Sunday, September 24, 2017

Memandang ke Depan


DUNIA HAWA Saya bosen dengan isu PKI. Masalah tahun 1965 yang selalu dicari kesalahannya, seakan hidup cuman berhenti disitu saja.

Akhirnya kaki saya melangkah ke Balai Kartini, memenuhi undangan teman dari Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf.

Kebetulan malam ini Bekraf bersama sebuah badan pendanaan dari luar bernama Fenox Venture Capital, sedang mengadakan ajang kompetisi buat perusahaan pemula (startup) di bidang aplikasi online. Perusahaan pemula online ini ditandingkan idenya untuk mendapatkan modal usaha sebesar lebih dari 11 miliar rupiah.

Di ajang itu saya melihat banyak para pebisnis baru, yang sebenarnya bukan baru di bisnis. Mereka rata-rata adalah eksekutif di perusahaan besar yang keluar dan membuat bisnis online baru. Mereka meninggalkan zona nyamannya untuk bergelut di dunia mandiri atau wiraswasta khusus aplikasi online.

Rata-rata ide yang mereka paparkan adalah mengatasi masalah yang selama ini mereka temui di lapangan saat mereka di perusahaan. Ada aplikasi di bidang forwarding, logistik sampai aplikasi mencari ruang meeting yang bisa disewa di kota besar.

Menarik, bagaimana mereka menemukan masalah, mencari solusi dan mendapat peluang dari itu semua. Sampai mereka rela meninggalkan tempat kerja yang nyaman dan bergengsinya, tentulah karena mereka yakin apa yang mereka buat akan menjadi besar nantinya..

Bahkan di bidang pertanian ada aplikasi yang menemukan petani, yang punya lahan, investor sampai buyer sekalian. Ada juga aplikasi untuk belanja sayur mayur, menemukan antara pedagang sayur langsung dengan emak emak tanpa melalui toko besar.

Mereka semua bermimpi menjadi Gojek baru, Tokopedia baru yang kelak akan dibeli sahamnya senilai puluhan triliun rupiah.

Saya malam ini melihat perubahan ekonomi besar di Indonesia ke depan. Aplikasi-aplikasi online yang sedang diciptakan akan merubah budaya banyak hal mulai dari industri sampai model belanja. Tidak bisa ditahan, pasar bergerak dan merata.

Ekonomi Indonesia ke depan tidak akan lagi dikuasai pebisnis besar, tapi menyebar ke pengusaha-pengusaha kecil yang akan meningkatkan pendapatan mereka.

Inilah yang disebut shifting atau perpindahan oleh Profesor Reynald Khasali. Pantas saja beberapa retail besar tutup gerai bahkan pusat perbelanjaan Glodok mati segan hidup pun tak lagi pakai sempak.

Begitulah seharusnya Indonesia. Menatap ke depan. Bukan lagi ricuh masalah masa lalu yang kelam dan diungkit2 terus mencari siapa yang benar dan siapa yang salah.

Orang sudah berpikir tahun 2050, ini masih aja berkutat di tahun 1965. Move on dong, bray...

Alhasil saya keluar dengan semangat baru.

Terimakasih untuk Pakde Jokowi yang sudah membuka ruang sebesar-besarnya untuk ekonomi kreatif. Sehingga ruang-ruang kerja baru terbuka dan orang mulai bergerak untuk menjadi pengusaha.

Orang bilang, "sekarang ini adalah tahun emas, karena kita berada pada titik perpindahan ekonomi. Siapa yang memulai pada saat ini, dia yang akan menang dalam kompetisi ke depan..". Itulah kenapa aplikasi online Baboo saya mulai..

Mungkin satu waktu ada aplikasi untuk DPR online, dimana kita tidak lagi membutuhkan manusia-manusia yang hanya duduk, mangap dan ngorok di ruang sidang. Baru kalau ada proyek, matanya terang..

Mereka Mulai Berjatuhan

Pasti kenal nama Toys R us, jaringan ritel mainan besar yang berasal dari AS ini dikabarkan bangkrut. Penyebab kebangkrutan menurut Bloomberg adalah turunnya minat pengunjung ke toko karena banyaknya toko online yang menjual mainan.

Kebangkrutan Toys R us ini memicu turunnya saham di perusahaan mainan yang sejenis, seperti produsen mainan Barbie Mattel.inc, saham Hasbro produsen Monopoli dan Transformers.

Ternyata memang sudah terjadi perpindahan budaya membeli di Amerika sana. Karena orang lebih suka membeli online, biaya-biaya operasional seperti sewa toko dan pegawai sudah menjadi beban berat sekarang karena lebih besar pengeluaran daripada pembelian.

Kita ikuti mana lagi yang akan tutup gerai sesudah di Indonesia sendiri kita melihat Ramayana dan Matahari pun mulai terpengaruh situasinya.

Dunia bergerak maju, bray.. hanya orang kalah saja yang selalu mempermasalahkan masa lalunya yang kelam.

@denny siregar 

Mendeteksi Penyakit Dari Kuku


DUNIA HAWA Bentuk dan rupa kuku Anda ternyata tidak hanya merupakan akibat dari hal-hal yang terjadi di luar tubuh Anda, namun lebih banyak lagi mengindikasikan mengenai apa yang terjadi di dalam tubuh Anda. Masalah kesehatan pada liver, paru-paru maupun jantung sekalipun dapat juga memunculkan pertanda melalui kuku Anda.

Perubahan warna pada kuku, perubahan tekstur, bentuk dan ketebalan dari kuku merupakan indikasi adanya kondisi kesehatan yang lebih serius. Beberapa ciri yang dapat ditemui pada kuku dan merupakan pertanda penyakit meliputi.

1.Kuku yang mengelupas dan pecah-pecah


Selain mengindikasikan kuku yang terlalu banyak terpapar air atau bahan kimia seperti deterjen maupun cat kuku, kuku yang mengelupas dan pecah-pecah juga dapat berarti Anda sedang mengalami infeksi jamur kuku, penyakit kulit lichen planus, psoriasis kuku hingga adanya hipertiroid maupun hipotiroid. Penyebab lain yang mungkin terjadi adalah adanyaartritis yang reaktif, sebagai bentuk reaksi sistem imun pada sendi, otot dan bagian lainnya di tubuh yang kemudian menyebabkan infeksi.

Untuk mengatasi kondisi infeksi jamur, mengonsumsi obat anti jamur dapat dilakukan. Untuk mencegah kerusakan kuku hingga mengelupas dan pecah-pecah, konsumsi suplemen vitamin B7 atau biotin. Dan kenakanlah sarung tangan jika tangan akan direndam di dalam air dalam waktu yang lama serta aplikasikan krim pelembap pada kuku.

2.Warna kuku yang memudar kekuningan


Kebanyakan penyebab dari warna kuku yang kekuningan adalah adanya infeksi jamur kuku atau psoriasis kuku. Serta penggunaan pernis kuku yang berlebihan. Untuk indikasi penyakit, kuku berwarna kekuningan menandakan adanya penyakit pembengkakan kulit lymphoedema, kerusakan permanen pada saluran pernapasan karena kondisi bronchiectasis, sinusitis, radang pada kelenjar tiroid, tuberkulosis, penyakit kuning karena masalah pada liver dan infeksi pada lipatan kuku atau paronychia kronis. Konsumsi obat-obatan seperti mepacrine atau carotene juga dapat menyebabkan kuku berwarna kekuningan.

3.Warna kuku yang hijau kehitaman


Adanya pertumbuhan bakteri pseudomonas di bawah kuku yang hendak lepas dapat menyebabkan warna hijau kehitaman pada kuku. Obati kondisi ini dengan mengoleskan obat tetes mata yang mengandung antibiotik pada kuku atau dengan merendam kuku di dalam cairan antiseptik maupun air cuka.

4.Warna kuku abu-abu


Warna kuku yang demikian dapat disebabkan oleh adanya konsumsi obat-obatan seperti antimalarials atau minocycline.

5.Warna kuku kecokelatan


Warna kuku kecokelatan dapat muncul akibat keberadaan penyakit tiroid, efek samping kehamilan, kondisi malnutrisi dan penggunaan pernis kuku yang rutin.

6.Warna kuku kemerahan atau seperti warna minyak yang kekuningan


Warna ini dapat menandakan adanya kondisi psoriasis pada kuku.

7.Warna kuku yang separuh putih dan separuh cokelat


Jika ujung kuku tampak kecokelatan dan sisanya putih, maka hal ini dapat mengindikasikan adanya kondisi gagal ginjal. Fungsi ginjal terhenti, sehingga terdapat perubahan senyawa kimia dalam darah yang menyebabkan melanin atau pigmen kulit untuk mencemarkan kuku. Selain itu, kondisi gagal ginjal dapat juga meningkatkan jumlah pembuluh darah kecil yang mencuat di area kuku. Terkadang, kondisi kuku yang warnanya separuh ini dialami juga pada penderita AIDS dan pasien kemoterapi.

8.Warna kuku yang putih pekat


Warna kuku yang putih menyeluruh dapat menjadi pertanda adanya infeksi jamur pada kuku atau adanya tanda pengurangan aliran darah ke area kuku. Jika kondisi kuku yang berwarna putih pekat (Terry’s nails) ini ditemani dengan ujung yang kemerahan atau ujung berwarna gelap, maka kondisi yang mungkin terjadi antara lain:

Sirosis pada liver

•Gagal liver, gagal ginjal atau gagal jantung

•Kondisi diabetes

•Adanya kondisi anemia yang membuat tubuh kekurangan sel darah merah akibat tidak 
memperoleh cukup zat besi

•Perawatan kemoterapi

•Adanya kondisi hipertiroid

•Kondisi malnutrisi

9.Kondisi kuku yang menebal dan tumbuh secara berlebihan 


Penyebab dari luar yang menyebabkan terjadinya kondisi ini adalah adanya infeksi jamur kuku maupun psoriasis kulit. Tekanan yang dirasakan dari alas kaki yang terlalu kecil atau sempit pada jempol kaki juga dapat menyebabkan kondisi ini. Namun, indikasi penyakit yang terjadi di dalam dari kondisi kuku yang demikian adalah adanya artritis reaktif, di mana sistem imun tubuh menyerang persendian, otot dan bagian tubuh lainnya karena adanya infeksi.

10.Kuku kaki yang tumbuh seperti tanduk


Biasanya, kondisi ini dialami oleh mereka yang sudah berusia lanjut dan dikenal sebagai onychogryphosis atau kuku tanduk. Penyebab kondisi ini adalah adanya tekanan pada kuku kaki dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengobatinya, diperlukan bantuan dokter kaki untuk mengangkat dan menghilangkan kuku tanduk.

11.Kuku yang hendak lepas


Biasanya, selain karena cidera dari luar maupun infeksi jamur, kuku yang longgar disebabkan oleh kondisi hipertiroid. Adanya kutil yang tumbuh di sekitar kuku, kondisi sarcoidosis di mana terjadi gumpalan sel yang terbentuk pada jaringan tubuh, serta penumpukan protein pada organ tubuh. Adanya gangguan pada serat jaringan penghubung pada tubuh juga dapat menyebabkan kondisi kuku yang hampir lepas. Sirkulasi tubuh yang buruk karena kebiasaan merokok, atau penyakit Raynaud’s, serta reaksi alergi yang muncul dalam bentuk kuku yang hendak lepas, juga dapat menjadi alternatif penyebabnya. Untuk perawatannya, potong kuku yang hendak lepas ini agar tunas kuku baru dapat tumbuh kembali. Bersihkan kuku hanya dengan sikat kuku yang halus.

12.Kuku yang cekung seperti sendok atau koilonychia


Jika kuku cekung ke dalam, kemungkinan besar Anda menderita kekurangan zat besi atau kelebihan zat besi (haemochromatosis), penyakit Raynaud’s yang membuat aliran darah ke jari dan jari-jari kaki tidak lancar, atau penyakit yang menyerang sel-sel tubuh seperti lupus.

13.Kuku yang berlesung-lesung


Kuku yang terlihat bergelombang dapat disebabkan oleh penyakit kulit eczema, artritis reaktif, hingga kondisi alopecia areata yang menyebabkan kelainan tidak berambut pada penderitanya.

14.Kuku yang bergaris-garis horizontal atau Beau’s lines


Kuku seperti ini merupakan pertanda dari adanya riwayat penyakit tertentu sebelumnya, pernah melakukan kemoterapi, serta adanya paparan hawa dingin ekstrem pada penderita penyakit Raynaud’s. 

Garis-garis dalam ini biasanya baru akan muncul beberapa bulan kemudian saat kuku sudah tumbuh dan garis-garis dalam berpindah ke atas. Dibutuhkan waktu sekitar empat sampai enam minggu bagi kuku jari untuk tumbuh lagi, dan enam hingga 12 bulan bagi kuku kaki.

15.Kuku yang tumbuh menjadi cembung


Kondisi ini dapat terjadi karena adanya jaringan di bawah kuku yang menebal dan ujung jari dan kuku yang membulat. Hal ini disebabkan karena bertambahnya aliran darah ke ujung jari. Kondisi kuku yang demikian dapat terjadi karena faktor keturunan, namun saat mendadak muncul, hal ini dapat menjadi indikasi adanya kondisi kanker paru-paru, enodcarditis hingga bronchiectasis, penyakit radang pencernaan, kanker perut, sirosis liver hingga kondisi darah yang tebal atau polycythaemia.

