Friday, December 9, 2016

Benarkah Tommy Soeharto Donatur Terduga Makar

DUNIA HAWA - Seperti yang telah diketahui bahwa kapolri sudah menangkap terduga makar saat aksi dengan nama super damai atau yang dikenal 212, antara lain Kevlain Zein, Adityawarman, Rachmawati, Ratna Sarumpaet, Firza Husein dan Sribintang bahkan termasuk yang menghina presiden, seperti Ahmad Dani.


Mengamati dan menyimak pihak kepolisian, dipastikan ada bandar ataupun donatur dari dugaan makar ini, pada beberapa hari yang lalu, jelas ini membuktikan bahwa pihak kepolisian bekerja dengan keras dan cerdas. Serta banyak mendapat dukungan masyarakat. Termasuk saya tentunya juga ingin mengucapkan “salut” kepada Kapolri dan jajarannya.

Dalam bagan yang beredar, mengenau siklus pendanaan atau donatur terduga makar terdapat lebih dari 10 orang, dimana diantaranya sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Mengejutkan memang, dalam bagan tersebut yang sudah beredar sejak beberapa hari yang lalu, nama Tommy Soeharto atau anak mantan presiden RI ke-2 yang terkenal sebagai diktator terkorup, berada diposisi paling atas, dan beberapa hari yang lalu sudah beredar baik di medsos.

Belum diketahui secara pasti mengenai siapa yang membuat bagan donatur dugaan makar tersebut atau detail tepat waktunya ketika bagan tersebut diupload. Dari bagan tersebut jelas memeperlihatkan dan memberi kesan bahwa Tommy Soeharto menjadi seperti bandar atau donatur terhadap terduga makar.

Radar penyidik mulai mengarah ke putra mantan presiden RI ke-2 yaitu Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Dan pihak Kapolri tengah bekerja keras menelusuri hal ini.

Seperti yang dipaparkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di Polda Metro Jaya pun tak menampik adanya informasi soal dugaan putra bungsu mendiang Presiden Soeharto itu menjadi bandar bagi tersangka makar. Ujar Argo “Nanti kita dalami lagi (aliran dana dari Tommy Soeharto, red),”

Dan disebut juga oleh mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur itu menyatakan, bahwa penyidik bakal menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tujuannya untuk menelusuri aliran dan untuk membiayaai perencanaan makar, termasuk donaturnya.

“Pasti kita ajak (PPATK). Sedang kita kumpulkan (bukti), sedang kita dalami. Karena kan banyak toh. Dia enggak ngasih langsung gitu tidak. Kecil, kecil, kecil,” ungkap dia.

Salah satu yang ditangkap atas terduga makar adalah Firza Husein, dimana Firza Husein adalah ketua yayasan solidaritas sahabat cendana. Juga termasuk beberapa purnawirawan.

Benarkah Tommy Soeharto merupakan penyandang dana makar dan telah mentransfer sejumlah dana ketokoh terduga makar seperti bagan yang beredar tersebut?

Hmmmm
Kembali “enigma” (teka-teki) muncul kepermukaan.

Namun jika melihat pada sebelumnya, mengenai bagan yang belum ada Tommy nya, hanya beberapa terduga seperti yang telah ditangkap, memperlihatkan bahwa bagan sebelumnya sesuai dengan apa yang ditangkap atau ditetapkannya sebagai tersangka oleh pihak kepolisian, seperti nama-nama yang ada pada paragraf pertama diatas. Apakah bagan mengenai adanya nama Tommy ini juga akan sama dan benar? Namun setidaknya yang menjadi pertanyaan lagi, Kenapa Tommy belum melaporkan hal ini jika ia merasa dirugikan? Why?

Disisi lain yang jelas si Habib Rizieq selalu ada dalam daftar dan bagan terduga makar. Dukungan buat Kapolri terus mengalir untuk mengusut hal ini, termasuk tentang menganai donatur terduga makar yang kian terbongkar.

Dalam hal mengenai penyandang dana makar, Kapolda metro jaya Mochamad Iriawan, mengatakan “Ada beberapa (orang) yang sedang kita dalami. Nanti pada saatnya kalau udah gamblang semuanya mungkin kita akan jelaskan”

Masih ingatkah kita ketika Tommy Soeharto menjadi buronan dalam dugaan keterlibatan pembunuhan hakim agung. Bisa dikatakan buronan nomor wahid. Dimana penggerbakan dan penangkapan Tommy pada waktu itu, juga dipimpin oleh Tito Karnavian yang saat itu berpangkat sebagai komisaris. Jika dalam bagan donatur terduga makar ini terbukti dan benar, maka jelas Tommy akan berurusan lagi dengan jendral Tito yang kini sudah menjadi Kapolri.

