlah dengan adil. Bersikaplah dengan dewasa! Cup, cup, cup, please jangan baper lagi!


@desideria c murti



Tragis, Ahok Menjadi Satu-Satunya Pilihan Pro Kebhinekaan di Pilkada DKI 2017

DUNIA HAWA - Setelah proses kampanye yang melelahkan batin dan emosi bangsa, maka Pilkada DKI 2017 tinggal menyisakan Ahok-Djarot sebagai satu-satunya pilihan bagi yang pro kebhinekaan. Sentimen SARA yang dihembuskan keras sejak demo 411, dan 212 terus bergulir sampai isu Ulama telah membawa Pilkada DKI 2017 ke level terendah secara moral kebangsaan.


Awalnya, Agus-Ahok-Anies mewakili pemimpin-pemimpin muda yang bisa memberikan kebaruan-kebaruan dalam ide, gagasan, strategi, sampai ke program-program. Tapi apa lacur, rupa-rupanya SBY dan Prabowo dua tokoh utama penggerak Agus dan Anies memiliki skenario lain.

Kasus buka-bukaan SBY soal telpon ke ketua MUI telah menggerus elektabilitas AHY sampai kebuncit. Dan dengan sigapnya, Prabowo melihat ini sebuah kesempatan. Tanpa malu lagi, seperti anak kecil yang sudah ngebet es krim, Prabowo dalam kampanyenya mengatakan:

Saudara-saudara, kalau kalian ingin saya jadi presiden 2019, Anies-Sandi gubernur DKI, betul? Di 2019, kalian harus kerja keras, kalian juga harus kerja keras di Februari 2017, jangan di sini teriak-teriak.

Pernyataan yang secara lugas memperlihatkan ambisi yang sangat besar. Bukan sesuatu yang melanggar hukum, tapi secara etika, moral, dan akal sehat sangat mengganggu kebatinan para pendukung NKRI dan Kebhinekaan.

Karena ambisi yang sangat besar itu maka AGAMA telah digunakan untuk memenuhi target dan cita-cita akan kekuasaan. Lupa bahwa posisi dan kekuasaan adalah amanah, milik Tuhan.

Emmy Hafild seorang aktifis sosial, politik, dan lingkungan hidup menulis dengan apik kritikan terhadap teman-temannya  Rocky Gerung, Rachlan Nashidiq, Bambang Widjojanto, Edriana Noerdin yang telah menjadi pendukung paslon 1 dan 3.

Emmy pada dasarnya menyayangkan para aktifis yang dahulunya memperjuangkan NKRI yang Bhinneka tapi sekarang menggunakan isu sektarian untuk mengelabuhi masyarakat DKI.

"Dengan diam terhadap apa yang sedang terjadi saat ini terhadap Ahok, kalian menghianati perjuangan kita dan mempunyai andil yang besar terhadap upaya penghancuran fondasi kebangsaan negeri ini."

"Tidak usah mengelabui warga DKI dengan mengatakan kandidat yang telah kalian dukung tidak pernah mengucapkan hal-hal yang bersifat sektarianisme, karena semua itu sangat gamblang terjadi di depan mata kita semua. Mendiamkan apalagi mengambil untung dari penggorengan issu itu di publik sama bersalahnya dengan mengucapkan kata-kata tersebut langsung dari mulut kandidat yang kalian dukung."

Kalimat keras dari Emmy memang mewakili kita semua yang memperjuangkan nasionalisme lepas dari unsur SARA. Bahkan tanpa merasa berdosa, di web resminya, tim Anies-Sandi beralibi bahwa 80% masyrakat DKI menghendaki dari mayoritas, yaitu orang Islam.

Pernyataan yang sangat menyakitkan relawan-relawan seperjuangan yang sedang membangun tenun kebangsaan yang sepakat bahwa di NKRI tidak ada kata mayoritas ataupun minoritas, semua adalah WNI. Terasa bahwa selama ini terjadi pembodohan yang masif yang intinya kalau mencari suara kita nasionalis (agama apapun), kalau memilih pemimpin harus Islam.

Kalau sejak awal menyatakan bahwa pemimpin harus Islam, tentunya itu suatu pilihan yang harus dihargai, tapi ketika di awal mengatakan “agama apapun boleh”, “tidak ada mayoritas dan minoritas”, “kita semua satu bangsa”, kemudian tiba-tiba berbalik mengatakan “harus Islam”, “harus mayoritas”, “kita adalah satu iman”, bukankah ini sebuah kemunafikan yang sudah keterlaluan?

Harus diingat, isi ini tidak akan berhenti di 15 Februari 2017, Prabowo sudah membuka pintu perang politik 2019, dan dari pidatonya dan manuver Anies-Sandi jelas dia akan tetap menggoreng isu SARA. Apalagi kalau Jokowi memilih pasangan yang moderat atau bahkan non-muslim. Kegilaan Pilpres 2019 bisa melebihi 2014.

Harus diingat bahwa munculnya Nasionalis vs Agama ini dimulai di Pilkada DKI 2012, dan mengerucut di 2014 dan terus dilestarikan oleh kelompok KMP (yang sudah bubar) sampai sekarang. Artinya, sebenarnya oknum intelektual hanya itu-itu saja, tapi karena mereka masih in position, maka pemain-pemain baru seperti Anies-Sandi, dan AHY menjadi pion-pion yang tidak lagi menjadi calon pemimpin yang bisa diharapkan untuk membuat perubahan (dalam posisi ini).

Satu hal yang perlu di-highlight. Sebagai orang gereja, saya bisa memberi kesaksian bahwa Ahok selama kampanye ini tidak blusukan ke gereja-gereja dan kemudian memberikan tausiyah kristen dan mencari suara di ceruk-ceruk kristen.