16.Kondisi kuku dengan garis-garis putih


Jika posisi garis yang muncul tegak lurus dan memanjang dari ujung ke ujung atau Muehrcke’s lines, tubuh Anda sedang mengalami kondisi kurang protein dalam darah atau mungkin terdapat penyakit liver maupun kondisi malnutrisi.

17.Garis-garis kehitaman yang membentang ke bawah di kuku


Terkadang, garis kehitaman pada kuku dapat menjadi salah satu gejala awal kanker kulit (subungual melanoma). Namun, jika benar terdapat kondisi kanker, maka hanya satu kuku yang terpengaruh dan rupa garis dapat berubah menjadi lebih lebar dan gelap, seiring dengan berjalannya waktu dan melebar ke kulit sekitar kuku.

18.Garis-garis kemerahan dan kecokelatan di bawah kuku


Kondisi ini merupakan indikasi adanya kerusakan pembuluh darah kecil yang menyebabkan timbulnya splinter haemorrhages. Jika lebih dari satu kuku yang mengalami hal ini, garis-garis ini biasanya merupakan tanda adanya penyakit lupus, psoriasis dan infeksi katup jantung atau endocarditis. (PA)

@dr. aria wibowo

Friday, September 22, 2017

PKI Lagi, PKI Lagi ..., Bosan Ah ...


DUNIA HAWA Sepert biasa menjelang 30 September diramaikan lagi isu PKI. Entah kenapa masalah ini gak ada habis-habisnya seakan kita harus terus dihantui dengan peristiwa lama dimana banyak negara yang sudah melupakannya.

Uni Sovyet yang dulu dikenal sebagai penjaga paham komunis sudah pecah menjadi beberapa negara. Rusia bahkan fokus untuk menaikkan gengsinya di mata dunia sebagai penjaga perdamaian, merebut citra yang selama dipegang oleh seterunya - AS.

Bahkan Cina dalam prakteknya lebih kapitalis dari AS sebagai mbahnya. Mereka dalam beberapa hal bekerjasama sampai masalah hutang piutang.

Di negeri kita beda lagi..

Dengan jargon "menolak lupa", Isu PKIdibangkitkan lagi oleh beberapa kelompok yang merasa paling tahu bahwa masalah PKI itu adalah rekayasa. Muncul tulisan-tulisan bahkan perkumpulan untuk mengingatkan kembali ada sesuatu di balik pembantaian para Jenderal dahulu.

Padahal mereka lahir saja belum pada masa itu..

Di sisi yang berbeda, ada kaum ekstrim yang juga paranoid dengan isu PKI. Mereka seperti kambing kebakaran jenggot kalau ada simbol-simbol palu ma arit. Dengan gaya "sok menjaga negeri", mereka memburu, bahkan mempersekusi siapapun yang mereka tuding PKI.

Padahal mereka membedakan komunis dan atheis saja gak bisa. Masih ditambah tudingan bahwa ada kapitalis dan komunis yang bekerjasama untuk menghancurkan negeri ini. Padahal kapitalis dan komunis jelas ideologi yang bertentangan.. hwarakadah...

Saya inget dulu pernah membuat surat terbuka untuk mantan Jenderal yang berhalusinasi bahwa ada 15 juta PKI di Jakarta. Dan saya diserang habis-habisan oleh para pendukungnya yang beronani dengan pikiran yang sama..

Entah kenapa di negeri ini semua harus berada dalam koridor pro dan kontra. Nyindir ma yang selalu membangkitkan isu PKI, dibilang kontra. Nyindiri yang selalu paranoid PKI, dibilang pro..

Padahal dunia ini sedang bergerak maju dengan cepatnya..

Negara2 yang dulu berseteru tentang ideologi komunis, sudah berlomba-lomba bersaing dalam masalah teknologi. Ada yang udah keluar angkasa, ada yang udah menemukan teknologi layar seperti lembaran kertas.

Dan kita? Masih sibuk dengan yang itu-itu saja. Permasalahan tahun 1960-an yang gak kelar-kelar sampai sekarang. Kapan majunya?

Peristiwa Gerakan 30 September adalah bagian dari sejarah gelap kita. Namanya sejarah gelap ya sudah lupakan, ambil sebagai bagian dari pelajaran. Bukannya terus berkutat di masalah siapa yang benar dan siapa yang salah..

Masih banyak ruang terang di depan, seperti bagaimana ekonomi kita bisa menjadi nomer satu se Asia Tenggara. Itu jauh lebih penting daripada terus menerus berantem masalah lama yang - bahkan - yang mengalami peristiwanya sudah banyak yang meninggal dunia.

Sebagai generasi penerus seharusnya kita harus lebih pintar dari generasi terdahulu, karena kita diberi fasilitas tehnologi terdepan. Jangan tehnologinya yang maju ke depan, manusianya selalu mundur ke belakang...

Indonesia, Gak Malu Apa Sama Rwanda?

Tahun 1994, terjadi genosida di Rwanda, sebuah negara di Afrika. Diperkirakan lebih dari satu juta orang tewas dalam beberapa bulan, akibat kebencian. Peristiwa Rwanda dipicu oleh kebencian yang terus menerus ditiupkan untuk membangkitkan kebanggaan suku Hutu terhadap suku Tutsi.

Pada masa itu sangat sulit menjadi suku Tutsi karena mereka dicari dan diburu oleh suku Hutu. Genosida itu akhirnya dihentikan sesudah Front Patriotik Rwanda masuk dan menghentikan genosida. FPR dipimpin oleh Paul Kagame -yang notabene dari suku Tutsi- yang sekarang masih menjadi Presiden Rwanda.

Tahun 2014, Rwanda memperingati 20 tahun genosida itu. Menarik bahwa Rwanda tidak pernah mempermasalahkan "siapa yang benar dan siapa yang salah" pada waktu genosida itu.

Mereka hanya menyesalkan "tragedi kemanusiaannya".

Dan itu menjadi atraksi yang menarik dalam pagelaran mengingat kembali peristiwa 1994, sebagai bagian dari sejarah gelap kemanusiaan di Rwanda. Sejarah gelap ini perlu diingatkan, sebagai pembelajaran untuk menghargai kembali nilai-nilai kemanusiaan di Rwanda, apapun sukunya..


foto : pagelaran mengingat kembali peristiwa 1994, 

Indonesia pernah mengalami situasi yang mirip dengan Rwanda..

Tahun 1965 - lebih tua dari genosida Rwanda - terjadi genosida di seluruh negeri terhadap mereka yang dituding komunis. Dimana-mana terjadi pembantaian. Sungai dikabarkan pada waktu itu berwarna merah karena darah dan tubuh tanpa kepala mengapung di mana2.

Genosida tahun 1965 juga memakan korban - diperkirakan - sampai sejuta orang. Peristiwa menyakitkan ini adalah sejarah gelap dalam bangsa kita, bahwa kita pernah lupa jika kita ini adalah manusia.

Apa yang berbeda antara Rwanda dan Indonesia ? Yang berbeda ternyata adalah cara menyikapinya.

Rwanda memperingati tragedi 1994 itu dengan tema "kemanusiaan", sedangkan Indonesia masih berkutat di "siapa yang benar dan siapa yang salah".

Itulah kenapa kita sulit menjadi negeri maju, karena jari sibuk menuding sana sini. Ada kelompok yang sibuk ingin "meluruskan sejarah siapa dalang pembantaian PKI" dan ada kelompok lain yang "paranoid PKI".

Kedua kubu ini sama-sama ekstrim, tanpa pernah berusaha melihat sisi lain yaitu tragedi kemanusiaannya. Kita sibuk #save tragedi kemanusiaan di negeri lain, tapi tidak sibuk #save tragedi kemanusiaan di negeri sendiri..

Mungkin Presiden Joko Widodo bisa memulai hal ini, memperingati tragedi 1965 dari sisi kemanusiaannya, bukan dari siapa yang benar dan siapa yang salah. Kita bersatu untuk "tidak lagi mengulang hal yang sama". Bahwa nilai kemanusiaan jauh lebih tinggi dari apapun di dunia..

Indonesia itu negara besar di Asia Tenggara, masak kalah dewasa dengan negara kecil di Afrika seperti Rwanda?

Cobalah sekali-sekali minum kopi biar terbuka pikiran. Banyak-banyak berpikir ke depan biar gak terjebak pada masalah di masa lampau..

Apa, Jon? 'Mau ngomong PKI lagi??

"Sa sa saya...." Bletak !! "Ja ja jangan di getok gitu dong, gi gi gigi gua udah ompong nih..."

@denny siregar 

Thursday, September 14, 2017

Jika Halimah Yacob menjadi Presiden di Indonesia


Foto : Halimah Presiden Singapura

DUNIA HAWA Halimah Yacob, seorang wanita mencalonkan diri menjadi Presiden di Republik Indonesia. Sontak gelombang protes muncul dari berbagai sudut daerah. Perang medsos pun semakin panas. "Pemimpin wanita haram!!". Teriak beberapa orang dengan ganasnya.

Lalu entah kenapa Halimah "kepleset" bicara, "Tidak ada ayat yang melarang wanita jadi pemimpin". Dan pelintiran kalimat itu mengakibatkan gelombang demo 411, 212 sampe 2332 seperti formasi sepakbola.

Halimah Yacob pun akhirnya dilaporkan dan diputus bersalah. Dia kena pasal penghinaan agama dan dihukum 2 tahun di penjara.

Tentu saja peristiwa itu hanya akan terjadi di Indonesia, negeri mabok agama. Apalagi jika Halimah Yacob bukan berasal dari partai syariah nan varokah dan didukung ormas agama yang berisi manusia suci para pemilik surga.

Untungnya Halimah Yacob ada di Singapura. Negara yang didominasi etnis China (70%) dan 40 persen warganya beragama Budha. Disana agama dan etnis seseorang bukan masalah besar, yang penting "mampu mengatur negara atau tidak?".

Halimah Yacob yang beretnis Melayu, termasuk minoritas baik dalam sisi etnis maupun agama di Singapura. Tapi Singapura tidak menggunakan parameter etnis dan agama dalam memilih Presiden. Ia tidak dibedakan, dan haknya tidak dikebiri dalam koridor "difasilitasi" dan "dilindungi".

Kok bisa begitu?

Itu karena Singapura -menurut World Economic Forum WEF tahun 2016- termasuk negara dengan tingkat pendidikan terbaik di dunia. Malah pada tahun 2015, Singapura menempati peringkat pertama.

Indonesia ? Ada di peringkat nomer 10. Tapi dari yang terburuk..

Itu kenyataan pahit yang memang harus kita telan. Tingkat pendidikan kita begitu rendah dan hanya bisa menang dari Botswana - sebuah negara kecil di selatan Afrika. Tapi jangan khawatir, Singapura bisa kalah oleh Indonesia. Indonesia masuk dalam 5 besar pengguna handphone di dunia. Singapura? Ahhhh. #jentikkankelingking.

Dengan tingkat penggunaan handphone no 5 terbesar di dunia dan tingkat pendidikan nomer 10 terburuk di dunia, bisa dipastikan Halimah Yacob akan bernasib seperti Ahok jika berani-beraninya menjadi kandidat Presiden di Indonesia.

Halimah Yacob dulu adalah mantan penjual nasi padang di Singapura. Kalau di Indonesia, Halimah pasti tetap jadi penjual nasi padang dengan gerobak keliling dari gang ke gang sambil memelihara mimpinya yang entah kapan akan bisa terlaksana. 

Kopi pahit saya sudah tersedia. Seruput dulu, ya...

@denny siregar 

Saturday, September 9, 2017

Kenapa Rohingya Lebih Menarik dari Yaman?


DUNIA HAWA Beberapa waktu ini kita disibukkan dengan banyaknya gambar tentang pembantaian di Rohingya. Kejadian terbaru di Rohingya adalah saat penyerbuan tentara Myanmar ke Chein Khar Li, Rathedaung. Area perbatasan negara bagian Rakhine, di mana desa itu berada, adalah tempat tinggal sekitar 1 juta warga Rohingya.

Dikabarkan, penyerbuan ini adalah upaya balas dendam militer Myanmar kepada militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang menyerbu pos polisi dan menewaskan 12 orang.

Sontak, gambar-gambar tentang kejadian itu meluas dengan cepat melalui media sosial.

Sayangnya, sedikit sekali dari gambar itu yang sesuai fakta di lapangan. Kebanyakan adalah gambar palsu berupa kejadian dari seluruh dunia; mulai dari kejadian gempa di China sampai meledaknya tangki di Congo.

Gambar-gambar yang kebanyakan berupa mayat dalam kondisi tersembelih atau terbakar mengisi ruang media sosial kita dalam beberapa hari.

