Thursday, December 29, 2016

Solusi Banjir, Penjelasan Agus Yudhoyono yang Mutar Mutar

DUNIA HAWA - Tahun 2012 warga DKI memutus amanah dengan Fauzi Bowo, memilih Jokowi-Ahok. Dalam hal kualitas, Fauzi Bowo jelas jauh di atas Agus Yudhoyono. Tapi kenapa sekarang ada yang mau memilih Agus? Karena akidah.


Hehe, akidah. Konon demi akidah akal harus disingkirkan. Inilah contohnya. Orang memilih pemimpin yang ngomong aja muter-muter nggak jelas kayak anjing ngejar ekornya sendiri. Rekam jejaknya minim. Jadi cagub dengan modal ambisi emaknya, dan duit bapaknya.

Semua itu demi akidah.

Dengan segenap hormat pada Agus Yudhoyono, saya rasa dia memang tidak cukup memiliki pengetahuan tentang bagaimana membangun kota Jakarta.

Yang sekarang menjadi viral di media adalah pernyatannya tentang 'kota yang mengapung'. Saya sertakan video penjelasan Agus tentang bagaimana mengatasi soal banjir di Jakarta

Dia bilang kalau bisa menyelesaikan banjir tanpa menggusur, itu akan lebih baik.
Kemudian dia bilang: "Banyak kota di dunia. . . mengapung, . . Artinya tanpa harus digeser jauh-jauh, dibangun lokasinya ... kemudian mencegah banjir juga."

Katanya lagi: 

"Saya akan pelajari ini semua. tapi yang saya tahu, karena banyaknya sedotan air .. tanah.. itu yang menyebabkan menurunnya permukaan tanah.. . Bahkan di beberapa daerah sampai 20 cm per tahun. . . Ini berarti peningkatan permukaan air itu tidak sebanding dengan penurunan tanah. . . Itu yang memperburuk situasi banjir di Jakarta."

Agus terlihat jelas tidak menguasai apa yang dibicarakannya.
Membangun kota mengapung? Maksudnya merombak total Jakarta menjadi semacam Venesia di Italia? Apakah dia sadar bahwa sarana transportasi di sebuah kota terapung adalah kapal? Saat ini memang ada gejala membangun gedung terapung atau semacam kompleks terapung, antara lain sebagai destinasi wisata. Tapi membangun kota terapung sebesar Jakarta????? Tidakkah itu justru akan menggusur jauh lebih banyak warga Jakarta?

Ketika dia bicara tentang menurunnya permukaan tanah, dia juga nampak seperti sekadar bicara. Permukaan tanah di Jakarta memang terus menurun, antara lain karena peningkatan eksploitasi air akibat kepadatan penduduk dan aktivitas industri. Tapi apa yang ia maksud 'sedotan air tanah'?

Mengapa Agus tampak meracau?
Apa dia lelah? Grogi? Tidak tahu harus bilang apa?

Ekspresi wajahnya juga menunjukkan ketidakyakinan luar biasa.

Agus Yudhoyono jauh dari pantas menjadi Gubernur Jakarta. Paling tidak, saat ini.

Saya tidak paham kalau rakyat Jakarta memilih dia.



@ade armando



MUI Akan Temui Rizieq, Sikap Bijak apa Ketakutan?

DUNIA HAWA - Terkait soal penistaan agama yang dilakukan oleh Rizieq, rencananya MUI akan melakukan investigasi. Bahkan ketua MUI Maruf Amin berencana menemui Rizieq secara langsung untuk menanyakan dan meminta penjelasan.


“Persisnya nanti kita tanya (Rizieq), kita juga akan coba dengarkan videonya, kemudian kita tanya beliau, apa sih yang sebenarnya dimaksud. Nanti kita adakan investigasi, sehingga kita bisa memberikan pendapat,” kata Maruf Amin.


Lebih dari itu, Maruf Amin juga terlihat kebingungan, sehingga mengatakan suatu hal yang cukup odong-odong, baca; muter-muter. “Meskipun dalam ceramah, kalau betul dia menista kan bisa saja. Ahok kan dia juga ceramah. Tapi saya belum tau apa betul dia menista. Sebab bisa saja itu kan hanya menjelaskan,” tambah Maruf Amin.

Ada yang mengerti dengan penjelasan ketua MUI ini? "Apa betul dia menista, bisa saja itu hanya menjelaskan"? Kenapa jadi rumit ya kalau sudah menyangkut Rizieq? Apa karena klaim keturunan nabi dan punya karomah menyulap pendemo dari 400 ribu jadi 7 juta orang? Apa karena surbannya lebih putih dari Maruf Amin?

Semua rakyat waras di Indonesia pasti setuju dengan saya, bahwa sikap MUI ini sangat tidak adil dan menunjukkan ketakutan. Seperti anak kecil yang terkencing-kencing melihat lawan duelnya dua kali lebih tinggi darinya. Untuk apa MUI melakukan investigasi dan menemui Rizieq? Videonya kan sudah ada! Kenapa tidak langsung saja fatwakan Rizieq menistakan agama, sesuai prosedur, sama persis seperti yang mereka lakukan pada Ahok. Untuk apa memanggil dan melakukan investigasi? Bukankah saat MUI mengeluarkan fatwa Ahok menistakan agama, mereka tidak pernah sekalipun memanggil Ahok? Kenapa sekarang, setelah penistaan agama dilakukan Rizieq, mereka mau memanggil, menanyakan langsung, meminta penjelasan dan menginvestigasinya?

MUI SARA dan tidak adil


Jika melihat perbandingan perlakuan seperti ini, maka tak ada kesimpulan yang lebih logis dari; MUI menunjukkan perilaku SARA. MUI jelas memperlakukan Ahok yang Cina dan Kristen itu secara tidak adil. Mengeluarkan fatwa yang serampangan dan menafsirkan secara ‘takebeer’ bahwa orang = ulama. Sehingga saat Ahok mengatakan “jangan mau dibohongi orang pakai almaidah 51,” kemudian ditafsirkan “jangan mau dibohongi ulama pakai almaidah 51.” Kan titik-titiik.

Selain perilaku tidak adil karena unsur SARA, cara MUI memperlakukan Rizieq yang masih perlu menemui langsung dan menginvestigasi, padahal prosedur MUI katanya tidak begitu, semakin menunjukkan bahwa fatwa MUI kepada Ahok memiliki tujuan-tujuan politis yang berkenaan dengan Pilgub DKI. Sebab Maruf Amin dulunya merupakan Wantimpres bapaknya Agus. Sebab Maruf Amin mendukung Agus-Sylviana. Jadi saat ada ribut-ribut soal pernyataan Ahok di kepulauan seribu, hanya dalam hitungan hari, MUI langsung menyimpulkan bahwa Ahok menistakan agama. Luar biasa karomahnya Cikeas.