Ahok tidak pernah mencoba mengklarifikasi dia bukan liberal, injili, karismatik, katolik, ataupun protestan. Bahkan terasa sekali ada jarak antara gereja dan Ahok. Meskipun Ahok sesekali terlihat diundang dalam forum diskusi tentang nasionalisme dan kristen, tapi terlihat jelas Ahok TIDAK PERNAH menggunakan sentimen agama untuk mencari suara.

Saya sangat menghargai itu. Apabila Ahok kemimbar-mimbar gereja meminta dukungan, saya jadi orang didepan yang akan menentang Ahok. Dan, puji Tuhan, Ahok tidak mengkhamiri mimbar dengan politik, dan justru dengan kemurnian Ahok itu, dukungan Ahok dari warga gereja bisa maksimal. Bukan karena Ahok kristen, tapi karena Ahok bekerja dengan bersih, transparan, dan profesional. Catat itu!

Sebagai kesimpulan, Ahok menjadi paslon yang satu-satunya mengusung kebhinekaan, yang lain hanya menggunakan isu kesatuan untuk meraup suara.  Bagi yang pro kebhinekaan, NKRI yang murni, dan Pancasila yang bukan piagam Jakarta, maka seakan-akan malah “dipaksa” milih Ahok. Tidak ada pilihan lain.

Pendekar Solo

@hanny setiawan


FPI, PKS dan Muslim Moderat

DUNIA HAWA - Minggu pagi seorang teman whatsapp saya. "Jakarta banyak bus berbendera PKS. Kayaknya mereka mau kumpul di tempat Anies Sandi kampanye.."


Ah, iya.. hampir terlupa oleh saya bahwa Anies didukung oleh PKS. PKS selama ini entah kenapa seperti menghilang di dunia pemberitaan. Agak beda pengurus PKS kali ini dgn masa Anis Matta memimpin yang sangat militan.

Berdasarkan informasi yang saya dapat dari katadata, jumlah penduduk muslim di Jakarta mencapai 8,3 juta orang. Jika asumsi penduduk DKI 10 juta, maka penduduk muslim mencapai 83 persen.

Ini angka yang seksi untuk diperebutkan dalam pilkada DKI. Karena itulah banyak yang memakai jargon Islam sebagai dagangannya.

Kalau melihat petanya, muslim yang tergabung dalam organisasi garis keras di Jakarta seperti FPI, HTI, MIUMI dan lainnya bisa dibilang bergabung di kelompok Agus.

Ini tidak lepas dari peran SBY selama 10 tahun menjadi Presiden yang membiarkan -mungkin bisa dibilang memelihara- mereka, sehingga mereka tumbuh subur di Indonesia. Dan ini saatnya membalas jasa, karena mereka hidup tenang dan berkembang di masa autopilot itu.

Warga Muhammadiyah kemungkinan juga akan berada di pihak Agus, karena peran Hatta Rajasa sebagai besan SBY yang kuat sehingga PAN menjadi bagian dari koalisi. Sebagian warga NU yang tergabung di PKB juga akan memilih Agus.

Sedangkan warga PKS jelas akan memilih Anies. Warga PKS terkenal militan juga dan akan mengikuti apa kata partai. Anies juga akan didukung oleh sebagian muslim moderat yang kepincut oleh gaya terpelajarnya dan karena -masih- sesama muslim.

Sedangkan Ahok akan didukung oleh sebagian besar muslim moderat yang tidak melihat agama sebagai satu poin dalam memimpin Jakarta. Mereka hanya melihat bukti kerja Ahok selama ini yang memang terlihat dan terasa. Muslim moderat juga memilih Ahok karena ini bagian perlawanan terhadap muslim konservatif.

Muslim moderat Jakarta terbanyak adalah mereka yang menjadikan agama sebagai urusan keTuhanan saja, bukan dalam rangka memilih Gubernur DKI. Kecuali yang terjebak sebagai petugas partai seperti kang Ulil.

Sedangkan warga NU yang terkenal moderat kemungkinan besar akan memilih Ahok. Mereka menerima gaya kepemimpinan Ahok sebagai satu acuan dalam memimpin wilayah. Gus Nuril adalah tokoh muslim moderat dari NU yang berseberangan dgn muslim konservatif seperti FPI.

Dengan terpecahnya kalangan muslim dalam pilgub DKI ini, tidak ada paslon yang berani mengatakan bahwa mereka menguasai "suara Islam" secara keseluruhan. Tidak seperti daerah lain yang cenderung homogen sehingga memilih pemimpin daerah berdasarkan ""apa agamanya".

Ini sebagai analisa saja bukan acuan.

Tinggal milih yang mana yang sesuai selera. Kalau agak radikal, pilih FPI. Kalau cenderung oportunis, silahkan pilih PKS. Kalau asyik2 aja kayak gua, pilih Ahok... Seruput

@denny siregar


SBY Dan Prabowo Serukan “Selamatkan Jakarta”, Jakarta Baik-Baik Saja Kok

DUNIA HAWA - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dalam dalam pidatonya pada kampanye akbar yang berlangsung di GOR Soemantri Brodjonegoro, Jakarta Selatan, Minggu (29/1/2017), menyatakan, bahwa Jakarta harus direbut untuk menyelamatkan Indonesia. Prabowo menjanjikan pasangan Anies-Sandi membawa perubahan dan memperbaiki Jakarta.


Selama ini, Prabowo menjelaskan, banyak orang baik yang diam dan justru berkuasa adalah orang yang tidak baik. Menurutnya, ada sejumlah hal yang menjadi pembeda antara pasangan Anies-Sandi dengan kandidat lainnya.

“Kita akan menyambut kebangkitan bangsa. Kita lawan korupsi, kita akan bangkit, dan jangan lupa menangkan Anies-Sandi, kau menangkan Anies-Sandi, rebut Jakarta, selamatkan Indonesia,” kata Prabowo di lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu 5 Februari 2017.