Bahkan mantan Menteri Komunikasi dan Informasi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ikut menyebarkan gambar hoax, meski kemudian menghapusnya dan meminta maaf kepada publik karena salah. Wakil Perdana Menteri Turki Mehmet Simsek juga tercatat menyebarkan hoax dengan mengambil gambar perang di wilayah lain tapi mengkaitkannya dengan Rohingya..

Sedangkan di belahan dunia lain, terjadi pembantaian juga yang dialami oleh warga Yaman ketika dibombardir Arab Saudi. Menurut Unicef, setiap sepuluh menit, satu orang anak meninggal di Yaman dampak dari serangan Saudi. Puluhan ribu orang tewas dan ratusan ribu lainnya mengungsi.

Peristiwa di Yaman ini seakan tenggelam tanpa berita berarti, apalagi dibarengi demo ke Kedutaan Besar Arab Saudi sampai pengiriman pasukan jihad oleh salah satu ormas di sini. Rohingya menjadi begitu berarti daripada peristiwa Yaman, padahal korbannya–jika parameter yang dipakai adalah agama–sama-sama Muslim.

Ternyata berbeda…

Meskipun kedua peristiwa itu mempunyai tema yang sama, yaitu “tragedi kemanusiaan”, ternyata tidak serta merta membuat orang tergerak untuk mengutuknya. Kalau bombardir Saudi ke Yaman, itu lumrah karena mereka perang. Tapi kalau pasukan Myanmar menyerbu warga Rohingya, itu kurang ajar karena pembantaian.

Permasalahan utamanya sebenarnya bukan masalah agama, tetapi masalah kepentingan. Rohingya dianggap lebih penting diberitakan daripada situasi di Yaman.

Untuk melihat perbedaan itu, kita harus berkaca dulu pada Suriah.

Pemberitaan tentang tragedi Suriah mirip dengan Rohingya, begitu massif dengan puluhan ribu gambar hoax beredar melalui media sosial yang tujuannya untuk mendiskreditkan pemerintah.

Ada pembentukan opini, terjadi kekejaman yang dilakukan Bashar Assad, Presiden Suriah, kepada “rakyatnya”. Dan pembentukan opini ini didukung juga oleh media-media internasional seperti CNN, BBC, Al-Jazeera, dan lain-lain.

Melalui pembentukan opini yang semakin menguat ini, mulailah legitimasi penyerangan kepada Suriah dibuat. Ribuan jihadis dari berbagai negara masuk ke Suriah dengan tema yang sama: “Menyingkirkan pemerintahan Suriah yang terindikasi kejam dan Syiah, untuk menyelamatkan muslim Sunni yang dibantai”.

Kenapa harus ada unsur “Syiah”-nya ? Ya, supaya dramanya semakin kuat harus ada faktor agamanya.

Pada akhirnya terbuka sudah bahwa peristiwa di Suriah tidak lain adalah kerjaan AS dan sekutunya, termasuk Saudi, yang ingin menguasai pemerintahan Suriah demi menguasai jalur pipa gas di sana.

Jadi, pada akhirnya kita bisa mengambil benang merah kenapa peristiwa Rohingya lebih massif beritanya daripada Yaman. Karena di Rohingya ada “sesuatu” yang menarik di belakangnya, dibandingkan Yaman yang murni adalah pertempuran tanpa ada embel-embel sumber daya alamnya.

Dengan menggunakan frame yang sama dengan Suriah, yaitu faktor agama–karena menunggangi faktor ini lebih mudah dan murah meriah–maka cukuplah dibangun kebencian dulu baru agenda selanjutnya beraksi.

Sedangkan Yaman tidak akan pernah menjadi berita hangat, karena di sana ada kepentingan Saudi yang tidak lain adalah sekutu mereka. Media internasional–yang dikuasai oleh beberapa gelintir penguasa–tidak akan pernah menyerang sekutu mereka sendiri.

Bahkan Erdogan tidak akan mungkin mengutuk kekejian Saudi seperti yang ia lakukan kepada Myanmar, karena biar bagaimanapun Saudi adalah koalisi Turki di Suriah.

Inilah permainan persepsi dalam pembentukan opini dengan menggunakan teknik-teknik canggih yang tidak disadari banyak orang. Para pemain di belakang layar hoax production ini paham benar bagaimana cara membentuk opini.

Aung San Suu Kyi akhirnya bereaksi sama seperti Bashar Assad ketika wajahnya dibentuk sebagai “penjahat kemanusiaan” oleh dunia Internasional.

Dengan keras ia mengatakan, “Sentimen anti-Myanmar di berbagai negara adalah buah dari kampanye hoax untuk mempromosikan teroris. Sentimen ini dibidani oleh gunung es raksasa berupa informasi palsu..” teriaknya seperti laporan Deutsche Welle.

Mengerikan memang ketika tangan-tangan internasional bermain dalam pembentukan opini demi kepentingan mereka untuk menguasai sumber daya alam di suatu negara. Bisakah Indonesia -satu saat- lolos ketika tangan-tangan raksasa itu sampai ke sini?. Mungkin hanya secangkir kopi yang bisa menjawabnya.. 


@denny siregar 

Rohingya dan Analisis Geopolitik & Ekonomi-Politik


DUNIA HAWA Beberapa kali saya tulis (baik di FB, FP, maupun buku), dalam menganalisis konflik itu ada 4 faktor yang harus diteliti, dua di antaranya yang terpenting adalah trigger (pemicu) dan pivot (akar). Dua faktor ini sering dicampuradukkan, yang trigger dianggap sebagai akar konflik dan orang berputar-putar berdebat di sana.

Konflik Rohingya kalau dipetakan, ada dua lapis: lapisan pertama atau permukaan-nya diframing sebagai konflik agama. Pasalnya, si pelaku beragama Buddha (yang ekstrimnya, tentu saja, tidak bisa digeneralisasi; tokoh-tokoh Buddha di Indonesia sudah berlepas diri dari para ekstrimis ini), dan si korban beragama Islam. Lapisan pertama ini yang sering digoreng sebagian pihak di dalam negeri untuk kepentingan politik dan uang. 

Di sisi lain, rekam jejak biksu Wirathu yang secara provokatif membangkitkan kebencian kepada Muslim juga tidak bisa dipungkiri. Artinya, memang ada upaya pihak-pihak ekstrim di Myanmar yang memanfaatkan agama untuk mengeskalasi konflik. Tapi, ini BUKAN AKAR, ini adalah TRIGGER, pemicu.

Pemicu itu adalah sesuatu yang bikin publik marah lalu menjustifikasi kekerasan. Samalah seperti orang yang demen jihad di Indonesia, lihat foto-foto bocah berdarah di Suriah, langsung teriak jihad lawan Syiah, padahal ternyata foto hoax.

Lalu, akarnya di mana? Mereka yang terbiasa untuk menggunakan perspektif ekonomi-politik dan geopolitik dalam menganalisis konflik, sambil merem pun sudah menduga kuat bahwa pasti ada faktor kekayaan yang sangat besar di sana, yang sedang diperebutkan. Inilah analisis lapisan kedua-nya, yang lebih dalam.

Sepintas ini seolah tulisan konspirasi. Tapi tunggu, saya jelaskan dulu, dengan mengupas kasus Timteng karena saya memang lebih consern di Timteng.

Sering saya temukan, ketika saya (atau orang lain) menulis “Barat ada di balik konflik negara X”, muncul bantahan seperti ini “Jangan nyalah-nyalahin Barat! Itu kan salah warga negara X sendiri karena..bla..bla..” atau “Anda ini pakai teori konspirasi!” atau kecaman senada dengan berbagai model. Saya sungguh heran, di zaman internet begini, masih juga banyak yang belum paham bahwa dunia sudah jauh berubah. Tidak ada konflik yang berdiri sendiri di era globalisasi ini.

Tentu saja, yang dimaksud ‘Barat’ adalah politisi, korporasi, media mainstream yang memang sangat krusial perannya dalam konflik, bukan civil society-nya. Jadi jangan karena “tetangga saya orang Amerika, baiiiik banget”, lalu Anda buru-buru menolak argumen saya. Buku-buku sudah banyak ditulis juga oleh orang Barat sendiri, betapa memang tangan-tangan Barat berlumuran darah di berbagai konflik, mulai dari Asia hingga Afrika, dan bahkan Eropa (misal, Ukraina).

Contoh konkritnya, Suriah. Seharusnya dengan cepat bisa ditangkap ada bau amis di balik konflik ini: para jihadis itu datang dari berbagai penjuru dunia, bukan orang Suriah asli. Website SOHR (Syrian Observatory for Human Rights – ini lembaga sangat anti-Assad) menyebutkan bahwa 90% petempur dari pihak “rezim” adalah rakyat Suriah asli. Sebaliknya, 70% petempur dari pihak pemberontak adalah orang-orang asing/bukan warga Suriah.

Asal tau aja, jihadis itu digaji ratusan hingga ribuan dollar, nggak gratisan. Senjata, tank, mobil, dan bom juga harus dibeli. Yang namanya perang itu mahal sekali, amat mahal. Jadi, sudah pasti ada yang mendanai. Ga mungkin gratisan lillahi ta’ala. Lalu, siapa donaturnya? Sudah amat jelas, mereka adalah AS dan teman-temannya (termasuk Arab Saudi, Qatar, Turki, dll).

Lalu, apa “balik modalnya”? Jawabannya bisa ditebak: migas dan faktor geopolitik. Contoh lain, Libya. Para “mujahidin” mengaku berjihad menggulingkan Qaddafi tapi kemudian teriak-teriak minta bantuan NATO dengan alasan “ada kejahatan kemanusiaan”.

Setelah Qaddafi tumbang, siapa yang menguasai proyek-proyek infrakstruktur (membangun kembali apa-apa yang sudah hancur dibom NATO dan jihadis)? Siapa yang rame-rame mengeksplorasi minyak di sana? Gampang banget jawabannya, AS dan Inggris. Para “mujahidin” yang konon Islami itu pun dengan sumringah bersalaman dengan Hillary Clinton.


Foto : Hillary Clinton dan para bos “mujahidin” Libya (Tripoli, 18 Okt 2011)

Sekarang bagaimana dengan Myanmar vs Rohingya?


Beberapa waktu yang lalu, GP Ansor merilis hasil kajian geopolitik&ekonomi-politik mereka, yang menyimpulkan bahwa konflik di kawasan Arakan-Rakhine itu sebenarnya adalah perebutan sumber daya alam dan pertarungan geopolitik. Pasalnya, wilayah Arakan – Rakhine itu sangat strategis dan kaya. Di sana ada pipa migas sepanjang hampir 1.000 km dan blok-blok migas dengan cadangan yang sangat berlimpah, terbentang di darat dan laut sekitar Rakhine dengan luas area lebih dari 50.000 km2. Di sana, semua pemain migas besar internasional maupun regional (kecuali Pertamina/Indonesia) beroperasi. 

Jadi, itulah sebabnya, negara-negara besar cenderung diam. Soalnya mereka sedang berupaya merebut hati junta militer Myanmar. Bandingkan dengan Libya. Meski belum ada investigasi PBB atas kejahatan kemanusiaan yang dituduhkan ke Qaddafi, hanya dalam sebulan sudah keluar resolusi PBB yang memberi kesempatan kepada NATO untuk mengebom Libya. Lha ini Rohingya, sudah lama sekali badan-badan PBB sendiri yang menyatakan terjadi penindasan terhadap etnis Rohingya, tapi tidak ada langkah konkrit dari negara-negara adidaya anggota Dewan Keamanan PBB.

Jadi, melihat konflik itu harus lihat big picture-nya, jangan cuma tau sepotong kecil info lalu teriak jihad. Apalagi sampai mau menggeruduk Candi Borobudur. Apalagi ngomel-ngomelin Presiden. Yang sedang rebutan migas orang lain, yang kalian suruh membereskan kotorannya kok Presiden negara kita sendiri. Duh.

@dina y sulaeman 

Friday, September 8, 2017

Sebuah Kemiripan Antara Myanmar dan Suriah


DUNIA HAWA Pada saat meletus perang Suriah di tahun 2011, beranda saya penuh dengan gambar mengerikan. Gambar-gambar itu bercerita tentang "Kekejian Bashar Assad -Presiden Suriah- terhadap rakyatnya". Setiap ada mayat, tudingan langsung ke Bashar Assad.

Bahkan lebih gila lagi, ada foto dimana beberapa orang sedang sujud diatas gambar Bashar Assad dengan tulisan, "AllahuAkbar, kita memerangi Bashar Assad yang menganggap dirinya Tuhan.."

Gambar-gambar itu bukan saja beredar di Indonesia, tapi juga dunia. Dan seperti kita tahu, gelombang jihadis dari luar memasuki Suriah untuk "berjihad". Padahal pada saat itu, Bashar Assad sedang memerangi FSA -Free Syrian Army- atau kelompok pemberontak yang berafiliasi dengan kelompok teroris Internasional, Alqaedah yang ingin mengganti ideologi negaranya menjadi khilafah. 

Tapi gelombang informasi ternyata tidak berpihak pada Bashar Assad..

Kenapa begitu?