Namun hendaknya kita juga tidak mengunyah hal ini mentah-mentah begitu saja sebelum ada penjelasan dari Kapolri atau jajarannya mengenai kebenaran atau tidaknya bagan tersebut. Pihak kepolisian setidaknya sudah mendalami keterlibatan beberapa (orang) dalam penyandang dana terduga makar.

“Ohhh sepertinya aku harus kembali kehutan untuk mencari kayu bakar, dan menanak nasi, sambil tertawa. Apapun ceritanya jelas sekali agama dan Ahok bukanlah problem yang ada sebenarnya, melainkan tipu-tipu muslihat yang teroganisir”

@losa terjal


Joke of The Week: Ahok Digugat Lagi Dengan Tuntutan Tidak Waras

DUNIA HAWA - Beberapa waktu terakhir ini, banyak sekali kejadian yang membuat saya gagal paham. Mungkin ini seperti yang salah satu penulis pernah katakan bahwa perlu pikiran yang nggak waras untuk memahami ini. Bukan hanya gagal paham, tapi juga ada yang lucu, yang bikin saya geleng-geleng kepala karena setelah memeras otak saya hingga menciut pun, saya masih juga belum paham.


Belum lama ini Ahok di gugat oleh Habib Novel sebesar 204 juta Rupiah karena dia merasa dirugikan oleh Ahok. Dan kali ini, ibarat memasak sayur, sambal makin banyak ditaruh bahkan mencapai level 5. Bagaimana tidak, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) kembali menyambangi Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk mendaftarakan gugatan pada Ahok. Dan nilainya tidak tanggung-tanggung karena mencapai 470 Miliar.

Kuasa Hukum ACTA, Nurhayati mengatakan, “Kami mewakili dua juta umat yang mengikuti aksi 212, mengajukan gugatan ini yang nantinya akan digabungkan dengan gugatan di sidang tanggal 13 Desember Selasa ini. Intinya ganti kerugian pada Ahok.” Dia mengatakan gugatan ini diwakilkan oleh Ali Lubis yang juga Wakil Ketua ACTA, yang mengatasnamakan umat Islam yang tidak suka dengan Ahok.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya pernah berpikir apakah saya sudah menjadi orang yang kurang cerdas karena tidak bisa menemukan logika yang masuk akal di balik semua ini. ACTA mengatasnamakan umat Islam yang tidak suka dengan Ahok? Lantas kalau memang tidak suka Ahok, berarti apa pun yang Ahok lakukan akan digugat? Mungkin inilah yang disebut dengan ‘Semua Salah Ahok’. Begitu ada salah sekecil lubang saja, maka ini dijadikan senjata untuk menyerang dan menggugat Ahok.

Ali kemudian mengklaim bahwa gugatan tersebut merupakan gugatan dari kelompok yang protes atas pernyataan Ahok tentang Surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu yang dinilai sebagai penistaan agama. Total gugatan pada Ahok tersebut mencapai 470 Miliar yang nantinya akan didistribusikan kepada seluruh anggota kelompok dalam bentuk pembuatan fasilitas ibadah umat Islam yang dikoordinir MUI di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Lalu darimana datangnya nilai sebesar itu? 470 Miliar dihitung dari jumlah massa sebanyak 4,7 juta orang dari tiga aksi sebelumnya, di mana setiap orang minimal keluarkan uang 100.000 ribu Rupiah, berdasarakan keterangan dari beberapa orang yang datang sendiri, dengan biaya sendiri, sewa hotel dan lain sebagainya.

Saya malah tidak yakin mereka mewakili semua umat yang hadir, karena sangat terlihat jelas UUD (Ujung-Ujungnya Duit). Lagian banyak sekali kontradiksi yang tentunya tidak masuk akal. Menurut mereka jumlah massa 4,7 juta orang dari tiga aksi sebelumnya? Bukankah Habib Rizieq sebelumnya bilang kalau aksi 212 saja jumlahnya mencapai 7,5 juta orang, seharusnya jika digabungkan total mencapai 10 juta orang? bukankah ACTA seharusnya bisa menggugat 1000 miliar atau 1 triliun Rupiah? Sayang dong selisih sampai 530 miliar. 

Satu lagi yang menggelitik logika saya adalah kalau mereka bisa seperti ini menggugat Ahok, bisa-bisa mereka akan mengambil kesempitan dalam kesempatan (sengaja saya balik kata-katanya karena pikiran saya sudah ikut terbalik memahami ini). Caranya dengan melakukan aksi-aksi berikutnya. Setiap kali dilakukan aksi, mereka pasti akan menggugat lagi. Sepuluh kali aksi maka mereka akan menggugat sepuluh kali. seratus kali aksi, Ahok pun akan digugat seratus kali. Sekali gugat nilainya miliaran. Kalau begitu tidak usah lagi jadi koruptor, lebih baik jadi penggugat saja, bukankah begitu? Sungguh lelucon yang tidak lucu.

Lagian bukankah katanya (kalau saya tidak salah dengar) biaya dari aksi-aksi sebelumnya adalah sumbangan dari seluruh umat Islam di Indonesia? Mengapa mereka malah menggugat Ahok dengan jumlah segitu? Bukankah lebih masuk akal dan mulia kalau mereka menggugat koruptor yang nilai korupsinya bukan mencapai miliaran lagi tapi sudah mencapai triliunan dan sudah terjadi dari dulu sampai sekarang yang kalau ditotalkan mungkin sudah mencapai ratusan triliun?

Salam Entahlah

@xhardy


Ahok Tidak Manusiawi? Lihat Dulu Kamar Pembantu Rumah Ahok

DUNIA HAWA - Selama ini Ahok didemo karena salah satu alasannya adalah Ahok dicap sebagai Gubernur tukang gusur, tidak manusiawi, serta tidak memihak rakyat kecil, hingga dianggap sebagai Gubernur pro pengembang, Guberbur Podomoro dan Gubernur Reklamasi. Hingga seorang arsitek kawasan Kalijodo bernama Toto Sugito tidak mampu menahan tangisnya karena malu terhadap Basuki Tjahaja Purnama. Kenapa menangis?


Mau tahu alasannya? Karena Ahok memperlakukan asisten rumah tangganya yang muslim jauh lebih baik dari dirinya. Kejadian ini bermula saat Toto melakukan pertemuan dengan Ahok di kediamannya di Perumahan Pantai Mutiara. Tenyata pembicaraan tersebut lebih lama dari yang dibayangkan sehingga tidak sadar sudah memasuki waktu shalat maghrib.

Lalu Pak Ahok menawarkan satu ruangan di rumahnya yang berada di lantai dua untuk shalat karena lantai pertama ada anjing peliharaan sehingga menurutnya tidak sah. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh Tito, dan sebagai gantinya dia meminjam ruang kamar asisten rumah tangga yang berada di lantai dasar. Dan setelah masuk, betapa terkejutnya Toto melihat kamar asisten tersebut.

Kamar asisten rumah tangga Ahok sangat mewah. Toto menjadi terharu. Ia berkata, “Saya terharu karena malu, kamar pembantu saya saja tidak semewah itu. Jadi saya berpikir harus memanusiakan pembantu saya. Itu inspirasi buat saya. Jadi tidak mungkin Pak Ahok menistakan agama.” Ia menambahkan, “Begitu saya masuk ke kamarnya, saya jadi malu. Saya malu sekali. Kamarnya pakai AC, nyaman, ada TV 30 inci flat, bayangin. Saya yang muslim, kamar pembantu saya tidak semewah itu.”

Jika Anda memiliki seorang pembantu rumah tangga atau mengunjungi rumah yang ada pembantu rumah tangganya, jarang sekali atau hampir tidak pernah ada kamar yang semewah kamar pembantu Ahok. AC? Boro-boro, listrik mahal. Benar, bukan? Paling hanya ada kipas angin. TV? Kebanyakan juga tidak ada. Kalau mau nonton, nonton di ruang tamu, itu pun kadang dimarahi majikan. Apa yang dilakukan Pak Ahok sekali lagi adalah bukti bahwa ia benar-benar memperlakukan manusia secara manusiawi. Hanya saja ini tidak terekspos, melainkan disaksikan oleh seseorang yang begitu tersentuh dengan perlakuannya.

Toto mengakui bahwa Ahok lebih bisa memanusiakan asisten rumah tangga dibandingkan dirinya yang seorang muslim. Belum lagi meng-umrohkan marbot sejak dia menjabat. Toto menambahkan, “Pembantunya muslim berjilbab, diberikan tempat yang sangat nyaman. Ini bukan dibuat-buat, karena sudah dua kali shalat maghrib di rumah Pak Ahok.” Saking terharunya, dia juga bersedia menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama yang sebentar lagi akan dimulai. “Saya mau menjadi saksi. Saya bersedia menjadi saksi bilamana diperlukan. Dan saya tahu benar Pak Ahok, sikapnya itu ada adanya. Ya udah begitu. Pokoknya mulai dari ketemu sampai pulang kita ketawa-ketawa terus. Enggak ada serem-seremnya,” ujar Toto.

Masih tidak yakin? Saya yakin mereka yang selalu membenci Ahok akan beranggapan bahwa ini adalah pencitraan, pura-pura baik, skenario atau sandiwara sinetron atau apa pun lah. Kalau memang Pak Ahok seperti itu, sudah dari dulu dilakukannya. Ini pun karena Toto kebetulan ada di sana. Coba kalau dia tidak berada di sana, mungkin kita tidak akan pernah tahu hal seperti ini. Ahok suka menggusur dan tidak manusiawi? Justru kalau kita ingin berpikir dengan nalar yang sehat, relokasi ke tempat yang lebih nyaman, dengan fasilitas yang baik dan gratis sana-sini untuk penghuni rusun malah jauh lebih manusiawi.

Belum lagi Pak Ahok meng-umrohkan marbot atau orang yang bertanggung jawab mengurus masjid. Ia juga sempat mengatakan bahwa di Jakarta ada 3000 lebih masjid dan dia ingin mereka yang mengurus masjid ini bisa ke Makkah menjalankan ibadah suci. Tahun depan ia ingin tiap dua bulan dikirimkan 100 marbot untuk umroh. Setelah lima tahun, 3000 marbot bisa ke tanah suci seluruhnya. Kurang manusiawi apalagi coba? Bahkan Gubernur dulu-dulu saja tidak seperti ini. Bagi yang mengatakan Ahok tidak manusiawi, marilah melihat fakta, bukan melihat dari hati yang hitam dan kotor didasari atas kebencian karena beda agama, beda suku, dan SARA lainnya.


Salam Entahlah

@xhardy



Sandiaga Gelontorkan Rp 17,2 Miliar Untuk Kampanye, Ahok Malah Dapat RP 18 Miliar

DUNIA HAWA - Demokrasi berarti dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Hal ini seharusnya bukan hanya sekedar slogan, tetapi diimplementasikan dengan baik dalam sistem demokrasi. Karena itu, dalam pesta demokrasi Pilkada, keterlibatan rakyat seharusnya menjadi subjek bukan hanya objek. Rakyat harus ikut berpartisipasi mendukung dan mengusahakan calonnya, bukan menjual dan menggadaikan suaranya.


Politisi yang memahami sistem demokrasi dimana rakyat adalah pusat dan porosnya, akan melibatkan rakyat supaya rakyat tidak buta dan bisu politik, melainkan melek dan lantang berpolitik. Elektabilitas tinggi tidak ada gunanya jika rakyat yang akan memilih kita tidak mau terlibat langsung dalam Pilkada. Dukungan yang pasti jelas terlihat dari sukungan suara dan bahkan dana yang diberikan.

Inilah yang membuat Ahok meski elektabilitasnya menurun dalam beberapa survei, tetap menjadi cagub dengan potensi menang melebihi calon yang lain. Bukan hanya karena tingkat kepuasan publik yang tinggi, tetapi juga karena para pendukung Ahok terlibat langsung dalam mengkampanyekan Ahok dari segi promosi maupun pendanaan.

Karena itu, tidak heran jika kita melihat Laman www.ahokdjarot.id hingga 6 Desember 2016 sudah terkumpul dana Rp 18 miliar yang merupakan sumbangan dari 4.000 orang. Jumlah ini diyakini akan terus bertambah karena masih banyak pendukung Ahok-Djarot yang akan memberikan bantuan dana kampanye.

“Melalui program “Kampanye Rakyat”, bersama Pak Djarot, kami akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada rakyat dalam masa kepemimpinan kami selanjutnya,” kata Basuki dalam siaran pers, Kamis.

“Kalau biasanya dana kampanye itu diberikan oleh pihak-pihak tertentu, maka dalam program ini, dana kampanye berasal dari warga. Saya yakin, kalau kita jujur, kerja betul, rakyat pasti akan dukung, bahkan rela keluar uang,” katanya.

Berbeda dengan Ahok yang disumbangi rakyat 18 miliar, salah satu pesaingnya yang ngotot jadi cagub tetapi cuman bisa jadi cawagub, Sandiaga Uno, harus mengeluarkan uang pribadi yang jumlahnya mencapai Rp 17,2 Miliar untuk dana kampanye. Hal ini berarti Sandiaga menjadi sumber dana utama dana kampanye Anies-Sandiaga yang sudah mengeluarkan dana kampanye sebesar Rp19,08 miliar. Dengan kata lain, Sandiaga menyumbang 90 persen dana kampanye.