Pernyataan Prabowo ini agak membingunkan saya. Apakah yang sedang terjadi di Indonesia sehingga Jakarta harus direbut?? Jakarta baik-baik saja dan sedang menuju perubahan menjadi Jakarta Baru yang memanusiakan manusia dan menjadikan kotanya lebih beradab. Jakarta Baru dimulai sejak 2012 dan diharapkan akan dilanjutkan Ahok sampai 2022. Waktu yang cukup untuk memperbaiki jakarta.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski dengan kalimat yang berbeda, pernyataan SBY punya maknsa yang sama dengan Prabowo. SBY dengan kalimatnya yang khas menyebutkan bahwa Jakarta sedang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Pernyataan ini disampaikan SBY saat menghadiri apel siaga calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni di GOR Ciracas, Jakarta Timur. Dalam kesempatan itu, dia meminta para pendukung untuk mengajak warga menghentikan carut marut yang terjadi di Jakarta.

“Sampaikan pada saudara kita di Jakarta. Hentikan situasi Jakarta yang tidak karu-karuan ini. Mari kita bersatu untuk itu,” tutur SBY di Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (4/2/2017).

“Mengapa kali ini saya turun gelanggang? Karena saya melihat situasi yang memprihatinkan. Situasi Jakarta dan situasi Tanah Air kita. Oleh karena itu saya tidak berpanjang lebar. Kami ingin Jakarta di masa depan makin baik, makin maju, tidak terus goncang seperti sekarang ini,” jelas dia.

Tidak bisa saya pahami mengapa SBY menyatakan bahwa Jakarta dalam kondisi memprihatinkan dan tidak karuan. Padahal kalau ditelisik lebih dalam, Jakarta menjadi seperti saat ini bukanlah karena kepemimpinan Ahok, melainkan karena ulah politik para pesaing Ahok.

Hal ini sangat jelas bisa kita lihat dari perjalanan Pilkada DKI Jakarta. Kondisi yang memprihatinkan dan tidak karuan ini karena pergerakan FPI yang membungkus diri dengan nama GNPF MUI. Pergerakan mereka dimulai dengan menggoreng isu surat Al Maidah 51 yang disampaiakn Ahok. Pemicu awalnya adalah Buni Yani yang mengompori dan melakukan provokasi. MUI pun terlibat dengan mengeluarkan pendapat keagamaan tanpa Tabayyun.

Kalau diamati, mereka ini semua berafiliasi dengan lawan Ahok pada Pilkada kali ini. Para aktor politik di dalamnya adalah lawan politik Ahok yang terdjolimi oleh kebijakan Ahok yang menutup Kalijodo, Tranparansi anggaran, Pokir yang dihilangkan, dan sumbangan ke ormas-ormas tidak jelas. Semua bersatu dan melawan Ahok.

Prabowo dan SBY meski tidak terlibat secara langsung, terindikasi juga terkait dengan kekacauan dan tidak karuannya Jakarta dan bahkan merembes ke Indonesia. Kalau Prabowo jelas kaitannya dengan nama Fadli Zon yang manuver politiknya terlihat jelas pada aksi 411. Pada aksi 212 tidak tampak karena adanya pergerakan pihak Kepolisian mencegah makar.

SBY sendiri manuvernya jelas sangat nyata. Melakukan konpres sebelum aksi 411 dan memprovokasi agar kasus Ahok dipercepat jelas membuktikan SBY terkait dalam tidak karuannya Jakarta. Bukannya menenangkan, SBY malah memperkeruh suasana. Tidak lupa juga menembak Jokowi dalam konpresnya.

Lalu bagaimanakah sebenarnya kondisi Jakarta?? Kalau melihat kondisi realnya, maka Jakarta baik-baik saja. Yang membuat tidak bai dan tidak karuan adalah FPIers yang selalu datang bergerombolan kemana saja. Sidang Ahok, bergerombol. Rizieq diperiksa bergerombol. Cuman saat Rizieq chat saja yang tidak bergerombol. Hehehe..

Ini adalah beberapa fakta Jakarta saat ini baik-baik saja dan semakin manusiawi.

1. Banjir tidak lagi parah.


Tidak banyak lagi kita lihat daerah Jakarta yang banjir parah. Meski masih ada genangan, Ahok sudah mempersiapkan PPSU untuk segera menyurutkannya. Ada target waktu untuk menyurutkan genangan sehingga genangan tidak mengganggu aktivitas warga.

Dalam kunjungannya ke wilayah Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur. Ahok menyempatkan diri melihat lokasi yang masih banjir. Meski lokasi ini masih banjir, Warga menyatakan sudah lebih baik daripada tahun sebelumnya.

“Di sini masih banjir, Pak. Yang paling parah 2 tahun lalu. Kalau sekarang sudah mendingan, tapi masih banjir,” kata warga kepada Ahok di lokasi blusukan, Senin (16/1/2017).

Menurut Ahok, permasalahan di wilayah tersebut adalah proses normalisasi Kali Cipinang yang belum selesai. Ahok pun berjanji akan segera menyelesaikan normalisasi agar banjir tidak terjadi lagi.

“Ini masalahnya normalisasi (Kali) Cipinang belum selesai semua. Nanti akan segera saya selesaikan waktu saya masuk lagi,” ujar Ahok berjanji kepada warga.

Ada juga seorang warga bernama Hindarti, yang mengapresiasi kinerja Ahok sebagai gubernur. Hindarti menceritakan, sekolahnya, SMA Negeri 8 Bukit Duri, sudah tidak terendam banji.

