Thursday, January 5, 2017

Israel, Simpatisan ‘Mujahidin’, dan Suriah


Senator AS John McCain di markas “mujahidin” (lihat gambar bendera di atas)

DUNIA HAWA - Pagi ini saya membaca sebuah artikel menarik dari Yurgen Alifia, kandidat master di Oxford University. Tulisan itu sebenarnya tentang Anies Baswedan, tapi yang ingin saya bahas di sini adalah bagian tulisan itu yang mengutip wawancara Yurgen dengan Prof Mearsheimer. Mearsheimer dan rekannya, Stephen Walt [keduanya adalah pakar Hubungan Internasional] pernah menulis paper jurnal berjudul “The Israel Lobby and US Foreign Policy”. Dalam paper itu (yang kemudian dijadikan buku), keduanya menyimpulkan bahwa kebijakan luar negeri AS telah menjauh dari kepentingan bangsa AS sendiri karena terlalu menuruti keinginan Israel.

Wawancara Yurgen dengan Mearsheimer benar-benar “wow” buat saya. Ini saya copas ya:

Pertanyaan: “Apakah Anda diserang setelah menulis buku ini? Apa yang terjadi?”

Mearsheimer: “Sangat penting untuk dicatat baik saya maupun Walt tidak pernah mendapat serangan dari dalam kampus. Kami tidak diserang oleh sesama peneliti atau pimpinan kampus.
Hal ini bukan berarti tidak ada peneliti yang mengkritik tulisan kami; pasti ada; namun kritik dan debat isu-isu kontroversial adalah hal yang biasa dalam dunia akademik.

Memang ada beberapa pihak di kampus yang tidak suka dengan tulisan kami, namun mereka tidak berusaha menjatuhkan reputasi kami. Kami justru diserang di ruang publik.

Lobi pro Israel menyerang kami dan menyebut kami antisemit serta menuduh kami menulis karya ilmiah yang sembrono. Jelas kami diserang oleh mereka. Inilah cara lobi pro Israel menghadapi kritik. Mereka tidak mampu mendebat kami dari sisi fakta dan logika.

Ini mengapa Anda tidak berdebat secara terbuka tentang Israel-Palestina di Amerika Serikat. Karena fakta dan logika merugikan Israel.

Ketika Anda tidak bisa mengalahkan seseorang dengan fakta dan logika, yang Anda lakukan adalah menjatuhkan reputasi mereka.

Kami dan publik secara umum, termasuk banyak warga Yahudi AS, yang kritis terhadap Israel dan mendukung Palestina; akan diserang.

Warga Yahudi AS yang kritis terhadap Israel sering dituding sebagai antisemit, self-hating Jews, bahkan ada yang disingkirkan dari komunitasnya.

Sangat brutal. Inilah modus operandi lobi Israel, lagi-lagi karena mereka tidak bisa berdiskusi berdasarkan fakta dan logika.”

Paham kan, mengapa saya bilang “wow”? Di Indonesia, kalangan mana tuh yang mirip banget sama kelakuan lobi Israel ini? Yak tak salah lagi, para simpatisan “mujahidin”. Teman-teman saya pasti sudah tahu bagaimana mereka memperlakukan saya selama 4 tahun terakhir hanya gara-gara saya melawan narasi mereka soal Suriah. No data, no facts, hanya tuduhan dan caci maki brutal. Taktik mereka, kill the messenger dan character assasination. Kaum Zionis yakin merekalah yang paling suci dan paling mulia di muka bumi ini. Dan para simpatisan “mujahidin”? Ehm, silahkan menilai sendirilah.

Ini foto-foto simpatisan mujahidin di Indonesia dan foto John McCain sedang rapat dengan para “mujahidin”. Lihat kesamaan bendera yang dikibarkan (hijau, putih, hitam, bendera “moderate rebels”, demikian yg disebut oleh media Barat)








Nah, kembali ke bukunya Prof Mearsheimer dan Prof Walt, menarik sekali, di buku itu (terbit 2006) Suriah menjadi salah satu topik bahasan. Dalam buku itu dijelaskan bahwa Israel, melalui kekuatan lobby-nya di AS, mendorong pemerintah AS untuk melancarkan perang terhadap rezim-rezim yang menjadi musuh Israel. 

“Dimulai tahun 1990-an, dan khususnya setelah 9/11, dukungan AS kepada Israel telah dijustifikasi oleh klaim bahwa kedua negara diancam oleh kelompok-kelompok teroris yang berasal dari Arab atau Dunia Muslim dan oleh negara2 “kasar” yang mendukung kelompok teroris itu…. Ini juga berimplikasi bahwa AS harus menggulingkan rezim Republik Islam Iran, Saddam Husein di Irak, dan Bashar Assad di Syria. Israel dipandang sebagai sekutu penting dalam perang melawan teror karena musuh Isarel adalah musuh AS.”

Di halaman 38, ada sub bab yang diberi judul “Menembak Suriah” dibahas secara rinci manuver Israel untuk mendorong AS agar menggulingkan Assad. 

Ada satu dokumen penting lain yang membuktikan bahwa Israel amat berambisi menghancurkan Suriah dan Timur Tengah secara umum, yaitu Oded Yinon’s Plan. Ini adalah dokumen yang paling eksplisit, detil, dan jelas terkait strategi orang-orang Zionis di Timur Tengah. The Oded Yinon’s Plan (Rencana Oded Yinon) dimuat di Kivunim [Arah], sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Departemen Informasi Organisasi Zionis Dunia. Dokumen ini kemudian diterjemahkan dan dipublikasikan oleh Association of Arab-American University Graduates pada tahun 1982.

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa Zionis mempublikasikan dokumen ini? Jawabannya diberikan oleh Israel Shahak, penerjemah dokumen ini ke dalam bahasa Inggris. Menurutnya, publikasi dokumen ini ditujukan untuk orang-orang Yahudi sedunia agar mereka lebih memahami (dan mendukung) strategi politik Israel. Dalam perhitungan mereka (dan ini terbukti hingga sekarang), bangsa-bangsa Timur Tengah tidak akan terlalu peduli pada dokumen ini dan tidak akan melakukan langkah-langkah strategis untuk melawan rencana dan strategi jangka panjang Zionis ini. 

Dengan berdasarkan pengetahuan inilah sejak Desember 2011 saya sudah menulis bahwa ada peran AS dan Israel dalam konflik Suriah. Silahkan baca tulisan pertama saya itu, tulisan yang mengubah kehidupan saya secara drastis, meski hanya sebutir debu bila dibandingkan kesengsaraan dahsyat yang dialami bangsa Suriah.

@dina sulaeman

Video Aliran Dana Bantuan dari Indonesia untuk Rakyat Suriah yang Ternyata Diberikan ke Kelompok Pembrotak Teroris :


Saat PMKRI Mempolisikan Rizieq Shihab: Berkah atau Musibah?

DUNIA HAWA - Dengan berseragam lengkap organisasinya, Angelius Wake Kako, Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI), mendatangi Polda Metro Jaya, Senin (26/12). Dia melaporkan Rizieq Shihab karena dianggap telah melakukan pelecehan agama Kristen/Katolik dengan mengatakan “… kalau tuhan beranak, siapa bidannya?” dalam sebuah acara di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada 25 Desember 2016.


Angelius juga melaporkan dua orang lainnya, Fauzi Ahmad dan Saya Reya, gara-gara ikut memviralkan video ceramah tersebut melalui Instagram dan Twitter.

Dalam laporan bernomor polisi LP/6344/XII/2016/PMJ/DitReskrimsus memperlihatkan ketiganya dianggap melakukan penistaan agama melalui media elektronik: Pasal 156 KUHP dan Pasal 156a KUHP dan atau Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Rizieq selama ini dikenal sebagai tokoh yang kerap bersuara lantang terhadap pihak-pihak yang tidak disukainya. Tak jarang ia terlihat mengalami disorientasi karena gagal membedakan antara kritik dan hujatan. Gara-gara itu, ia pernah dilaporkan Sukmawati dengan tuduhan menghina bapaknya, Presiden Soekarno.


Saat berorasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 4 April 2016 lalu, Imam Besar FPI ini juga pernah memberondong Ahok, Wiranto, dan lambang negara Pancasila dengan aneka hujatan yang tidak pantas.

Dalam kasus “Siapa bidannya (Yesus)?” nampak sekali Rizieq berupaya menaikkan level kedigdayaannya dengan menyasar hal paling prinsipil dalam teologi umat Kristen. Rizieq barangkali tertidur saat belajar al-Qur’an sehingga tidak tahu ada ayat khusus yang memperingatkan Muslim untuk tidak mengolok sesembahan non-Muslim, sebagaimana QS. Al-An’am 108: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.”

Ismail ibn Katsir (w. 1372 M) dalam Tafsir-nya menjelaskan bahwa meskipun terdapat sisi positif dalam praktik cemoohan tersebut (misalnya memperkuat keyakinan teologis umat Islam), tetapi mudlaratnya dianggap jauh lebih besar.

Bagi para pengkaji hukum Islam di kalangan pesantren, logika mencegah kemudlaratan sebagaimna ayat di atas kemudian dibakukan dalam kaidah fiqh yang cukup terkenal: dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalb al-masalih (menghindari kerusakan lebih diutamakan ketimbang mengambil kemanfatan).

Kita bisa bayangkan betapa kacaunya negeri ini jika, katakanlah, seperempat saja umat Kristen memilih mencemooh balik sesembahan Muslim, atau, yang lebih mengerikan, melakukan destruksi rumah ibadah sebagaimana hobi sejumlah umat Islam selama ini.

Nyali PMKRI


Tindakan organisasi mahasiswa Katolik ini tergolong berani mengingat selama ini organisasi intelektual non-Muslim memilih cuek, ngalah, dan berbesar hati meski simbol-simbol keyakinannya direndahkan, misalnya dalam kasus rumah ibadah.

Dalam isu lain yang tidak kalah sensitif, yakni peristiwa 1965, PMKRI juga sempat mencuri perhatian publik. Ini gara-gara organisasi yang didirikan pada 1947 ini secara gagah mendatangi lokasi simposium anti-PKI di Jakarta awal Juni lalu.

Saat itu PMKRI memprotes panitia yang dianggap secara sepihak mencantumkan logo organisasi dalam deretan penyelenggaran. Keberatan serupa juga akhirnya diambil GP Ansor. Keduanya, meskipun punya sejarah gelap dalam peristiwa 65, memilih tidak mau dijadikan tameng oleh sekelompok orang yang berniat mengaduk-aduk persatuan bangsa.

PMKRI mungkin sudah pada titik jengah melihat polah kelompok intoleran Islam yang makin ugal-ugalan dalam mengekspresikan keberagamaannya yang menindas sebagian yang lain.

Keberanian PMKRI mempolisikan Rizieq, saya kira, dilandasi keprihatinan mendalam serta kejengahan untuk terus menerus membiarkan panggung politik Indonesia dicoreti praktik keberagamaan yang ugal-ugalan yang menyakitiki kelompok lain.

Namun demikian, langkah berani PMKRI juga jelas menuai kontroversi. Tak terhitung berapa banyak aktivis yang justru mengkritik langkah organisasi ini. Dituduhnya PMKRI setali tiga uang dengan kelompok intoleran Islam yang kerap meminjam pasal penodaan agama untuk memonopoli kebenaran teologi. Hendardi, Setara Institute, menyebut langkah PMKRI sebagai kemunduran demokrasi.

Akan tetapi tidak sedikit yang berpandangan sebaliknya: PMKRI tengah mendidik Rizieq agar tidak melampaui batas. PMKRI seperti sedang menyindir sebagian dari kita agar berani move on dari sekedar mengoceh di sosial media ataupun menggalang petisi online.

Maaf dan Koreksi


Saya sepenuhnya bisa memahami kalangan aktivis yang mencibir langkah PMKRI. Namun terkadang kita dibuat limbung oleh ilusi keadilan. Misalnya, jika tidak bersetuju dengan pasal penodaan agama, maka jangan gunakan pasal tersebut untuk menyerang balik. Saya ingin menyatakan sebuah analogi: sekuat apa pun kebencian kita terhadap psikotropika, kita tidak bisa mengingkari kegunaanya dalam dunia medis. Psikotropika jelas merupakan masalah besar jika penggunaannya melanggar regulasi.

Selama ini kita menyadari bahwa di tangan tirani mayoritas, regulasi penodaan agama jelas telah memasung puluhan hak kemerdekaan berkeyakinan dan beragama. Namun celakalah seluruh bangunan intelektualitas kita seandainya menyamakan PMKRI dengan para pelapor tuduhan sesat terhadap Ahmadiyyah, Lia Eden, Gafatar, Tajul Muluk, Yusman Roy atau Gus Jari Isa alMasih. Ada perbedaan fundamental antara mencaci keyakinan orang lain dan meyakini tanpa mencaci. Nurani kita sudah cukup mampu membedakannya.

Namun demikian, menurut saya, PMKRI dan setiap umat Kristen seyogianya bisa memaafkan dan melupakan lelucon-bodoh “Siapa Bidannya?”—sepanjang pelakunya minta maaf. Sayangnya, hingga detik ini belum nampak tanda-tanda Rizieq beriktikad baik menyelesaikan kasus ini. Itu artinya diperlukan upaya penegakan keadilan, sekaligus memberikan pelajaran agar Rizieq atau siapa pun yang menghina sesembahan orang lain tidak terus menerus mengintimidasi keadaban publik.

Islam sendiri pada dasarnya menitikberatkan pada kesungguhan para pihak mendorong orang lain bisa lebih baik, dalam arti berhenti mengganggu atau menyakiti orang lain.

Ibn Taimiyyah (w. 1328), sebagaimana dikutip ibn Utsaimin (w. 2001) dalam Makarim al-Akhlaq, pernah menyatakan, “melakukan perbaikan adalah wajib, sedangkan memaafkan adalah sunnah. Bila pemaafan mengakibatkan hilangnya perbaikan berarti mendahulukan yang sunnah atas yang wajib. Tentunya syariat ini tidak datang membawa hal yang seperti ini.”

Dari sini kita bisa sama-sama menakar: dalam konteks kebangsaan, apakah upaya PMKRI mempolisikan Rizieq Shihab merupakan berkah atau musibah.

@aan ansori


Fitsa Hats dan Konsistensi Bisnis Kuliner

DUNIA HAWA - Siapa yang tidak kenal dengan makanan yang telah menjadi makanan sejuta umat? Sejuta umat? Ya, kecuali mereka yang nyinyir tengtang bau-bau kafir. Pizza Hut, anda pasti familiar dengan nama dan setiap menu di tempat ini.


Meski bukan kuliner asli Indonesia, kehadiran Pizza Hut menjadi satu inspirasi bagi mereka yang ingin maju dalam bisnis dunia kuliner. Salah satu dari sekian banyak restoran cepat saji yang merambah di Indonesia, puluhan tahun, banyaknya pesaing, namun tetap mampu merebut pasar lokal di Indonesia.

Begitu baiknya warga Indonesia, restoran yang masih berdiri tegak bahkan sangat kokoh ini diviralkan kembali. Munculnya kasus Fitsa Hats, membuat nama Pizza Hut menjadi nama yang paling dicari. Apakah ini bagian strategi marketing kuliner restoran cepat saji ini? Tampaknya ya, strategi marketing yang tanpa sengaja dan sukses.

Begitu muncul di media sosial, banyak orang membaca, dan tiba-tiba menginginkan menu pizza, lantas tak tanggung membelinya. Lihatlah di Denpasar sendiri, sejak viral fitsa hats, pesan antar pizza makin laris di kompleks saya. Sebegitu hebatnya, ya?  

“Nama saksinya Habib Novel. Dia kerja dari tahun 92 sampai 95 di Pizza Hut. Tapi, mungkin karena dia malu kerja di Pizza Hut, dia sengaja menuliskan Fitsa Hats,” ujar Ahok usai menjalani persidangan di Kementan.

“Saya waktu itu kurang perhatiin, karena kan saya tanda tangan, ada enam lembar. Ya, nggak mungkin, satu per satu huruf saya teliti,” jawab Novel sebagai konfirmasi.

Pak Ahok ini memang berbakat jadi komika, komedian andal di dunia politik. Tulisan Fitsa Hats menjadi viral. Segala meme, kalimat, lelucon bermunculan yang sedikit tidaknya memberikan tawa pada dunia politik yang aduhai ini. Kemudian beranak pinak menjadi setarbak koffi, Mik Donal, Kentaki Ciken Prett, Jico Donat, sampai-sampai abang Gojek kebingungan melacak restoran baru ini.

Lucu sekali, Pak. Potensi Ahok kini muncul lagi, menggusur yang suka rusuh menjadi hal ringan yang patut ditertawakan bersama-sama. Bukankah negeri kita ini adalah negeri yang lucu? 

Alergi berlebihan kini tengah menjadi racun kebhinnekaan. Alergi dengan non-Muslim, alergi sebutan halal dan haram, alergi cina, alergi kafir. Sedikit-sedikit alergi.

Cobalah tengok bisnis ayam goreng KFC, pizza hut, J.Co Donuts, mengapa bisa sesukses ini? Tidakkah bisnis kuliner yang mengedepankan sajian khas Indonesia bisa melegenda seperti restoran cepat saji dari produk luar? Mari mengupas kiat sukses bisnis yang telah menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tidak sedikit ini.

Bagaimanakah kisah sukses perjalanan dua bersaudara melejitkan nama Pizza Hut dalam deretan restoran papan atas? Dan dan Frank, nama besar di balik Pizza Hut ini menerima modal pinjaman dari sang ibu sebesar USD. 600. Kontan, mereka pun membeli beberapa alat bekas yang diperlukan. Sisanya dipakai untuk menyewa gerai kecil guna menjajakan Pizza-nya.

Hasilnya sungguh mengagumkan. Pada tanggal 15 Juni 1958, berdirilah restoran Pizza pertama di Wichita, Kansas. Untuk menarik minat pembeli, mereka membagikan Pizza gratis pada malam perdana kepada sejumlah orang yang 'mampir'. Ratusan orang berjubel untuk mendapatkan gratisan. Apa yang terjadi?

Banyak dari mereka yang komplain dan merasa belum cocok dengan Pizza buatannya. Dalam perkembangannya, hasil produksi mereka sempat merosot tajam. Seiring dengan berjalannya waktu, restoran ini tergilas oleh ketatnya persaingan. Pangsa pasar pun semakin melemah.

Faktornya, di samping kualitas Pizza-nya sangat konvensional, lokasi dan dekorasi yang mereka setting, nampaknya membuat pelanggan tidak nyaman. Kerugian yang mereka tanggung luar biasa besar. Lantas, apakah Dan dan Frank putus asa? Ternyata tidak. Keadaan ini justru membuat mereka terpacu untuk mempelajari kekurangan-kekurangan olahan menu dan lainnya.

Mereka mulai menempelkan papan nama di sisi luar. Karena sempit, papan nama itu hanya bisa memuat 9 huruf. Anda mungkin bisa menebak; kata apa yang pertama mereka tempelkan?

Pizza adalah kata pertama yang tertempel pada papan nama itu. Masih ada space empat huruf di belakangnya. Mereka bingung untuk mencari kata yang tepat di belakang Pizza. Pada saat itulah, seorang anggota keluarganya datang dan mengusulkan kata Hut -yang berarti gubuk- diletakkan tepat di belakangnya. Mereka setuju.

Dari sinilah mereka mulai bangkit dengan semangat baru. Berkat kegigihannya setelah mengalami kegagalan, jumlah pelanggan meningkat drastis. Publik pun mengacungi jempol atas kesuksesannya bangkit dari keterpurukan.

Seiring dengan meningkatnya kepercayaan publik, Pizza Hut terus melakukan upaya-upaya peningkatan pelayanan, diantaranya dengan menambah layanan Home Delivery. Dengan harapan, masyarakat tetap bisa menikmati Pizza Hut tanpa harus bersusah payah ke luar rumah.

Kunci kesuksesan Pizza Hut dapat menembus pasar internasional merupakan hasil kerja keras yang didasari empat nilai budaya kerja yaitu integritas, keunggulan, pengembangan usaha dan keuntungan.

Dalam membangun bisnisnya hingga mendunia, Pizza Hut memiliki komitmen jangka panjang dalam mengembangkan bisnisnya, seperti selalu beradaptasi terhadap perkembangan trend, inovasi teknologi dan selalu berorientasi kepada pasar, serta melakukan riset berkala untuk memantau perkembangan bisnis baik dari sisi brand image maupun customer experience monitoring

Di samping itu, mereka mengembangkan budaya yang mendalam dan kokoh di mana setiap karyawan dapat membangun pola pikir yang berorientasi pada customer dan sales, memberikan brand differenation yang sangat kompetitif, menjalin kelancaran hubungan dengan karyawan dan konsumen, mempertahankan konsistensi hasil yang telah tercapai, yang pada akhirnya akan mewujudkan brand yang digemari oleh konsumen di dunia.

Ada tiga strategi bisnis yang dijalankan oleh Pizza Hut. Strategi pertama yaitu meluncurkan produk baru dengan menyajikan menu lengkap dan trendi, termasuk menciptakan berbagai pizza dan pasta rasa baru disertai aneka macam minuman dengan memerhatikan keinginan kekinian.

Kempleksitas dan ragam menu baru yang disediakan akan menjadikan proses pembuatan lebih lama dari biasanya. Karena itu, proses penyajian harus ditingkatkan kualitasnya.

Untuk mempersingkat waktu penyajian, ada dua cara yang diupayakan. Cara pertama, berinvestasi di mesin – mesin produksi yang tepat dan cara kedua adalah menyingkat waktu penyajian dengan merekrut lebih banyak karyawan.

Strategi kedua untuk merespon industri yang kompetititf, Pizza Hut memperluas sebaran penetrasi secara geografis. Dengan cara membangun lebih banyak gerai dengan atmosfer yang lebih bersahabat dan berkesan restoran keluarga.

Strategi ketiga adalah meraih pelanggan baru dengan menawarkan berbagai paket makanan dengan harga terjangkau dengan tujuan membuat konsumen merasa senang dan ingin datang lagi.

Pizza Hut juga membenahi dari sisi people yang bertujuan untuk dapat berjalannya dengan baik ketiga strategi tersebut, tim manajemen Pizza Hut menghabiskan banyak waktu untuk melatih karyawan yang tujuannya agar produk baru yang dibuat diimbangi dengan layanan baru, penyajian baru, dan kultur baru.

Untuk karyawan yang bertugas melayani pelanggan, penampilan yang baik menjadi bagian yang tak terpisahkan. Pelatihan bagi karyawan front office seperti waitress dan kasir juga ditingkatkan. Bagi pegawai wanita bahkan ada pelatihan kecantikan setahun sekali yang digelar di masing – masing restoran oleh ahli kecantikan.