Karena gambar-gambar hoax itu ternyata kerjaan intelijen barat yang dipimpin AS dalam membentuk opini bahwa Bashar layak diperangi. Bukan itu saja, media mainstream Internasional seperti CNN, BBC dan Aljazeera pun "berjasa" membentuk wajah Bashar Assad sebagai penjahat Internasional. Sama seperti yang mereka lakukan terhadap Muammar Qaddafi & Saddam Husein.

Dari sana saya mempelajari bagaimana model pembentukan opini dibangun untuk memunculkan persepsi secara sistematis, setahap demi setahap, sehingga terbentuklah sebuah stigma.

Situasi yang mirip dialami oleh Aung San Suu Kyi...

Ia dicerca oleh dunia Internasional terhadap diamnya dia ketika pasukan Myanmar menyerbu perbatasan Rakhine yang - menurut laporan dari salah satu lembaga kemanusiaan disana, korban tewas mencapai 130 orang. Sedangkan militer Myanmar melaporkan bahwa mereka telah menewaskan 80 orang militan.

Suu Kyi sendiri menegaskan bahwa yang ia perangi adalah teroris yang baru saja menyerang dan menewaskan 12 polisi Myanmar. Ia bersikeras bahwa kelompok militan Arakan RohingyaSalvation Army (ARSA) adalah teroris.

Sama seperti Bashar ketika berteriak bahwa FSA bukan pejuang kemerdekaan, tetapi teroris. "Sentimen kepada Myanmar dibangun diatas gunung raksasa berita-berota palsu.." katanya kepada Deutsche Welle.

Tapi apalah daya Suu Kyi. Ia seperti berteriak di gurun pasir yang kosong, di tengah ramainya gambar hoax yang mengepung dan menuding ke arahnya. Dunia sudah membentuk persepsinya sendiri, bahwa ia adalah "penjahat Internasional". Habis semua kebaikan yang dulu pernah dilakukannya.

Dari kesamaan peristiwa dan pola sistematisnya antara Suriah dan Rohingya, kita bisa membangun benang merah bahwa ada "sesuatu" di Myanmar. Dan sesuatu itu adalah sumber daya alam yang besar.

Sama seperti terbongkarnya kedok AS dan koalisinya yang ternyata ngotot menjatuhkan Bashar Assad karena ingin menguasai jalur pipa gas di sana. AS dan Uni Eropa bersikeras untuk memuluskan rencana jalur pipa gas Qatar-Saudi-Yordania-Suriah-Turki sehingga Eropa mendapatkan gas untuk mengurangi ketergantungan kepada Rusia.

Pola-pola yang sama dengan memainkan gambar hoax untuk membentuk opini di Irak, Libya dan Suriah, kembali dimainkan di Myanmar..

Sangat mungkin terjadi faksi-faksi garis keras akan dimasukkan ke Myanmar dan berperang atas nama agama. Setidaknya kita tahu dalam perang selalu ada yang diuntungkan, selain dari perebutan ladang minyak dan gas, ada pabrik senjata yang butuh barangnya laku. Melihat pola yang terjadi di Suriah dan Myanmar, kita juga harus waspada pola yang sama akan dimainkan di Indonesia kelak.

Ketika Indonesia menjadi begitu penting dalam lalu lintas perdagangan dunia dan tidak bersahabat dengan satu kelompok entah barat atau timur, atau misalnya ditemukan sumber gas besar di satu wilayah, maka permainan seperti di Suriah dan Myanmar kemungkinan besar terjadi. 

Seruput kopi dulu.

@denny siregar 

Tuesday, September 5, 2017

Rohingya, Gorengan Isu Terbaru untuk Jokowi


DUNIA HAWA Sejak Jokowi menjabat sebagai Kepala Negara, sudah begitu banyak isu yang digoreng untuk menghancurkan kredibilitasnya.

Mulai dari pencabutan subsidi yang di framing ke kenaikan harga BBM dan listrik, ekonomi melambat meski terjadi perubahan budaya belanja, sampai hutang yang semua kesalahan ditimpakan kepadanya. 

Gorengan isu paling fenomenal tentu adalah dengan keberadaan Ahok. Ahok adalah pintu gerbang untuk menjebak Jokowi supaya ikut terlibat ke dalamnya. Dengan wajan aseng menguasai pribumi, sembilan naga sampai melindungi penista agama, mereka terus berusaha menggedor pintu pemerintahan Jokowi.

Apa yang mengindikasikan bahwa isu itu digoreng ke Jokowi?

Tentu dengan melihat keterlibatan para pemain politik lawannya yang ikut berkomentar memanaskan situasi melalui media mainstream dan sosial.

Tapi sementara ini Jokowi adalah pemuda tangguh yang berhasil melewatu jebakan-jebakan yang disediakan. Selama hampir 3 tahun pemerintahannya, Jokowi berhasil menguasai situasi bahkan mengendalikan bola-bola panas yang diarahkan kepadanya.

Seperti Po, si kungfu Panda, bola panas yang ditembakkan berhasil diredam dan ditundukkan. Safarinya ke pesantren-pesantren dan para ulama adalah gerakan efektif yang berhasil meredam banyak isu PKI yang ditudingkan kepadanya.

Hebatnya, bukan hanya meredam, Jokowi juga berhasil menaikkan citranya dengan menunggangi gorengan isu itu. Semakin ia di bully, semakin tumbuh simpati banyak orang kepadanya.

Itulah kenapa elektabilitasnya belum turun-turun sampai sekarang. Survey terakhir dari SMRC, elektabilitas Jokowi masih 57 persen. Responden yang puas dengan hasil kerja Jokowi mencapai 67 persen. Sedangkan responden yang percaya pada kemampuan Jokowi memimpin, ada di angka 69 persen.

Situasi ini membuat lawan politiknya panik. Mereka berusaha menghadang dengan segala cara supaya nama Jokowi jatuh, atau setidaknya turunlah. Apalagi ini sudah semakin dekat Pilpres 2019..

Senjata terakhir yang mereka gunakan saat ini adalah isu Rohingya. Dengan kepanikan mereka berusaha membangun persepsi bahwa pemerintahan Jokowi tidak berbuat apa-apa pada tragedi Rohingya.

Bahkan seorang mantan Menkominfo dari partai syari nan varokah bahkan sempat menyebarkan gambar hoax pembantaian Rohingya untuk membangun unsur drama kesadisan peristiwa itu, sambil melirik ke Jokowi apakah isu ini akan berpengaruh kepadanya atau tidak.

Kenapa masalah Rohingya begitu menarik perhatian masyarakat Indonesia dibandingkan masalah Yaman, Afrika dan kejadian luar negeri lainnya ?

Isu Rohingya ini sebenarnya sudah menjadi isu biasa karena kronologis peristiwanya sendiri sudah terjadi sejak lama. Bahkan sudah banyak yang menjelaskan bahwa Rohingya itu bukan masalah agama tapi konflik geopolitik di Myanmar.

Tetapi karena digoreng, dengan tambah massifnya gambar-gambar hoax yang ditebarkan, maka isu itu sebenarnya dibangun untuk kembali menjebak Jokowi juga.

Jebakan pertama adalah bagaimana Jokowi menyikapi isu ini? Jika Jokowi menganggap biasa, maka akan dimunculkan persepsi bahwa Jokowi tidak punya empati sebagai Kepala Negara. Jika reaktif berlebihan, maka Jokowi akan digiring ke persepsi bahwa masalah dalam negeri saja belum selesai, ngapain ngurusin masalah negara lain?

Jebakan kedua, adalah munculnya kebencian kepada umat beragama Budha. Diharapkan api kebencian ini akan memantik kerusuhan di daerah -seperti misalnya pembakaran Vihara- yang akan menjadi PR baru bagi pemerintahan yang akan digoreng kemudian, bahwa Jokowi tidak mampu memimpin.

Sejauh ini Jokowi berhasil meredam isu dengan mengirimkan Menlu untuk berdialog dengan pemerintahan Myanmar. Jokowi juga sudah memberikan statemen keras terhadap tragedi itu. Bahkan Muhaimin berinisiatif melakukan konferensi pers bersama para bhiksu untuk menjelaskan bahwa konflik Myanmar bukan masalah agama.

Begitu anggunnya cara pemerintah Jokowi menyelesaikan masalah. Tanpa reaksi berlebihan, mereka langsung bergerak pada poin-poin penting tanpa pencitraan. Tidak perlu muncul di tipi dengan nada prihatin, tidak perlu berteriak supaya terlihat gagah di mata publik, apalagi harus naik kuda sambil menyatakan, "lindungi umat muslim di Myanmar !"

Bola panas kembali berhasil dikendalikan..

Cara-cara elegan meredam gorengan isu inilah yang menjadikan pemerintahan Jokowi jadi terlihat seksi dimata mereka yang dulu tidak menyukainya. Makanya hasil survey Jokowi tidak bergeser sedikitpun dari posisi teratas dibandingkan lawannya..

Habis Rohingya, mau goreng isu apalagi ?

Yah kembali lagi ke isu cina pribumi, asing aseng, PKI dan masalah hutang yang diulang-ulang terus kayak kaset rusak. Bosan membahasnya, tapi efektif di kalangan masyarakat bawah.

Untung saja pak Jokowi ketika memberikan statemen di tipi menyikapi Rohingya terlihat tegas dan elegan.

Saya gak bisa membayangkan jika Jokowi bereaksi seperti Jonru, yang ingin terlihat gagah mengepalkan tangan ke atas sambil berteriak, " Sa.. sa.. saya tidak takut!!". Seruput kopi dulu ahhhh..

@denny siregar 

Monday, September 4, 2017

Rohingya dan Kita


Foto : Kapal yang ditumpangi etnis Rohingya (dan orang-orang Bangladesh) saat terdampar di Aceh, Mei 2015

DUNIA HAWA Sejumlah orang menanyakan pendapat saya mengenai kasus Rohingya. Berikut ini beberapa poin pemikiran saya, sebagian pernah saya tulis di paper saya yang diikutsertakan dalam konferensi internasional, “Debating ‘National Interest’ Vis A Vis Refugees: Indonesia’s Rohingya Case”, sebagian pernah saya tulis di blog.

Sejak awal deklarasi kemerdekaan Myanmar tahun 1948 (semula dijajah oleh Inggris), negeri tersebut sudah memiliki konflik antaretnis, karena etnis Burma yang merupakan 2/3 dari populasi mendominasi 100-an etnis lainnya, seperti etnis Shan, Karen, Rakhine, Rohingya, Kachine, dan Mon.

Menurut keterangan narasumber penelitian saya saat menulis paper tentang Rohingya, secara umum, umat Islam baik-baik saja di Myanmar, ada masjid-masjid yang berdiri di sana, dan umat Muslim bisa beribadah dengan aman. Yang jadi masalah adalah: etnis Rohingya yang ‘kebetulan’ Muslim adalah etnis minoritas yang tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Akibat status ‘stateless’ ini, mereka mengalami diskriminasi dan penindasan. Suku Kachin dan Karen juga mengalami penindasan dari rezim Myanmar, agama mereka umumnya Kristiani.

Bahwa kemudian ada kelompok ekstrimis Budha menggunakan isu agama untuk mengeskalasi konflik, meningkatkan kebencian populasi mayoritas terhadap populasi minoritas, menurut saya, tak jauh berbeda kasusnya dengan konflik di berbagai negara lain, antara lain Suriah (dan juga Indonesia). Isu agama memang sangat mudah dimanfaatkan untuk membangkitkan kemarahan publik.

Karena itu narasi “umat Islam dibantai oleh kaum Budha di Myanmar” adalah narasi yang salah kaprah, penuh generalisasi, dan berbahaya ketika disampaikan dengan sangat masif di Indonesia (berpotensi menyebabkan perpecahan bangsa). Sebaiknya, gunakan diksi yang tepat, misalnya “Etnis Rohingya mengalami penindasan yang dilakukan oleh rezim militer Myanmar”.

Bahwa umat Muslim Indonesia prihatin dan marah karena saudara sesama Muslim-nya ditindas di Myanmar, atau di Palestina, adalah hal yang wajar. Solidaritas sesama Muslim memang salah satu ajaran Islam. Namun yang salah adalah ketika upaya membangkitkan solidaritas itu dilakukan dengan cara: menyebarkan foto palsu sekaligus merendahkan dan menghina pemerintah negara sendiri.

Tahun 2015, saya pernah mengklarifikasi foto yang amat viral (hanya dalam 7 jam sudah 1300-an share). Di foto itu terlihat istri Presiden Turki menangis memeluk seorang pengungsi Rohingya. Caption foto (ditulis oleh seorang ustadz), “istri Presiden Turki dah sampai Aceh menemui para pengungsi, mana ibu negara kita?” Saya sampaikan bahwa kejadian di foto itu bukan di Aceh, tapi di Myanmar.

Bila yang tertipu orang awam, mungkin bisa dimaafkan. Tetapi salah satu yang marah kepada saya karena mengklarifikasi foto itu justru ukhti yang bertitel sarjana HI. Ia seharusnya paham bahwa secara diplomatik sungguh aneh bila ada ibu negara asing ujug-ujug langsung datang ke Aceh, tanpa disambut dulu secara resmi di Jakarta. Si ukhti sarjana HI kurang-lebih komen begini, “Kamu Syiah! Makanya kamu tidak peduli pada kaum Muslim Rohingya!” Ya Tuhan.

