Tuesday, December 6, 2016

Aa Gym yang Terhormat

DUNIA HAWA - Tulisan dari seorang penggemar

Bismillahirrahmanirrahim,


Aa Gym yang saya hormati, ijinkan saya menulis untuk Aa.. seorang penggemar yang sudah lama mengagumi dakwah Aa yang begitu lembut, syahdu & karismatik


Akhir-akhir ini saya perhatikan Aa sibuk ngurusin dugaan penistaan agama Ahok.. Bahkan seolah-olah Aa sudah seperti "frontman" (jubir) untuk urusan ini..

Saya baca tulisan Aa membandingkan Ahok dengan firaun, sehebat apapun membangun mesir, Allah hancurkan karena MENISTAKAN agama Allah

Aa membandingkan Ahok dengan raja Namrud, secanggih apapun membangun Messopotamia, Allah hancurkan karena menistakan - Nya

Aa juga membandingkan dengan bangsa Saba' yang terkenal bebas korupsi, semakmur apapun bangsa Saba', Allah hancurkan karena menistakan agama-Nya 

Semua yang Aa sampaikan adalah kebenaran sejarah, tiada secuil pun yang saya ingin bantah.. hanya saja saya tergelitik untuk bertanya pada Aa..

Disumpah dibawah Al-Quran lalu korupsi.. menurut Aa, menistakan Al-Quran tidak?


Menurut saya, itulah sebenar-benarnya penistaan Al-Quran yang paling keji, yakni ketika seorang pejabat bersumpah atas nama Nya, lalu menyelewengkan jabatan menipu rakyat

Mohon jangan salah memahami tulisan saya ya Aa.. Saya menulis ini (Wallahi) bukan dalam rangka membela Ahok..

Saya hanya menyayangkan kenapa para Ulama sekaliber Aa, ormas Islam, bahkan MUI tidak pernah melihat ini masuk ke ranah penistaan agama..

Karena Firaun-Firaun di Republik ini bukan monopoli pejabat non muslim. Namrud-Namrud di negeri ini juga bukan monopoli pejabat non muslim.

Tanpa bermaksud menggurui Aa.. ingat kata R.A. Kartini, "Agama memang menjauhkan kita dari dosa. tapi berapa banyak dosa yang dilakukan atas nama agama?"

Jangan sampai "penistaan agama" distigmakan hanya untuk pejabat non muslim, sementara di lain pihak pejabat muslim seperti mereka seolah dapat "kartu bebas" menistakan Al-Quran

Karena saya yakin.. saya, Aa, dan kita semua, ingin yang terbaik untuk bangsa, yakni Indonesia yang makmur bebas korupsi. 

Saya yakin sekali bila Ulama pro aktif mengejar dugaan penistaan agama terhadap pejabat Muslim yang korupsi, pasti akan menimbulkan efek jera.

Sekian tulisan saya ke Aa. Mohon maaf bila ada kata yang tak berkenan. Wassalamualaikum Wr.Wb. Sampurasun


@permadi arya

( Muslim yang terkafirkan )


Ahok Tidak Bersalah

DUNIA HAWA - Banyak analis politik yang berkata bahwa Ahok akan dikorbankan dalam kasus ini.


Saya juga sering mendengar dalam pembicaraan ketika sedang ngopi bahwa Ahok akan habis dalam sidang ini. Saya senyum-senyum saja.

Benarkah?

Salah satu kehebatan lawan politik Ahok - yang harus saya akui - adalah kehebatannya dalam menciptakan situasi dan bermain propaganda disana. Hanya memang kehebatannya bersifat negatif karena memainkan wilayah sensitif yaitu SARA.

Dengan memainkan isu "penistaan", mereka melakukan tekanan kepada Ahok. Disini memang yang sempat saya sesalkan, ketika Ahok terpancing umpan mereka sehingga keluarlah karakternya yang spontan. Siapapun yang waras dan sehat akalnya bisa melihat bahwa Bela Islam itu tidak lain adalah bagian dari permainan politik dengan memanfaatkan agama.

Sesudah melakukan tekanan kuat, akhirnya Ahok menjadi tersangka. Sampai disini mereka tidak menyerah..

Sekarang dimainkan lagi isu melalui analisa amalisa politik bahwa Ahok akan dikorbankan. Ini sudah jelas proxy war, menyerang lawan dengan menggunakan pihak ketiga. Tujuannya adalah melemahkan militansi pendukung Ahok, sehingga mereka ragu untuk memilihnya nanti.

Salah satu strategi mereka juga menjauhkan pendukung Ahok yang beragama Islam supaya mereka ragu untuk memilihnya karena merasa "Jangan-jangan bener dia sudah menistakan agama gua.."

Dan lumayan, isu itu berpengaruh terhadap elektabilitas Ahok meski juga tidak bisa dibilang signifikan. Karena biar bagaimanapun kinerja Ahok sangat terasa terutama bagi mereka yang tinggal di Jakarta dan merupakan penilih potensial.

Belum cukup sampai disitu, isu dimainkan lagi bahwa Jaksa penuntut Ahok beragama Kristen. Dan karena agamanya sama, maka objektifitasnya diragukan. Mereka memainkan serangan dari berbagai arah untuk menekan.

Kenapa mereka harus begitu?

Perhatikan, sebenarnya mereka juga tidak yakin bahwa Ahok akan terbukti bersalah dalam kasus ini. Ketidak-yakinan itu terlihat dari langkah langkah panik dengan menyebar isu kemana-mana yang kadang tidak masuk akal. Mereka mencoba meng-intervensi hukum supaya Ahok ditahan. Bukan itu saja - lucunya - mereka juga meminta Jokowi melakukan intervensi pada pengadilan supaya Ahok bersalah.

Tujuan isu isu itu jelas adalah pelemahan, menyerang mereka yang lemah hatinya yang punya hak memilih di Jakarta supaya ragu untuk memilihnya. "Wong sudah tersangka, kok dipilih.. sia sia nanti juga masuk penjara.. "

Meskipun belum ada sejarahnya - koreksi saya jika salah - bahwa tersangka penistaan agama itu lolos dari hukum karena bersifat subjektif, kali ini tidak berlaku untuk Ahok. Dijadikannya Buni Yani sebagai tersangka juga bisa menjadi poin penting untuk membebaskan Ahok karena terciptanya unsur penistaan itu tidak lepas dari editannya.

Saran saya, jangan lemah dan jangan terpengaruh semua model analisis maupun survey yang lebih banyak condongnya ke calon tertentu. Ini propaganda, bagian dari perang.

Yakinilah apa yang kamu yakini, maka itu saja cukup sebagai alasan untuk memenangkan pertarungan. Selebihnya tinggal bagaimana tim kampanye Ahok menaikkan keyakinan bahwa Ahok berada di jalan yang benar.

"Kamu mau bertaruh lagi, Den?"
"2 tahun gak pake celana dalam masih belum kapok juga???"

"Kali ini siapa yang salah iket pake karet.. !!"

Rasanya kopiku hari ini berwarna biru lebam....

@denny siregar


Kaum Islamis, Bukan Komunis

DUNIA HAWA - Yang harus diwaspadai oleh masyarakat di Indonesia saat ini itu bukan komunis tapi kaum Islamis. Ideologi komunisme itu sudah sekarat dan tidak bakalan laku dijual di pasaran. Diecer pun saya gak mau beli. Dulu masih laku, sekarang sudah kedaluarsa. Negara-negara yang dulu getol mengusung komunisme juga sudah hancur berantakan. Kaum komunis apalagi tidak jelas dimana rimbanya. 


Yang sekarang jelas-jelas bergentayangan di Indonesia itu adalah kaum Islamis, yaitu sejumlah kelompok Muslim yang ingin mengganti ideologi negara Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 dengan sistem politik-pemerintahan yang seolah-olah berdasarkan Islam seperti sistem "khilaf-ah." Mereka inilah yang seharusnya diwaspadai bukan kaum komunis yang sudah menjadi hantu di alam baka.  

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi


GNPF MUI, Gerakan yang Dilandasi Ketidakjujuran

DUNIA HAWA - Ini mungkin tidak terlalu menyenangkan. Tapi marilah kita jujur, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI yang memimpin gerakan 4 November dan 2 Desember itu adalah sebuah gerakan yang sejak awal dilandasi ketidakjujuran, kalau bukan kebohongan.


Kebohongannya terletak pada kata 'Pengawal Fatwa MUI'.

Padahal tidak pernah Fatwa MUI tentang Ahok.

Coba saja buka situs MUI. Di situ ada bagian khusus tentang Fatwa. Coba cari Fatwa MUI tentang Ahok atau bahkan fatwa tentang memilih pemimpin non-muslim atau Nasrani. Tidak ada!

Yang pernah ada hanyalah Pendapat dan Sikap Keagamaan Fatwa MUI tentang Ahok. Tapi itu sama sekali berbeda dengan Fatwa.

Setiap Fatwa MUI dirancang dan disiapkan secara serius oleh Komisi Fatwa MUI yang diketuai Prof. Dr. Hasanuddin AF.

Di pucuk pimpinannya ada 5 Wakil Ketua, satu Sekretaris dan 4 Wakil sekretaris. Kemudian ada pula 32 anggota.

Nah, Komisi Fatwa ini TIDAK PERNAH mengeluarkan Fatwa tentang Ahok. Fatwa terakhir yang dikeluarkan Komisi Fatwa adalah "Fatwa MUI perihal Shalat Jumat di Tempat Selain Masjid" (29 November 2016).

Jadi kalau GNPF MUI menyatakan mereka mengawal Fatwa MUI, coba ditanya: 'Fatwa MUI mana yang kalian kawal?"

Kalau mau jujur, seharusnya nama gerakan itu adalah Gerakan Nasional Pengawal Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI (GNPPSK MUI).

Tapi saya rasa, mereka sadar kalau bukan fatwa, mungkin efeknya akan berbeda.

Karena itulah mereka mengulang-ulang kebohongan bahwa ada Fatwa MUI tentang Ahok.

Kalau tidak salah sih, berbicara bohong itu adalah ciri orang munafik. Tapi tidak enak jugalah kalau kita menyatakan mereka sebagai 'pemuka munafik'. Cukup kita katakan, GNPF MUI sebenarnya dilandasi ketidakjujuran, kalau bukan kebohongan.

@ade armando


Dear Teman Teman Muslim Kami yang Baru


DUNIA HAWA

Dear teman-teman Muslim kami yang baru,

Belakangan ini kami merasakan sesuatu yang beda pada bagian kecil di otak kami. Khususnya bagian yang mendeskripsikan bahwa kami seorang warga Negara Indonesia. Rasanya geli-geli menggelitik. Dingin-dingin empuk. Macam bangga punya status pacar baru tapi mau kelihatan biasa saja supaya gak norak.


Dulu menyebutnya saja janggal. Satu, karena kami keturunan cina. Biasanya gak ada yang bela. Boro-boro bela, gak dibenci aja udah kamsia. Orang suka bilang, Indonesia apanya, wong putih begitu, jangan-jangan kamu dirumah makan masih pakai sumpit. (Padahal sudah generasi ketiga dan ngomong mandarin aja belepotan.)

Menjadi keturunan Cina juga berarti kami sudah terbiasa mendengar ‘Ganyang Cina’ sebagai peringatan sudah waktunya pulang kerumah dan bersembunyi. Takut rusuh kayak ‘98 kata Ortu. Kita bukan orang Indonesia yang asli dan gak mempunyai kedudukan dan hak yang sama dengan penduduk asli. Mereka benci kita. Pesan-pesan seperti ini disampaikan bisik-bisik turun temurun, menambah kesan sangarnya. Maklum leluhur sendiri yang ngalemin. Yang membangkang tanggung resiko sendiri.

Lalu sesuatu yang aneh terjadi. Benar-benar aneh. Ada Muslim yang bela Cina. Bukan orang kecil lagi. Macam Nusron, Buyaa, Gusmus dan lain-lain. Aneh. Lebih anehnya lagi Polisi, terutama Kapolri, sepertinya niat sekali mengamankan demo, berkali-kali. Gak kayak begitu tahun 98. Bahkan Panglima TNI menggelar doa bersama ramai-ramai agar Negara aman. Yang ikutan doa banyakan Muslim. Tunggu, tunggu…ini ganjil sekali. Kalau ngomong kasarnya, rusuh pun yang kena pertama keturunan Cina, Nasrani dan minoritas lainnya. Bukan Muslim atau Pribumi. Sudah biasa SOP-nya seperti itu. Tapi kenapa mereka yang repot-repot mau doa? Repot-repot mau amanin?

Mungkin ini perintah Presiden kita yang baik hati itu, dalam hati kecil saya. Lalu karena polemik yang berlarut-larut berminggu-minggu ini, saya pun mulai mencari-cari artikel dan tulisan-tulisan untuk mengetahui lebih banyak tentang pendapat masyarakat sejujurnya. Lagi-lagi bagaikan diterpa angin segar. Begitu banyak penulis Muslim yang pemikirannya sudah modern dan mementingkan persatuan Negara alih-alih menyalah-nyalahkan minoritas. Mereka yang benar-benar khawatir akan terjadinya kerusuhan seakan mereka sendiri yang langsung kena dampaknya. Bahkan beberapa dari mereka tak segan-segan menjelaskan asal muasal kebencian antar etnis dan agama dan bagaimana hal ini dipergunakan oleh penguasa jaman dahulu untuk memecahbelah bangsa kita agar tidak bisa maju.