Menunggu fatwa informal MUI


Selain fatwa formal yang ditulis dengan bahasa santun dan tertata, ada juga fatwa provokatif MUI yang diucapkan langsung oleh Tengku Zulkarnain terhadap Ahok. Saya masih ingat betul ucapan sadisnya “Ahok ini kalau di dalam Islam harus dibunuh, dipotong kaki tangannya, atau minimal diusir dari negara ini.”

Nah berhubungan dengan penistaan agama yang dilakukan oleh Rizieq, saya sangat menunggu fatwa informal dari Tengku Zulkarnain. Kira-kira MUI berani tidak untuk mengatakan bahwa Rizieq harus dibunuh, dipotong kaki tangannya atau minimal diusir dari negara ini? Saya yakin tidak akan berani, sebab MUI pasti takut dengan FPI.

Hubungan MUI dan FPI


Pada artikel sebelumnya, saya memang menuntut MUI untuk segera keluarkan fatwa. Namun jujur itu hanya tuntutan yang tidak terlalu serius, dalam arti saya pesimis MUI tak akan keluarkan fatwa terhadap Rizieq. Sebab hubungan MUI dan FPI bisa dibilang cukup mesra.

Lihat saja soal fatwa larangan memaksa karyawan muslim mengenakan aksesoris natal, MUI yang fatwakan, FPI yang sosialisasikan dan sweeping ke mall dan perusahaan. Begitu juga dengan fatwa Ahok menistakan agama, MUI yang keluarkan fatwa, FPI yang bentuk gerakan pengawal fatwa. Jadi mereka ini memang partner, kelompok yang membuat negara dalam negara, menyaingi fungsi Polisi, DPR dan hakim.

Kalau sudah begini, mana bisa MUI keluarkan fatwa untuk Rizieq yang merupakan ketua FPI? Ya kalaupun nanti akan mengeluarkan fatwa, minimal Maruf Amin harus menemui Rizieq dulu, meminta penjelasan dan sebagainya. Atau bahkan menanyakan “ini baiknya gimana?” miriplah seperti pacar yang telat datang bulan, harus ditanya dulu apa mau digugurkan atau dilahirkan tapi tak mau tanggung jawab? Harus jelas. 

Logika terbalik MUI


Melihat MUI yang begitu hati-hati menangani kasus penistaan agama yang dilakukan Rizieq, namun sebaliknya begitu serampangan menafsirkan pernyataan Ahok, saya menilai ini merupakan sikap terbalik. Mirip kampret yang tidurnya gelantungan, kepalanya di bawah.

Pernyataan Ahok adalah pernyataan yang menyangkut ummat islam, ummat mayoritas di Indonesia. Apapun yang difatwakan MUI akan berdampak sangat luas. Jika fatwa MUI menenangkan, maka tenanglah negeri ni. Tapi jika fatwanya serampangan, ditambahkan kalimat provokatif oleh Tengku Zulkranain, maka ributlah negeri ini. Sehingga wajar kalau kenyataan memberikan 411 dan 212 atas dasar mengawal fatwa MUI.

Menjadi sesuatu yang sangat aneh ketika MUI justru lebih hati-hati memfatwakan Rizieq, yang menyangkut ummat minoritas. Sementara di sisi lain begitu serampangan memfatwakan Ahok. Ini benar-benar terbalik, aneh!

Tapi terlepas dari semua kekesalan saya pada MUI, yang bersifat politis dan mengeluarka fatwa serampangan, pada akhirnya saya harus sepakat bahwa MUI harus hati-hati mengeluarkan fatwa. Apa yang ingin dilakukan oleh Maruf Amin kepada Rizieq harus menjadi prosedur standar MUI. Janganlah catatan fatwa asal-asalan seperti yang mereka lakukan pada Ahok, bahkan tanpa memanggil Ahok, kemudian diulangi lagi di kemudian hari. Cukuplah Ahok yang menjadi korban legitimasi serampangan MUI yang entah karena alasan apa.

Begitulah kura-kura

@alifurrahman


Berlebihankah PMKRI Melaporkan Rizieq Shihab ke Polisi?

DUNIA HAWA - Polemik tentang haram tidaknya mengucapkan selamat Natal, dan juga aksi sweeping atribut Natal yang sempat terjadi di beberapa tempat, ternyata lumayan menyita perhatian publik kita.  Polemik ini pun akhirnya memasuki babak baru ketika PMKRI ( Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia)  melaporkan Habib Rizieq Shihab ke polisi karena diangap telah menistakan agama Kristen.


Sebelum pelaporan Habib Rizieq dilakukan oleh PMKRI,  sesekali saya bertanya: Sebenarnya, apa sih ruginya mengucapkan selamat Natal? Benarkah mengucapkan selamat Natal bisa merusak aqidah atau membuatnya dangkal? 

Tentu saya tidak akan membahas persoalan aqidah di sini. Namun dan tidak kurang, saya juga ikut tergelitik dengan polemik ini. Seakan- akan ada pihak yang sangat berharap mendapatkan ucapan selamat Natal. Tentu tidak demikian. Dan jujur, saya juga sama sekali  tidak memerlukan (ucapan) itu.

Ucapan selamat Natal tidak serta merta akan membuat hidup saya berubah. Tidak, tidak ada yang berubah dengan mendapatkan ucapan selamat Natal, apalagi ucapan selamat yang dipaksakan. Dengan atau tidak mendapat ucapan selamat Natal, segala hal berjalan sebagaimana adanya. Jadi, tidak usah dipaksakan untuk mengucapkannya.

Kembali ke soal pelaporan Habib Rizieq Shihab oleh PMKRI.

Jujur, saya sebenarnya tidak melihat tindakan PMKRI dari sudut agama atau keyakinan saya. Dan saya pikir, ada begitu banyak yang sependapat dengan saya, yakni tidak merasa ternista, atau keyakinan saya menjadi nista karena ucapan Habib Rizieq yang sempat menyinggung Tuhan yang beranak dan bidan.

Tentu Habib Rizieq berbeda dalam memahaminya dengan saya, dan perbedaan pemahaman itu sebenarnya lumrah. Dan juga, saya tidak akan pernah mengggantungkan keyakinan saya kepada pendapat orang. Juga, tidak akan mendasarkan atau berusaha mengokohkannya dengan kesaksian seorang pesohor yang pindah agama. Sebagaimana telah menjadi trend dan sangat disukai oleh banyak orang saat ini, di mana keyakinannya sepertinya perlu ditopang atau diteguhkan oleh kesaksian orang-orang yang pindah agama.