Sejak lama, saya sudah mendeteksi bahwa penggunaan sentimen keagamaan untuk isu Rohingya (termasuk penyebarluasan foto-foto palsu) umumnya dilakukan oleh kelompok yang sama, yang selama ini juga aktif mengusung isu “Sunni dibantai Syiah di Suriah” (dimana mereka juga menyebarkan foto-foto palsu). Mereka juga amat berkaitan dengan lembaga-lembaga donasi yang lincah sekali menggunakan isu konflik di luar negeri untuk menggalang dana. Dan, sebagian dari mereka ini juga berada di cluster yang sama dengan para penyerang Jokowi (ingat, ‘menyerang’ tidak sama dengan ‘mengkritik’; saya sendiri beberapa kali pernah menulis mengkritisi beberapa kebijakan Pak Jokowi, dan beberapa kali pula memuji kebijakan beliau, dengan argumen yang sesuai dengan keilmuan saya).

Dan baru-baru ini, pak Ismail Fahmi (pakar IT) merilis hasil penelitiannya terhadap percakapan Twitter di Indonesia dengan fitur Opinion Analysis, dimana opini akan dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Berikut ini saya copas sebagian hasilnya:

Sebanyak 33% status publik mengaitkan isu Rohingya ini dengan Pemerintah, 25% dengan Jokowi, 19% dengan Umat Budha, 18% dengan Aung San Suu Kyi, dan 6% dengan Jenderal Min Aung Hlaing.

Ternyata, publik melihat isu ini lebih banyak berkaitan dengan pemerintah dan Jokowi, dibandingkan dengan Aung San dan Jenderal Min. Tekanan ke dalam negeri lebih besar dibanding tekanan kepada pemerintah Myanmar.

Yang mengkhawatirkan adalah, kaitan isu ini dengat Umat Budha di Indonesia ternyata cukup tinggi. Lebih tinggi dibandingkan dengan Aung San. Artinya, potensi disintegrasi bangsa bisa muncul di Indonesia gara-gara isu Rohingya.

Artinya, hasil penelitian ini menguatkan apa yang sudah saya tulis sebelumnya.

Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Myanmar

Tak banyak yang tahu, junta militer Myanmar yang tadinya mengisolasi diri dari dunia internasional, akhirnya mau melakukan proses-proses demokratisasi adalah berkat KITA, pemerintah Indonesia. Masa 10 tahun SBY, Kementerian Luar Negeri kita sangat aktif mendorong Myanmar untuk lebih terbuka, dan berhasil. Pemerintah Indonesia banyak dipuji atas prestasinya ini. Sayangnya, setelah Myanmar menjadi terbuka dan investasi asing terus meningkat, Indonesia justru hampir tidak kebagian apa-apa. Menurut Myanmar Investment Commission, Indonesia ada di ranking 21 dari 30 negara yang berinvestasi di Myanmar.

Dalam paper saya berbahasa Inggris (2015), saya tulis, -terjemahannya,

Kelihatannya, politik luar negeri yang aktif terhadap Myanmar yang dilakukan SBY tidak diikuti oleh presiden Indonesia yang baru, Joko “Jokowi” Widodo. …Faktanya, Jokowi telah mendelegasikan tugas diplomasi kepada Menlu-nya. Segera setelah pengungsi masuk ke perairan Aceh, Menlu Marsudi menemui sejawatnya dari Malaysia dan Thailand di Putrajaya, Malaysia. Pada 20 Mei 2015, Indonesia dan Malaysia menyediakan diri untuk menampung para manusia perahu dari Myanmar dan Bangladesh, sementara Thailand menolak menolong. Marsudi juga berhasil mendapatkan janji bantuan dari negara Timur Tengah, termasuk Qatar, yang menjanjikan 50 juta USD [untuk mengurusi para pengungsi ini].”

Beberapa waktu yang lalu, Menlu Retno mengundang wakil dari beberapa ormas, jurnalis, dan akademisi untuk acara makan pagi bersama. Saya juga hadir. Saat itu beliau menjelaskan berbagai kebijakan luar negeri Indonesia. Antara lain yang penting saya sampaikan di sini: pemerintah Indonesia dalam dealing dengan Myanmar memang sangat menghindari megaphone diplomacy (diplomasi yang ‘berisik’).

Jadi, upaya-upaya yang dilakukan Indonesia lebih banyak ‘diam-diam’ dengan tujuan agar pemerintah Myanmar tetap mau membuka komunikasi dengan kita. Di antara tujuan diplomasi yang ingin dicapai Indonesia adalah melunakkan hati para elit Myanmar agar maumemberikan jaminan HAM bagi semua masyarakat di Rakhine State, termasuk minoritas Muslim (Rohingya) serta memperluas akses bagi masuknya bantuan kemanusiaan.

Sungguh ironis, ketika warga di Indonesia banyak yang marah-marah pada pemerintahnya sendiri dalam kasus manusia perahu Rohingya tahun 2015, pemerintah Myanmar malah cuci tangan dan mengatakan, “Sudah sangat jelas bahwa Myanmar bukan sumber dari problem terkait manusia perahu di Laut Andaman.” (kata Zaw Htay, jubir President Thein Sein). Myanmar awalnya menolak hadir dalam pertemuan dengan Indonesia, Malaysia, Thailand. Tapi akhirnya mau, asal negara-negara lain menggunakan istilah “illegal migrant”, bukan “Rohingya.” Bayangkan betapa songongnya mereka.

Sikap songong juga ditunjukkan pemerintah Australia. Saat ditanya wartawan tentang nasib pengungsi Rohingya tahun 2015, PM Australia, Tony Abbot menjawab enteng, “Nope, nope, nope.” (tidak, tidak, tidak). Artinya, dia tidak peduli dengan para pengungsi ini.

Abbot memang ahli dalam urusan melempar tanggung jawab soal pengungsi kepada Indonesia. Beberapa waktu lalu, dia membeli lifeboat berwarna oranye dari Singapura. Lalu, ketika ada kapal berisi pencari suaka yang masuk ke perairan Australia, aparat menangkap penumpangnya, lalu memaksa mereka masuk ke lifeboat itu dan digiring masuk ke perairan Indonesia. Setelah terdampar di Indonesia, otomatis tanggung jawabnya jatuh ke tangan Indonesia.

Padahal Indonesia tidak menandatangani Konvensi PBB tentang pengungsi; Australia menandatanganinya. Tapi Indonesia sudah menjalankan kewajiban kemanusiaannya dengan menampung lebih dari 11 ribu pengungsi dari 41 negara; termasuk yang ‘dibuang’ oleh Australia. Padahal Indonesia bukan tujuan para pengungsi. Orang Rohingya pun saat diwawancarai juga pinginnya mengungsi ke negeri makmur, bukan ke Indonesia.

Tahun 2012, JK datang langsung ke Myanmar membawa bantuan; Menlu Marty juga ke Myanmar tahun 2014 menyampaikan komitmen bantuan 1 Juta Dollar dan bertemu langsung dengan warga etnis Rohingya. Pada Desember 2014, Wamenlu AM Fachir meresmikan 4 sekolah bantuan Indonesia di 3 desa di Rakhine (daerah konflik) dengan menggunakan dana 1 juta dollar itu. Civil society pun tak kalah sigap, misalnya MER-C yang sudah dua kali mengirim misi bantuan medis ke Rakhine dan saat ini sedang membuat rumah sakit di sana.

Menlu Retno bahkan sudah blusukan ke berbagai kamp pengungsi Rohingya, termasuk yang di Bangladesh. Pada 29 Desember 2016, Indonesia mengirim 10 kontainer bantuan untuk Rohingya. Bantuan itu dilepas langsung oleh Presiden Jokowi di pelabuhan Tanjung Priok, tentu gak pake nangis-nangisan kayak istri Erdogan. #eh

Kesimpulannya, Indonesia sebenarnya sudah berbuat sangat banyak dan melampaui kewajibannya (istilahnya: sudah ‘extramile’) untuk Rohingya selama ini (mengevaluasinya tidak bisa sebatas 3 tahun terakhir saja).

Karena itu, berhentilah menyebar foto hoax untuk menghina pemerintah kita sendiri. Seperti kasus foto kapal perang bertuliskan “Amanat Presiden Turki Erdogan kepada Pemerintah Indonesia dan Malaysia: Jangan halang armada kapal perang kami memasuki perairan Indonesia dan Malaysia!” Padahal itu foto kapal milik Indonesia (KRI Sultan Iskandar Muda 367). Memalukan.

Mari bantu orang Rohingya dengan ‘pride’ (kebanggaan) sebagai bangsa. Kita ini bahkan jauh lebih beradab dari Australia yang makmur itu. Juga ingatlah, masih ada 90.000 pengungsi domestik (mereka yang terusir dari kampung halaman karena berbagai konflik SARA) yang jauh lebih penting dibantu agar bisa kembali ke kampung halaman. Jangan selalu sibuk mengurus tetangga sementara saudara sendiri diabaikan.

@dina y sulaeman

Friday, September 1, 2017

Makna Qurban dalam Iman Kristen


Latar Belakang dan Paralelisasinya  Agama - Agama Rumpun I brahim


Ashere adam ‘od bekha ma’a lot bi levavam

“Bahwa berbahagialah orang yang menguatkan dirinya di dalam Engkau, apabila hatinya berniat naik ke Sion”

(Mazmur 82:6)


DUNIA HAWA Menurut ketentuan Taurat Nabi Musa bani Israel diwajibkan untuk ‘aliyah (naik) ke kota suci Yerusalem tiga kali dalam setahun, sebagaimana umat Muslimin diperintahkan untuk naik hajj ke Mekah sekali dalam hidup apabila keadaan mampu. Dalam bahasa Ibrani, kata kerja yang dipakai untuk pergi ke Yerusalem adalah ‘alah (go up, “naik”) atau ‘aliyah (perjalanan naik), yang juga dilestarikan dalam ritual Islam “naik haji ke tanah suci.” Sedangkan kata Arab hajj juga berasal dari bahasa Ibrani hag (jamak:hagigah), suatu perubahan yang lazim sesuai dengan”korespondensi bunyi” dalam bahasa-bahasa rumpun semitik, seperti kata Ibrani gabriel menjadi jibril dalam bahasa Arab.

Berkaitan erat dengan kata ‘alah, maka orang-orang yang mengadakan ‘aliyah ke Yerusalem, disebutma’alah (Mazmur 84:6). Bentuk jamak dari kata itu ma’a lot, seperti tampak pada kata syir hamma’a lot (“a song of ascents”). Itulah judul-judul mazmur 120-133, suatu bagian mazmur yang secara khusus dinyanyikan waktu arak-arakan memasuki Yerusalem. Maksudnya, apabila diterjemahkan secara bebas “nyanyian pada waktu naik hag ke Yerusalem.” Karena itu, Today’s Arabic Version (TAV) menerjemahkannasid al-hujaj (nyanyian orang-orang ber-hajj). Terjemahan Baru (TB) Lembaga Alkitab Indonesia (1974) menerjemahkan “nyanyian ziarah”.

Doa Dan Pujian Saat Memasuki Kota Suci

Umat Islam juga mempunyai doa-doa pada waktu memasuki kota Mekkah, Bab as salam (gerbang damai) menuju Masjid al-Haram, dan secara khusus pada waktu mereka melihat Ka’bah. Tema-tema doa-doa tersebut antara lain, pujian atas kota suci, perdamaian dan keamanan, yang juga dinyanyikan orang Yahudi pada waktu hag (perayaan) di Yerusalem. Salah satu syir ha ma’a lot yang terdapat dalam Kitab Zabur (Mazmur)122:1-4, 6 dan 8-9 dalam bahasa Ibrani berbunyi:

Syir ha ma’a lot le Dawid

Samahti be omerim liy beit Adonay nelak;

‘amedut hayu reglayenu bi sye’arekha, Yerusalem

Yerusalem, habenuh ke ‘ir syehuberah la yahddau

Syesyam ‘alu syevatim syibeti yah;

Edut le yisrael le hodot le syam yhwh;

Syaalu syalom Yerusalem, yisyelahu ahevikha;

le ma’an ahi we re’ai edberahna syalom bekha

le ma’an Adonay elohenu avaqesah lekha 

1.   Nyanyian kenaikan dari Daud.

Aku bersukacita ketika dikatakan orang kepadaku:

“Marilah kita pergi ke Rumah TUHAN.”