“Saya terima kasih karena membuat SMA 8 Bukit Duri tidak banjir lagi. Ini terjadi sejak Pak Basuki naik (jadi gubernur). Padahal dulu banjir sampai lantai dua,” kata Hindarti.

2. Sungai mulai bersih.


Dulu saya berpikir Jakarta tidak akan pernah bersih sungainya. Saya juga berpikir tidak akan ada yang berani menggusur warga dari daerah pinggiran sungai yang merupakan daerah sempadan dan harus steril dari bangunan. Jokowi-Ahok datang dan sungai akhirnya dinormalisasi serta warga disana digusur ke tempat yang lebih beradab.

Sungai bersih terealisasi karena pihaknya saat ini memiliki para petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), di mana pihaknya juga memiliki Unit Pelaksana (UP) Badan Air yang memantaunya terus.

“Saya bikin sistem, semua sungai berjarak, kami gunakan smart city. Saya tahu persis sungai ini kalau kotor siapa yang tanggung jawab? Jadi beda, JEDI itu untuk normalisasi sungai,” kata Ahok.

Bahkan saking identiknya sungai Jakarta bersih karena Ahok, search engine Google mengoreksi “sungai bersih karena Foke” langsung bawahnya ada tulisan “Did you mean sungai bersih karena Ahok?. saya yakin warga Jakarta juga merasakan perubahan yang baik ini.

3. Pelayanan Birokrasi yang semakin baik.


Jakarta pelayanan birokrasinya semakin baik. Bukan hanya pelayanan kepada warga, kepada pihak pengusaha juga ditingkatkan percepatan pelayanannya. Hal ini sangat dirasakan oleh warga yang mengurus administrasi semakin cepat dan bebas pungli.

Hal ini memang menjadi target Ahok supaya pelayanan kepada warga semakin baik. Bagi Ahok, rakyat adalah tuan yang harus dilayani dengan baik. Ketahuan pungli maka siap-siap dipecat. Karena Ahok sudah mensejahterakan birokrat, maka melakukan pemecatan karena pungli adalah konsekuensi yang wajar.

Djarot Saiful Hidayat, pasangan Ahok, memastikan sudah tidak ada pungutan liar di pemerintahan Provinsi DKI Jakarta saat mereka memimpin. Ketika birokrasi dan sumber daya sudah dibenahi, maka ada harapan pekerjaan rumah di DKI cepat diselesaikan.

“Coba dilihat apakah ada lagi pungutan liar? Mereka warga sudah percaya pemerintahan Basuki-Djarot sudah terbukti,” tegas Djarot.

4. Menyediakan tranportasi massal yang nyaman demi mengatasi macet.


Ahok sudah mengeksekusi proyek MRT dan LRT yang akan digunakan nanti untuk mengatasi macet. Transportasi massal tersebut akan membuat Jakarta sejajar dengan Singapura dan daerah padat penduduk lainnya di dunia yang memiliki MRT dan LRT. Hal ini akan menjadi solusi mengatasi macet.

Warga diminta sabar karena pembangunan tersebut membutuhkan waktu. Jika sudah selesai, maka kemacetan Jakarta akan bisa diurai karena semakin banyak yang beralih ke transportasi massal.

Calon gubernur DKI Jakarta petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), meminta warga bersabar menghadapi kemacetan Ibu Kota. Bahkan, Ahok mengibaratkan kemacetan sementara tersebut seperti proses perempuan melahirkan.

“Ini kan seperti Ibu yang lagi proses melahirkan, sakit kan Bu? Tetapi setelah bayinya keluar, saking senangnya, lupa sakitnya. Seperti itu Ibu. Saya kira, sabar saja dulu. Saya juga sabar macet terus,” kata Ahok, di Rumah Lembang, Jakarta Pusat, Jumat (25/11/2016).

Selain itu juga Ahok menyediakan 77 trayek baru bus transjakarta dengan bus-bus baru. Proses agak lama karena Ahok ingin pengadaan bus dilakukan oleh karoseri di Indonesia.

“Selain itu, kita juga akan menambah 77 trayek baru bus transjakarta,” ujar Ahok dalam Debat Cagub DKI 2017 putaran kedua di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017) malam.

Saya yakin, kalau mau menambahkan, setiap warga tidak akan kesulitan memberikan perbaikan dan perubahan apa saja yang telah dilakukan Ahok. Jakarta sudah semakin baik karena era Jakarta Baru yang diusung Jokowi-Ahok. Tidak karuannya Jakarta jelas adalah karena manuver aktor politik yang erat kaitannya dengan para pesaing politik.

Jadi, kalau ada yang mengatakan Jakarta tidak karuan dan memprihatinkan, mungkin dia bukan warga Jakarta. Mungkin dia adalah warga Cikeas dan Hambalang yang tidak masuk Jakarta. Jakarta mau semakin baik, serahkan sama ahlinya. Siapa lagi kalau bukan Ahok.

Salam Ahok

@palti hutabarat


Khotbah dan Ceramah yang Bikin Resah

DUNIA HAWA - Entah kenapa akhir-akhir ini khotbah dan ceramah yang biasanya diperdengarkan di masjid membuat banyak masyarakat merasa resah. Alih-alih masuk masjid untuk beribadah, tapi hati dan pikiran malah makin gundah. Para jamaah yang datang dengan niat tulus untuk salat Jumat harus kecewa, karena sang khotib berceramah penuh caci dan fitnah.


Islam yang dulunya diajarkan dengan ramah, kini penuh amarah. Ustaz dan kyai bersahaja digantikan oleh mereka yang berjanggut dan jidat hitam di kepala. Maulidan, yasinan, tahlilan, bidah, katanya.  Bedug, wayang, gamelan, haram, meskipun tak ada dalilnya.

Begitulah, rumah Tuhan yang indah nan megah telah dikuasai oleh orang yang merasa paling nyunnah, sehingga membuat orang yang ingin memasuki rumah-Nya merasa tidak nyaman dan kurang betah.