Apalagi oleh ucapan seorang Habib Rizieq tentunya, yang mana juga saya sama sekali tidak ada urusan dengan yang bersangkutan dalam hal keyakinan. Berkeyakinan harus mandiri, dan itu urusan saya sendiri dengan yang  saya percaya. Itu juga tidak terjadi begitu saja. Perlu proses atau fase yang sangat panjang dan berliku, dan kita tidak pernah tahu, kelak akan berakhir di mana.

Lalu, apakah pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI sama sekali tidak perlu dan berlebihan?

Tentu kita perlu bertanya, melihatnya dari sisi mana? Jika berangkat dari urusan keyakinan, tentu tidak perlu. Ucapan Habib Rizieq sama sekali tidak bisa merusak keyakinan saya. Keyakinan saya sedikitpun tidak menjadi nista oleh karena ucapan Habib Rizieq.

Namun, saya bisa memahami dan menerima apa yang dilakukan oleh PMKRI dari perspektif  kesetaraan di depan hukum. Karena ternyata, ada banyak orang yang tidak bisa menerima keyakinannya disinggung, namun bisa dengan bebas leluasa menyinggung keyakinan orang lain dan merendahkannya secara terbuka dengan pemahamannya ( yang belum tentu benar) tanpa memperdulikan apa yang sebenarnya diyakini oleh orang lain.

Inilah yang saya lihat sebagai substansi pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI. Dan memang, walaupun hal itu tidak ada kaitan dengan kasus Ahok, namun menjadi berkaitan karena substansi yang menjadi permasalahan menyangkut penistaan agama.

Ahok, yang dengan ucapannya didemo oleh (katanya) jutaan massa karena mengatakan jangan mau dibohongi pakai ayat suci, yang mana substansi penistaannya masih sangat diragukan. Dan juga fakta yang bisa kita lihat, di tempat dan waktu yang lain ayat ini sama sekali tidak dijadikan dasar dalam menentukan pilihan politik oleh umat Islam, sehingga menyimpukannya ( ucapan Ahok) telah memenuhi unsur penistaan agama adalah sangat meragukan.

Habib Rizieq, yang justru dengan ucapannya yang sangat tendensius melecehkan apa yang diyakini oleh umat Kristen, bahwa Yesus itu adalah Tuhan. Allah yang menjelma dengan rupa manusia Yesus, dan juga disebut Emmanuel. Dan Habib Rizieq sangat tahu, bahwa agama Kristen bukanlah agama terlarang di Indonesia. 

Tentu akal sehat sulit menerima jika Ahok dengan ucapan seperti di atas dituduh, bahkan sepertinya dianggap telah menistakan agama, lalu Habib Rizieq dengan ucapannya yang demikian tidak. 

Dan juga, jangan beranggapan bahwa saya sangat senang jika Habib Rizieq celaka atau dipenjara. Tentu tidak. Apalagi supaya Habib Rizieq pindah agama, sama sekali tidak! Saya tidak berkepentingan untuk hal itu.  

Bahkan, seandainya saya bisa mempengaruhi atau dengan pemaksaan membuat seseorang pindah agama, saya tetap tidak bisa menjamin di dunia lain ianya akan seperti apa kelak. Itu menjadi urusan yang bersangkutan dengan Tuhan, bukan urusan saya. Jikalau demikian, untuk apa saya perlu memaksakan apa yang saya yakini kepada orang lain?

Dengan demikian, tidak berlebihan jika PMKRI mempolisikan Habib Rizieq karena ucapannya. Jika tidak, sikap  merasa benar sendiri dan bebas mengusik keyakinan orang lain ini akan semakin menjadi-jadi. Dan tentu, hal ini tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang sangat majemuk.

Seperti apa yang pernah dikataan oleh Yesus: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."

Inilah sebenarnya yang menjadi dasar atau rujukan dalam kehidupan bersama. Dan tentu, akal sehat tidak bisa menerima jika kita menginginkan celaka atau sesuatu yang buruk terjadi kepada diri kita sendiri, pastilah yang baik.

Dan bila itu pun terjadi ( ada orang yang mengingini celaka), negara dengan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum positif tentulah akan mencegahnya; mencegah sesuatu yang buruk itu diperbuat oleh mereka yang akalnya tidak sehat kepada orang lain, demi tegaknya keadilan.

Tentu bila keadilan yang kita maksud adalah yang sifatnya substantif, bukan normatif. Dan jika kita bisa sepemahaman, maka pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI tentulah kita anggap perlu dan tidak berlebihan.

@omri l toruan


Perampokan Pulo Mas dan Orang Batak

DUNIA HAWA - “Heii Japikir…kau belikan dulu rokok gudang garam merah di kedai mamakmu..” ujar Tulang Surung sambil memberikan uang receh kepadaku.


Aku bingung. Siapa si Japikir? Namaku Birgaldo. Bukan Japikir. Mengapa aku dipanggilnya Japikir?
“Ya tulang” jawabku sekenanya. Aku cuek saja. Mungkin Tulang Surung sudah pikun. Namanya juga masih bocah umur 6 tahun, tidak banyak tanya ini itu, mengapa begini mengapa begitu.

Aku berlari ke kedai kelontong mamak. Kami tinggal di rumah asrama polisi Jalan Jati Medan. Rumah sederhana itu disulap jadi kedai kelontong.

Sore hari aku melapor sama emak. “Mak siapa Japikir…masak aku dipanggil Japikir sama tulang Surung?”, tanyaku ingin tahu. Emak tertawa. Sambil mengupas kulit bawang emak cerita.

Adalah Japikir Sinaga, di era tahun 1970-an, memadu asmara dengan Santi Boru Butar butar di wilayah Simalungun, pinggiran Siantar.
Saking cintanya, Japikir tidak rela kehilangan kekasih hatinya ini.

Japikir memutilasi Santi Butar butar. Ia lalu memasak organ tubuh kekasihnya. Memakan jantung dan hatinya dan sebagian daging dan sop tubuh pacarnya diberikannya ke tetangga sekitar.

Ujung kisah cinta di kebon kelapa sawit pinggiran Pematang Siantar Sumatera Utara akhir tahun 1972 itu menjadi kisah pembunuhan terheboh di tanah air. Indonesia geger saat itu apalagi Sumatera Utara.

Imbas dari peristiwa pembunuhan yang dilakukan Japikir Sinaga berujung olok-olok. Semua marga Sinaga dipanggil Japikir. Nama Japikir mendadak ngartis. Mirip kisah Sumanto kanibal pemakan mayat atau dukun AS di Deli Serdang.

