Saturday, December 31, 2016

Omri L Toruan ; Lonceng Kematian Bagi Tukang Fitnah dan Penebar Kebencian

DUNIA HAWA - Sangat disesalkan, kebebasan berpendapat yang sudah kita dapat di era keterbukaan sekarang, dengan ditopang oleh kemudahan media komunikasi, ternyata tidak selalu digunakan untuk tujuan yang positif. Bahkan, tidak sedikit pihak-pihak yang berlindung di balik kebebasan berpendapat untuk menyebar berita bohong, fitnah dan ujaran kebencian.


Juga tidak sedikit media-media online, demi kepentingan ekonomi dan politik mereka dengan sengaja membuat dan menyebarluaskan berita provokatif yang sudah sampai taraf meresahkan. Dan siapapun bisa menjadi korban. Tidak terkecuali dengan Presiden Jokowi, yang bahkan ikut menjadi korban penghinaan, fitnah, dan ujaran kebencian yang sudah sangat keterlaluan.

Entahlah jika hal itu dilakukan secara terstruktur dan sistematis, atau karena disatukan oleh kebencian. Upaya mengadu domba, serta memecah belah bangsa begitu mudah ditemukan di media sosial. Ujaran kebencian dan permusuhan, hingga pernyataan kasar begitu sering dilakukan, bahkan dengan mengatasnamakan agama. Sungguh sangat keterlaluan!

“Penegakan hukum harus tegas dan keras. Kita harus evaluasi media-media online yang sengaja memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas, dengan judul yang provokatif dan mengandung fitnah,” akhirnya  Presiden Jokowi angkat bicara. Dan memang, para pelaku seakan tidak pernah merasa bersalah dan juga tidak henti-hentinya menyebar fitnah.

Ahmad Dhani, dengan begitu pedenya mengata-ngatai Kepala Negara dengan perkataannya yang kasar dan tidak pantas. Politisi, hingga ulama yang menyebar hasutan berbau SARA.  Dugaan rencana makar yang  membaur antara kepentingan politik dan kebencian, serta banyak hal senada yang terus berseliweran di media.

Dan yang terbaru, penulis buku Jokowi Undercover, yang sudah ditangkap dan ditahan seakan mengkonfirmasi, bahwa tidak boleh lagi ada lagi toleransi bagi para pelaku fitnah dan penyebar kebencian. Sepertinya memang, kebebasan kita bisa mundur selangkah.

Namun, resiko itu jauh lebih baik daripada kebebasan yang kebablasan tanpa disertai dengan tanggung jawab yang justru akan membuat kita mundur sangat jauh, dan bisa jadi berubah menjadi bangsa yang terbelakang.

Sebagaimana yang bisa kita saksikan dengan apa yang terjadi di beberapa negara di Timur Tengah. Di mana dan seakan-akan, semua pihak merasa paling benar, paling berhak untuk berkuasa, dan boleh melakukan cara apa saja guna mewujudkan apa yang menjadi kemauan mereka, sekalipun itu berakibat kehancuran.

Presiden Jokowi pantas geram dan marah, walaupun semua orang tahu bahwa Presiden Jokowi itu sangat pemaaf, dan juga rendah hati. Namun, menimbang keutuhan kita sebagai bangsa sedang terancam dengan kondisi yang berkembang saat ini, kepala negara harus berani tegas.

Jika tidak, para pelaku fitnah dan penyebar kebencian akan semakin menjadi-jadi. Mereka tidak perduli dengan akibat yang timbul, yang penting agenda mereka bisa tercapai. Dan sangat mungkin, ada agenda pihak tertentu yang hendak diwujudkan, yang ditumpangkan melalui apa yang dilakukan oleh para penyebar hoax dan kebencian ini.

Hal ini bisa terlihat dari beberapa modus fitnah dan isu SARA yang disebarkan begitu massif seperti TKA asal Tiongkok, rush money dan denominasi Rupiah baru yang menyerupai Yuan, hingga pahlawan kafir, yang kesemuanya itu sangat merusak keutuhan kita sebagai bangsa yang majemuk.

Terlalu berbahaya jika ancaman besar ini disepelekan, apalagi atas nama kebebasan berpendapat. Berpendapat tentu tidak dilarang, sepanjang tidak menghasut dan menyulut permusuhan dan kebencian. Apalagi menyebarkan fitnah dan kebohongan yang dilakukan dengan sengaja, tentu untuk hal demikian tidak perlu lagi ada toleransi.

Dan akhirnya,  Presiden Jokowi tiba pada satu kesimpulan untuk tidak lagi toleran pada pelaku fitnah dan penyebar kebencian. Tentu, sikap Presiden ini sangat menggembirakan. Presiden memang sudah seharusnya bersikap demikian, tidak lagi diam dan melakukan pembiaran, walaupun ia seorang pemaaf.

Sebab ada kalanya, aparat penegak hukum terlihat gamang dalam bertindak jika tidak didahului oleh sikap Presiden sebagai landasan bagi mereka untuk mengambil tindakan. Dan juga, dua tahun yang sudah berlalu sangat cukup bagi Presiden untuk menyimpulkan batas kebebasan dalam berpendapat yang masih bisa ditoleransi.

29 Desember 2016, dalam ratas kabinet, akhirnya Presiden Jokowi menarik tali lonceng peringatan, dan membunyikannya untuk didengar oleh mereka yang selama ini selalu menyebarkan fitnah dan hasutan kebencian untuk segera berhenti. 

Presiden Jokowi tentulah tidak bermain-main dengan lonceng yang dibunyikannya. Dengan demikian, siapapun tidak bisa lagi berpura-pura dan seakan tidak mendengarnya. Sebagaimana kita bisa melihat kejadian sebelum-sebelumnya, dengan begitu entengnya para pelaku  mohon maaf dan mengaku khilaf.

Dan juga, apa sih manfaatnya sesuatu yang didapat dengan fitnah, dengan cara menjatuhkan orang lain? Apalagi jika dikaitkan dengan agama dan keyakinan, bukankah kita sangat meyakini bahwa kita akan diganjari menurut apa yang kita sudah perbuat?

Atau, masihkah kita hendak berspekulasi? Seakan-akan, kita bisa membohongi semesta dengan kelihaian dan kemampuan kita mengatasnamakan agama, massa, atau dana demi ambisi kita.

Kita bisa saja membohongi orang lain, namun tidak dengan diri kita dan juga semesta. Dan bisa saja, kita lolos dari lonceng yang dibunyikan oleh Presiden Jokowi, namun tidak dengan lonceng kematian oleh semesta. Satu ketika, lonceng itu akan dibunyikan untuk memanggil setiap kita pulang.

@omri l toruan


Sumanto Al-qurtuby ; Gus Dur sebagai Teladan Bangsa

DUNIA HAWA - Jasad Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid boleh terkubur, tetapi spiritnya tidak pernah terkubur. Gus Dur tak pernah mati. Ia selalu "hidup" dan terus memberi penghidupan banyak orang meskipun raganya sudah dikebumikan. Tengoklah ke Jombang. Makamnya tak pernah sepi. Bahkan menjelma menjadi tempat wisata reliji yang selalu ramai dikunjungi banyak orang, baik Muslim maupun bukan. Gus Dur selalu memberi berkah baik saat ada maupun tiada. 


Dulu, ketika belum menjadi almarhum, Gus Dur selalu menjadi kontroversi: dibenci sekaligus dicinta. Bagi yang membenci, Gus Dur dianggap sebagai kiai dan tokoh Muslim yang pro-Kristen, pro-Konghucu, pro-Syiah, pro-Ahmadiyah, pro-minoritas, dan seterusnya. Ia dianggap lebih membela non-Muslim ketimbang Muslim. Anggapan itu keliru besar.

Bagiku, Gus Dur bukan membela Kristen, Konghucu, Syiah, Ahmadiyah, dan minoritas agama atau etnik lain, tetapi membela orang-orang tertindas. Siapapun yang tertindas, tidak peduli mayoritas atau minoritas, Muslim atau bukan, pasti akan beliau bela. Beliau ingin memanusiakan manusia dan tidak rela jika ada manusia tapi tidak dianggap sebagai manusia oleh sebagian kelompok manusia. Proses dan praktek dehumanisasi itulah yang terus dilawan oleh Gus Dur sejak zaman Orde Baru dulu. Dalam konteks ini, maka Gus Dur adalah seorang humanis sejati yang menghargai manusia dan kemanusiaan. 

Gus Dur juga seorang pluralis sejati karena membiarkan "taman" Indonesia dipenuhi oleh aneka ragam "tanaman dan bunga agama dan kepercayaan" yang warna-warni sehingga indah dipandang mata. Gus Dur juga seorang nasionalis sejati karena mengabdikan hidupnya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia sebagai "rumah bersama" berbagai etnis, suku, dan agama. Pula, Gus Dur adalah seorang pacifis sejati karena terus-menerus membangun spirit perdamaian dan dialog konstruktif dengan berbagai kalangan demi mewujudkan Indonesia damai. 

