Friday, January 13, 2017

Denny Siregar ; Suatu Hari di Bumi Datar

DUNIA HAWA - Pagi ini saya mampir ke bumi datar. Lelah dengan bumi bulat yang terlalu adem dan sempurna, bumi datar ternyata menyimpan sejuta peristiwa.


Disana semua lelakinya memakai daster tanpa celana. Mereka suka berteriak tanpa ada makna. Disana sudah menjadi budaya, semakin bodoh seseorang ia akan semakin dipuja. Yang paling bodoh di antara mereka dinobatkan menjadi ulama. Sungguh berbeda dengan bumi bulat tempat ilmu menjadi pegangan utama.

Mereka disana seperti drakula, takut sekali dengan salib. Warganya hampir semua paranoid. Jangan dicolek, karena mereka semua sensitip. Mungkin karena disana lelaki pun mendapat haid.
Bumi datar sungguh menarik. Agamanya perasaan, bukan sesuatu yang lojik. Karena logika buat mereka adalah iblis yang licik. Ngotot dulu, kalau salah tinggal sembunyi di balik bilik.

Yang wanita lebih menggila. Bawa panci aja, bisa meledak kemana-mana. Kalau ada berita, mereka sebar secepat cahaya. Tubuhnya terbungkus rapat, tapi mulutnya selalu terbuka. Kalau gak mencaci ya fitnah.

Bagi mereka fitnah adalah kebenaran dan kebenaran dianggap fitnah...

Di bumi datar ternyata ada juga mahasiswa. Uniknya, disana mahasiswa juga dagang sayuran. Mereka lebih sensitip harga cabe naik daripada fokus menjadi ilmuwan. Mereka bahkan tidak bisa membedakan mana pajak dan mana biaya perpanjangan.

Saya senang disana, semua jadi seperti hiburan...

Ada yang teriak mati syahid, tapi keluar pesawat aja pake kencing di celana. Ada yang di dunia maya galaknya seperti singa, disamperin langsung berubah jadi unta tak berdaya. Ada yang dikit-dikit lapor kayak anak manja.

Kalau ditanya, jawabnya selalu "Fitsa Hats, Fitsa Hats.." Saya gak ngerti, mungkin itu sejenis mantra. Atau karena giginya sudah gak ada, sehingga yang keluar dari bibirnya udara semua.

Ada beberapa orang yang saya tahu berasal dari planet abrakadabra. Mereka datang ke bumi datar karena ingin belajar. Sampai disana, mereka malah didaulat jadi pengajar. Ah, macam mana...
Sungguh awalnya saya ingin tinggal disana..

Tapi akhirnya tidak jadi karena saya ngeri. Disana minum kopi bukan seruput seperti biasanya. Tapi diminum secangkir-cangkirnya...
Ah, ternyata lebih enak di bumi bulat. Di tempatku semua normal dan apa adanya. Berbeda malah menjadi sesuatu yang indah. Tuhan kami sama, hanya cara menyembahnya saja dengan banyak cara. Itulah bukti bahwa Tuhan itu Maha Kuasa..

Tapi perlu sekali-kali mampir ke bumi datar. Supaya kita paham, bahwa menjadi waras disana adalah kegilaan yang sebenarnya...

Seruputt..

@denny siregar


Abu-Abu Islam

DUNIA HAWA - Ini hanya cerita,..suatu hari di musim semua sahabat sedang eforia berpestapora tentang surga yang lagi cuci gudang, saya di undang untuk bersiraturahmi ke markas ormas keagamaan yang super reaktif, padahal sesungguhnya saya sadari undangan itu bukan untuk minum kopi, seperti biasanya itu hanya tes case adu kanuragan pendapat mereka dengan pendapat saya terhadap isu cuci gudang yang mata uangnya dari mengkafirkan si penista


Mengapa saya dipilih ?, itu cerita masa lampau, sebenarnya mereka dulunya teman saya juga, dikarenakan saya dianggap menyimpang cenderung tersesat bahkan mendekati kaum yang mereka hinakan, maka saya dipilih untuk diluruskan di ruqyah kata mereka

Pernah dulu beberapa tahun yang lalu disaat Gusdur masih ada, saya juga pernah di undang, untuk membahas tentang ucapan Gus Dur yang membuat mereka marah, perdebatan saya dengan mereka membuahkan pecahnya gelas kopi dihadapan mereka, bukannya saya yang memecahkan gelasnya tetapi mereka yang melakukannya, karena tidak ada kata kata lagi untuk mendebat ucapan saya, maka gelaslah menjadi sasarannya