Sejak saat itu, sebutan Japikir identik dengan marga Sinaga. Di lapo lapo tuak cerita Japikir jadi trending topik istilah jaman sekarang. Kisah cinta paling tragis sepanjang sejarah yang berujung semua marga Sinaga terkena getahnya. Padahal apa hubungannya si Japikir dengan aku bocah kecil yang tidak tahu menahu? Aneh.

Beberapa hari lalu Indonesia mendadak heboh. Pasalnya hampir satu keluarga di Pulomas tewas dibunuh komplotan perampok. Kondisi korban mengenaskan. Mereka dikurung di kamar mandi sempit.

Keenam korban tewas yakni: Ir Dodi Triono, Diona Arika Andra Putri (16), putri Dodi, Dianita Gemma Dzakfayla (8), anak ketiga Dodi, Amel, teman anak korban, Yanti, sopir Dodi dan Tarso (40)

Tidak sampai duapuluh empat jam, polisi berhasil meringkus para pelaku. Keduanya dilumpuhkan di Bekasi. Dua pelaku pembunuhan bernama Ramlan Butarbutar alias Pincang dan Erwin Situmorang.

Tak kalah heboh dengan peristiwa peumbunuhan ini, kehebohan netizen Batak semakin menambah bumbu peristiwa tragis ini. Kontan orang Batak yang kebetulan bermarga Situmorang dan Butarbutar merasa malu dan terpukul. Kutuk sumpah serapah membahana di medsos.

Seorang pemuka Batak yang cukup dikenal tulisannya Suhunan Situmorang seperti kehilangan akal melihat ada dongan tubunya bisa berlaku biadab seperti itu.

Ia bahkan mengecam keras dan meminta maaf sesedih sedihnya kepada keluarga korban. Padahal mungkin Pak Suhunan bukanlah keluarga si pembunuh, hanya karena terikat kekerabatan semarga dari nenek moyang.

Hampir semua netizen Batak mengumpat dan mengutuk perbuatan jahat mereka. Lebih ekstrim lagi caci maki itu dilampiaskan dengan hujatan caci maki seraya bilang bikin malu orang Batak. Bikin malu marga. Tak pantas hidup. Bagusnya ditembak mati saja. Dilenyapkan.

Sumpah serapah juga mengalir deras memenuhi ruang dinding kita dari banyak orang. Netizen yang non Batak juga mengolok olok dengan ekspresi kebencian. Isu Sara berkeliaran. Memancing emosi dan debat kusir yang jika tidak bijak dikelola bisa memantik permusuhan antar suku.

Orang Batak memang punya budaya khas. Budaya Batak itu diikat oleh falsafah dalihan na tolu. Ikatan kekerabatan antar marga yang saling kait mengkait. Setiap orang Batak memiliki family name atau nama keluarga.

Contohnya saya adalah keturunan nomor 17 Sinaga dari cabang Bonor Pande. Berarti generasi ke 17. Ayah saya generasi ke 16. Semua marga Sinaga tentu akan merasa dekat bila bertemu meski secara kekerabatan sudah jauh. Orang Batak menyebutnya dongan tubu atau kawan satu darah dari moyang Sinaga pertama.

Kekuatan falsafah dalihan na tolu ini membentuk tata nilai masyarakat Batak yang menjaga adat dan istiadat tetap lestari.

Dimanapun orang Batak berjumpa, entah di Amerika atau Rusia, mereka akan mudah akrab mesra apalagi jika satu marga. Pembicaraan akan di mulai dengan cerita asal usul atau tarombo. Dari cerita silsilah itu akan tahu di mana bertemu garis keturunan nenek mereka. Hebat bukan?

Nah itu sisi baiknya. Sisi buruknya tentu saja seperti yang aku alami saat masih bocah. Cap atau stempel seperti Japikir tiba tiba menempel di wajahku. Padahal apa urusannya si Japikir yang tinggal di luar kota Medan dengan aku yang tinggal di Kota Medan? Kenal saja tidak. Jumpa saja tidak pernah. Ujug ujug hanya karena ada embel embel marga Sinaga di belakang namanya apakah otomatis aku seperti si Japikkir? Sebel tau!!

Andai si pelaku bernama umum tanpa ada marga tentu lain ceritanya. Misalnya  Juanda si pelempar bom molotov yang membakar bayi Intan Olivia di Gereja Oikumene Samarinda dua bulan lampau. Kita mengutuk dan mengecam dengan keras atas perbuatan si Juanda. Tapi siapa yang tahu siapa Juanda? Sukunya apa? Tidak ada orang yang merasa malu dan bersumpah serapah atas perbuatannya seperti orang Batak kasus Pulomas sekarang. Juanda hanya dirinya sendiri.

Atau juga kisah Sumanto kanibal mayat. Atau kisah dukun Ahmad Suradji seorang pelaku pembunuhan terhadap 42 orang wanita yang mayatnya dikuburkan di perkebunan tebu di Desa Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dari tahun 1986 hingga 1997.
Siapa mereka? Apa sukunya? Tidak ada sumpah serapah caci maki seperti umpatan orang Batak pada kasus Pulomas ini.

Dari sini seharusnya kita bisa belajar bahwa tercorengnya muka akibat perbuatan jahat pelaku pembunuhan yang kebetulan semarga dengan kita tidaklah harus lebay. Boleh marah dan berekspresi mengecam dan bersimpati kepada keluarga korban. Namun hujatan sumpah serapah menuding orang Batak bla bla bla juga salah.

Kejahatan itu lintas suku dan agama. Ia ada karena memang begitulah manusia. Pembunuhan pertama sejak manusia diciptakan itu sudah tercatat di kitab suci. Kain membunuh adiknya Habel hanya karena cemburu Tuhan lebih dekat Habel.

Memaki maki bikin malu orang Batak dan marga serta mengolok oloknya lalu meratapi seakan akan, seolah olah, bukanlah ekspresi bijak yang menyelesaikan persoalan. Saya adalah korban stigma yang tidak adil. Dicap dan distempel sama seperti si Japikkir si pembunuh yang memakan organ jantung hati pacarnya Santi Butarbutar.

Kejahatan itu individual dan tidak terkait dengan suku, agama, keyakinan dan golongan. Tidak fair rasanya dengan pelaku kejahatan lain yang juga brutal dan sadis tapi tidak punya embel embel nama keluarga.

Yang terpenting dan terbaik bisa kita lakukan adalah mendidik anak anak kita dengan nilai nilai kebaikan dan kemanusiaan.
Dari sanalah akan lahir penghormatan akan sesama manusia sehingga setiap anak akan hidup untuk menjaga kehidupan. Merawat kehidupan. Menyiram kehidupan dengan cinta.