Demi mewujudkan spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme itulah, Gus Dur selama hidupnya, baik melalui tulisan maupun tindakan nyata, selalu melawan berbagai kelompok (baik kelompok politik maupun agama) yang arogan dan intoleran yang ingin "mengebumikan" humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme atas nama ideologi tertentu, partai tertentu, agama tertentu, mazhab tertentu, dlsb. 

Karena spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme yang begitu kuat itu pulalah, Gus Dur dituduh tidak Islami dan anti-Islam. Padahal, justru karena Gus Dur sangat Islami dan mencintai Islam itulah, beliau menjadi sosok humanis, pluralis, nasionalis, dan pacifis sekaligus.  

Kualitas keislaman seseorang bukan diukur dari fasihnya berbahasa Arab, mahirnya membaca kitab, banyaknya salat dan haji, putihnya gamis, panjangnya jenggot, hitamnya jidat, dlsb. Tetapi dari sejauh mana ia memperlakukan umat lain, sejauh mana ia memanusiakan orang lain, sejauh mana ia menghargai dan menghormati komunitas lain. Inilah makna dari Islam sebagai "rahmat bagi seluruh alam", dan saya melihat dan membaca sosok Gus Dur bak "rahmat untuk alam semesta" yang melampaui batas-batas primordial etnis dan agama. Disinilah Gus Dur merupakan teladan hidup yang luar biasa bagi kita semua. Semoga beliau damai di alam baka...

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Permadi Arya ; Netizen Lawan Radikalisme

DUNIA HAWA
Strategi Tahun 2017:

"Bersama NU, Netizen Lawan Radikalisme" , mari kita jadikan tahun 2017 sebagai tahun perlawanan orang-orang baik yang tadinya diam, karena media sosial adalah medan pertempuran, dan DIAM SUDAH BUKAN PILIHAN.


NU mengajak Netizen dengan langkah sbb:


1. SHARE, SHARE, SHARE! Klik tombol share sebisa mungkin pada setiap berita positif, tulisan kritis, meme, dll.. pegang prinsip "syarat kezaliman untuk menang adalah orang baik diam". Jadi saat anda ragu menshare, radikalisme telah menang

2. UNFRIEND/BLOCK. Salah satu alasan orang baik ragu menshare status positif adalah karena ingin menghindari cekcok dengan kawan. Orang yang memusuhi anda atas status positif anda, artinya ia BUKAN kawan anda. Jangan ragu unfriend / block bila anda tidak suka berdebat

3. TURN BACK HOAX. kenapa Indonesia darurat HOAX? karena penyebar HOAX sadar akan filosofi "kebohongan bila dilakukan secara massif, lama-lama akan dianggap kebenaran". HOAX yang dishare puluhan ribu bisa mempengaruhi orang. Lawan ini dengan SHARE klarifikasi HOAX sebanyak-banyaknya

4. RAMAIKAN TAGAR TWITTER. Bagi pemilik akun twitter, NU mengajak para Twits untuk bantu mencuitkan TAGAR (Hashtag) yang nantinya diberikan melalui page ini.. Karena tagar twitter sering terbukti mampu menggerakkan media, jadi headline berita media.

5. COPAS & LEMPAR. Saat anda membaca tulisan bagus dari pegiat medsos seperti Denny Siregar, Kang Hasan, Prof. Sumanto, dll. kali ini tak cukup hanya kasih jempol & klik share saja.. COPY PASTE juga lalu lempar di grup WA. Broadcast WA / BBM terbukti bisa mempengaruhi massa

6. BIKIN GRUP CHAT. Bersama kawan-kawan sepemikiran, bikin grup chat WA / BBM, lalu pantau topik yang sedang viral / trending di media sosial. Gerakkan kawan-kawan untuk laporkan massal status intoleran di facebook, twitter, IG, dll. Tanya kawan yang mengerti cara melaporkan

7. JANGAN DIAM. Media sosial terbukti punya pengaruh mengerikan bila disalah gunakan untuk tujuan-tujuan tidak baik. Diam anda bisa dibayar mahal oleh bangsa. Maka jangan diam.. Lakukan sesuatu! Share, Copas tulisan, broadcast di grup WA/BBM, laporkan massal

INGAT.. kenapa postingan HOAX dan hasutan SARA sering dishare sampai ribuan? karena kelompok radikal paham akan filosofi "kebohongan bila dilakukan secara massif, lama-lama akan dianggap kebenaran". 

Kasus Equil dan Sari Roti adalah BUKTI suksesnya penerapan filosofi ini. Orang dibuat percaya air mineral Equil adalah "miras". Massa pun mampu digerakkan untuk boikot Sari Roti.