Padahal peristiwa pecahnya gelas itu banyak sekali maknanya, mereka tak menyadari peristiwa pecahnya gelas itu menggambarkan bagaimana cara akal mereka didalam menyerap ilmu yang diajarkan oleh guru guru kami, bukan isi gelasnya yang mereka renungkan dan dinikmati, tetapi malah isi gelasnya mereka buang dan pecahan gelasnya mereka punguti

Mungkin ini yang dimaksud oleh Bung Karno barisan Islam Sontoloyo, bukan Api Islam yang dipelajari tapi Abu-Abu Islamnya yang disanjung sanjung dijadikan Nabi

Kembali lagi kepada undangan tadi, dalam undangan itu saya tidak banyak berkomentar atau berdebat, saya hanya mendengar uneg uneg mereka saja, sepertinya mereka lagi latihan bergantian orasi dimuka saya. Tiba tiba tanpa disadari bedug maghrib menyelamatkan saya bertanda sudah waktunya untuk sholat, tapi mereka terus tanpa peduli bergantian orasi

Akhirnya saya menyela untuk mengajak sholat magrib bersama, tiba tiba mereka kompak menjawab "nanti dulu, dengarkan orasi kami ini, ini masalah super penting, ini masalah kafir, masalah surga, sholat magrib masih ada waktunya tapi masalah kafir hanya ini momennya", saya berdiri meninggalkan mereka sambil tertawa terbahak bahak tak sengaja terkentut dihadapan mereka

Sepertinya tidak perlu dilanjutkan lagi,..sholat magrib saja mereka remehkan apalagi pendapat saya hahahahahaha.

@de fatah


Siapakah Yang Layak Disebut Kafir?

DUNIA HAWA - Dalam Kitab Suci Al-Qur’an, kata kafir dipakai bukan semata sebagai konsep teologis, tetapi juga konsep etis. Memahami konsep ini semata-mata sebagai sebutan untuk mereka yang non-Muslim (kategori teologis) sangatlah simplistis. Karena banyak penggambaran dalam al-Qur’an mengenai kata kafir ini juga banyak merujuk konsep etis.


Ini contoh pengunaan kata kafir dalam dua ayat berbeda, yang sangan popular di kalangan Islam. Ayat pertama, pernyataan Allah dalam surat Luqman ayat 12. Ayat tersebut menyebut kafir bagi orang yang tidak syukur nikmat. Ayat kedua dalam surat al-Ma’un, “pendusta agama” (frase lain untuk kufr) juga digunakan untuk mereka yang tidak punya sensitivitas pada keadilan sosial, meskipun rajin bersembahyang. Wal hasil, siapa saja, termasuk orang Muslim, bisa saja terperosok pada jurang kekafiran.

Di sisi lain, sebagaimana banyak sarjana Islam sudah menulis, kecaman terhadap orang kafir pada masa hidup Nabi Muhammad SAW tidaklah terutama disebabkan oleh pilihan mereka untuk tetap memegang keyakinan lama, menolak adanya Tuhan, dan menolak kebenaran Islam. Sebab, Allah sendiri sudah menjamin prinsip kebebasan beragama (QS al-Maidah: 48; QS al-Kahfi: 29). Bahkan, dan hal ini yang sering tidak disadari banyak pihak, ijin perang yang diberikan Allah kepada umat Islam pada waktu itu justru antara lain adalah dalam rangka membela kebebasan beragama ini, termasuk membela kebebasan beragama bagi para pemeluk keyakinan lain (baca QS. al-Hajj: 39-41).

Alih-alih karena pilihan keyakinan, kecaman keras yang ditujukan terhadap orang kafir pada masa hidup Nabi itu lebih karena permusuhan dan peperangan yang mereka lakukan pada kaum Muslim, khususnya yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy.

Namun, toh, tidak semua golongan non-Muslim pada saat itu memusuhi Nabi Muhammad dan umat Islam, dan bahkan sebagian turut berperang di barisan umat Islam. Sebagai misal, ketika hijrah ke Madinah, ada dua hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Pertama, mengikat tali persaudaraan (ta’akhi) di antara dua golongan umat Islam sendiri, yaitu kaum Anshor (penduduk asli Madinah) dan kaum Muhajirin (pendatang dari Mekah).