Tak jarang mereka dibully, dipertanyakan, dijauhkan oleh teman-teman satu agama karena tulisan yang mereka buat. Tapi satu hal yang patut di saluti, mereka tak gentar. Malah meluncurkan satu artikel lagi yang cerdas dan membuka wawasan alih-alih terjebak dalam lingkaran bully-membully. Satu demi satu saya baca dengan takjub sambil nganga. Hampir tak percaya, apalagi jika yang nama yang menulis dimulai dengan Muhammad. Astaga… Rasaya begitu adem menyapu kalbu. Setiap kalimat yang mereka tuliskan bagaikan sebuket bunga dari pengemar rahasia, saya hirup dalam-dalam dengan apresiasi seorang jomblo satu dekade. Alangkah bahagianya.

Saya terharu. Benar-benar terharu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, kami keturunan Cina dibela. Bukan karena favoritisme. Bukan karena formalitas. Bukan karena apapun yang muluk-muluk. Tapi karena para Muslim ini adalah patriot sejati, mereka percaya akan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, tak peduli rakyatnya Cina, Batak, Dayak, Papua atau apapun dari sekian banyak rumpun di Negeri ini. Mereka mungkin tak muncul di TV dan mengadakan presscon, tapi mereka Negarawan tulen. Mereka bisa membedakan yang mana yang memecah-belah, yang mana yang mepersatukan. Pikiran mereka jernih membedakan antara politik dan keagamaan. Mereka tak segan-segan mengambil posisi yang tegas dalam kericuhan ini dengan gaya bahasa yang luwes dan mendidik.

Ternyata ini penyebab gelitik di pojok cerebral cortex kami. Kita sudah tidak ada di realita yang sama dengan yang selama ini dibangun dan ditakuti oleh leluhur dan orang tua kami. Kita ada ditipping point dimana perubahan terjadi dan efeknya menggema berdomino. Rasanya, seperti yang sudah saya sampaikan dikalimat pertama artikel ini, berbeda. Mungkin ini rasanya menjadi warga Negara yang tidak dianaktirikan. Mungkin ini rasanya menjadi bagian dari bangsa yang menghargai perbedaan dan berdewasa dalam beragama, yang mencintai perdamaian dan persatuan.

Dan mungkin, saya tak akan pernah bertatap muka dengan para patriot ini, oleh sebab itu izinkanlah saya menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya pada teman-teman Muslim penulis, bagi saya kalian adalah Panglima dunia maya, Pahlawan intelektual dan Patriot sejati yang gagah dan kadang menggemaskan. Saya yakin kalimat-kalimat yang kalian tulis akan menjadi bibit-bibit perdamaian yang nantinya akan tumbuh dan menyebarluas membantu mempersatukan bangsa.

Juga terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Kapolri dan segenap anggota kepolisian, kepada Panglima TNI dan angkatannya yang siap jihad bela Negara, kepada Pakde Jokowi yang dengan rendah hati dan brillian menunjukan sejatinya bagaimana seorang presiden harus bersikap, dan juga kepada seluruh umat Islam yang tidak menyalahkan kami minoritas. Terima kasih.

Dan kepada teman-teman keturunan Cina, marilah kita sambut itikad baik teman-teman Muslim kita ini dengan menjadi warga Negara yang baik, santun dalam perkataan, bijaksana dalam perbuatan dan toleransi dalam berbangsa dan beragama, mari kita buka lembaran baru yang damai demi Indonesia.

@shanty m


Nabi Muhammad, Islam, dan China

DUNIA HAWA - Banyak yang bertanya-tanya: kenapa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.” Hadis ini sangat populer dan menimbulkan pro-kontra. Bagi yang pro, mereka mengatakan bahwa ini bukti bahwa Islam itu adalah agama terbuka dan tidak membatasi kaum Muslim untuk belajar dan menuntut ilmu dimana saja dan kepada siapa saja. Sementara bagi yang kontra, mereka bilang tidak mungkin kalau Nabi Muhammad menyuruh umat Islam belajar ke China yang ateis-komunis. 