2.   Kini kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, Yerusalem

3. Yerusalem, yang didirikan sebagai kota yang mempersatukan semua di dalamnya;

4.   Kesanalah suku-suku naik, yaitu suku-suku TUHAN, sesuai dengan syahadat bagi Israel, untuk bersyukur kepada Nama TUHAN;

6. Berdoalah bagi perdamaian Yerusalem, kiranya orang-orang yang mencintai engkau mendapat keamanan

8. Oleh sebab saudara-saudaraku teman-temanku, aku hendak mengucapkan “syalom bagimu”.

9.   Demi Rumah ALLAH Tuhan kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu.


Yerusalem Sebagai Kiblat Ibadah


Ungkapan Ibrani syehuberah llah yahddau (where in all associate together), lebih menunjuk Yerusalem sebagai “pusat pemersatu” atau kiblat dalam ibadah, ketimbang sekedar menunjuk bangunan-bangunan sebagaimana tampak dalam terjemahan Indonesia. Ini cocok dengan ayat 4 bahwa ke kota suci ini suku-suku naik untuk beribadah kepada TUHAN. Kota suci Yerusalem sebagai kiblat ibadah (1 Raja-raja 8:44) ini juga diakui umat Islam mula-mula. Menurut hadits yang diriwayatkan Bukhari, selama kira-kira 16-17 bulan umat Islam salat dengan kiblat ke Yerusalem, sampai pada akhirnya dipindahkan ke Mekkah (Qs.al-Baqarah/2:142).

Seluruh pengagungan terhadap Yerusalem ini akhirnya diterapkan untuk Mekkah “kiblat baru” kaum Muslim, sebagaimana ditunjukkan dalam kalimat awal doa memasuki kota suci Mekkah: Allahuma hadza haramuka wa amnuka. “Ya Allah, kota ini adalah tanah suci-Mu dan tempat yang aman.” Dan seperti Mazmur 122:6 tidak hanya mendoakan Yerusalem melainkan orang-orang yang mencintainya, begitu pula dengan Mekkah dan kaum yang menghormatinya dengan hajj dan ummrah :

Allahuma zid hadzal bayta tasyrifan  wa ta’zhiman

Wa takriman mahabatan, wa zid man syarrafahu wa

Karamahu mim hajjahu aw’itamarahu tasyrifan

Wa ta’ziiman wa birra. 

Artinya: “Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, kehormatan, keagungan dan kehebatan pada Bait Allah ini, dan tambahkanlah pula pada kaum yang memuliakan, menghormati dan mengagungkannya diantara mereka yang ber-hajji atau ber-‘umrah padanya mereka dengan kemuliaan, kehormatan, kebesaran dan kebaikan.”

 Masih banyak kesejajaran yang bisa dikemukakan di sini, yang dengan jelas menunjukkan sumbernya dari ritus-ritus agama Yahudi. Konsep Masjidil al-Haram di Mekkah sebagai kota suci yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang Muslim (Qs, At-Taubah 9:28), sejajar dengan konsep disediakannya pelataran khusus bagi non-Yahudi yang tidak diperbolehkan memasuki ruang dalam bait Allah.

Berangkat dari klaim iman (agama) Ibrahim (the Abrahamic faith), maqam Ibrahim di tanah Moria (erets hamoriah) di lokasi bait Allah berdiri paralel dengan Jabal Marwah di Mekkah. Sedangkan orang-orang Samaria, yang sejak abad ke-7 sM memisahkan diri dari orang-orang Yahudi, membaca Kejadian 22:2 dalam qira’at (bacaan) mereka “More” (bukan Moriah) untuk membenarkan gunung Gerizim sebagai pusat ibadah mereka. Kata Arab maqam Ibrahim, berasal dari bahasa Ibrani ha maqom yang dipakai dalam Talmud. Arti kata maqom, “tempat suci” dan bukan kuburan seperti dalam bahasa Indonesia.

Dalam konteks perdebatan mengenai “kiblat” ibadah itulah, Yesus bersabda mengenai penyembahan Allah dalam roh dan kebenaran. “Percayalah kepada-Ku, wahai perempuan Samaria, “saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini (Gerizim, penulis) dan bukan pula di Yerusalem.” Alasan yang dikemukakan oleh Yesus, karena Allah itu Roh, maka haruslah kita menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran (Injil Yohanes 4:22-24).

Antara Hag (Perayaan) Di Yerusalem dan Hajj Ke Mekkah: Beberapa Paralel


Perintah ber-hag pertama kali, khususnya tiga perayaan utama Israel, disebutkan dalam Taurat, Keluaran (Syemot) 23:14 yang berbunyi: 

Syalosy regalim to-hag li ba syanah

Artinya: “Tiga kali setahun haruslah engkau mengadakan perayaan (hag) bagi-Ku.”

😂 Pada zaman Nabi Musa, ketika syariat hag itu pertama kali diberikan, penyelenggaraan belum dipusatkan di Yerusalem. Barulah ketika Raja Daud merebut Yerusalem dari tangan kaum Yebus, dan raja Salomo (Sulaiman) merealisasikan pembangunan Bait Allah dan kota suci itu dijadikan pusat ibadah, hagdiadakan di Yerusalem. Selanjutnya, seperti disebutkan dalam Talmud, hag (jamak: ‘hagigah’) secara khusus menunjukkan perayaan besar yang diadakan di Yerusalem. Akhirnya kata ini diambil alih dalam bahasa Arab hajj (dalam makna syar’i-nya yaitu “sengaja ziarah ke tanah suci (Mekkah).”

Dalam Perjanjian Lama, 3 perayaan pokok (hagigah)di Yerusalem itu adalah:

😂Hag Pesah atau perayaan Paskah, yang memperingati keluarnya bani Israel dari perhambaan Fir’aun di Mesir. Karena peristiwa Exodus ini, sebagai peristiwa utama, kata hagi (hari rayaku) dalam Keluaran 23:18 mula-mula secara khusus menunjuk Paskah, tapi kemudian menunjuk seluruh rangkaian hari-hari raya utama. Setelah Paskah langsung disusul dengan ham matstot (hari roti tak beragi) selama 7 hari. Paskah jatuh pada tanggal 14 Nisan dan ham matstsot jatuh pada tanggal 15-21 Nisan.

😂 Hag syavu’ot (hari raya penuai), yaitu hari panen yang ditandai dengan perkumpulan kudus. Karena perayaan ini jatuh 50 hari setelah Paskah, maka kemudian hari ini disebut juga dengan bahasa Yunani “Pentakosta.” Hag syavu’ot jatuh pada tanggal 6 bulan Sivan, permulaan tuaian musim panas. Sejak abad 1 Masehi hari ini dikaitkan juga dengan nuzulnya 10 perintah Allah di gunung Sinai;

😂Hag Sukkot atau hag ha’Asif, yaitu hari raya Tabernakel atau Pondok Daun. Perayaan ini jatuh tanggal 15-21 bulan Tisyri untuk memperingati pengembaraan bani Israel yang melelahkan di padang belantara pada waktu mereka menuju ke tanah perjanjian (Imamat 23:33-34).

Selain hagigah atau hari-hari raya besar yang diadakan di Yerusalem, masih ada hari-hari raya kecil yang diadakan pada hari-hari sesudah Paskah dan sebelum Pondok Daun. Dalam Misynah hari-hari raya kecil itu disebut mo’ed katan. Kata Ibrani mo’ed ini muncul dalam konteks perayaan kira-kira 20 kali dalam Perjanjian Lama. Dalam Targum (yaitu terjemahan komentar-komentar Aram dari Perjanjian Lama sebelum Kristus) menjadi ‘ida menjadi ‘eda (feast, festival) kemudian menjadi bentuk Arab ‘id, yang kini dipakai dalam Islam: ‘Id al-Adha, ‘Id al-Fithr, atau oleh orang-orang Arab Kristen: ‘Id al-Milad (Natal) dan ‘Id al-Fashha (Paskah).

Baik perayaan-perayaan besar (hag) di Yerusalem maupun haji ke Mekkah, terkait erat bahkan tidak dapat dipisahkan dengan kurban-kurban. Selanjutnya ritus-ritus hajj dalam Islam dibuktikan sejajar dengan 3 hari-hari raya besar Israel (hag), terutama dengan ritus hag hassukot (Tabernakel). Misalnya, dalam ritus Tabernakel atau Pondok Daun terdapat nisuh hammayim (upacara pembasuhan air) untuk memperingati mu’jizat air Meriba, dan kemudian thawaf (prosesi) mengelilingi Mezbah (Mazmur 26:6; 81:4-8). Dalam manasik haji ada pula tarwiyyah (penyiapan air zam-zam) dan thawaf mengelilingi ka’bah. Juga apabilahag Sukot (tabernakel) lebih paralel dengan ‘id al-adha, maka ritus yom kipur (hari penebusan dosa) yang sebelumnya diawali dengan tsaum gedalyah (puasa Gedalya), sejajar dengan ‘id al-Fithr yang sebelumnya diwajibkan shawn (puasa) bulan Ramadhan.

Manasik Hajji : Upaya Menggali Akar


Manasik Dan Unsur Kurban


Islam yang menghubungkan Ibrahim dengan ritual haji, mencatat doa khalil Allah itu, agar ia ditunjukkan manasik haji (Qs.al Baqarah/2:128). Menurut Noeldeke, akar kata “n-s-k” dalam bahasa-bahasa rumpun semitik “is propabably connected to the pouring of blood unto altars.” Dalam kitab Taurat, kata Ibrahim nesekh dipakai untuk menunjuk kurban curahan (Keluaran 29:40; 30:9). Sedangkan Qur’an, s.al-Hajj 22:34 memakai kata mansak juga dalam konteks ritus kurban :

Wa likulli ummatin ja’alna mansakal liyadzkurus

Ma’alahi ‘ala ma razaqakum min bahimatul ‘an’am

Artinya : “Dan tiap-tiap ummat telah kami tetapkan ibadah kurban (mansak), supaya mereka mengingat Allah atas pemberian binatang ternak.”

Karena itu, dalam konteks ibadah haji yang terkait erat dengan kurban, maka kata manasik akhirnya menunjukkan “ritual station.” Departemen Agama RI menerjemahkan “cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji. Menurut A.J.Wensick, pada periode Mekah sudah masuk beberapa terminologi Yahudi, beberapa diantaranya terkait dengan haji dan kurban. Misalnya, bahima (Qs.al-Hajj/23:34 berasal daribehema, “binatang kurban” (Immamat 1:2), kaffara (Qs. Al-Maidah/5:45) berasal dari bahasa kappara, “tebusan” (Immamat 23:28, Keluaran 30:10), suatu kata teknis yang berasal dari yom kippur (hari raya Penebusan Dosa).

Memang tidak semua ritus haji dapat dijumpai kesejajarannya dengan unsur agama Yahudi. Banyak juga yang bersalut erat dengan tradisi-tradisi budaya setempat dari zaman pra-Islam. Hadits Bukhari, yang dinisbahkan dengan Aisyah, isteri Muhammad, menceritakan bagaimana orang-orang kafir suku Quraisy dalam keadaan suci (ihram) memanggil dewi al-Latt. Pemujaan terhadap dewa-dewi kafir mereka, juga terkait dengan pengagungan Jabal (bukit) Safa dan Marwah. Jadi, ada juga ritual-ritual itu yang memang berakar dari budaya setempat.

Perayaan Yahudi Pada Bulan Tisyri

Sebelum menderetkan paralel antara ibadah haji ke kota Mekah dengan ritus-ritus-ritus hari raya besar Yahudi, berikut ini kita kutip Mazmur 81:4-5,8 yang menyinggung rangkaian perayaan pada bulan Tisyri:

Tiqe’u va-hodesh shofar ba-keseh le yom

Haggenu. Ki-hoq le-yisrael hu mishfat l’elohe

Ya’aqov, “ebehanekha ‘al-mayim Meribah, Selah”.

Syema’ ami we a’idah bekha ysrael im tishema’

Liy lo yihye bekha ‘el zar we lo-tisytaharweh le’el nekar

Tiuplah sangkakala pada bulan baru, pada bulan purnama, pada hari raya (“hag”) kita,

Sebab hal itu suatu ketetapan dari Allah Yakub;

“Aku telah memuji engkau dekat air Meriba,”.Sela.

Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan Padamu. Hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku:

“Janganlah ada ilah-ilah lain dan jangan engkau sujud menyembah kepada ilah asing.”

Ayat-ayat di atas mencakup perayaan-perayaan bulan ke-7 bulan Tisyri, mulai dari yom teru’a(peniupan shofar, sangkakala) tanggal 1 yang disebut juga rosh hasyanah (tahun baru), dan disebut juga pengujian air Meriba yang menjadi upacara nisuh hamayim yang dikemudian hari masuk menjadi rangkaian ritus-ritus Pondok Daun tanggal 15-21. Beberapa amalan ibadah haji yang paralel dengan hag hassukhot adalah pembasuhan air (minum air zam-zam) dan thawaf 7 kali mengelilingi Ka’bah.

Thawaf Dan Pencurahan Air


Diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, bahwa Nabi Muhammad setiba di Mekah langsung berwudhu’ dan mengelilingi Ka’bah/Bait Allah (bina qadima makkata innahu tawadhdha’a tsumma thawafa bi al bayt). Kebiasaan ini sejajar dengan Mazmur 26:6. “Aku membasuh tanganku tanda tak bersalah”,tulis pemazmur, “lalu berjalan mengelilingi mezbah-Mu, ya Tuhan.” Dalam urutan ritualnya berbeda, tetapi kedua unsur itu ada baik dalam upacara hag hassukot maupun haji ke Mekkah.