“Dana yang kami keluarkan memberikan hasil yang memuaskan dalam hasil kampanye. Hal tersebut terlihat dari hasil survei internal yang ada dan tidak pernah kami umumkan. Jadi kami tahu mana survei yang hasil gorengan itu,” kata Sandiaga.

Hebat memang Sandiaga ini. Uang keluar banyak tetapi hanya berhasil meningkatkan elektabilitas mereka di survei internal. Entah apa maksudnya survei internal ini, apakah survei di antara mereka saja atau memang survei kepada masyarakat umum. Terlepas dari hasil survei internal yang mereka buat, bagi saya nampak jelas bahwa Sandiaga dan tim berusaha mencari dukungan warga, dimana Ahok saat ini malah didukung oleh warga.

Perbedaan yang sangat mencolok ini menunjukkan bahwa saat ini semakin banyak rakyat yang sudah melek politik. Sudah banyak rakyat yang tidak jual suara, melainkan memperjuangkan suaranya untuk bisa memiliki pemimpin yang bisa menjadikan daerahnya lebih baik, terlepas apa suku dan agamanya. Jakarta yang menjadi barometer dinamika politik Indonesia sudah membuktikan perubahan itu sejak 2012 ketika dukungan rakyat terhadap Jokowi-Ahok sangat massif dan partisipatif.

Kini kita bisa melihat, mana yang benar-benar didukung dan diusung oleh rakyat. Kasus-kasus aneh yang dipakai menjegal Ahok tidak berpengaruh kepada warga yang sudah melek politik. Sumbangan Rp 18 Miliar adalah bukti sahihnya. Gerakan rakyat yang sudah melek politik ini bukan hanya memberikan sumbangan, melainkan juga secara massif melakukan promosi dukungan di media sosial. Apalagi sekarang kondisi Jakarta semrawut sejak Ahok cuti menjadi sebuah promosi gratis yang sangat kuat.

Marilah kita sebagai pemilih semakin dewasa dalam berpolitik. Tidak perlu terikut oleh isu dan kasus yang tidak benar dan digoreng menjadi besar hanya karena ketidaksukaan terhadap seorang calon. Tetapi pilihlah seorang calon yang dukungan rakyat kepadanya sangat nyata dan kondisi birokrasi serta pelayanan yang sangat baik ketika dia tidak cuti. Supaya Jakarta tetap baik dan semakin baik ke depannya.

Salam Melek Politik.

@palti hutabarat


Hoax, Boikot, Menang

DUNIA HAWA - Dulu Julius Caesar punya semboyan Vini, Vidi Vici yang artinya : “Aku lihat, Aku datang, Aku menang”. Nah sekarang sepertinya ada yang berusaha meniru semboyan ini dengan sedikit modifikasi. Semboyan tersebut berbunyi : “Aku sebar hoax, Aku boikot, Aku menang”.


Dulu banyak yang bikin fitnah dan berita bohong soal Jokowi dan Ahok. Setelah fitnah tersebar kemudian mereka keluarkan seruan boikot “Haram pilih Jokowi” dan “Haram pilih Ahok” ( Haram pilih orang kafir). Tujuannya tentu saja agar bisa menang dengan menghalalkan segala cara. Bahkan FPI sempat bikin Gubernur tandingan segala. Dengan dukungan mereka bahkan Prabowo juga sempat bikin “Upacara Kenegaraan 17 Agustus” versi tandingan segala. Tidak lupa mereka juga bikin survey tandingan dan Quick Count tandingan yang palsu dan abal-abal.

Kemudian pas aksi 212 kemarin banyak yang posting hoax soal pedagang roti yang bagi-bagi roti gratis untuk peserta aksi. Tapi ternyata kisah tentang pedagang roti yang mengikhlaskan dagangannya untuk para “mujahidin” itu hanya hoax, karangan dan isapan jempol semata. Setelah produsen Sari Roti mengeluarkan klarifikasi bahwa pihaknya tidak terlibat dalam aksi tersebut maka keluarlah seruan “Boikot Terhadap Roti Anti Islam” . Jurus berikutnya banyak pelaku bisnis dari kalangan mereka menyarankan untuk beralih ke produk mereka yang katanya “lebih islami”. Tujuannya tentu saja adalah untuk mengambil keuntungan dan mengail di air keruh.

Juga pasca aksi 212 kemarin muncul hoax yang katanya MURI memberikan penghargaan terhadap aksi tersebut sebagai rekor “Sholat Jumat di luar ruangan dengan peserta terbanyak”. Tapi kemudian pihak manajemen MURI dalam Twitternya mengklarifikasi bahwa berita itu bohong / hoax dan tidak benar. Mungkin sebentar lagi juga akan muncul “Boikot MURI Yang Anti Islam” dan dibuatlah MURI syariah sebagai tandingannya. Lumayan bisa jadi prospek bisnis yang menguntungkan.

Hadeeewwwhh.....

@muhammad zazuli


Bangga Menjadi Bagian 212

DUNIA HAWA - Aksi 212 telah berlalu, namun romantismenya masih terus dibangun oleh pendukungnya. Melalui media online yang mereka kelola, mereka terus mengkonstruksi informasi kesuksesan aksi yang diberi judul bela islam tersebut. Seperti apakah konstruksi pendukung 212 tentang kesuksesan aksi 212 melalui media onlinenya, dan apa tujuannya?


Dalam ilmu komunikasi, Bungin (2008) mengatakan bahwa konstruksi sosial sejatinya sarat dengan aneka kepentingan. Paham konstruktivisme memandang berita sebagai realitas yang hadir secara subjektif. Seorang wartawan mengkonstruksi realitas melalui berita yang ditulis dari sudut pandang dan ideologinya. Jadi, manusialah yang menciptakan kesan dunia. Berita pada hakikatnya bukanlah realitas yang sesungguhnya. Berita adalah hasil konstruksi terhadap realitas.

Pendukung aksi 212 berupaya mengkonstruksi keberhasilan aksi 212 dengan jumlah massa, profil peserta aksi, dan pendukung aksi. Coba amati tulisan-tulisan yang dibagikan oleh situs tarbiyah, mediaislam, dan tarbawia. Mengapa jumlah massa, profil peserta aksi, dan dukungan terhadap aksi 212 begitu penting bagi mereka?

Klaim jumlah massa 7 jutaan, bagi media yang menyebutkan jumlah aksi massa kurang dari 1 juta dituduh benci islam, bohong dan semacamnya. Bahkan, sampai ada yang nekat membuat piagam MURI abal-abal. Mengapa? Karena aksi 212 merupakan aksi massa. Dalam aksi massa, jumlah massa dianggap sebagai salah satu faktor sekaligus indikator keberhasilan aksi. Jumlah massa yang sedikit memungkinkan aksi tersebut dinilai kurang berhasil.

Jumlah massa juga dipandang sebagai representasi dukungan. Semakin banyak yang mendukung, pressure dianggap semakin kuat. Semakin kuatnya presure diharapkan semakin mampu mempengaruhi pengambilan keputusan pihak yang didemo, dalam hal ini adalah pemerintahan Jokowi untuk memenjarakan Ahok.

Jumlah massa juga bisa digunakan sebagai indikator kebenaran. Sebagian orang menganggap, semakin banyak orang yang berpihak, semakin mendekati kebenaran. Padahal, kebenaran itu seharusnya dihasilkan dari proses berfikir.

Pendukung aksi 212 juga merekonstruksi keberhasilan aksi 212 dengan menampilkan profil orang terpandang yang mengikuti aksi tersebut. Ada beberapa tulisan dengan judul direktur sukses yang ikut aksi, bawa mobil mewah, dan semacamnya. Apa pentingnya berita itu bagi pengikut aksi bela islam penjarakan Ahok?

Pada aksi 411, terungkap fakta bahwa banyak peserta aksi yang tidak bisa kembali ke rumahnya karena kehabisan uang. Mungkin hal ini dianggap aib, bahwa pendukung bela islam terdiri dari orang-orang miskin. Profil peserta aksi yang terpandang dan kaya raya digunakan untuk menutupi fakta tersebut.

Lalu, dukungan terhadap aksi. Semakin banyak yang mendukung, dianggap semakin membanggakan. Untuk itu, wajar jika klarifikasi Pihak Sari Roti jadi menyakitkan hati. Ibaratnya, setelah heboh berita dapat hadiah, bangga tak terkira, lalu pihak pemberi hadiah meralat nama yang berhak mendapatkan hadiah. Sakitnya itu dimana?

Kecuali jika ia menjalankan agama dengan benar, tentu dia akan ikhlas. Nggak bakal dendam pada sepotong roti.

Tujuan dari konstruksi realita keberhasilan aksi 212 itu adalah, untuk membuat pendukung aksi 212 bangga. Hanya kebanggaanlah yang diharapkan. Dalam teori kebututuhan dasar maslow, ada 5 kebutuhan dasar manusia. Kebututuhan pengargaan adalah kebutuhan nomor 4, setelah kebutuhan kasih sayang dan sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Mereka masih berusaha memenuhi kebutuhan penghargaan. Artinya apa?

Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.

Manusiawi, wajar, namun terdengar klise bagi garis keras pembela islam, yang sepatutnya lebih paham dengan nilai-nilai agama, lebih mampu menginternalisasikan sifat-sifat Allah. Sehingga yang nampak seharusnya adalah umat yang tawadhu dan sabar.

Kesimpulannya, aksi bela islam sesungguhnya adalah aksi massa seperti demonstrasi yang dilakukan penganut paham demokrasi pada umumnya. Meskipun dilakukan oleh orang-orang beragama dan mengatasnamakan agama. Meskipun mereka secara keras dan militan membela agama, namun mereka adalah manusia biasa yang masih berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya, masih bisa kurang dan salah.

dan aku bangga dicintai kamu. i love you

@ nurul.indra


Terima Kasih Tuhan

DUNIA HAWA - Aku bangga pada negaraku Indonesia. Negara yang maju dalam semua sisi teknologinya, sampai mampu mendeteksi 7 juta manusia di Monas hanya dalam sekali pandang saja.
Tanpa perlu perhitungan matematika..


Disini bahkan roti menjadi ancaman
Diinjak, dibuang, disingkirkan karena takut mengganggu akidah..
Kasian para roti, automurtad berjamaah..


Belum lagi datang ke acara agama..
Teriak teriak sambil berteriak nama Allah. Di sudut gelap matanya berkedip, "200 juta, urusan selesai.." Senyumnya.


Itu belum seberapa..
Ada yang minta 470 miliar rupiah
Hanya karena seseorang dianggap menista agama. Ditanya, "Buat apa uang sebanyak itu ?"

Membangun masjid katanya..
Dan 10 persen saja sebagai biaya kesini kesana..


Negaraku negara indah..
Dimana air mineral bisa berubah menjadi miras dalam sekali pandang saja..

Ketika akhirnya mampu beli, mereka tertawa.

Karena di botol tertulis, "Kayak ada bego2nya gitu.."

Dan mereka bersorak bangga..

Ah, Indonesia negeri tercinta.. Disini untuk jadi ustad saja harus sibuk mencari panggung. Naik kuda sambil berdakwah...

"Hukum penista agama !"

Sambil berkata dalam hati, "Semoga bisnis kita bisa selamat ya, istriku cantik yang kedua.."

Negeriku yang indah darurat logika..

Bingung mencari panutan.

Sehingga tak mampu menalar dengan benar

Ketika kukatakan dengan keras, "Bagaimana kamu bisa mengikuti mereka yang berteriak akhirat tapi dia sendiri pecinta dunia ?" Dan akupun ditendang karena menghina ulama..

Biar bagaimanapun aku cinta negeri ini..

Yang bermimpi menjadi negara nomer satu di bumi..

Cukup dengan merenung dan bersedih
Kemudian berteriak lantang, "Tuhan, mana petunjukmu yang paling benar dan harus kami ikuti ??"

Tuhan menjawab sambil menangis, "Yang ada badaknya.."

Untung saja di negeri ini masih ada secangkir kopi..

Setidaknya bisa menghibur hati ini.
Semoga saja tidak ada yang memboikot lagi..

Karena pahitnya yang selalu menyinggung hati para pria jantan.

Yang keluar rumah selalu dasteran...

Terimakasih.. Tuhan..

@denny siregar


Di Purwakarta Ada Harapan

DUNIA HAWA - Menurut data Wahid Institute 2016, Jawa Barat menempati ranking pertama dalam masalah intoleransi di Indonesia..


Peristiwa pembubaran KKR Natal di Bandung kemaren seharusnya membuka mata kita, bahwa Jabar penuh dengan kelompok intoleran yang bersembunyi dibalik jubah agama. 

Bahkan di Majalengka, baru ditangkap kelompok teroris yang berhasil merakit bom dengan kekuatan 3 kali lipat lebih besar dari bom Bali, yang salah satu rencananya akan digunakan untuk menyerang gereja gereja pada saat Natal.

Entah kenapa di Jabar begitu subur dengan pertumbuhan paham radikal. Mungkin ini efek selalu merenung dan menangis yang sudah dicontohkan dengan baik oleh Gubernur dan Wakilnya.

Ditengah tandusnya kebhinnekaan di Jabar, Purwakarta adalah Oase bagi pecinta kerukunan. 

Purwakarta seperti melawan stigma yang selama ini melekat bahwa Jabar adalah provinsi intoleran. Kang Dedi Mulyadi seperti bertarung sendirian mengatur barisan dan merapatkannya tanpa memandang suku, ras dan agama..

Mungkin seharusnya warga Jabar bergantung pada beliau untuk mendobrak segala sekat yang selama ini dirajut kuat hanya bagi satu golongan saja. 

Pagi ini melihat Bupati duduk bersama para Kyai, para Pendeta dan para Bhiksu dalam doa bersama lintas agama untuk Aceh, saya seperti melihat harapan bahwa masih ada manusia manusia yang memandang bahwa kebhinnekaan kita itu mahal harganya. Menjaganya sama dengan membela negara.

Saya duduk di pojok pendopo, tanpa secangkir kopi - apalagi sebatang rokok. Untungnya terbayar dengan keindahan warna di depan mata saya.

Mungkin sudah saatnya mencari Equil dan Sari Roti, biar kelar hidup saya...

@denny siregar


Starbucks, McDonald, dan Omong Kosong Boikot

DUNIA HAWA - CEO Starbucks menyatakan dengan tegas dukungannya terhadap LGBT. Di Indonesia beredar meme fitnah seakan CEO Starbucks menolak orang-orang yang tidak mendukung LGBT untuk masuk ke gerai-gerainya. Meme ini adalah usaha setengah putus asa untuk mengajak orang memboikot Starbucks. Putus asa karena ajakan terang-terangan tidak pernah berhasil. Melalui meme itu hendak dibangun citra bahwa Starbucks memusuhi non-pendukung LGBT.


Setiap tahun ada berapa kali ajakan untuk memboikot produk tertentu? Amunisi yang paling laris adalah anti-Israel. Setiap kali kekisruhan Israel-Palestina memuncak, maka orang-orang marah, lalu mengajak untuk memboikot produk-produk yang dituduh mendanai Israel. Benarkah produk-produk itu mendanai Israel? Mungkin saja. Banyak pihak menyumbang ke Israel, baik untuk kemanusiaan, maupun berupa bantuan untuk tujuan militer. Tapi itu tadi, statusnya mungkin saja. Karena kita tidak pernah benar-benar tahu bagaimana faktanya.

Tapi itu tadi. Ajakan boikot itu tidak pernah efektif. Hari-hari ini gerai Starbucks di depan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sepertinya tetap dipenuhi oleh antrian pembeli. Demikian pula ribuan gerai lain di berbagai negeri muslim. Sama halnya, gerai-gerai produk lain seperti McDonald, Coca Cola, KFC, dan sebagainya tetap ramai di tengah ajakan boikot itu.

Kenapa ajakan boikot tidak pernah efektif? Alasan pertama, mungkin karena yang ingin memboikot memang hanya segelintir orang. Adapun sebagian besar umat Islam tidak peduli dengan ajakan itu.

Lagipula, produk-produk yang mau diboikot itu memang diperlukan. Ada banyak orang yang perlu dengan produk-produk itu sehingga tetap membelinya. Bahkan mungkin yang mengajak boikot itu sendiri diam-diam juga tetap membeli.

Menarik untuk diperhatikan bahwa produk-produk ini bukanlah kebutuhan primer, meski wujudnya adalah makanan dan minuman. Ini hanyalah produk-produk gaya hidup. Dengan produk-produk ini orang-orang sedang menyatakan status sosial mereka, bahkan nilai hidup mereka.

Apa artinya? Orang-orang yang membeli produk-produk ini sebenarnya sedang menyatakan bahwa gaya hidup mereka lebih penting daripada “Islam”. Sengaja saya beri tanda petik pada kata Islam dalam kalimat tadi. Islam dalam tanda petik itu adalah Islam seperti yang dianjurkan oleh kalangan penganjur boikot.

Nah, siapa para penganjur boikot itu? Mereka biasanya orang-orang yang ingin agar negara diatur dengan syariat Islam. Tidak sedikit di antaranya pendukung gagasan khilafah. Tentu saja mereka tidak peduli pada hak-hak individu, karena bagi mereka tidak ada hak atau kebebasan individu dalam Islam. Atas nama Islam mereka ingin mengatur urusan orang lain,  termasuk cara berpakaian, bahkan urusan senggama orang lain.

Tapi di atas itu semua, karakter terpenting mereka adalah hipokrit. Itu tadi, ada yang diam-diam membeli juga produk yang mereka kampanyekan untuk diboikot. Atau, mengajak boikot suatu produk tapi tetap memakai produk lain yang punya sifat yang sama dengan yang diboikot.

@hasanudin abdurakhman, phd