Ya benar, ternyata ceramah dan khutbah yang berisi ideologi Wahabi kini telah menyebar ke masjid perkantoran, hingga kompleks perumahan.

Jika dulu paham Wahabi-Salafi yang bersemayam dalam tubuh PKS itu gencar diajarkan dalam kelompok tarbiyah saja, kini mulai merambah ke masjid bahkan musala, baik di kota maupun di desa.  

Memang diakui, mereka lihai mempengaruhi pihak DKM masjid setempat, lalu kemudian secara perlahan mengambil alih masjid tersebut. Target mereka adalah menyebarkan ideologi  melalui khotbah, kultum, dan cermah saat pengajian harian, mingguan atau bulanan, bahkan saat kegiatan hari besar keagamaan.

Bagaimana cara kerja mereka?


Awalnya mereka melakukan pendekatan kepada pihak masjid, mulai dari menjadi muazin dan imam secara sukarela bahkan bersih-bersih masjid. Mereka bahkan sengaja mencari kontrakan yang dekat dengan masjid agar tiap saat bisa menjadi imam dan memberi kultum setelah salat.

Kultum itu berisi ideologi mereka, tentang khilafah islamiyah, menyesatkan kelompok Syiah, menyerang bahkan memfitnah ulama-ulama yang berseberangan paham dengan menuduhnya sebagai kelompok liberal.

Mereka juga sering membidahkan kultur budaya keislaman yang biasa dilakukan oleh NU, misalnya pembacaan barzanji, maulidan, tahlilan, dan ziarah kubur.

Kelompok radikal ini pula yang membuat fatwa sendiri dengan mengharamkan segala perangkat yang dulu digunakan oleh wali songo untuk mensyiarkan Islam, misalnya wayang, gamelan, bedug, dan sebagainya.

Dalam pengajian masyarakat, mereka juga seringkali menyinggung kebijakan pemerintah yang dianggap zalim dan berusaha meracuni para jamaah untuk melawan pemerintah.

Tema-tema saat pengajian pun biasanya yang sering dibahas adalah perjuangan rakyat Palestina dan Suriah, kekejaman Israel dan orang-orang Yahudi, gerakan untuk memboikot produk Amerika.

Mereka juga sangat memuji negara Saudi yang notabene adalah negara tumbuhnya paham Wahabi atau Presiden Turki, Erdogan, yang katanya anti Yahudi dan sangat memperjuangkan Islam.

Saat khotbah pun yang dibahas bukanlah masalah akhlak atau kebhinnekaan yang seharusnya perlu dibahas menjelang salat Jumat. Tema kejujuran misalnya, harusnya yang lebih penting untuk diingatkan karena mayoritas jamaah Jumat adalah mereka yang bekerja.

Atau jika masjid tersebut berada di perumahan, harusnya sang khotib membahas tema keberagaman, yang saat ini mulai terkikis, sehingga tidak ada clash di kehidupan bermasyarakat.

Belakangan ini, suasana menjelang pilkada yang sangat panas rupanya juga dimanfaatkan oleh kelompok radikal ini. Mereka memanfaatkan moment tersebut dengan menjejalkan ideologinya pada masyarakat dengan menyatakan untuk tidak memilih pemimpin non-Muslim.

Tak jarang sang ustaz blak-blakan berkampanye untuk melilih salah satu kandidat mereka. Ya, ustaz-ustaz ini memang sengaja menggunakan masjid sebagai sarana politik. Maka tak heran, Gus Mus pernah berkata: "Gusti Allah kok diajak kampanye?"

Tema-tema seperti ini jika dibiarkan, sedikit demi sedikit akan meracuni pemikiran para jamaah, apalagi mereka yang merasa pengetahuan agamanya kurang dan berusaha untuk belajar dari masjid, maka tak ayal pengetahuan yang didapat hanya dari satu sumber.

Akibatnya, pemahaman agama jamaah masjid sebatas apa yang diajarkan oleh si penceramah, dan buruknya pengaruh paham radikal semakin menguat.

Jika kita telusuri rekam pendidikan sang ustaz, mereka bukanlah orang yang benar-benar paham agama. Hanya berbekal hafalan beberapa ayat Quran dan hadis saja, mereka dengan percaya diri menyesatkan pemahaman di luar ideologi mereka.

Tak  jarang mereka memelintir ayat Quran dan hadis hanya dilihat dari terjemahnnya saja, tanpa membaca asbabun nuzul dan asbabul wurudnya.  

Kemampuan berceramah para ustaz abal-abal ini tidak dibekali oleh ilmu tafsir, ilmu nahwu dan saraf, dan ilmu balaghah, yang merupakan komponen yang harus dipelajari ketika seseorang ingin memahami Quran dengan benar.

Tak jarang, hanya berbekal informasi dari situs-situ Wahabi saja, mereka bahkan menyebar berita hoax saat pengajian. Maka bisa ditebak, jika ada suatu permasalahan seperti halnya kasus yang menimpa Ahok tentang penistaan agama, mereka tak langsung mencari kebenarannya melalui beragam tafsir Quran.

Para da’i kemaren sore ini lantas hanya membaca terjemahan tanpa membandingkannya dengan terjemahan dari bahasa lain, cepat menyalahkan, dan akhirnya yang paling gencar mengajak masyarakat untuk demo Islam. Tentu yang dimaksud adalah demo untuk Islam versi mereka, yaitu Wahabi atau PKS yang sarat dengan bau politik.

Demikian bahayanya gerakan Wahabi ini. Bahkan sesepuh NU, Kyai hasyim Muzadi pernah mengatakan: “Banyak masjid dan musala NU yang direbut mereka. Istilahnya, mereka tidak bisa membangun masjid sendiri, bisanya cuma merebut masjid milik orang lain. Ingin enaknya sendiri.” (Sumber: nu.or.id, 4 juni 2007).  