Kedua, membuat perjanjian aliansi politik dengan semua kelompok di Madinah untuk melindungi kota ini dari serangan kafir Quraisy. Tentu saja kelompok yang terakhir ini adalah non-Muslim, baik Nasrani, Yahudi maupun Majusi. Perjanjian inilah yang dikenal dalam sejarah dengan istilah “Piagam Madinah”.

Patut untuk dicatat bahwa dalam piagam ini, perjanjian aliansi dan kesetiaan yang dinyatakan oleh kaum non-Muslim kepada Nabi ditulis dengan redaksi yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut: “Bani A, Bani B, dan seterusnya, sepakat bersekutu dengan Muhammad ibn ‘Abdullah untuk bla bla …..”.

Dengan kata lain, pakta ini menempatkan Nabi Muhammad bukan dalam kapasitas sebagai Rasulullah. Mengapa? Sebab, mereka, kaum kafir, memang tidak mengimaninya, dan tidak ada paksaan bagi mereka untuk melakukan itu. Lalu Muhammad sebagai apa? Tidak ada lain, beliau dalam kapasitas Nabi Muhammad sebagai “kepala negara”.

Ketika terjadi perang Khondaq, saat kota Madinah dikepung oleh pasukan kafir Quraisy dan sekutunya, sebagian golongan Yahudi Madinah mengingkari perjanjian ini dan membelot ke pasukan musuh. Secara politik dan militer, pengkhianat dari golongan Yahudi inilah yang dapat disebut sebagai “kafir”. Karena itu, golongan pengkhianat ini diperangi Nabi dan diusir dari kota Madinah setelah perang Khondaq bubar.

Tapi, tentu saja, kelompok non-Muslim yang tetap setia kepada Nabi dan berjuang membela kota Madinah tidak bisa dilabeli sebagai “kafir” secara politik. Sebaliknya, mereka adalah “muslim” dalam arti politik, yakni “tunduk” pada perjanjian Piagam Madinah yang telah disepakati bersama Nabi.

Poin terakhir ini sekaligus untuk merespon kesalahan besar beberapa pihak yang menerapkan konsep kafir dalam arti teologis pada para pahlawan nasional non-Muslim yang fotonya diabadikan dalam beberapa mata uang kita yang baru. Seperti halnya para sekutu Nabi dari kelompok non-Muslim yang setia menjunjung perjanjian Piagam Madinah, para pahlawan nasional non-Muslim itu juga setia membela perjanjian pendirian bangsa, yakni Pancasila–yang berdasarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959 dinyatakan dijiwai oleh Piagam Jakarta. Dalam arti ini, maka mereka termasuk kategori orang yang “tunduk” (muslim dalam arti literal) pada konsensus bangsa, bahkan berjuang gigih untuknya, dan karena itulah mereka menjadi pahlawan nasional.

Dengan demikian, sebutan “kafir” (dalam arti politik kebangsaan) sama sekali tidak tepat bagi mereka. Meski mereka bukan Muslim dalam arti teologis, namun mereka “muslim” bagi perjuangan bangsa menegakkan negara Indonesia. Mereka berhak dan sangat layak menjadi pahlawan nasional serta hadir dalam lembaran mata uang kita.

Dan barangkali, penggalan lirik Syair Tanpo Wathon karya Gus Nidzom dari Jawa Timur (orang umum mengenal ini disenandungkan Gus Dur, karena memang suaranya mirip sekali) sesuai dengan sekelumit catatan ini.

Wallahu a’lam bis-showab

@shohib sifata


Front Pembela Islam Tidak Islami?

DUNIA HAWA - The Wahid Foundation dan Setara Institute menilai Front Pembela Islam (FPI) sebagai ormas yang kerap melakukan aksi kekerasan dan intoleransi. Ironisnya, FPI dalam melakukan aksi kekerasan kerap mengklaim “Islami” dan mengatasnamakan “bela Islam”. Benarkah FPI dapat dikatagorikan melaksanakan ajaran Islam? Bukankah Islam agama penuh kasih dan anti-kekerasan?


Sebagai ormas yang lahir di era reformasi, FPI kerapkali melakukan aksi kekerasan yang sangat meresahkan publik. Apa yang dilakukan FPI, seperti penyerangan, pengrusakan, dan aksi kekerasan lainnya, jelas jauh dari esensi ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Disadari atau tidak, tindakan FPI tanpa mereka sadari telah mencoreng wajah Islam sebagai agama rahmatanh lil ‘alamin.

Yang paling mutakhir, penghadangan kampanye Ahok-Djarot yang dilakukan oleh anggota FPI. Bahkan, ada oknum laskar FPI yang melakukan pengeroyokan yang menyebabkan salah satu pengurus anak ranting PDI Perjuangan mengalami luka parah dan harus dirawat di rumah sakit.

Bayangkan, Rizieq Shihab, pimpinan FPI saat ini dilaporkan oleh publik dengan sederet masalah: pelecehan atas Pancasila dan Bung Karno, penodaan terhadap keyakinan umat Kristiani, dan palu arit dalam lembaran uang.

Belum lagi, kita mendengar adanya pembakaran kantor Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) yang diduga dilakukan oleh FPI menyusul bentrok yang terjadi antara kubu dalam pemeriksaan terhadap Rizieq Shihab terkait kasus dugaan pelecehan terhadap Pancasila dan Bung Karno di kantor Kapolda Jawa Barat.

Banyak pihak memandang bahwa aksi kekerasan yang dilakukan FPI selama ini tidak lepas dari tumpulnya penegakan hukum terhadap ormas yang dikenal kerap melakukan kekerasan ini. Tidak ada sanksi yang tegas dan setimpal dengan apa yang dilakukan FPI. Kenapa FPI tidak diseret dengan pasal perihal larangan ujaran kebencian? Kenapa FPI tidak dihukum saat melakukan sejumlah aksi kekerasan?

Ihwal pelanggaran hukum yang dilakukan FPI, kita serahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Saya hanya ingin meneropong dari kaca mata etika Islam (akhlaq). Apakah tindakan kekerasan FPI dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar dapat dikatagorikan Islami? Apa sebenaranya esensi konsep amar ma’ruf nahi munkar dalam Islam? Apakah amar ma’ruf nahi munkar bisa digunakan secara serampangan untuk membenarkan aksi kekerasan?

Mari kita buka pesan Nabi Muhammad SAW untuk membingkai apa saja katagori yang paling sederhana untuk bisa disebut: Islam dan Islami. Di dalam sebuh hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “seorang Muslim adalah yang bisa menjaga lisan (untuk tidak berkata kasar/menebar kebencian) dan menjaga tangannya (untuk tidak melukai/menebar kekerasan)”.

Jadi, ukuran seseorang atau kelompok agar dapat disebut Islam dan Islami, yaitu jika menebarkan kedamaian dan menjauhkan diri dari aksi kekerasan, baik kekerasan lisan maupun kekerasan dalam bentuk tindakan.

Nah, kalau kita melihat ceramah dan orasi Rizieq Shihab yang penuh dengan kata-kata kasar dan kebencian, bahkan berupa ancaman pembunuhan, kita patut bertanya-tanya: Apakah pesan keagamaan semacam itu dapat dikatakan Islami? Bukankah Nabi Muhammad mengajak kita untuk menjaga lisan dari perkataan kotor dan penuh ancaman?

Belum lagi, secara terang-terangan kita melihat Rizieq diduga melecehkan Pancasila yang merupakan dasar negara dan pegangan bersama yang mempersatukan seluruh elemen bangsa. Tentu, kita bisa mengelus dada jika melihat tindak-tanduk dan sepak terjang FPI selama ini.

FPI kerap menggunakan filosofi amar ma’ruf nahi munkar. Konsep dasar FPI dibangun berdasarkan asusmi adanya kemunkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan. Sebab itu, FPI mempunyai misi untuk menumpas kemaksiatan dan kemunkaran dengan menggunakan cara-cara kekerasan, seperti penyerangan, pengrusakan, bahkan kekerasan fisik. Apakah sikap tersebut dapat ditolerir dalam Islam?

Kalau kita melihat khazanah dan sejarah Islam, tindakan FPI tersebut tidak bisa secara serta-merta dapat dikatagorikan sejalan dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Menurut Ibnu Taymiah, prinsip amar ma’ruf hendaknya dilaksanakan dengan cara-cara yang baik. Begitu pula, nahi munkar tidak bisa dilaksanakan dengan cara-cara yang munkar, apalagi menggunakan kekerasan (al-amr bil ma’rufi bi ma’rufin wa al-nahyu ‘an al-munkar bi ghayr munkar).

Di dalam sejarah Islam, yang menghalalkan kekerasan hanyalah kelompok Khawarij. Maka, tidak salah, apa yang dilakukan oleh FPI sebenarnya lebih mencerminkan tindakan Khawarij. Tidak salah juga jika dinyatakan bahwa FPI adalah Khawarij gaya baru (neo-khawarij).

Kalau mau jujur, konsep amar ma’ruf nahi munkar berasal dari dua diktum yang sangat menarik. Pertama, mengajak pada kebajikan (amar ma’ruf). Yang harus diutamakan mestinya dakwah-dakwah yang menyejukkan dan merangkul agar setiap umat dapat menebarkan kebajikan. Sebab, jika kebajikan sudah tersebar luas, maka kejahatan dengan sendirinya akan mulai tergeser dan tergusur. Jadi, prinsip amar ma’ruf inilah semestinya yang harus diutamakan sebelum melakukan upaya pencegahan kemunkaran (nahi munkar).

Kedua, mencegah kemunkaran (nahi munkar). Banyak yang salah paham dengan diktum, seolah-olah mencegah kemunkaran dapat dibenarkan dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Apalagi menganggap bahwa mencegah kemunkaran dengan menggunakan kekerasan akan dibalas dengan pahala surgawi. Sungguh, pandangan seperti itu tak bisa dibenarkan. Ini bukan akhlak Rasulullah SAW dan para ulama yang mewarisi peran kenabian.
Sebagaimana disampaikan Ibnu Taymiah di atas, bahwa mencegah kemunkaran hendaknya dilakukan dengan tidak menggunakan cara-cara yang munkar, apalagi menciptakan keresahan dan ketakutan.

Dalam sebuah negara yang berdasarkan pada konstitusi, tidak dibenarkan ada pihak-pihak yang berdalih menegakkan amar ma’ruf nahi munkar mengambilalih peran aparat penegak hukum. Kita percayakan kepada aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum seadil-adilnya, dan tugas umat adalah mengajak umat yang lain agar menebarkan kebajikan.

Negara ini tidak mengenal konsep polisi syariat (hisbah), seperti di Arab Saudi. Maka, tidak sepatutnya FPI menganggap dirinya sebagai polisi syariat. Jika FPI ingin menjadi polisi syariat sebaiknya eksis di Arab Saudi, bukan di negeri Pancasila ini. Pasti Arab Saudi akan senang jika FPI mau menjadi polisi syariat di sana.

Harapan kita kepada pemerintah dan aparat penegak hukum hendaknya mengambil tindakan tegas terhadap FPI. Jangan membiarkan mereka merajela. Kita perlu belajar dari Pakistan dan Afghanistan. Kedua negara ini merupakan negara yang selama ini dianggap membiarkan kelompok-kelompok ekstrem mengambil alih peran penegak hukum. Akibatnya, kedua negara tersebut jatuh ke tangan kelompok ekstremis. Keduanya pun kini menjadi “negara gagal”.

Kepada NU dan Muhammadiyah, sudah saatnya bangun dan bangkit menghentikan segala bentuk kekerasan yang mengatasnamakan agama. Kedua ormas besar ini tidak bisa lagi menjadi silent majority. Setidaknya NU dan Muhammadiyah dapat melakukan teguran keras terhadap FPI, karena sejumlah aksinya dapat mencoreng citra Islam yang ramah dan toleran.

Umat Islam di negeri ini membutuhkan panduan dan arahan yang jelas dari NU dan Muhammadiyah. Agar Islam tidak dimonopoli oleh kelompok yang di permukaan ingin menegakkan hukum Tuhan, tapi sebenarnya ia menebarkan kebatilan. Itu harus dilakukan demi menyelamatkan wajah moderat Islam Indonesia.

@zuhairi misrawi


Korupsi Dana Pembangunan Masjid Jelas Menodai Agama

DUNIA HAWA - Tidak ada angin, tidak ada hujan, publik di DKI Jakarta dibanjiri dengan berita dugaan korupsi dana pembangunan Masjid di Jakarta Pusat. Ironisnya, kasus tersebut terjadi saat Sylviana Murni, Calon Wakil Gubernur pasangan AHY sedang menjabat sebagai Walikota Jakarta Pusat.


Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah akan diperiksa oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri. Ia akan dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pada pembangunan masjid di kantor Walikota Jakarta Pusat pada tahun anggaran 2010 dan 2011.

Soni Sumarsono sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur DKI Jakarta mengatakan, “Merupakan hal yang wajar jika Pak Sekda dipanggil sebagai saksi atas kasus korupsi pejabat di bawahnya. Pak Sekda itu, semua urusan yang menyangkut korupsi pemerintahan di bawahnya pasti dimintai keterangan. Karena Sekda itu penanggung jawab komando Aparatur Sipil Negara (ASN) di setiap daerah.”

Bagaimana mungkin dana pembangunan untuk masjid justru dikorupsi. Hal ini menggugah hati sebagian masyarakat saat ini. Di balik masifnya isu penistaan agama yang telah merebut perhatian publik muncul isu penyelewengan dana dalam proyek pembangunan masjid di Walikota Jakarta Pusat.

Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh sejumlah oknum pejabat memang dapat memancing amarah publik. Sebab, dana yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas umum dan infrastruktur kerap diselewengkan. Ironisnya, masjid yang notabenenya sebagai tempat peribadahan menjadi proyek sejumlah pejabat yang tidak bertanggung jawab.

Dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) NU di Pondok Gede tahun 2002, NU secara tegas mengeluarkan fatwa bahwa koruptor ketika meninggal tidak perlu disholatkan oleh para ulama, kiai, dan tokoh-tokoh agama Islam. Cukup masyarakat biasa saja yang ikut menyolatkan. Pada dasarnya, keputusan NU terhadap koruptor lahir dari sikap Nabi Muhammad SAW yang saat itu ia tidak mau menyolati sahabatnya. Tetapi malah memerintahkan kepada sahabatnya saja yang menyolatinya.

Sikap Nabi Muhammad SAW tersebut membuat para sahabat heran, sehingga para sahabat mengajukan pertanyaan mengapa beliau tidak mau menyolatinya. Saat itu juga beliau memberikan keterangan, bahwa orang tersebut telah melakukan ghulul (korupsi), yakni telah menggelapkan sejumlah uang yang kurang dari dua dirham. Atas dasar itulah, NU mengeluarkan fatwa bahwa para koruptor sebaiknya tidak disholatkan para ulama, kiai, dan tokoh-tokoh agama Islam lainnya. Namun disholatkan oleh masyarakat biasa saja.

Dugaan Keterlibatan Sylviana Murni


Sylviana Murni merupakan salah satu calon wakil gubernur DKI Jakarta. Saat ini beredar kasus korupsi dan pencucian uang yang melibatkan dirinya ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Pusat pada periode 2008-2010. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan masjid kantor Walikota Jakarta Pusat tahun 2009.

Saat itu, dana untuk pembangunan masjid yang terdapat pada dokumen Pelaksana Anggaran Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Kota Jakarta Pusat senilai Rp. 30.000.000.000, dan telah dilelang oleh Panitia Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat yang dimenangkan oleh PT. Gainiko Adiperkasa dengan harga penawaran yang terendah senilai Rp. 27.529.182.000. Berarti ada sisa anggaran yang masih belum digunakan dalam proyek pembangunan masjid tersebut.

Masjid tersebut bernama Al-Fauz yang dibangun di tengah kompleks perkantoran Walikota Jakarta Pusat dengan luas masjid sekitar 1900 meter persegi dengan harga permeternya Rp. 14.489.043. Oleh karena itu, kasus ini akan memunculkan pertanyaan publik tentang dugaan keterlibatan Sylviana Murni dalam kasus tindak pidana korupsi pembangunan masjid.

Lembaga Transparency International (TI) telah merilis data indeks persepsi korupsi pada tahun 2015 lalu. Dalam laporan tersebut ada 168 negara yang diamati lembaga tersebut dengan ketentuan semakin besar skor yang didapat, maka semakin bersih negara tersebut dari korupsi. Dalam skor maksimalnya berjumlah 100.

Menurut Ilham Saenong Direktur Program Transparency International Indonesia dalam pengumuman hasil riset mengatakan, Negara Denmark, Finlandia, Swedia, Selandia Baru, Belanda, dan Norwegia merupakan negara peringkat teratas. Sedangkan negara peringkat terbawah ialah Sudan, Sudan Selatan, Afganistan, Korea Utara, dan Somalia.

Indonesia berada dalam urutan ke-88 dengan nilai CPI 36. Skor tersebut meningkat dua point dari tahun 2014 yang berada di tingkat 107. Ia juga mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut dipengaruhi oleh akuntabilitas publik yang meningkat dan pencegahan yang efektif. Terutama peran KPK dalam hal ini sangat berpengaruh.

Oleh karena itu, sebagai tempat beribadahnya umat Islam masjid tidak semestinya dijadikan proyek oleh sejumlah oknum pejabat yang haus akan korupsi. Korupsi memang telah mewabah bagai virus yang semakin tak terbendung. Apalagi jika masjid dijadikan lahan untuk korupsi. Na’udzubillahi min dzalik.

Kalau mau jujur, yang sungguh-sungguh menodai agama adalah korupsi dana pembangunan masjid ini. Namun sayangnya publik di Jakarta sepertinya belum terbuka hatinya untuk melihat betapa bobroknya moral pejabat publik ini. Logika sederhananya begini, jika dana masjid saja dikorupsi, apalagi dana-dana publik lainnya?

Saat ini kita menunggu penjelasan Sylviana Murni perihal dugaan keterlibatan dirinya dalam kasus korupsi dana pembangunan masjid ini. Sebab, dirinya akan maju sebagai Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta. Siapapun yang akan memimpin Jakarta harus benar-benar bersih dari tindak pidana korupsi.   

@syaiful kholqi


Pelecehan Seksual di Indonesia, Seberapa Parah?

DUNIA HAWA - Kalimat ‘pelecehan seksual’ mungkin sudah tidak asing lagi di sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia. Karena setiap tahun selalu ada kasus mengenai pelecehan seksual. Ironisnya, kasus pelecehan seksual pernah dialami dari berbagai kalangan. Mulai dewasa, remaja, hingga anak-anak tidak luput menjadi sasaran. Tapi tahukah anda apa itu pelecehan seksual sesungguhnya?


Pelecehan seksual adalah semua perilaku yang mengarah ke perilaku seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh pihak yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif, misalnya malu, marah, atau tersinggung.

Perilaku sederhana seperti siulan nakal, candaan atau komentar berkonotasi seks, sentuhan, cubitan, colekan, ajakan untuk berkencan atau berhubungan seks yang disertai ancaman, hingga pemerkosaan, merupakan beberapa contoh pelecehan seksual

Para pelaku pelecehan seksual selalu menggaet wanita sebagai sasaran. Ini jelas memilik alasan karena wanita dianggap lebih lemah dari pada pria. Kelemahan wanita inilah yang dimanfaatkan para pelaku pelecehan seksual untuk melancarkan aksi yang melanggar kemanusiaan manusia.

Terlebih lagi, anak yang masih di bawah umur sering menjadi sasaran utama perbuatan yang tak sepantasnya ini. Kasus pelecehan seksual juga marak terjadi di mana saja. Dan pelaku yang melakukannya tidak hanya orang asing, tetapi bisa saja orang yang dekat dengan korban yang tidak pernah disangka sebelumnya.

Pelecehan seksual terjadi karena memiliki alasan, bisa saja para pelaku pelecehan seksual memiliki dendam sebelumnya kepada korban. Akan tetapi alasan seperti ini jarang sekali di temukan. Rata-rata para pelakunya melalukan aksinya tanpa memiliki hubungan apapun sebelumnya atau belum mengenal korban sama sekali. Berikut merupakan beberapa penyebab maraknya kasus pelecehan seksual, antara lain.

1. Ancaman hukuman yang relatif ringan dan sistem penegakan hukum lemah, memerlukan pengorbanan biaya dan pengorbanan mental yang sangat tinggi cenderung membuat korban menghindari proses hukum.

Proses hukum yang rumit dan berbelit-belit, penanganan yang kerap tidak manusiawi, dan ancaman hukuman minimal 3 tahun maksimal 15 tahun membuat kasus-kasus kekerasan seksual tenggelam selama bertahun-tahun dan membiarkan para korbannya tumbuh tanpa intervensi psikologis yang tepat.

2. Nutrisi fisik hormon yang terkandung dalam makanan masa kini semakin membuat individu anak matang sebelum waktunya, yang sudah matang menjadi lebih tinggi dorongan seksualnya.

3. Nutrisi psikologis seperti tayangan kekerasan, seks dan pornografi melalui berbagai media telah mencuci otak masyarakat Indonesia dengan karakter iri, dengki, kekerasan, danpornoaksi. Termasuk di dalamnya lagu-lagu yang semakin tidak kreatif, isi dan tampilannya hanya seputar paha dan dada telah semakin merusak mental masyarakat Indonesia

4. Perkembangan IT (internet) dan kemudian perangkat gadget yang memungkinkan transfer dan transmisi materi porno secara cepat dan langsung ke telapak tangan.

5. Fungsi otak manusia yang khas, neurotransmitter, kapasitas luhur manusia telah membuat individu menjadi kecanduan seks, terutama pada individudi bawah 25 tahun dalam masa perkembangan mereka.

6. Persepsi masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan upaya perlindungan diri cenderung ditolak, diterjemahkan sederhana sebagai pendidikan seks dan bahkan diabaikan yang pada akhirnya justru menghambat proses persiapan perlindungan anak. Batas usia awal untuk mulai memberikan pendidikan ini kepada anak juga menjadi kontroversi.

7. Sistem sosial masyarakat yang masih banyak mengandung kekerasan gender atau tokoh otoritas kerap menjadi penyebab makin suburnya praktik kekerasan seksual karena figur laki laki atau tokoh otoritas pelaku kejahatan seksual dianggap tidak bersalah dan lebih menyalahkan perempuan atau korban sebagai penyebab.

Banyak kasus kekerasan seksual oleh tokoh laki-laki dan otoritas (kaya atau berkedudukan) justru dimaklumi oleh masyarakat dan bahkan balik menyerang atau menyalahkan korban.

8. Fakta bahwa kekerasan dan kekerasan seksual telah terjadi di mana saja, rumah, sekolah, klub olah raga, pengajian, sekolah minggu dan lain-lain. Praktik membela diri dan mengalihkan isu kekerasan seksual kepada hal lain justru semakin menyuburkan kekerasan seksual. Sudah saatnya kita semua mengambil perandan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, sekolah, keluarga dan media.

9. Persepsi sosial yang berkembang di masyarakat membuat korban tidak berani melapor, dan para pelaku pelecehan seksual menjadi lepas. Sudah melapor pun tidak ditangani dengan baik bahkan ada yang mengalami kekerasan baru, baik fisik, verbal maupun kekerasan seksual tambahan.

Dalam kasus pelecehan seksual yang terjadi pada anak di bawah umur, peran orang tua menjadi sangat penting dalam kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap hal-hal yang dialami anak. akan tetapi masih banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya mengajarkan pendidikan seksual bagi anak dibawah umur.

Mereka beranggapan bahwa mengajarkan pendidikan seksual kepada anak-anak merupakan hal yang tabu dan belum pantas diajarkan. Berikut merupakan hal-hal penting yang dapat dilakukan orang tua untuk mewaspadai bahaya pelecehan seksual.

Pertama, selalu mengontrol apa yang dilakukan anak. Ini bukan berarti membatasi keseharian kegiatan yang dilakukan oleh anak. Tetapi, mengawasi atau mengontrol kegiatan keseharian anak tersebut. dan membiasakan anak menceritakan pengalaman keseharian yang dakukan di luar rumah.

Kedua, mengetahui orang-orang yang berada di sekitar anak. Selain keluarga dekat atau saudara di rumah, ketahui siapa saja orang-orang yang ada di sekitar anak, yang mereka kenal, entah itu teman, orangtua teman, guru, pelatih dan lain sebagainya. Dan tanya bagaimana pendapat anak tentang orang-orang tersebut.

Ketiga, tidak mencegah anak untuk tahu apa yang terjadi di media, meski memang orangtua juga perlu hati-hati memberitahukan anak. Tanya mereka apakah ada hal-hal semacam ini yang terjadi di sekolah atau tempat les. Buat mereka paham bahwa hal ini penting dibicarakan dan buat mereka nyaman untuk menceritakan hal-hal seperti ini.

Keempat, memberi perhatian sehingga mengetahui bila ada perubahan yang terjadi pada anak. Setelah seorang anak mengalami pelecehan seksual, akan tampak beberapa hal berbeda yang dialami anak. Bisa saja dalam hal fisik atau dalam hal psikis. Dan terakhir, mengajari anak dalam pertahanan diri. Pertahanan diri sangat penting bagi anak untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ketika berada di luar jangkauan orang tua.

Kasus-kasus pelecehan seksual kini seolah sudah menjadi sebuah berita biasa yang tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Bahkan sebagian besar kasus yang belum dilaporkan merupakan kasus pelecehan seksual yang terjadi di desa atau kampong-kampung kecil. Ini membuktikan bagaimana parahnya Negara Indonesia mengenai masalah pelecehan seksual.

Wanita dan anak-anak yang seharusnya dilindungi malah menjadi sasaran empuk para predator/pelaku pelecehan seksual. UU dan penegak hukum juga di anggap terlalu lemah untuk menangani kasus tersebut. kurang terbuka dan perasaan malu untuk melapor juga menjadi penyebab masih maraknya pelecehan seksual di Indonesia.

Sudah seharusnya masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa kehadiran wanita dan anak-anak harusnya di dukung dan di hormati. Terutama bagi laki-laki yang hanya dapat mementingkan hawa nafsu diri sendiri.

@faqiha awfa