Mengenai persiapan haji, menurut kebiasaan mula-mula pada tanggal 8 Dzulhijjah dikenal sebagaiyaum al-tarwiyah (Hari untuk mempersiapkan air). Air zam zam ini diminum pada ritual thawaf mengelilingi ka’bah tanggal 10 Dzulhijjah. Sesuai dengan ketentuan, thawaf tersebut dilakukan sebanyak 7 kali, dan masing-masing putaran dengan doa-doa tertentu. Menurut riwayat Anas bin Malik dan ‘Abdullah bin Sa’ib, doa waktu thawaf berbunyi: Rabbana atina fi ad dunya hasanah, wa fi al-akhirati hasanah, wa qina ‘adzab an naar. Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, berilah kami kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa api neraka.”

Selain seremoni nisuh hammayim dalam hag hassukot, menurut tradisi Yahudi pada zaman ‘Isa al-Masih, imam sambil membaca doa dari Mazmur 118:25 yang berbunyi: anna Adonay hosyi’ ahna. anna Adonai hatseliahna. Artinya: “ Ya Tuhan, berilah kiranya kami keselamatan. Ya Tuhan, berilah kiranya kami kebahagiaan.” Selanjutnya, pada hari ke 7 hag hassukot umat mengikuti thawaf (mengelilingi) mezbah sebanyak 7 kali, sambil meneriakan seruan hosyi’ahna yang diulang-ulang sebanyak 7 kali pula. Hari ke-7 dan ke-8 (Ibrani: “syemini atseret”) dalam rangkaian hosyi’ ahna rabba (hosana agung), dikenal pula upacara melambaikan lulav (palma). Menurut catatan Injil, Yesus dengan menunggang keledai memasuki Yerusalem dielu-elukan dengan lambaian pohon-pohon palam ini (Matius 21:1-11). Jelaslah klaim Kristen bahwa Yesus adalah Mesiah dibenarkan oleh tafsiran mesianis Yahudi pada zaman itu, yang mengaitkan ritual hag ini dengan kedatangan Mesiah (Zakaria 9:9).

Dalam Islam, ritual melambaikan daun-daun palma ini, tidak dikenal. Begitu pula, mendirikan rumah-rumah dari daun di pelataran Bait Allah, untuk memperingati pengembaraan di padang belantara, juga tidak dijumpai dalam ritual haji Islam. Tetapi ritual thawaf dalam Islam diteruskan. Menariknya, pada waktu mengelilingi ka’bah ditentukan bahwa posisi ka’bah harus di sebelah kiri, dan pada saat thawafmaupun sa’i jemaah mengangkat tangan menghadap Ka’bah. Kedua adab inipun dijumpai kesejajarannya dengan perayaan Pondok Daun, seperti syir ha ma’a lot dari Mazmur 134:1-3 yang berbunyi: 

hinneh bareku et adonay, kol ‘avedi adonay

ha ‘amedim be beyt adonay ba leilot,

sau yedekhem qodesy ubariku et adonay

Artinya: “Mari, pujilah TUHAN, hai semua hamba TUHAN yang datang melayani di rumah TUHAN pada waktu malam;

Angkatlah tanganmu ke tempat yang kudus, dan pujilah TUHAN.”

Sedangkan mengenai posisi Ka’bah yang harus di sebelah kiri, barangkali dapat dilacak asal-usulnya dari mazmur mesianis (yang ditafsirkan sebagai nubuat akan kedatangan Mesias). Mazmur 110:1 mencatat sabda TUHAN kepada raja imam yang disapa Adonai (Tuhanku): “Duduklah di sebelah kananKu.” Baik dalam bahasa Ibrani maupun Arab, kata yamin (tangan kanan, sebelah kanan) menunjukkan kuasa maupun ridha Allah. Ungkapan sebanding dijumpai pula dalam surah al-Mutdatsir 74:28, yang menunjukkan “kaum yang diridhai Allah”. Jadi, posisi Ka’bah di sebelah kiri, sekedar lambang bahwa orang beriman thawaf di sebelah kanan TUHAN, yang bersemayam di atas Rumah TUHAN.

Membuang Jumrah, Mengusir Setan


Mengenai jumrah (membuang batu) tanggal 10-13 Dzulhijjah di Mina sebagai lambang pengusiran setan, sejajar dengan ritus yom kippur walaupun lambangnya bukan batu. Setiap lontaran batu diiringi takbir dan doa demikian: 

Bismillahi Allahu akbar arjman li asy syaysthini

Wa ridhanu ar rahman. Allahuma aj’alhu hajjan mabrur

Wa sa’yan masykura wa dzanban maghfuran.

Artinya: “Dengan nama Allah, Allah Mahabesar. Kutukan bagi segala setan dan ridha Yang Maharahman. Ya Allah, jadikanlah hajiku sebagai haji mabrur, dan sa’i yang diterima, serta dosa yang diampuni.”

Dalam ritus yom kippur (penebusan dosa), dikenal pula pengusiran azazel (setan) yang dilambangkan dengan pelepasan kambing jantan “membawa kesalahan umat Israel ke padang gurun, kediaman roh jahat.” Bersamaan dengan itu, seorang Imam menyembelih kurban untuk penebusan umat di depan Allah. Jadi, ada seekor kambing jantan penebus dosa, yang dianggap sebagai kaffarat(tebusan) dosa-dosa umat Allah (Imamat 16:1-34).

Masih banyak lagi amalan-amalan haji yang bisa dideretkan sejajar dengan tradisi perayaan-perayaan (hagigah) Yahudi. Misalnya, para jemaah haji berpakaian putih dan dalam keadaan suci (ihram), sejajar dengan pakaian putih imam pada waktu berada di ruang mahakudus (Imamat 16:4). Demikian pula larangan mencukur rambut sebelum tahalul, sejajar dengan hukum kenadziran (Bilangan 6:5), yang secara khusus diatur dalam Misynah, traktat nedzarim.

Kurban, Yom Kippur dan Penebusan Dosa


Dalam penghayatan agama-agama semitik, kurban menduduki peranan penting. Kata Ibrani/Arabqurban berasal dari akar kata “q-r-b” (yang juga menjadi bahasa Indonesia “karib”), terkait dengan gagasan pendekatan diri kepada Allah. Hampir semua ritus Yahudi zaman Perjanjian Lama berhubungan dengan kurban, sedangkan dalam Islam ide-ide pokok tentang syariat kurban ini terus terpelihara, walaupun banyak ritus itu ditafsirkan baru dalam makna islami.

Dalam tafsiran-tafsiran para rabbi Yahudi, ritus kurban juga dikaitkan dengan Mesiah yang akan datang. Sementara itu, kekristenan yang merupakan penerus langsung dari iman Yahudi, mendasarkan seluruh bangunan doktrin keagamaannya dari Kitab Suci yang sama (Perjanjian Lama). Bedanya, Yahudi tetap melakukan semua ritual tersebut dalam terang pengharapan mesianis, tetapi kekristenan menganggap bahwa semua simbol itu telah digenapi dengan kedatangan Yesus, Mesiah yang diutus Allah (Ibrani 10:1-8). Kurban agung-Nya di Jabal Juljuta (bukit Golgota), yang satu kali untuk selama-lamanya menggantikan kurban-kurban tahunan, dengan segala detail ritualnya.

Dalam hal ini Islam justru mewarisi kerangka dasar ide-ide kurban Yahudi, tetapi menolak konsep teologisnya dan menyederhanakannya. Tetapi baik dalam Yahudi (yang kemudian dilanjutkan oleh Kristen) maupun Islam, sepakat bahwa syariat-syariat kurban yang benar yang diridhai Allah, antara lain seperti yang ditunjukkan pola kurban anak Habel bin Adam dan Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan kurban anak Adam maupun kurban anak Ibrahim tersebut, diterima berdasarkan keikhlasannya niatnya semata-mata kepada Allah.

Sekitar Kurban Anak Ibrahim Dan Makna Mesianisnya Dalam Agama Yahudi


Khususnya kurban anak Ibrahim, menempati posisi sentral dalam ritual Yahudi. Orang Yahudi sejak dahulu kala menyebut kurban Ishak ini ha ‘aqedah (pengikatan), dibaca pada ritus tahun baru (rosh hasyanah) yang ditandai dengan peniupan shofar (serunai) pada tanggal 1 bulan Tisyri. Kata ha ’aqedah ini diambil dari sefer Beresyit (Kejadian 22:9), Wa yi’aqeda et Yitzaq beno (diikatnya Ishaq, anaknya itu). Dalam Islam, peringatan atas peristiwa kurban anak Ibrahim ini, juga diperingati dengan hari ‘Idul adha, tanggal 10 Dzulhijjah. Peristiwa ini diterangkan dalam al-Qur’an, s. ash Shaffaat 37:100-113, tanpa menyebutkan siapa nama anak Ibrahim yang akan dikurbankan itu. Ada hadits-hadits yang meriwayatkan Ismail yang terbanyak dianut, akan tetapi ada juga hadits-hadits yang meriwayatkan Ishak. Bahkan Ibn Jarir ath-Thabari, dalam Jami’ul Bayan fi al-Tafsir al-Qur’an, sebagai tafsir tertua lebih mendukung riwayat Ishak. Dalam hadits-hadits itu, Ishak digelari dzabihullah (sembelihan Allah) dalam berbagai bagian (Keluaran 3:18; 5:17; Imamat 9:4, dsb). Dari akar kata yang sama, dibentuk kata mezbah (altar tempat penyebelihan kurban). Menurut Montgommery Watt, tafsir Ismail sebagai anak Ibrahim yang nyaris dikurbankan, baru muncul pada masa belakangan, pada masa kekalifahan ‘Abbasiyyah.

Mekhilta, yaitu sebuah koleksi tafsir-tafsir yuridis para rabbi Yahudi, mengidentifikasikan darah domba Paskah dengan kurban Ishak, anak Abraham, merupakan “prefigurasi” (gambaran) dari Mesiah yang akan datang. Karena itu, aqedah yang menjadi dasar yang diatasnya orang-orang Yahudi mempersembahkan kurban-kurban yang lain, juga menjadi gambaran kurban Mesiah yang akan datang juga keturunan Abraham.

Bertitik tolak dari pondasi yang sama maka orang-orang Kristen perdana, kemudian merinci setiap ritus-ritus kurban itu sebagai bayangan yang mengarah kepada hakikat yang sebenarnya. Misalnya, anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (Ulangan 17:1), adalah lambang bahwa Dia yang tidak berdosa(Ibrani 9:14; 1 Petrus 1:19). Syarat-syarat domba sembelihan kurban yang semacam ini, dijumpai juga dalam Islam. Hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi juga jelas-jelas memuat larangan berkurban dengan binatang yang cacat.

Dalam setiap ritus kurban Yahudi, berhubungan erat dengan berbagai amal ibadah: kurban persembahan (minkha, Kejadian 4:3-4), Kurban buah sulung (re, syit, bikkurin) adonan peserta minggu dan dzakat. Sedangkan kurban darah, yang secara khusus terkait dengan penebusan: untuk dosa (khataf) atau untuk kesalahan (asyam). Akhirnya, pada masa-masa kemudian ditetapkan penanggalan yang tetap pada hari perdamaian (yom ha kiffurim). Ketentuan mengenai hari perdamaian ini, antara lain berbunyi sebagai berikut: 

Hayyom hazzeh, ki yom kiffurim hu le kaffer

Aleikhem li feni yhwh elehekhem 

Artinya, “Itulah hari Penebusan, untuk mengadakan penebusan bagimu di depan ALLAH Tuhanmu (Imamat 23:28)

Yom Kippur ini jatuh setiap tanggal 10 Tisyri, pada saat itulah umat Israel harus merendahkan diri, berpuasa dan puncak perayaan itu mempersembahkan kurban kepada Tuhan untuk penebusan dosa-dosa mereka. Bentuk upacara ini, dalam banyak detailnya dijumpai juga paralelnya dengan kedua hari raya Islam, yaitu ‘Id al-Fithr dan ‘Id al-Adha. Fakta sejarah mencatat, bahwa dari orang-orang Yahudi itu. Namun mereka tidak mengambilnya secara murni”.

Dari keterangan ini, kita dapat menjelaskan asal-usul penanggalan hijriah, khususnya tentang meresapnya pengaruh hari-hari raya keagamaan Yahudi. Setelah puasa Ramadhan menggantikan puasa Assyura’, kendati penanggalan sudah disesuaikan dengan nuzulnya al-Qur’an, tetapi hari raya ‘Idul Fitri masih menunjukkan kedekatannya dengan makna Yom Kippur Yahudi. Salah satu dimensi teologis yang menonjol dalam Yom Kippur, adalah penebusan dosa, seperti ditunjukkan dalam doa pengampunan: 

….’al hetea sehatanu le fanekha be-zilezul horim umorim.

“….bagi dosa kami dihadapanMu, yang ditunjukkan sikap tidak hormat untuk para pendahulu dan orang-orang yang takut padaMu.