Hal ini tentu harus menjadi perhatian warga NU. Jika gerakan radikalisme tak mau tersebar luas, maka diperlukan peran aktif warga Nahdliyyin. Rebut kembali masjid dari tangan Wahabi/PKS.

Isi kembali masjid dengan kegiatan keagamaan dan sosial, seperti acara maulidan, sholawatan, pembacaan barzanji, dan lainnya. Para kiai yang biasanya hanya aktif di kompleks pesantrennya sendiri, maka saat ini harus lebih memperhatikan masjid di daerah sekitarnya, kalau perlu ikut menjadi bagian pengurusan DKM.

Oleh karena itu saya berharap sertifikat dai yang rencanya akan dikeluarkan oleh Kementerin Agama akan sangat efektif mengebiri ustaz atau dai berpaham radikal. Karena jika dibiarkan, ceramah provokatif itu akan merusak ketahanan bangsa dan bisa memunculkan embrio terorisme.

Memang, ada pihak yang sangat keras menolak upaya kemenag ini, sebab jika kebijakan ini terlaksana upaya wahabisasi di Indoenesia akan terkendala.

Dan saya sangat berharap pihak Kemenag tak terpengaruh oleh penolakan-penolakan tersebut, demi tercapainya keutuhan bangsa dan tegaknya Islam rahmatan lil-alamin.

@anisatul fadhilah



GMNI Bukan PKI Melawan Pembelokan Sejarah

DUNIA HAWA - Peristiwa kejahatan terhadap sejarah di negeri ini masih sangat membekas dan mensistematis dalam pikiran hingga ke generasi milenial. Peristiwa G 30 S PKI salah satunya atau sematan pada usaha-usaha inkonstitusional yang dilakukan oleh kelompok radikal komunisme menjungkalkan Presiden Sukarno dari tampuk kekuasaan. Namun sangat disayangkan ini hanya sebuah tendesius yang terlalu keliru terhadap PKI sebagai terdakwa kala itu.


Sekilas untuk dibandingkan bahwasannya PKI bisa jadi hanya bentuk ketakutan rezim selanjutnya karena dominasi pengaruh mereka pada lapisan bawah yang sangat membasis atau mungkin bentuk kedengkian mereka. Rasionalnya, PKI yang mempropagandakan Komunisme adalah salah satu bagian dari manifesto politik Bung Karno yakni Nasionalisme, Agama, dan Komunisme seolah melakukan serangan dari belakang. Ini tidak mungkin terjadi begitu cepatnya, ada komunikasi politik pastinya memastikan kekuatan kolektif kolegial untuk siap melakukan kudeta namun PKI hanya berdiri sendiri. Bahkan penyerangan lebih besar lagi dengan membanting mereka melalui Ketetapan MPRS saat itu.

Tidak bermaksud provokatif hanya sebuah nostalgia saja jika pada saat ini PKI sangat diidentikan dengan kelompok-kelompok yang jelas berideologi kiri misalnya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang memiliki adopsi Marhaenisme sebagai perwujudan Marxisme Indonesia kadang kala dipelintir menjadi Komunisme. Hal ini bisa jadi kekeliruan dalam menafsirkan ideologi kiri maupun kanan. Marhaenisme yang melekat pada GmnI secara substansi memiliki perbedaan yang fundamental.

Marhaenisme adalah wujud perjuangan terhadap kelas buruh melarat, tani melarat dan kaum miskin lainnya juga menyeleraskan pergerakan pada Sosiodemokrasi, Sosionasionalisme dan Ketuhanan dan sangat kontradiktif dengan Komunisme yang hanya memandang perjuangan kelas dengan cara mendominasi pemerintahan untuk kepentingan negara yang otokrat dan menghilangkan nilai Ketuhanan. Jelas ini yang menjadi dasar berpikir ketika Marhaenisme yang mengideologi kedalam organisasi GMNI adalah sangat kontradiktif dengan pemahaman eksklusif anti PKI.

Kekeliruan ini muncul mungkin terjadi akibat kesalahan dalam menerima dan mempelajari sejarah yang baik dan benar. Bahkan lebih ironisnya lagi salah satu aktivis gerakan mahasiswa yang juga seorang Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Surabaya Periode 2003-2004 juga seorang jurnalis mencoba menulis sebuah kalimat insubstantif dan agak tergelitik mengenai GMNI yang merupakan underbow PKI meskipun telah meminta maaf sekaligus merevisi tulisan tersebut namun bisa jadi ini akan membekas jika secara simultan dilakukan dan tidak disebarluaskan secara masif keadilan dalam menerima informasi yang benar adanya. Wajar reaksi terhadap pemikiran seperti ini memunculkan sikap pro maupun kontra diberbagai kalangan.

Memang Gerakan mahasiswa nasional Indonesia harus mengedepankan musyawarah untuk membendung konflik berkepanjangan akan tetapi hal yang harus dipikirkan bersama adalah dampak psikologis bagi kader aktif dan memiliki idealisme harus terguncang ataupun non kader yang tidak mengikuti secara intens klarifikasi fenomena tersebut. Bisa jadi akan sangat membangun persepsi negatif dan pada akhirnya merugikan organisasi marhaenis itu sendiri.

Atau kita menolak lupa ketika Saut Situmorang menyentil HMI bermain dalam arena korupsi sehingga secara masif melakukan demonstrasi. Ini reaksi atau sebagai pembelaan. Jika dibandingkan GMNI hanya melakukan pendekatan persuasif saja. Semua mungkin sepakat sikap yang diambil oleh GMNI sebagai penjaga konstitusi. Semoga inipun dapat ditiru oleh HMI sebagai salah satu organisasi kader terbaik bangsa.