Turut berduka cita yang sedalam dalamnya buat keluarga korban. Semoga Tuhan menguatkan dan memberi penghiburan.

Salam

@birgaldo sinaga


Dosa Dosa FPI

DUNIA HAWA - Masuknya ideologi radikalisme di berbagai belahan dunia telah membuat kegaduhan di sebagian negara khususnya di Indonesia. Pemahaman keagamaan yang fundamentalis dan radikalis menjadikan cara berpikir yang kaku. Misalnya, melihat orang yang tidak sependapat dengan pemahamanya akan mendapat respon penghakiman dan justifikasi publik, terhadap hal-hal yang buruk mendapatkan respon dengan jalan kekerasan seperti penghancuran tempat-tempat yang dianggap sumber maksiat. Ironisnya, “senggol bacok” menjadi tradisi dalam dakwahnya. 


Di Indonesia, salah satu organisasi yang berpaham dan bertindak radikal adalah Front Pembela Islam. Pemahamannya yang radikal menimbulkan kegaduhan dan keonaran di tengah keberagaman masyarakat. Alih-alih berdakwah di jalan ajaran Islam, justru tindakanya jauh dari nilai-nilai keislaman. Tindakan kekerasan menjadi kontra dari prinsip ajaran Islam. Dalam beberapa kasus FPI telah banyak merugikan negara dan melanggar hukum.

Tindakan Anarkis FPI


Beberapa tindakan FPI dalam mencegah kemaksiatan membuat resah bagi sebagian masyarakat. Pasalnya, tindakan mereka sangat anarkis. Dalam beberapa aksi yang digelar membuat kaum-kaum yang tidak bersalah menjadi korban. Rumah-rumah mereka ikut disweeping oleh para anggota FPI. Ironisnya, mereka menghancurkan tempat-tempat warga yang tak bersalah tanpa tahu mereka bersalah atau tidak. FPI telah merugikan sebagian masyarakat yang tidak bersalah. Di antaranya :

Pertama, pada tahun 2004 tanggal 22 Oktober FPI melakukan perusakan café dan keributan di Kemang.

Kedua, pada tahun 2005 tanggal 22 Agustus melakukan penutupan paksa Gereja Pasundan Dayeuhkolot di Bandung.

Ketiga, pada tahun 2007 tanggal 12 September FPI merusak rumah tempat berkumpulnya aliran Wahidiyah karena dianggap sesat.

Keempat, pada tahun 2008 tanggal 1 Juni massa FPI menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) yang sebagian besar terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak di Monas. Massa AKK-BB waktu itu sedang merayakan Hari Pancasila.

27 aktivis AKK-BB yang berdemo memprotes surat keputusan bersama Ahmadiyah mengalami luka-luka dianiaya massa FPI. Tak hanya memukul orang massa FPI juga merusak mobil-mobil yang terparkir di sekitar lokasi tersebut.

Kelima, pada 2010 tanggal 8 Agustus ratusan massa FPI menyerang jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Indah Timur pukul 9 pagi di Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya Kota Bekasi Jawa Barat.

Keenam, pada tahun 2011 tanggal 4 Maret massa FPI membakar rumah makan yang pemiliknya anggota jemaah Ahmadiyah di kota Polewali, kabupaten Sulawesi Mandar, Sulawesi Barat.  

Ketujuh, pada tahun 2011 tanggal 12 Agustus masaa FPI merusak warung makan milik restoran topaz Makassar.

Kedelapan, pada tahun 2011 tanggal 14 Agustus Massa FPI merusak warung makan milik seorang ibu di Ciamis.

Kesembilan, pada tahun 2011 tanggal 28 Agustus Massa FPI merusak mobil Daihatsu Luxio di kawasan Senayan Jakarta Pusat. Mobil tersebut diduga milik seorang penjual minuman keras di Matraman Jaya Cempaka Putih, dan saat itu juga massa FPI bentrok dengan pemuda.

Kesepuluh, pada tahun 2011 tanggal 23 September Massa FPI ancam serang pernikahan yang sedang berlangsung di gereja Pantekosta Jatinangor.

Kesebelas, pada tahun 2012 tanggal 21 Februari Massa FPI mengepung ruko yang sedang mengadakan pengobatan gratis.

Keduabelas, pada tahun 2013 tanggal 10 April motor diambil paksa FPI serbu leasing.

Ketigabelas, pada tahun 2013 tanggal 18 Oktober Massa FPI mendobrak ruang kerja Wali Kota Depok.

Keempatbelas, pada tahun 2014 tanggal 22 Maret Massa FPI kota Bekasi kepung gereja Katolik St. Stanislaus Kostka.

Kelimabelas, pada tahun 2015 tanggal 12 Juni Massa FPI dan warga memukuli Jemaah Ahmadiyah di tebet.

Oleh karena itu, organisasi masyarakat Islam garis keras semacam FPI harus lebih meminimalisir cara-cara kekerasan dalam membasmi kemaksiatan. Karena Indonesia merupakan bangsa yang dibesarkan dengan keramahanya bukan dengan kekerasanya.

Sebagaimana Qoul Ulama “Basyiruu Walaa Tunaffiru” yang bermakna berilah kabar baik dengan cara yang baik dan jangan membuat keonaran dalam melakukan kebaikan.

Artinya, dalam mengajak kebaikan harus dengan kebaikan bukan dengan keonaran yang malah membuat kerusakan untuk sesuatu kebaikan.

@ari rahman


Ahok Korban Kriminalisasi

DUNIA HAWA - Hal itu tegas disampaikan oleh Trimoelja D. Soerjadi, S.H. dalam siaran pers seuai sidang ketiga Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kasus dugaan penistaan agama.


Dalam siaran pers tersebut, Ketua Tim Pengacara Ahok tampak kecewa dengan keputusan Majelis Hakim yang menolak Eksepsi (Nota Keberatan) kliennya. Ia menilai bahwa Majelis Hakim telah mengabaikan asas keadilan dan proses penegakan hukum yang berlaku dalam hukum positif Negara Republik Indonesia.

Melihat prosedur yang telah dilakukan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada, sudah sangat jelas bahwa Basuki Tjahaja Purnama justru merupakan korban isu SARA dan korban kriminalisasi.
Kendati demikian, Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika yang secara khusus mendampingi Ahok ini tetap menyeru untuk patuh, dalam arti menghargai, keputusan hukum yang telah bergulir. Tentu saja, hal ini lebih merupakan satu contoh sikap yang harus kita ikuti sebagai warga negara yang hidup dalam naungan negara hukum.

Ya, sebagai warga negara, kita harus patuh dan menghargai semua hukum yang berlaku. Tetapi bukan berarti kita harus patuh secara keseluruhan, harus menghargai hukum secara membabi-buta. Ketika hukum yang ditarik itu timpang dalam prosesnya, maka pembelaan atasnya menjadi niscaya. Begitulah yang juga diperlihatkan oleh Ahok bersama Tim Kuasa Hukumnya dengan mempertahankan Eksepsi yang sudah mereka layangkan.

Penegasan bahwa “Ahok korban kriminalisasi” sebelumnya juga telah disampaikan lantang oleh sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Peringatan HAM Sedunia yang jatuh pada 10 Desember 2016. Tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Kontitusi (AMSIK), mereka menilai bahwa Ahok nyata sebagai korban kriminalisasi yang dilakukan oleh sekelompok oknum dan lembaga yang memang tidak suka dengan keberadaan dirinya.

Kami memandang Basuki Tjahaja Purnama adalah korban kriminalisasi dengan tuduhan penodaan agama. Ia korban dari upaya fitnah dan pemelintiran yang dilakukan oleh orang yang bermaksud jahat padanya, dan korban penggunaan Pasal 156a yang termasuk “pasal karet” yang bisa ditarik-tarik buat menjerat sesuai kepentingan penguasa dan pihak yang mengaku mayoritas.
Memang, dalam proses pengambilan keputusan yang berujung pada penolakan Eksepsi Ahok, terlihat jelas bahwa ada kecacatan hukum yang terkesan sengaja dikesampingkan. Bermula dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sampai pada putusan sela Majelis Hakim, proses hukum yang berjalan terkesan mengabaikan Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk melakukan “penodaan” terhadap agama yang dianut di Indonesia. Siapa pun yang melanggar ketentuan ini, dalam Pasal 2 ayat 1 diterangkan, yang bersangkutan akan diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

Pada proses persidangan Ahok, jelas bahwa JPU dan Majelis Hakim sama sekali tidak melakukan upaya hukum yang mendasar itu. Jika pun Ahok dinilai telah melakukan “penodaan” agama sebagai tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 di atas, mestinya kan memberi peringatan keras terlebih dahulu. Bahkan sebelum memberi peringatan, kejelasan tentang niat si pelaku tetap menjadi hal yang patut melandasinya. Di sinilah peran penting sebuah Eksepsi dilayangkan, yang sayangnya kurang mendapat perhatian dari penegak hukum.

Tapi alih-alih mempertimbangkan Eksepsi Ahok, apalagi berlandas pada Pasal 2 ayat 1 Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tersebut, ada kesan bahwa JPU justru mengambil landasan hukum dari Pendapat dan Sikap Keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Padahal, jangankan hanya fatwa MUI, fatwa MA yang merupakan lembaga yudikatif tertinggi pun tidak mengikat, tidak harus diikuti. Sebagaimana diungkap oleh Mahfud MD, fatwa hanyalah pendapat hukum (legal opinion) dan bukan hukum itu sendiri—kalau kata Kapolri Tito Karnavian, fatwa MUI bukanlah hukum positif.

Dari rangkaian proses hukum seperti di atas, tak salah kiranya jika banyak orang menyebut bahwa “Ahok adalah korban kriminalisasi”. Karena memang, proses hukum yang tampak, tidak atau kurang berlandas pada proses yang telah terterap dalam hukum positif negara kita sendiri. Ada anggapan bahwa tekanan massa dan politis-lah yang menjadi salah satu faktornya, di samping fatwa keagamaan MUI.

@maman suratman


Beranikah MUI Bersikap soal Dugaan Pelecehan Agama oleh Rizieq?

DUNIA HAWA - Kalau MUI memang kumpulan ulama berintegritas, mereka harus bersikap dan bersuara soal tuduhan pelecehan agama Kristen oleh Rizieq Shihab.


Kalau perlu MUI mengeluarkan fatwa tentang boleh tidaknya seorang pemuka Islam, atau juga warga muslim biasa, melecehkan ajaran Kristen secara terbuka di depan publik.

Kalau soal atribut natal saja, MUI mengeluarkan fatwa, mengapa MUI tidak mengeluarkan fatwa tentang apa yang dilakukan seorang ‘tokoh’ Islam.

Kalau menurut MUI ucapan Rizieq adalah sebuah hal yang diizinkan dalam Islam, umat Islam akan melakukan serupa tanpa merasa bersalah. Kalau menurut MUI itu bukanlah perbuatan yang Islami, umat Islam akan berplkir sekian kali sebelum mengejek agama Kristen.


Yang diadukan ke polisi oleh dua kelompok mahasiswa (Katolik Dan Islam) adalah ucapan Rizieq sebagaimana terekam dalam sebuah video pendek di Youtube dengan judul: ‘Rizieq Shihab menyindir ucapan natal - Kalau Tuhan beranak, bidannya siapa ?’

Rekaman tersebut tersebut diambil dari ceramah Rizieq di Pondok Kelapa pada Minggu (25/12/2016). Dalam video yang berdurasi 21 detik itu, Rizieq tampak tengah berbicara di depan massa. Dia menggambarkan bahwa kalau ada orang yang menyampaikan Selamat Natal kepadanya, maka dia akan menjawab:
“Allah Tidak Beranak, dan Tidak diperanakkan. Kalau Tuhan Beranak, Bidannya Siapa?”.

Saat dia berbicara itu, terdengar khalayak tertawa.

Ini bukan kali pertama Rizieq bicara semacam itu. Saya juga menemukan video lain dengan judul, ‘CERAMAH LAUR BIASA HABIB RIZIEQ# NATAL ‘, yang diupload pada 24 November 2016. Intinya kurang lebih sama, tapi lebih panjang.

Rizieq mengatakan: “Bidannya siapa?”. Pernyataan ini tentu dlontarkan bukan karena Rizieq tidak mengetahui siapa bidan yang membantu kelahiran Yesus. Rizieq pasti tahu betul Yesus (atau nabi isa) lahir melalui mukjizat.

Dalam ajaran Kristen, Yesus lahir di sebuah kandang, tanpa bantuan siapapun. 
Dalam ajaran Islam, Nabi isa juga lahir tanpa ayah. Nabi Isa lahir saat Maryam (ibunda Isa) berada sendirian di bawah pohon kurma. Yang menjagainya adalah Malaikat Jibril.