Kini waktunya untuk orang baik MELAWAN. Bersama NU Netizen lawan Radikalisme di media sosial. Anda, saya, kita semua warga dunia maya facebook, twitter, IG, dst..

Kalau bukan kita siapa lagi?
Kalau tidak sekarang kapan lagi?
Bersama NU, Netizen Lawan HOAX!

Karena HOAX adalah Radikalisme
Karena HOAX adalah Terorisme

@permadi arya

 Muslim Nahdliyin 

Denny Siregar ; Pakde, Jangan Sampai Merah di Bendera Kita Diganti Warna Hijau

DUNIA HAWA - Penyelidikan bantuan IHR ke Suriah terus bergulir. Polisi sekarang melibatkan pihak interpol untuk menyelidiki kemana bantuan itu disampaikan, sesudah ribut ribut ditemukannya bantuan RI di tangan pemberontak di Aleppo. Kasus ini terus bergulir untuk terus mengejar siapa-siapa saja yang berada di balik bantuan yang "salah alamat" itu.



Sebenarnya saya sangat yakin pihak polisi sudah tahu sejak dahulu, bahkan sejak awal perang Suriah banyak orang sini yang mendukung pemberontak. Hanya memang pernah ada keraguan di pihak kita tentang dimana pihak yang benar, karena propaganda dari media internasional yang begitu massif menyebarkan kebohongan.

Darimana ciri bahwa mereka pendukung pemberontak Suriah? Dari benderanya..




Bendera Suriah yang sah sampai sekarang adalah berwarna Merah, Putih dan Hitam dengan 2 bintang di tengahnya. Sedangkan bendera yang di populerkan pemberontak dengan nama Free Syrian Army atau FSA adalah Hijau, Putih dan Hitam dengan 3 bintang di tengahnya.


Bendera warna hijau, putih dan hitam inilah yang terus menerus disematkan dalam spanduk spanduk permintaan donasi untuk Suriah oleh para pendukung pemberontak. 

Jadi disini sudah jelas, untuk siapa bantuan itu sebenarnya?

Ini sekaligus membungkam pernyataan IHR Indonesia dan sejawatnya yang mengatakan bahwa mereka menyalurkan bantuan kepada rakyat Suriah. Rakyat yang mana? Wong, yang membuat rakyat susah juga para pemberontak.

Sebelum ada para pemberontak, rakyat Suriah hidup tenang dan aman. Sesudah pemberontak masuk dan ingin mengubah semua dasar negara, maka terjadi pembantaian dimana-mana dengan konsep "syariat Islam".

Jelas sekali bahwa bantuan yang dikumpulkan dari Indonesia atas nama "rakyat Suriah", sangat berpihak kepada pemberontak. Pemberontak itu juga mengatas-namakan "rakyat Suriah" dan mereka merasa lebih berhak di suplai untuk perjuangan daripada rakyat sebenarnya yang kelaparan.

Berbahayakah situasi ini bagi Indonesia?

Sejak lama saya sudah menulis betapa berbahayanya situasi ini bagi Indonesia. Hubungan yang terjadi antara para donatur di sini dengan para pemberontak Suriah adalah hubungan simbiosis mutualisma. Pemberontak di Suriah didukung penuh dari sini dan - satu saat - mereka akan mendukung penuh para donatur di sini untuk memberontak.

Berdasarkan situasi ini, sebenarnya cukup pemerintah Indonesia meminta kerjasama dengan pihak pemerintahan yang sah Suriah untuk melakukan identifikasi terhadap siapa-siapa saja mereka yang di Indonesia yang selama ini mendukung pemberontak dengan mengirimkan bantuan kepada bendera Hijau, Putih dan Hitam.

Untung saja para pemberontak itu kalah, jika mereka menang dan menguasai Suriah anda bisa mengira-ngira apa yang akan terjadi? Pemberontakan yang sama di Indonesia dengan mengatas-namakan rakyat Indonesia dan Islam untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah.

Dan bendera mereka jelas akan berbeda dengan kita, bukan lagi Merah Putih tetapi bisa jadi Hijau Putih yang menandakan "Islam dan Suci" versi mereka. Indonesia bersyariah..

Mengerikan, bukan ?

Pasti. Saya saja sejak lama sudah membayangkan kengerian itu. Karena kengerian itulah tidak ada lelahnya saya menulis untuk membuka pemahaman kita bersama dan menelanjangi siapa mereka semua.

Paling mudah adalah dengan menelusuri siapa ustad BN dan apa hubungannya dengan Khilafah Islamiyah yang selalu dicanangkan oleh Hizbut Thahrir Indonesia..

Seruput kopi dulu, ustad...


@denny siregar