Kita mestinya lebih memikirkan bagaimana proses pembelajaran di dalam organisasi ketimbang mencoba menjadikan organisasi lain sebagai kambing hitam. Apalagi menodai GMNI dengan menunderbowkannya kedalam PKI. Ini pencemaran nama baik organisasi. Namun pastinya GMNI tidak ada kaitannya dengan PKI.

Pada akhirnya kita tahu bahwa dampak rekayasa sejarah politik di tanah air ini sangatlah tendesius. Orang-orang akan memahami bahwa gerakan berbau kiri akan menjadi sama dengan PKI. Sama sekali ini adalah bentuk pembodohan semata.

Lalu apakah kita juga tutup mata dengan kasus pemberontakan DI/TII kala itu yang justru terus memphobiakan diri dengan Komunisme. Kesadaran akan dua sisi yang mungkin selama ini membuat kita pragmatis. Agama dan Komunisme seakan menjadi alat politik.

Arenanya pun mendukung yaitu Indonesia. Semua diharapkan kembali pada hal yang memang membuat kita bersatu. Tidak saling menyalahkan kelompok ataupun dominasi melainkan mengedepankan pemikiran bersatu dalam menganalisa dinamika yang sedang bergulir.

Sukarno pun pernah berkata bahwa Pancasila adalah sublimasi dari manifesto komunis Uni Soviet dan deklarasi kemerdekaan Amerika serikat lantas kita menghakimi komunisme sebagai terdakwa sejarah. Bahkan sekarang timbul pertanyaan Indonesia apakah sedang berada pada perjalanan sejarah yang inheren atau telah ditukangi oleh oknum kearah pemikiran kekuatan penguasa saat itu. Spekulasi ini muncul karena ada kemungkinan barisan kapital di negeri ini sedang terdesak dan menghidupkan kembali isu yang sudah kuno dan tidak berdaya lagi.

Nah kembali pada tudingan kepada GMNI sebagai underbow PKI. Ini tidak adil, ini hanya provokasi dan tidak berdasar. GMNI adalah wajahnya Indonesia pada umumnya.

Sehingga GMNI dalam watak perjuangannya selalu mengedepankan kerakyatan dan menasionalisasikan pemikiran Sukarno dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika GMNI dituding terlibat dalam kegiatan PKI berarti menuding Bung Karno sebagai Komunis. Inilah bentuk illegal statement dalam negeri yang katanya sangat menjungjung tinggi supermasi hukum dalam konstitusinya.

Sekali lagi GMNI adalah pewaris ajaran sukarno yang murni bukan lenin ataupun marx. Jadi Komunisme tidaklah sepadan dengan GMNI. Begitulah kira-kira.  


@herry pasrani mendrofa


Ahok Senjata Istana Memusnahkan Gurita Politik

DUNIA HAWA - Lazimnya sebuah pemerintahan akan sangat terhormat ketika tidak terlibat dalam konflik antar kepentingan secara vertikal maupun horizontal. Namun dewasa ini, Indonesia yang merupakan salah satu negara demokratis terbesar di dunia akan sangat mudah terpengaruh dengan fenomena tersebut. Di samping kekuatan penguasa masih kompromistik dan mementingkan keberlangsungan hubungan baik meskipun pada akhirnya bertentangan dengan kaidah konstitusi.


Memang tidak dapat dipungkiri, kebebasan yang dilindungi oleh konstitusi pun kadang menjadi senjata ampuh untuk memperkuat posisi agar tidak seolah-olah didiskriminasikan oleh supremasi hukum.

Indonesia juga mempunyai sejarah mengenai hal tersebut. Konsistensi pembuat, pelaksana dan pengawas kebijakan di negeri ini sangat inkonstitusional serta masih kompromistik menciptakan secara simultan kejahatan politik.

Maladaptif politik ini membuat Indonesia sangat tertinggal jauh sampai sekarang, kurang kompetitif dan masih berkembang dibandingkan negara-negara demokrasi maju dan besar lainnya.

Ternyata keberhasilan Indonesia dalam menciptakan iklim demokrasi tidak menjamin kesuksesan dalam sektor krusial misalnya hukum, ekonomi maupun sosial dan budayanya.

Beberapa hal yang menjadi kekurangan Indonesia misalnya penegakkan hukum masih belum menghancurkan korupsi sebagai kejahatan politik era ini atau persoalan sosial masih melakukan pendekatan pembangunan infrastruktur fisik ketimbang infrastruktrur manusianya.

Semua sepakat ketika Presiden Joko Widodo mempropagandakan Revolusi Mental, namun realitanya sedikit mengalami kemandekan.

Penilaian ini pun muncul ketika salah satu Hakim Konstitusi RI periode sekarang yakni Patrialis Akbar diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lagi-lagi melalui operasi tangkap tangan.

Patrialis Akbar adalah mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi era Pemerintahan Pak SBY, sekarang ia memiliki akses sebagai penduduk di hotel prodeo.

Ironisnya, pejabat publik lainnya mengalami hal yang sama sebelumnya yakni OTTnya Bupati Klaten. Masalah lainnya adalah terlibatnya Bupati Katingan dalam kasus asusila dengan selingkuhannya. Apalagi kasus penistaan Pancasila dan Bung Karno yang menyeret Rizieq Shihab. Berarti Indonesia belum selesai berbicara mengenai restorasi pada setiap sektor.

Tapi keoptimisan mengenai Indonesia maju dan sejajar dengan negara maju lainnya pastinya akan menjadi antitesa akan keterbelakangan yang dialami selama ini.

Indonesia mungkin secara perlahan akan mengalami fase Indonesia Hebat ketika para gurita politik dilokalisir paksa oleh penguasa yang sangat kontradiktif dengan perilaku inkonstitusional.