Jadi, pertanyaan Rizieq bukanlah pertanyaan yang menghendaki jawaban. Rizieq sedang bersikap sinis terhadap kepercayaan umat Kristen bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Dengan kata lain, Rizieq melecehkan sebuah keyakinan yang amat mendasar dalam keimanan umat Kristen, yaitu Yesus adalah anak Tuhan.  

Nah, apa sikap MUI soal tuduhan pelecehan ini?

Kalau MUI diam saja, barangkali memang benar dugaan orang bahwa MUI tunduk pada Riziq.


@ade armamdo


Rizieq dan Ahok Harus Bebas

DUNIA HAWA - Habib Rizieq harus bebas dari pasal penistaan agama, begitu juga Ahok harus bebas dari pasal penistaan agama, kenapa?


Karena yang dikatakan Habib Rizieq adalah Benar dalam konteks Syariat Islam, yakni Muslim wajib meyakini bahwa Tuhan "tidak beranak pinak" (Al-Quran, Al-Ikhlas: 3)

Yang dikatakan Ahok juga benar karena yang dimaksud Ahok tidak salah Al-Quran.. yang dimaksud Ahok adalah politikus yang jual murah ayat Al-Quran demi menang Pilkada

Rizieq tidak Salah, Ahok tidak Salah

Habib Rizieq tidak salah dalam konteks keyakinan internal islam, hanya sayangnya kurang elok cara penyampaian nya terdengar bagi umat Kristiani

Ahok juga tidak salah karena faktanya ayat Al-Quran memang sering dipolitisasi untuk kepentingan Pilkada, hanya kurang elok cara penyampaian nya

Penistaan Agama Itu Politik

Pasal "Penistaan Agama" itu bersifat opini yang sangat subyektif.. Tidak Semua umat Muslim setuju dengan opini MUI bahwasanya Ahok menistakan Al-Quran

Begitu juga mungkin tidak semua umat Kristiani tersinggung dengan video bercandaan Habib Rizieq yang berceloteh "bidan nya siapa?"

Masalahnya, saat ini pasal penistaan agama digunakan untuk tujuan piliti, seperti kasus Ahok, begitu juga pelaporan "balasan" kepada Habib Rizieq

Negara seharusnya menghapus pasal penistaan agama, karena kerap digunakan untuk tujuan-tujuan politik dan ambisi kekuasaan.

@permadi arya

Muslim Nahdliyin 

Simbol Iblis?

DUNIA HAWA - Sebelumnya saya pernah menulis tentang AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) yang merupakan lobby Yahudi yang paling kuat dan paling berpengaruh di Gedung Putih. Semua politisi, kandidat senat, anggota parlemen bahkan presiden Amerikapun segan dan takut melakukan kritik, berseberangan pendapat apalagi melawan kehendaknya. Lobby inilah (beserta lobby pro Israel lainnya) yang menjadi penentu kebijakan luar negeri Amerika terutama yang berkaitan dengan wilayah Timur Tengah. 


Tidak banyak orang yang mengetahui AIPAC ini bahkan tidak banyak orang Amerika yang berani mengekspos dan membicarakannya karena kemungkinan besar karir dan usahanya bisa terancam jika mereka berani melakukannya. Lobby ini juga bisa dikatakan sebagai “Pemerintahan Bayangan” (Invisible Hand) yang turut menggerakkan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah Amerika.

Selama ini berkembang gosip dan isu konspirasi murahan dan abal-abal mengenai Freemasonry yang bahkan dipercaya oleh “ilmuwan” muslim Harun Yahya dan ketua partai PKS seperti Hidayat Nur Wahid dan Anis Matta. Isu dan gosip murahan ini biasanya juga ditelan bulat-bulat oleh kaum Wahabi lainnya seperti HTI, FPI dan sebagainya. Hal ini menunjukkan kurangnya wawasan dan pengetahuan mereka mengenai sistem politik Amerika dan sejarah Amerika dan Eropa.

Salah satu gosip murahan yang dipercaya oleh banyak kaum muslim (dan juga Nasrani) adalah lambang resmi Amerika yang berupa piramida dan Mata Satu yang dianggap sebagai simbol Iblis. Simbol ini dikenal dengan nama Great Seal of United States (Segel Agung Amerika Serikat) yang digunakan sebagai segel resmi oleh Pemerintah Federal Amerika Serikat. Lambang ini pertama kali digunakan pada tahun 1782 atau hanya 6 tahun setelah negara Amerika Serikat berdiri. 


Segel terdiri dari dua bagian yaitu bagian muka bergambar burung Elang dengan sayap terentang dan pada paruhnya elang ini mematuk pita yang bertuliskan motto berbahasa Latin E pluribus unum yang artinya "Dari banyak menjadi Satu" yang menggambarkan keragaman budaya, adat dan masyarakat Amerika atau juga menggambarkan Tuhan yang hakikatnya Tunggal meskipun memiliki ekspresi yang tak terbatas. (Hampir mirip dengan motto Bhinneka Tunggal Ika dalam lambang negara kita).

Bagian belakang segel bergambar sebuah piramida yang belum rampung. Pada puncaknya terdapat sebuah mata dalam segitiga yang dikelilingi oleh lambang kejayaan. Di puncak piramida terdapat Mata Ilahi (The Eye of Providence), Mata Horus atau The Whole All Seeing Eye (Mata Serba Melihat) yang mengawasinya. Makna dari piramida yang belum selesai ini adalah bahwa perjuangan umat manusia menuju puncak piramida dimana persatuan, kedamaian dan kemuliaan adalah belum usai. 

Ketika bangsa-bangsa dan umat manusia sampai di puncak piramida (Persaudaraan Universal) maka semua titik itu akan menyatu dan disanalah Mata Illahi (yang melambangkan kebijaksanaan dan pengetahuan Illahi) akan terbuka. Terdapat dua buah motto yaitu : Annuit Coeptis yang artinya "Dia (Tuhan) menyukai usaha kita" dan Novus Ordo Seclorum, yang artinya "Orde dari segala zaman" atau Tata Dunia Baru.

Atas usulan Wakil Presiden Amerika Henry Wallace (anggota Mason) kepada Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt (juga anggota Mason) maka sejak tahun 1935, kedua sisi segel muncul pada bagian belakang pecahan uang satu dollar AS. Dan karena George Washington yang menjadi presiden Amerika Serikat pertama adalah Master Mason dan Benjamin Franklin yang menjadi anggota Komite Segel juga adalah Master Mason dan Charles Thomson, Pierre Du Simitière atau William Barton yang idenya diadopsi menjadi segel tersebut adalah anggota Mason maka muncul pendapat bahwa segel tersebut diciptakan oleh kaum Mason. Sebagian kalangan New Age bahkan menganggap bahwa segel tersebut aslinya didesain oleh St. Germain yang dianggap sebagai Manusia Abadi dan Orang Suci dalam Freemasonry. 