Agar tercipta kultur pelayanan yang baik, cara melayani pelanggan juga dibakukan dengan nama 10 moment of truths yang di antaranya dengan memberi salam kepada konsumen, mencarikan meja, mempersilahkan konsumen untuk duduk, melayani pesanan, memberi tahu lamanya waktu tunggu, menindak lanjuti kedatangan (menghampiri meja konsumen secara berkala tanpa diminta untuk menanyakan kebutuhannya atau lebih dikenal dengan istilah double-checked), menawarkan menu penutup, menyiapkan bon tagihan dan mengucapkan terimakasih kepada setiap konsumen yang selesai makan.

Dengan berkembang pesatnya Pizza Hut di berbagai belahan dunia, alasan ekonomi menjadi faktor yang mendorong Pizza Hut bekerjasama dengan Pepsico. Kerjasama ini berhasil meraup keuntungan yang lebih besar bagi kedua belah pihak.

Hingga Pizza hut dinobatkan sebagai “The Best Company to Work For” di Dallas by D magazine (Januari 2000) serta merupakan perusahaan nomor satu dalam rantai distribusi pizza di Amerika menurut Restaurant & Institutions “2001 Choice in Chains” survey. Pizza Hut juga dikenal sebagai pemimpin pasar dengan penjualan $25 milyar pizza category semenjak tahun 1971.

Kondisi persaingan yang semakin ketat juga mendorong pizza hut untuk berupaya mengenalkan merek (brand) produknya ke pasar global yang bertujuan agar merek patennya dikenal baik oleh konsumen, bahkan hingga familiar dengan merek Pizza Hut.

Konsistensi dan standarisasi merupakan faktor yang kritis sehingga konsumen sering menjadi setia pada merek. Pizza Hut telah melakukan pengenalan dengan baik di wilayah pasarnya dengan kualitas yang sama sehingga manfaat utama pengenalan merek sebagai penciptaan pelanggan yang loyal dapat tercapai.

Faktor teknologi juga memengaruhi pizza hut dapat bersaing di pasar global adalah adanya produk yang baru dengan menu yang lengkap dan harga yang standar. Tidak hanya pizza rasa baru yang ditawarkan di gerai Pizza Hut, namun ada menu baru yang bervariasi seperti pasta, salad, camilan seperti potato wedges, bruschetta, cake, soup dan variasi minuman baru.

Hal ini tidak luput dari adanya teknologi baru yang akan selalu dikembangkan oleh Pizza Hut. Selain adanya teknologi baru, Pizza Hut juga memodifikasi teknologi pengolahan menu lama yang hampir hilang dari peredaran permintaan konsumen seperti modifikasi pizza seafoodlovers menjadi splitza.

Pizza Hut tidak henti – hentinya dalam mengkreasikan teknologi inovasi pengolahan maupun pembuatan pizza. Semua ini dikarenakan untuk memepertahankan eksisternsi yang telah dicapai oleh Pizza Hut. Salah satu tekologi pengolahan Pizza Hut yang sampai sekarang masih digemari oleh konsumennya adalah stuffed crust.

Selain inovasi teknologi pengolahan, Pizza Hut juga menerapkan teknologi sistem informasi yang dapat menunjang daya saing, di antaranya adalah berinvestasi pada sistem Point of Sale dan operasi toko secara otomatis serta membuka toko secara on line (www.pizzahut.com) di jaringan internet.

Teknologi sistem informasi tersebut dapat digunakan sebagai senjata untuk menjangkau konsumen dimana saja berada, sesuai dengan slogannya yaitu “to be wherever our customer are”.

Sebenarnya sederhana sekali yang dilakukan bisnis kuliner raksasa ini. Hanya butuh konsistensi. Panganan lokal bisa mendunia ketika berhasil mengadopsi konsep suskes yang telah dipaparkan nyata oleh Pizza Hut, bukan Fitsa Hats.

Hidup bergantung pada bisnis kuliner, bukan mustahil kan? Ancaman akan gulung tikar yang menghantui suatu masa nanti, sedapat mungkin diusahakan tidak terjadi, ketika konsistensi itu tetap menjadi pedoman. Mari belajar dari hal-hal positif untuk kuliner Indonesia yang mendunia.

@i gede bayu kesuma