Tentunya ketegasan penguasa sangatlah berpengaruh untuk menyingkirkan para pelanggar hukum di negeri ini.

Untuk kemudian menjadi evaluasi di negeri ini. Maka penguasa yang sedang berada di istana saat ini pula berupaya agresif hingga mendorong fenomena Ahok merusak pintu kebobrokan elit yang selama ini bertengger nyaman dan hanya memelas kepada publik seolah tidak memiliki rekam jejak gagal hukum.

Sampai gerakan politik dan usaha menyingkirkan Ahok pun dilakukan karena terindikasi beliau dipersiapkan oleh istana untuk melakukan manuver politik terhadap lawan menjelang Pilpres 2019.

Bahkan istana pun mendukung Ahok mengotak-atik gurita politik dengan menyeret beberapa oknum yang potensial memiliki kedekatan dengan oposisi sebagai alat transaksi politik jika pada waktunya dibutuhkan.

Hal ini menjadi bukti bahwa istana sangat antusias untuk memberikan ruang pertarungan sengit hingga nantinya gurita politik terseok-seok keluar dari sarangnya.

Karena gurita politik ini sangat tahu dan mengerti bahwa Ahok adalah alat untuk membunuhnya. Tidak segan-segan untuk menghapus skenario busuknya terhadap Indonesia. Dan akan merusak tatanan korupsi di negeri ini.

Inilah keberhasilan istana sebagai pemegang kendali bangsa dan negara. Melihat secara komprehensif siapa yang layak sebagai petarung ulung menghadapi gurita politik. Ahok dipilih karena gemar menyingkirkan sikap oportunis birokrat, perilaku korup dan tidak kompromi terhadap pelanggar konstitusi.

Istana jelas sangat menyukai tokoh ini. Bisa jadi istana telah mempersiapkan amunisi untuk melakukan serangan balik bilamana Ahok digagalkan sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

Sangat jelas spekulasi ini terbentuk berhubung Ahok juga sangat dekat dengan Jokowi, pernah bekerja untuk DKI, didukung oleh partai penguasa dan dipasangkan oleh kader banteng tersebut. Banyak yang menyangka Ahok sedang berdiri sendiri tapi ingat beliau sangat memahami konstelasi saat ini.

DKI Jakarta sangat ideal dijadikan laboratorium manuver politik nasional karena secara geopolitik memiliki nilai pertarungan berkelas. Namun Ahok yang menghantam berbagai gerbong politik ini dan tak kenal lelah mengkampanyekan perubahan akan sangat diperhitungkan oleh berbagai pihak.

Ahok adalah manifestasi istana yang sudah geram dengan sandiwara politik sang gurita satu dekade. Hingga apapun yang terjadi istana telah pasang badan untuk tokoh sekelas ini.

Lalu kenapa gurita politik adalah target istana untuk dilumpuhkan dan dimusnahkan? Mari kita menyimak sedikit karakter dari gurita politik ini.

Pertama, Dia adalah perwakilan koruptor yang sedang memainkan peran sebagai tokoh protagonis politik dan telah menghasilkan alunan komunikasi politik melankolis sebagai karakternya.

Kedua, Dia adalah perwakilan kekuatan yang telah habis masanya namun sedikit baper jika melihat penguasa sedang gencar-gencarnya merekonstruksi pembangunan Indonesia secara masif dan sistematis.

Barangkali agak sedikit tersinggung karena jika dibandingkan pada saat diberikan kesempatan memimpin, proyek-proyek berkelanjutan bangsa ini sedikit mandek bahkan berakhir pada kasus korupsi.

Ketiga, Dia adalah perwakilan kekesalan kepada penguasa saat ini karena proyek dinastinya pada bidang perminyakan di Indonesia ini dihentikan berhubung sangat tidak bermanfaat untuk kemajuan bangsa ini.

Mungkin inilah juga salah satu bentuk perlawanan terhadap rezim yang hanya mementingkan perut sendiri sedangkan rakyat pun makin dirugikan.

Keempat, katanya dia sudah ikut amnesti pajak dengan melaporkan hanya 10 persen dari akumulasi kekayaannya. Padahal dia sudah menampung hingga ratusan triliun dimasa pengabdian.

Dan untuk mempertahankan agar tidak terjadi penyidikan berkelanjutan, dia memasang badan untuk kerabatnya agar memenangkan pemetaan politik Indonesia melalui Pilkada DKI Jakarta.

Kelima, saat ini dia sedikit kocar-kacir hingga berusaha bertemu dengan penguasa, mencari dukungan agar rakyat tidak melihat dia sebagai tokoh antagonis yang berpura-pura menjadi orang yang tertuding keliru.

Penguasa hanya merespon santai karena inilah buktinya dia memang menjadi sasaran untuk disingkirkan agar tidak lagi berkuasa di Indonesia.

Keenam, Ahok sedang head to head dengan kerabatnya oleh karena berhadapan langsung dengan alat istana dan dia pun makin yakin sedang terdesak serta berusaha melakukan konferensi pers dalam rangka menciptakan antitesa tentang kezalimannya selama satu dekade dan seolah tak terlibat dalam pengeluaran fatwa MUI, Aksi 411, Aksi 212 dan aksi-aksi nasi bungkus lainnya sebagai perlawanan kepada mantan Bupati Belitung Timur itu.

Jadi andaikata Ahok tidak menjadi Gubernur DKI Jakarta maka yang terjadi adalah Istana akan menyerang secara terbuka sang gurita melalui kekuatan hukum dan bisa jadi Presiden Joko Widodo akan turun menghancurkannya. Semuanya ini dilakukan untuk menyelamatkan Indonesia. Begitulah kira-kira.               


@herry pasrani mendrofa