Bagi para penggemar teori konspirasi murahan, lambang segel tersebut menunjukkan bahwa para bapak bangsa pendiri Amerika Serikat adalah para penyembah iblis yang ingin menguasai dunia. Namun para Bapak Bangsa Amerika bukanlah orang bodoh yang percaya pada tahayul kelas rendahan. Mereka adalah orang yang cerdas, terpelajar dan termasuk orang-orang dengan kualitas terbaik pada jamannya. Segel ini hanyalah lambang dari cita-cita para pendiri bangsa Amerika yang berusaha mengekspresikan kebijaksanaan dan filosofi Masonic mereka.

Freemasonry adalah topik yang paling menarik bagi para penggemar teori konspirasi murahan. Tapi sesungguhnya ini hanyalah mitos tanpa dasar yang berasal dari ketidaktahuan dan prasangka semata yang dibumbui dengan berbagai dongeng dan fantasi. Organisasi Freemasonry bukan merupakan organisasi agama dan tidak berdasarkan pada teologi apapun. Freemasonry adalah sebuah organisasi persaudaraan yang berdiri pada akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17 di Eropa. 

Tujuan utamanya adalah membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi. Gerakan ini muncul sebagai respon atas pengekangan yang dilakukan kaum agama terhadap kebebasan berpikir dan ilmu pengetahuan di Eropa abad pertengahan (The Dark Middle Ages). Freemasonry sendiri saat ini memiliki anggota sekitar 6.000.000 orang di seluruh dunia. 

Kesalahpahaman yang mengatakan bahwa Freemasonry adalah organisasi Zionisme internasional mungkin terjadi dikarenakan ada banyak sekali pejabat tinggi Amerika Serikat dan Inggris (yang merupakan sekutu Israel) yang kebetulan juga menjadi anggota kelompok persaudaraan ini termasuk 14 Presiden Amerika Serikat (mulai dari George Washington, Benjamin Franklin, F.D Roosevelt dan lain-lain) dan para pejabat Inggris (seperti Winston Churchill, Raja Edward VII, Raja George VI dan lain-lain). Para tokoh besar seperti Mozart, Beethoven, Montesquieu juga menjadi anggota kelompok persaudaraan ini. 

Para Bapak Bangsa Amerika yang kebetulan mayoritas adalah anggota Freemason membangun cita-cita mulia bagi Amerika yang menjunjung tinggi hak asasi, kesetaraan hak manusia, kebebasan berpendapat, kebebasan beragama dan kebebasan berpikir. Namun semua cita-cita mulia Amerika ini seolah dikhianati oleh para politisi pro Israel yang kemudian mampu mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat sehingga melenceng dari misi utamanya. Dan salah satu organisasi terkuat yang berperan dalam pergeseran politik Amerika itu adalah AIPAC bukan Freemason apalagi makhluk mitos yang bernama Dajjal.

Salam Cerdas

@muhammad zazuli


Konspirasi Menghacurkan Islam

DUNIA HAWA - Saat ini banyak fitnah dan konspirasi besar untuk menyudutkan dan menghancurkan umat Islam. Bayangkan saja Imam Besar, Guru, Teladan, Junjungan dan Pimpinan kita Baginda yang mulia Bibib tersayang saat ini sedang difitnah dan dilaporkan atas tuduhan penistaan agama. Padahal dianya cuma sedang menyampaikan kebenaran dan memberikan tausyiah (eh...maaf, syiah haram, yang halal itu sunni)..., maksud saya tausunni kepada umatnya. 


Mengapa itu dianggap sebagai penistaan agama? Kalo Ahok mah sudah jelas dia melakukan penistaan agama dan menurut Wakil Ketua MUI Tengku Zulkarnain memang seharusnya dia dibunuh, disalib, dipotong kaki tangannya dan diusir ke luar negeri. Mari kita tolak konspirasi dan fitnah besar ini. Mari kita turun lagi ke jalan dan gelar aksi bela Bibib I, aksi bela Bibib II, aksi bela Bibib III dan seterusnya sampe hari kiamat..
..

Fitnah saat ini juga sedang menghadang yang mulia guru kita Bahtiar Nasir ketua GNPF MUI, tokoh dibalik aksi 411 & 212 sekaligus sobat Bibib yang sedang diselidiki karena dianggap terlibat dalam membantu teroris di Suriah hanya karena ditemukan dos bantuan dari IHR, lembaga yang dipimpinnya, di sarang teroris Suriah. Ini juga fitnah besar. 

Jika ditemukan dos Indomie di sarang teroris apa juga bisa dikatakan bahwa Indofood membantu teroris? Kan bisa saja teroris belanja Indomie di Indomaret cabang Suriah? Itu hanya kebetulan saja yang mereka gunakan sebagai alat pengalihan isu Ahok seperti kejadian lain kemarin yaitu bom gereja, bom panci, bom jatiluhur dan gempa Aceh yang sengaja direkayasa sebagai upaya pengalihan isu saja. 

Konspirasi besar saat ini juga sedang mengganjal MUI yang merupakan lembaga paling suci di Indonesia yang telah banyak memberikan pencerahan dan keselamatan bagi kita sehingga kita tahu bahwa game Pokemon, “polisi tidur” dan topi Sinterklas itu haram dan bisa membuat kita masuk neraka. Saat ini bendahara MUI ditangkap KPK karena dituding melakukan korupsi. Bagaimana bisa?

Apakah KPK tidak tahu bahwa MUI adalah lembaga suci yang tidak mungkin melakukan korupsi? Kita harus khusnudzon dan berprasangka baik, terutama pada orang kalangan kita sendiri. Beliau tidak sedang melakukan korupsi melainkan sekedar menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Membantu dan mempermudah urusan orang lain bukankah itu adalah perbuatan yang baik?

Stop fitnah & konspirasi untuk menghancurkan Islam. Semua ini hanyalah fitnah dan kontrasepsi yang dilancarkan oleh Jionis, Rheemason, Laminating, Wahyudi, Mamarika, agen CIA, agen Mossad, agen elpiji, agen togel, agen pulsa dan kawan-kawannya. Mari kita bersatu untuk melawan para musuh Islam yang telah melakukan fitnah dan menyudutkan umat Islam. Pokoknya siapapun yang berani mengkritik, berbeda pendapat dan melawan kami adalah iblis sesat dan halal darahnya.......

# Save FPI, Save GNPF MUI, Save MUI, Save Bidan Cantik

@muhammad zazuli