Juga diriwayatkan oleh Hasyim dari Hafsah dari Ummu ‘Athiyyah sabda Nabi Muhammad agar setiap Muslim pada hari raya: fa yukabirna bitakbirim wa bad’una bi du’aihim yajurna barakatu dzalikal yawmi wa thuhratahu. “Hendaknya mengucapkan takbiran dengan mengikuti takbir orang banyak dan berdoa pula bersama-sama mereka, untuk mengharapkan keberkahan hari itu serta kesuciannya, sebab yang hadir itu akan disucikan Allah dari segala dosa.

Pada hari raya ‘Idul Fitri itu, wajib dibayar zakat fitrah dengan prosentase tertentu dan dibagikan kepada orang-orang miskin dan orang-orang lain yang berhak. Dalam Imamat 14:22-29, persembahan persepuluhan wajib diberikan ke Bait Allah, dan secara periodik harus diserahkan pula kepada “orang-orang asing, yatim dan janda”. Sedangkan tentang kurban binatang, menjadi peringatan secara khusus pada hari raya ‘Id al-adha. Secara khusus tema kurban putra Ibrahim (‘aqedah) diangkat, tetapi dengan membuang tafsiran-tafsiran mesianis yang lazim baik di kalangan Yahudi maupun Kristen. 

Makna Kurban: Perbedaan Penafsiran dalam Yahudi, Kristen dan Islam


Diakui memang ada “batu sandungan” bagi orang Yahudi maupun Islam dalam memahami makna kurban dan penebusan dalam iman Kristen. Bagi umat Yahudi, persoalannya lebih pada soal interpretasi. Bersumber dari Perjanjian Lama yang sama, malahan juga dari latar belakang ritus-ritus yang sama, ditafsirkan secara berbeda. Konkritnya, penafsiran yang berbeda mengenai penggenapan dari janji-janji dalam Kitab Suci dan harapan-harapan mesianis yang sama. Orang Kristen memandang bahwa Yesuslah adalah pemenuhan segala harapan mesianik itu, sedangkan orang Yahudi masih menantikan Mesiah yang akan datang. Surat Ibrani, yang ditulis oleh orang Kristen berlatarbelakang Yahudi, ditulis dalam rangka memecahkan masalah ini.

Sedangkan dalam Islam, persoalannya bukan sekedar sumber kitab suci yang berbeda, tetapi juga seluruh ritus-ritus Islam sekali terkait secara tidak langsung dengan Yahudi dan Kristen, ide-ide pokok dari ritus-ritus itu sudah diinterpretasikan secara baru, Islam hanya mempertahankan kerangka ritualnya dan menolak tafsiran mesianisnya. Karena itu pula, berbeda dengan ‘aqedah Yahudi yang punya makna sakramental, ‘Id al-Adha dalam bersifat memorial saja, yaitu memperingati pengurbanan putra Nabi Ibrahim.

Selanjutnya, walaupun tafsiran-tafsiran Kristen tentang Perjanjian Lama tidak begitu saja diterima oleh orang Yahudi, tetapi tidak sulit membuktikan bahwa seluruh bangunan doktrin Kristiani didirikan diatas pondasi iman Yahudi. Gereja mula-mula, yaitu kerygma atau tradisi rasuli yang akhirnya melahirkan dokumen-dokumen Perjanjian Baru, mencatat peristiwa Yesus dan karya-karya-Nya yang menjadi final di dalam kebangkitan-Nya dari antara orang mati, dengan menempatkannya pada kerangka tema-tema Perjanjian Lama. Dengan demikian, seluruh tema-tema itu menjadi “terjelaskan” hakikat yang sebenarnya dengan kedatangan Kristus, makna ‘aliyah ke Yerusalem dirohanikan dan perayaan-perayaannya (hagigah) pun disublimasikan.

Demikianlah seluruh tema Perjanjian Lama diambil alih. Misalnya, hag Pesah bukan lagi sekedar pembebasan jasmaniah dari perbudakan fir’aun atas bene Yisra’el (anak-anak Israel), tetapi terutama pembebasan ruhaniah bene Adam (anak-anak manusia) dari perbudakan dosa oleh kuasa kebangkitan Yesus (Yohanes 4:24; 1 Korintus 5:7). Hag Syavu’ot (Pentakosta) juga bukan sekedar penuaian gandum, tapi turunnya Ruh Kudus terhitung 50 setelah Paskah Kristus, menandai berdirinya jemaah Kristen sebagai “Israel Baru”. Demikian juga, kita hanya bisa membaca sabda-sabda secara lebih jelas, apabila kita mengerti konteks perayaan-perayaan Yahudi itu. 

Yesus “Naik Haji” ke Yerusalem: Makna Dan Penggenapan Karya Allah Tentang Keselamatan


Dalam Injil Yohanes 7 dikisahkan bahwa Yesus turut merayakan hag hassukot (Perayaan Pondok Daun) di Bait Allah. Pada hari terakhir perayan itu (syemini asyeret), Yesus berseru: “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaKu dan minum”. Ucapan Yesus dalam konteks ritual nisuh hammayim(pencurahan air), yang memperingati mujizat Meriba. Doa pada saat pencurahan air ini: “Kiranya Allah mengirimkan Ruh-Nya kepada kita sekarang”. “Mengapa dinamai nisuh hammayim?”, begitu pertanyaan dalam Talmud Yahudi. “Sebab telah dicurahkan Roh Kudus-Nya, seperti yang dilambangkan dalam Yesaya 12:3 bahwa: “Kamu akan menimba dengan kegirangan dari mata air keselamatan”.

Jadi, keterangan Injil di atas cocok dengan tafsiran Yahudi yang lazim pada zaman Yesus, “bahwa yang dimaksudkannya disini ialah Ruh itu belum datang, sebab Yesus belum dimuliakan” (Yohanes 7:39). Menurut nubuat Nabi Yesaya, karya Mesiah akan disempurnakan oleh Roh Allah sendiri (Yesaya 11:2). Jadi, kejadiannya kira-kira dapat dibayangkan begini. Tatkala para hujjaj Yahudi berebut untuk mendapat cipratan air dari imam besar, sebagai lambang akan dicurahkan-Nya Ruh Allah, Yesus langsung menunjukkan siapakah Diri-Nya. Mengapa mereka yang haus itu harus datang kepada Yesus dan minum dari-Nya? Karena Yesus adalah Mesias sendiri, yang dalam Nama-Nya Roh Allah itu diutus ke dunia. “Tetapi Penghibur”, kata Yesus kepada murid-murid-Nya, “yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam Nama-Ku” (Yohanes 14:26).

Demikian juga dari latar belakang yang sama khususnya dari upacara Yom Kippur, kita dapat mengerti alam pikiran yang melatarbelakangi ide “penebusan dosa” (kaffarat) dalam Perjanjian Baru. Memang latar belakang lain, soal “denda tebusan” (Yunani: lutron) juga berperan. Tetapi latar belakang Yahudi-lah yang lebih berperan langsung. Dalam hukum Yahudi ditentukan, apabila seekor lembu menanduk orang sampai mati, lembu itu harus dirajam sampai mati dan pemiliknya bebas. Tetapi apabila pemiliknya sudah sering diperingatkan tentang bahaya lembu itu tetapi tidak menjaganya, apabila lembu itu menanduk orang sampai mati lagi, maka bukan hanya lembunya, melainkan pemiliknya juga harus dihukum mati. Ia bisa dibebaskan dengan cara membayar uang tebusan (kofer) sebagai ganti (tebusan) nyawanya (Keluaran 21:28-30). Inti dari ketentuan ini adalah hukum balasan setimpal yang adil, tapi lebih dari itu adalah ditekankan pengampunan (Keluaran 21:23-27; Imamat 19:17-18).

Azas pembalasan setimpal itu  (qishash): we nathathah nefes tahat nefes, ‘ayin tahat’ ayin syen. Maksudnya, “bahwa engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi” (Keluaran 21:23-24). Tetapi pada saat yang sama ditekankan agar berdasarkan kasih, supaya setiap orang tidak menuntut balas (Imamat 19:17-18). Azas tersebut hampir secara harfiah diterima dalam sistem hukum Islam, seperti disebut dalam Qs. al-Maidah /5:45 demikian:

Wa katabna ‘alaihim fiha annan nafsa bi an-nafsi, wa al-‘aina bil ‘aini, wa al-anfa bi al-anfi wa al-udzuna fa man tashsddaqa bihi fahuwa kaffratulahu 

Maksudnya: “Dan telah Kami tetapkan kepada mereka dalam Taurat bahwa nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka pun dibalas dengan setimpal. Namun barang siapa rela melepaskan hak balasnya, maka perbuatan itu menjadi kaffarat (penebus dosa) dosa baginya”.

Mengenai perbuatan tidak sengaja yang menyebabkan kematian, seperti pada kasus lembu yang menanduk mati tersebut, pada pokoknya ada kewajiban memberikan tebusan (Ibrani : kofer, Arab: kaffarat). Sistem “kaffarat” ini sangat lazim juga dikenal bahkan cukup berkembang dalam fiqh Islam. Misalnya, mengenai kaffarat membunuh secara tak sengaja orang Islam ialah memerdekakan hamba mukmin, atau berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tanda pertobatan kepada Allah (Qs.an-Nisa’ 4:92). Di dalam bidang ibadah, seorang yang melanggar larangan berjima’ (bersetubuh) suami istri di bulan suci Ramadhan, kaffaratnya ialah puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin.

Dalam Yudaisme zaman Alkitab, selain dikenal gagasan penebusan dalam sistem hukum mereka, secara khusus cukup berkembang pula dalam pandangan teologi. Karena itu dikenal perayaan khusus untuk penebusan, Yom Kippur (hari penebusan dosa) yang terkait dengan adanya kurban berdarah. Alasannya, karena nyawa makhluk ada dalam darahnya, karena itu darah mengadakan penebusan dengan perantaraan makhluk hidup (Imamat 17:11). Bahkan, TUHAN (Yahweh) sendiri disebut Penebus dalam Taurat, Mazmur dan Nabi-nabi (Ulangan 7:8; 24:18; Mazmur 107:2; Yesaya 48:20)

Perlu dicatat disini, Islam juga mengenal sistem penebusan dalam hukumnya, tetapi tidak mengembangkannya dalam teologinya. Jadi, ide kaffarat dalam hukum Islam ini, mestinya dapat menjembatani doktrin Kristen tentang penebusan. Dalam hukum Yahudi maupun Islam tersbut, pembayaran suatu harga untuk pembebasan adalah hal azasi yang didasarkan atas prinsip keadilan. Karena itu, berangkat dari segi antropologis bahwa kealphaan, kelalaian dan kesalahan itu bukan sekedar bersifat kasuistik melainkan berakar dari sifat kodrati manusia, maka sangat logis dan rasional apabila ide kaffarat bukan hanya diterapkan di dalam bidang hukum, tetapi juga menjadi tema sentral dalam teologi Kristen.

Catatan Penutup 


Oleh karena itu pula, yang disebut doktrin kejatuhan (doctrine of fall) menjadi “titik pancang teologi Kristen”. Berangkat dari kenyataan bahwa kelemahan itu inherent selalu melekat pada kodrat manusia, konsep penebusan ini begitu bermanfaat, bahkan menjadi satu-satunya jalan keluar yang paling logis. Dalam gereja mula-mula, tentu saja perumusannya antara lain tidak lepas dari metafor-metafor yuridis tersebut. Orang berdosa adalah hamba atau budak dari dosa (Yohanes 8:34), secara kodrati manusia “bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa” (Roma 7:14). Dari sudut pandang yuridis, Taurat Musa menentukan bahwa orang berdosa harus mati.

Karena itu harus ada kaffarat sebagai harga yang harus dibayar untuk hak hidup yang sebenarnya sudah tidak ada, yang bagi iman Kristen seluruhnya telah menjadi final, melalui kurban agung Kristus, sekali untuk selama-lamanya (Ibrani 10:12). Sekedar perbandingan, antropologi Qur’ani sebenarnya lebih sehat memotret kondisi dan tabiat kodrati manusia, ketimbang sadurannya dalam tulisan-tulisan polemik Islam-Kristen. Al-Qur’an mengakui, bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang lemah. Wa khaliqa al-insanu dhaifa (Qs. an-Nisa/4:28). Dan seperti diakui Rasul Paulus, ada rangsangan dalam jiwa manusia yang cenderung berbuat kejahatan, al-Qur’an menegaskan pula : an nafsa la ammaratum bisu’i. Artinya: “Nafsu itu memang merangsang berbuat jahat” (Qs. Yusuf/12:53).,

Menurut Nurcholish Madjid, sebenarnya Islam juga mengakui kejatuhan (Arab:hubuth) Adam dari surga, tetapi tidak menjadikan “titik pancang” atau bagian pokok dalam sistem keimanannya. Dari sistem hukum Islam yang mengenal kaffarat dan antropologi Qur’an yang mengakui kelemahan sebagai sifat kodrati yang inherent melekat pada manusia, saya kira sudah waktunya teologi Islam merenungkan kembali penolakannya pada doktrin penebusan. Barangkali, khususnya dalam hal ini, teologi Syi;ah dalam beberapa hal lebih dekat dengan Iman Kristen, khususnya pandangannya tentang makna kematian syuhada’ bagi orang-orang beriman.

@bambang noorsena via angelfire.com