Saya hanya mesam mesem memperhatikan argumen yang “unyu-unyu” ini. Padahal, China itu baru menjadi “negara komunis” pada 1947-1949, ketika Mao Zedong (Mao Tse Tung) dengan bendera Partai Komunis China (berdiri pada 1921) berhasil memimpin revolusi politik yang memaksa menaklukan Partai Nationalis China, Kuomintang (Gomindang) yang sebelumnya menguasai “Negeri Panda” ini. Sebelum era itu, tidak ada komunisme di China atau Tiongkok. Jadi ya tidak nyambung kalau menyangkal hadis diatas lantaran China itu komunis. 

Seperti umumnya negara-negara lain, China menjadi ajang penaklukkan berbagai kelompok. Berbagai imperium dan dinasti juga pernah silih berganti memerintah China: Qing, Yuan, Ming, Song, Tang, Han, Qin, dlsb. Nabi Muhammad lahir di Mekah pada 570 dan wafat di Madinah tahun 632. Pada zaman Nabi Muhammad ini, China berada di bawah Dinasti Tang yang kelak digantikan oleh Dinasti Song. Pada masa Dinasti Tang (juga Song) inilah, China mengalami “Zaman Keemasan” (Golden Age) karena maju pesat di berbagai bidang: pendidikan, seni, sastra, budaya, politik-pemerintahan, ekonomi, teknologi, dlsb. Ibukota Dinasti Tang, Chang’an (kini Xi’an), menjelma menjadi kota kosmopolitan dan pusat peradaban yang masyhur kala itu. Banyak para sastrawan, sarjana, dan ilmuwan hebat lahir pada masa ini. Pendiri Dinasti Tang, Kaisar Gaozu dan penerusnya Kaisar Taizong, adalah kunci di balik kemajuan dan kemasyhuran dinasti ini. 

Jauh sebelum Max Weber mengenalkan konsep “birokrasi rasional”, Dinasti Tang sudah mempraktekkannya dimana para pegawai pemerintah dan institusi-institusi yang berafiliasi ke pemerintahan direkrut dengan model seleksi berbasis kapabilitas, kompetensi dan intelektualitas bukan relasi feodal-primordial. Dinasti Tang pula yang memajukan relasi perdagangan dengan Arab, Persia, Maroko dan Afrika Utara dan Barat lainnya melalui Jalur Sutera (Silk Road). Pada waktu itu, Dinasti Tang menyediakan area pemukiman khusus, bernama Fan Fang, untuk menampung para pedagang dan pelayar dari Timur Tengah dan Afrika ini. 

Pada masa Dinasti Tang inilah terjadi kontak pertama kali China dengan Islam. Meskipun Nabi Muhammad belum pernah ke China waktu itu tetapi kemasyhuran dan kemajuan China sudah terdengar ke berbagai kawasan Arab dibawa oleh para pedagang dan pelayar ini. Jeddah yang berada di wilayah Mekah adalah pusat perdagangan dan pelayaran di Semenanjung Arabia. Jadi sangat wajar sekali kalau kemudian beliau menyuruh kaum Muslim untuk belajar dan menempuh ilmu meskipun sampai ke Negeri China (Bahasa Arab: Shin). Kelak, sahabat Nabi Muhammad, Khalifah Usman bin Affan, menunjuk Sa’ad bin Abi Waqash untuk memimpin delegasi kaum Muslim ke China guna menjalin persahabatan dengan Dinasi Tang. Bahkan beliau konon wafat dan dimakamkan di China yang makamnya hingga kini masih ramai diziarahi banyak umat Islam. 

Karena itu tidak heran jika China merupakan salah satu “rumah Muslim” yang sangat tua. Chinese Annals dari Dinasi Tang (618-960) juga mencatat adanya pemukiman umat Islam di Kanton, Zhangzhouw, Quanzhou dan pesisir China Selatan lain. Bukti historis yang tidak terelakkan tentang eksistensi kaum Muslim China adalah adanya dua buah masjid kuno di Kanton (Masjid Kwang Tah Se = “Masjid Bermenara Megah” dan Masjid Chee Lin Se=“Masjid Bertanduk Satu”) yang menurut beberapa sejarawan ahli studi China seperti Lo Hsiang Ling, Ibrahim Tien Ying Ma, Broomhall, dlsb, merupakan masjid kedua tertua di dunia setelah Masjid Nabawi yang dibangun Nabi Muhammad di Madinah. Masjid Kwang Ta Se di Kanton itu bahkan konon merupakan masjid pertama yang dibangun diluar kawasan Arab! Subhanallah. Takbir...

Nah, sekarang sudah paham belum? Belum…Kalau belum ya, baca sendiri sana yang banyak... 

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi