Tuesday, November 29, 2016

Dongeng Kangen Water

DUNIA HAWA - Sudah lama saya ditanyai soal khasiat kangen water. Baru sekarang sempat menulis jawabannya. Pertama, cara membacanya adalah kan-gen, bukan kangen yang artinya rindu dalam bahasa Indonesia. Kan-gen ditulis 還元 dalam bahasa Jepang. Artinya kembali ke asal.


Produk ini sama sekali tidak mencerminkan mereknya. Kalau yang dimaksud asal adalah air alami, produk ini sama sekali tidak alami. Air yang alami adalah air yang disusun dari molekul H2O, dengan pH 7. Adapun air ini, ia diolah dengan eletrolisis, menjadikannya banyak mengandung ion OH-, sehingga pH-nya naik, sampai 8-9. Cuma itu.

Air yang diionisasi (sering disebut alkaline water) ini diklaim berkhasiat baik untuk tubuh. Di antara khasiatnya adalah, mencegah kanker. Katanya, sel kanker tidak bisa tumbuh dalam lingkungan basa. Sebenarnya, semua sel tubuh tidak bisa tumbuh dalam lingkungan basa. pH normal dalam tubuh kita adalah 7,35 - 7,45. Bila terjadi ketidak seimbangan, maka tubuh kita akan melakukan penyesuaian, sampai tercapai lagi kondisi itu.

Tapi, apa yang terjadi bila kita minum air dengan pH 8? Tidak ada. Air yang kita minum akan berinteraksi dan bereaksi dengan zat-zat lain dalam tubuh kita, seperti air liur dan cairan tubuh. Ia akan diubah menjadi air dengan pH 7,35 sampai 7,45 tadi.

Kangen water ini hanyalah teknik marketing, dengan jargon-jargon ilmiah yang sama sekali tidak ilmiah. Ini disebut pseudoscience. Perlu dicatat bahwa penjual mesin ionisasi air ini tidak hanya Kangen, tapi ada banyak merek lain seperti Esentia, Eternal, dan sebagainya.

Artinya, kalau Anda beli air ini, Anda membeli air dengan harga yang sangat muaaahaalll.

@hasanudin abdhurakhman, phd


Ideologi-Psikologi Konflik Israel-Palestina

DUNIA HAWA - "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. QS. al-Baqarah (2) : 120."


“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga kaum muslimin memerangi orang-orang Yahudi dan membunuh mereka sehingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, kemudian batu dan pohon berkata, ‘Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Orang Yahudi ini di belakangku, kemarilah, bunuhlah dia!” Kecuali gharqad, karena ia adalah pohon orang Yahudi.” 

Dua dalil itu adalah pegangan utama kaum muslim dalam memandang konflik Israel-Palestina. Termasuk muslim Palestina sendiri, utamanya yang berada di Gaza, yang dikuasai Hamas. Israel adalah Yahudi, musuh abadi. Konflik ada di sekitar Baitul Maqdis, yang dalam keterangan lain merupakan ciri konflik akhir zaman.

Intinya, bagi muslim tidak ada perdamaian dengan Yahudi. Lawan terus sampai menang, atau sampai mati. Tidak ada kompromi. Juga tidak perlu pilih-pilih. Militer atau bukan, tetap Yahudi yang layak dibinasakan.

Saya tidak tahu bagaimana ayat-ayat kitab suci Yahudi yang dipakai Israel dalam melihat konflik ini. Tapi mereka paham betul soal ideologi-psikologi tadi. Maka pihak Israel juga tidak memberi ampun. Mereka berhadapan dengan orang-orang yang bertekad membasmi mereka. Apa yang bisa dilakukan selain bertindak tanpa ampun? 

Maka kita selalu melihat pertunjukan berulang. Hamas menembakkan roket ke wilayah Israel. Lalu Israel membalas dengan serangan brutal. Rumah-rumah penduduk juga dihajar sampai luluh lantak. Kenapa? Karena roket juga ditembakkan dari pemukiman sipil.

Lalu ada melodrama mengutuk Israel yang katanya keji itu. Keji? Ya, memang keji, karena mereka menyerang secara brutal. Tapi pernahkah kita juga berpikir bahwa yang berniat menghabisi umat lain itu juga sangat keji? 

Yang dilakukan Israel memang membuat kita mesti geleng-geleng kepala. Mereka membangun tembok batas, memeriksa setiap orang, menangkap dan memenjarakan orang. Keji. Tapi adakah pilihan lain ketika mereka berhadapan dengan orang-orang yang berniat memusnahkan mereka? 

Maka konflik itu tidak akan pernah reda. Perdamaian tidak akan pernah ada. Ironisnya, orang-orang Islam terus meratapi korban-korban muslim yang berguguran. Tapi mereka tak mau menyadari bahwa korban-korban itu gugur akibat cara pandang kaum muslim juga. Itu adalah ongkos yang harus dibayar karena mereka mengimani dalil-dalil di atas.

Makanya saya katakan, saya akan meninggalkan dalil, kalau iman saya terhadap dalil-dalil membuat hidup saya atau hidup orang lain menderita.

@hasanudin abdurakhman, phd


Fitnah Terbaru : Kapolri Minum Miras Bersama Ahok

DUNIA HAWA - Hadoooh kubu anti Ahok ini kok parah betul ya kadar pengetahuannya.


Di media sosial, beredar gambar Kapolri sedang ngobrol dengan Ahok.

Foto ini dikomentari karena di meja terlihat ada botol berwarna hijau.

Si komentator anti Ahok ini dengan heroik menulis: 

"biar foto yang berbicara.
atas ketidakadilan yang terjadi di Indonesia.
acara minum2 MIRAS bersama, akibat gaul sama AHOK" 

MIRAS?


Hmmmm ternyata botol yang ada di foto itu adalah botol Equil.
Hmmmm Equil adalah air mineral.


Sekian ceritanya.

@ade armando

Dituduh Dibayar Ahok Rp 1 M, Penulis Ini Justru Ikut Menyumbang

DUNIA HAWA - Seorang penulis, Denny Siregar, bercerita kepada calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tentang tuduhan orang terhadap dirinya. Di media sosial, dia sering disebut buzzer yang dibayar Rp 1 miliar oleh Basuki atau Ahok.


"Pak Ahok kan saya dibilang buzzer nih, dibayar Rp 1 miliar. Saya mau nagih nih, Pak, sekarang he-he-he...," ujar Denny bergurau di Rumah Lembang, Menteng, Selasa (29/11/2016).

Ahok pun tertawa mendengar Denny. Namun, ternyata itu semua hanya gurauan. Denny justru ingin menyumbang hasil penjualan bukunya untuk membiayai kampanye Ahok.

Ahok sempat menolak uang tersebut jika diberi dalam bentuk tunai. Ahok pun menyampaikan, dia suka heran dengan orang-orang yang menuduhnya membayar buzzer.

"Rata-rata orang itu lucu ya, yang bela saya di sosial media pasti dituduh dibayar Ahok. Padahal sekarang Ahok dibayar sama Bapak Ibu lewat sumbangan," ujar Ahok.

Kata Ahok, bahkan mobil yang dia gunakan sehari-hari disewakan oleh Teman Ahok dengan menggunakan uang sumbangan. Menurut dia, ini merupakan esensi dari partisipasi masyarakat.

Ahok bercerita adanya seorang ibu yang ingin sekali menyumbang meski hanya Rp 10.000.

"Orang bertanya 'kok bisa ya orang yang ekonominya lemah, masih mau sumbang kamu?'. Saya bilang, kalian enggak ngerti. Rakyat kita yang paling bawah pun mengerti sekali arti gotong royong," ujar dia.

@megapolitan.kompas


Qatar, “Negara Muslim” Tanpa “Lembaga Ulama”

DUNIA HAWA - Jika Libanon adalah negara mayoritas Muslim dengan struktur pemerintahan yang unik karena mengikuti “sistem konfesionalisme” untuk bagi-bagi kekuasaan antara Sunni, Shiah, Kristen, dan berbagai kelompok agama lain dalam struktur pemerintahan, maka Qatar memiliki keunikan sendiri, yakni negara ini tidak memiliki “lembaga ulama kolektif” (semacam MUI di Indonesia) maupun “Grand Mufti” (seperti di Saudi atau Yarusalem). 


Sepertinya Qatar (Daulat Qatar), yang berbatasan dengan Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Iran ini, tidak begitu menganggap penting dengan lembaga ulama. Meskipun Qatar yang dipimpin oleh “Dinasti Al Thani” (anak-cucu Shaikh Jassim bin Muhammad Al Thani) “formalnya” mengikuti “Wahabisme” tetapi prakteknya cukup “liberal-sekuler”. Dengan kata lain, “de jure” agamis (misalnya, Hukum Islam dijadikan sebagai salah satu basis sistem perundang-undangan, selain “hukum sipil”), de facto “sekuler.” Karakter masyarakatnya agak mirip-mirip dengan Turki. 

Perempuan sangat maju disini dan menjadi tokoh di berbagai bidang. Perempuan juga boleh menyetir mobil dan pergi sendiri tanpa harus ditemani muhrim. Perempuan di Qatar mengenakan abaya dan hijab tetapi abaya dan hijab yang sangat modis dan modern. Mereka juga tidak mengenakan cadar (burqa, niqab, atau himar). Pemerintah juga membolehkan warga non-Muslim untuk mengonsumsi alkohol (beer, wine, tequila, dlsb) dan daging babi. Berbagai pertunjukan dan gedung seni serta museum seni kelas dunia bertaburan di Qatar. 

Menarik untuk dicermati bahwa Kementerian Islam dan Wakaf baru dibikin 22 tahun setelah Qatar merdeka pada 1971. Sementara fakultas-fakultas syariah yang jumlahnya tidak seberapa di Qatar, mahasiswanya didominasi oleh kaum perempuan yang kelak menjadi guru atau pegawai pemerintahan ketimbang menjadi “ulama” (clergymen/clergywomen) atau sarjana agama. Para “sarjana agama” kebanyakan menempuh karir sebagai hakim agama (qadi) di berbagai lembaga peradilan agama. 
Karena minimnya “kampus agama” di Qatar, maka para calon “sarjana agama” yang akan menjadi calon hakim agama itu pada umumnya belajar Islam di Mesir (Universitas Al-Azhar), bukan di Saudi (seperti Universitas Islam Madinah atau Imam Muhammad bin Saudi Islamic University). Kampus-kampus di Qatar kebanyakan adalah “kampus-kampus sekuler” yang mengfokuskan pada bidang-bidang keilmuan non-agama (sciences, engineering, komputer, bisnis, dlsb). Qatar juga menjadi rumah bagi kamapus-kampus Barat. Banyak universitas-universitas di Barat yang membuka cabang disini (Goergetown, Texas A&M University, Northwestern University, Carnegie Mellon University, dlsb.)  

Sementara itu, sekolah-sekolah agama di Qatar berada di bawah Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Islam dan Wakaf. Menariknya lagi, para staf dan pengajar sekolah-sekolah agama ini juga bukan warga Arab-Qatar. Begitu pula para ulama atau sarjana agama tadi juga umumnya dari India, Pakistan, atau Arab non-Qatar. Warga Arab-Qatar sendiri kurang tertarik menekuni profesi “ahli surga” ini. Qatar memang salah satu negara dengan populasi migran terbesar di kawasan Arab dan Timur Tengah jadi wajar kalau banyak kaum migran yang dipekerjakan di berbagai sektor. Para elit Qatar hanya mengontrol politik-pemerintahan.  

Karakter Qatar yang “agamis tapi sekuler” ini tersyirat dari pernyataan salah satu ulama Qatar, Shaikh Abdul Hamid Al Ansari: “Saya menganggap diriku sebagai Wahabi tetapi ‘Wahabi modern’ yang memahami Islam dengan cara terbuka atau ‘open-minded’ karena dengan mentalitas keterbukaan inilah umat Islam akan bisa menghadapi dunia yang terus berkembang.”

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi