Sunday, November 27, 2016

Ahok Menempati  Urutan Teratas Disurvei , Link  Polling di HMI Dihapus

DUNIA HAWA - HMI membuat survei tentang pilkada DKI di website resminya, dengan alamat pbhmi.or.id. Entah mengapa tiba-tiba link dimana polling tersebut tiba-tiba menghilang, karena otak otak saya waras walaupun Cuma dikit, saya berani bilang, link polling dihapus.


Mengapa polling tersebut dihapus?, nah itu yang harus kita cari tahu, sebelumnya saya sebagai pengamat kelas coro pernah mencari tahu apakah pendukung Ahok di DKI menurun pasca Ahok menjadi tersangka, karena banyak kabar berlalulalang di medsos elektabilitas Ahok menurun, dan data yang saya dapatkan ternyata tetap Ahok unggul, itu dapat dilihat ramainya warga saat Ahok datang

Kita langsung saja ke mengapa link polling di website resmi HMI yang berjudul : Siapa Gubernur DKI Pilihan Anda ?. Jika dipikir secara nalar dan menggunakan akal sehat menurut para pembaca mengapa link tersebut dihilangkan? Jika menurut saya, kemungkinan karena hasil polling tidak sesuai dengan seperti yang mereka harapkan.

Mengapa saya berani berkata demikian?, karena saya melihat dari kejadian aksi damai yang dilakukan pada tanggal 4 November 2016, dimana ada anggota HMI yang ditanggkap karena melakukan provokasi pada aksi damai 411  tersebut. Dari situ dapat kita simpulkan sendiri keinginan terbesar HMI apa.

Yuk kita langsung saja ke link dimana polling tersebut sebelumnya dibuat yaitu di www.pbhmi.or.id/polling-pilgub-dki-jakarta , maka disitu akan muncul eror 404 page not found, karena link sudah dihapus.

Walaupun link sudah dihapus tetapi kita bisa melihat data tersebut di cache, bisa teman-teman lihat disini, maka akan ada tampilan seperti gambar dibawah ini, dimana dibawah tombol vote ada tulisan view results, maka jika diklik akan menampilkan hasil dari polling tersebut, dan kira-kira apa yang terjadi?



Ternyata benar hasil perolehan pasangan Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful menempati urutan pertama atau memperoleh hasil yang paling tinggi, diikuti oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada urutan ke duua, lalu pada urutan ketiga ditempati oleh pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

Dari total votes 17.441, Pasangan Ahok-Djarot mendapatkan 93,29% ( 16.271 votes), sedangkan pasangan Anies-Uno mendapatkan 3,81 % ( 664 votes), sedangkan pasangan Agus-Sylvi mendapatkan 2,9 % ( 506 votes).

Dari situ bisa kita lihat, bahwa kenyataan tidak sesuai dengan harapan bukan?. Dalam hati saya berkata,” kan baru sedikit peserta votesnya kok udah dihapus?”, seperti orang gila, lalu saya berfikir dan menjawab sendiri pertanyaan saya tersebut, “ jika link polling tersebut tidak dihapus, dan peserta polling semakin banyak, maka itu akan menjadi boomerang sendiri bagi si pembuat polling, dan yang pasti bisa bikin tambah stress, karena ternyata Ahok-Djarot memiliki peluang besar menjadi Gubernur, bisa-bisa mubajir dong demo minta Ahok dipenjara”, itulah jawaban saya dari pertanyaan saya, jika menurut para pembaca bagaimana?

@cak anton


2 Kali Absen, Kenapa Agus dan Timses Takut ke Mata Najwa?

DUNIA HAWA - Beberapa hari yang lalu Mata Najwa sempat mengundang ketiga timses di Pilgub Jakarta. Namun saat itu Timses Agus tidak hadir karena alasan sibuk. Kemudian malam ini saya lihat tayang ulang ultah Mata Najwa, ada Ahok dan Anies yang hadir di salah satu segmen. Yang menarik adalah, Najwa menjelaskan bahwa sebenarnya Agus juga diundang, namun tidak hadir. Absennya Agus ini justru membuat banyak orang mengirimi chat pada saya. haha


Begini, sebenarnya Agus tidak dua kali absen, sebab yang pertama absen itu timsesnya. Lalu sekarang Agusnya. Beda. Tapi memang mereka semua satu kesatuan, sehingga kemudian tidak bisa dipisahkan.

Absennya Agus atau timsesnya di Mata Najwa mungkin akan membuat sebagian orang bertanya-tanya. Meskipun Mata Najwa tayang di Metro yang merupakan teve milik Surya Paloh dan Nasdem mendukung Ahok, tapi bagaimanapun ini media swasta terbuka. Timses Anies tetap hadir, Anies sendiri juga hadir. Jadi kalau ada yang berpikir karena Metro merupakan media ‘milik’ pendukung Ahok, ini sangat tidak masuk akal. Terbantahkan dengan hadirnya Anies dan Timsesnya.

Sampai di sini beberapa pembaca seword mungkin akan bertanya-tanya. Lalu alasan Agus dan timsesnya tak datang ke Mata Najwa? Dalam kacamata Pakar Mantan, ada dua kemungkinan.

Pertama, Agus kapok datang ke Mata Najwa. Karena di kunjungan perdananya sebagai calon Gubernur, Agus babak belur tak bisa menjawab pertanyaan Najwa. Bahkan Agus membuka aib dirinya karena tidak tau tentang visi misinya menjadi Calon Gubernur.

Sepulang dari Mata Najwa, nama Agus mendapat nilai negatif dari masyarakat. Satu Indonesia jadi tahu bagaimana sikap dan tingkah anak mantan Presiden 10 tahun ini. Masyarakat juga jadi sadar, bahwa memang tidak ada alasan paling logis atau faktor pendukung selain Agus bisa maju sebagai Cagub karena merupakan anak ketum Parpol. Jika bukan anak ketum Parpol, Agus dapat dipastikan tak akan bisa maju. Pasti. Sebab yang mantan menteri saja tak mampu maju, apalagi mayor?

Nah, efek negatif ini pasti sudah disadari oleh SBY sang bapak. Dia tentu tak mau anaknya kembali babak belur di Mata Najwa. Jadi lebih baik tidak hadir. Lebih tidak melakukan apa-apa daripada menjadi lebih buruk. Salah satu karakter politik SBY selama 10 tahun terakhir. Lebih baik urusi album lagi, aman damai, tak perlu perbaiki ekonomi, hukum dan sebagainya sebab berpotensi dibenci orang.

Apalagi pasca demo 4 November, banyak indikator mengarah pada SBY dan anaknya. Curhat SBY lewat keterangan pers, video Agus makan bersama bibib bibib, sampai beredarnya chat instruksi timses dalam mengatur pendemo merupakan sejumlah isu hangat yang beredar di kalangan masyarakat. Kalau timses atau Agus sendiri yang datang ke Mata Najwa, hampir pasti ini akan ditanyakan. Dan Agus maupun timsesnya, bahkan SBY sekalipun, tak akan mampu menjawab pertanyaan Najwa.

Kedua, ada kemungkinan Agus dan timsesnya tidak mampu untuk berada di tempat umum untuk bersaing secara terbuka. Patut dicatat, Agus mau datang ke Mata Najwa karena dia diundang secara khusus, didampingi para relawan dan politisi pendukung seperti Roy Suryo dan sejenisnya. Tapi ketika Agus harus duduk bersama Ahok atau Anies, dia tidak berani hadir. Sebab itu ruang terbuka, lagipula Agus tidak bisa membawa pendukungnya ke studio. Saya pikir itu juga yang terjadi pada timsesnya. Mereka enggan hadir di tempat umum dan terbuka.

Terlepas apakah kemungkinan nomer satu atau dua yang benar, itu jadi tak terlalu penting. Pada intinya Agus dan timsesnya cukup ketakutan untuk hadir di Mata Najwa. Yang menjadi point menarik dari kacamat Pakar Mantan justru pepatah ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitulah Agus, begitu pula SBY.

Saya jadi teringat SBY yang menolak hadir ke Kick Andy karena tidak mendapat bocoran pertanyaan yang akan diajukan oleh Andy F Noya. Sekarang Agus juga tidak hadir ke Mata Najwa dengan kemungkinan terlogis karena takut mendapat pertanyaan-pertanyaan yang membuat citranya semakin buruk, atau takut karena tidak ada penonton pendukungnya.

Begitulah kura-kura.

pakar mantan

@alifurrahman


Ada Apa Dengan Pasangan Calon Nomor 2 dan Tim Horenya?

DUNIA HAWA - Ada yang tanya mengapa Paslon 2 sepi atau tidak semeriah Paslon 1 & 3? Padahal saat 2012 ramai dengan aksesoris seperti baju kotak-kotak, mobil, cindera mata dan seterusnya. Sementara sekarang Paslon 1 & 3 eksis bukan main.


Sebenarnya ada perbedaan mencolok dalam pilgub kali ini. Di antaranya:

1. Paslon 2 ini sudah sering sekali disorot oleh media.


Baik media sosial ataupun media elektronik. Saya pernah mengatakan bahwa bahkan demo di jalan tidak lagi menjadi cara efektif dalam menyampaikan aspirasi pada zaman yang semakin canggih ini. Apalagi hanya sekedar kampanye. Pesannya kadang tidak sampai karena banyak yang salah fokus.

Saya perhatikan tim sukses paslon 2 ini lebih banyak menggunakan ide-ide kreatif di media sosial. Iya dong, masa’ kalah sama emak-emak yang demo masak di Youtube saja laris manis? 

Kalau dikatakan masalah dana sehingga tidak bergerak? Tim sukses paslon 2 lebih pintar mendapatkan uang dengan cara-cara kreatif daripada harus menunggu diberikan dana dulu baru bergerak.

Ehm, Ahok kan sudah pernah bilang bahwa beliau tidak mau keluar uang untuk kampanye. Katanya sudah capek kerja koq mau keluar uang lagi? Lha, memangnya harta Ahok seberapa sih dibanding harta Sandiaga Uno? Pak Ahok hanya punya harta 20an M. Sandiaga Uno? Trilyunan!! Pasangan satunya? Bisa dikata banyak pemodalnyalah. Jadi kalau tim sukses lain hura-hura itu wajar!

Tim sukses Ahok malah aji mumpung dari potensi mereka masing-masing. Dimana ada momen, di situ ada duit. Mata duitan boleh, tapi bermental pengemis tidak boleh. Hihihihi.  Jadi untuk tim hore yang inovatif & budiman, jangan harap mau dikasi uang. Kalau potensi diri bisa digunakan untuk mendukung kandidat favorit, itu jauh lebih baik & berjangka panjang. Siapa tahu kan selesai pilgub nanti banyak pesanan. Kalau yang hobi ciptakan lagu ya bikin lagu. Tinggal cari teman yang punya hobi nyanyi di kamar mandi. Siapa tahu selesai pilgub kalian tenar. Kalau hanya tunggu dana saja ya kalau habis, selesai.

Lagi pula, gambar & video, apalagi jika itu bersifat testimoni, tentunya bisa membakar semangat & menyentuh hati setiap orang yang melihatnya. Daripada hanya sekedar bergerombol biar ramai. Foto nenek-nenek yang lagi memeluk pak Ahok seperti memeluk boneka Teddy Bear saat Ahok blusukan saja sudah bisa bicara banyak koq. Apalagi video-video lainnya yang banyak diisi testimoni emak-emak. Iya dong, terasa banget perubahan managemen rumah tangga ketika Ahok memimpin. Karena tidak lagi mengantri di Pegadaian untuk menggadaikan emas & perhiasan demi biaya sekolah anak. Pokoknya ibu-ibu bisa tetap dandan maksimal di era Ahok. 

2. Bukti nyata berbicara lebih keras


Logikanya, kalau belum ada bukti nyata, sudah pasti mulut harus ribut mengsosialisasikan program kan? Ya mau tidak mau harus eksis demi menciptakan daya tarik dengan keramaian agar bisa menarik perhatian untuk didengar.

Nah, masalahnya Ahok kan sudah kasi bukti. Ya mau bicara program sampai berbusa-busa juga hanya akan membuang-buang energi. Karena sudah jelas, program yang sudah ada tinggal ditingkatkan & dikembangkan lagi.

Yang Ahok lakukan ya hanya bertanya ke masyarakat mengenai apa lagi yang kurang? Pokoknya cari permasalahan di lapangan biar muncul solusi & gagasan baru yang dinilai memang itulah yang dibutuhkan masyarakat. Bukan hanya sekedar mau buat program ini itu tapi tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kebutuhan itu tidak menyangkut masalah kehidupan jasmani saja tapi juga pembangunan manusianya. Kalau bisa dalam 1 program langsung memenuhi semua kebutuhan sekaligus. Misalnya? Ya memberikan pekerjaan bukan memberikan uang saja. Kalau cuma kasi duit tapi tidak kasi pekerjaan, kan sayang kalau potensi diri terkubur karena daya juangnya dipotong.

Jangankan pemilihan gubernur, melamar kerja saja diprioritaskan yang punya pengalaman kan? Jadi percaya saja bahwa warga DKI akan mampu menjadi HR yang jeli & baik.

3. Simbol seperti baju kotak-kotak itu hanya masalah identitas.


Jika tahun 2012 dulu tim kemenangan Jokowi & Ahok ramai, ya wajar sekali. Karena mereka butuh memperkenalkan diri ke masyarakat. Karena itu baru pertama kalinya mereka akan memimpin Jakarta. Kan tak kenal maka tak sayang.


Untuk mudah dikenali ya pakai pakaian yang lain dari biasanya & bersifat merakyat. Kalau mau pakai baju yang ada foto Jokowi Ahoknya ya kemungkinan banyak yang tidak punya & butuh biaya yang tidak sedikit. Tapi baju kotak-kotak? Buanyak yang punya. Selain merakyat, modis pula. Tapi tetap sekarang masih kotak-kotak. Kalau tidak seramai atribut tahun 2012 ya alasannya karena poin-poin yang sudah dituliskan di atas. Atau nanti sebulan sebelum pencoblosan mereka semua baru eksis. Sekarang mereka lebih sibuk cari dana dulu.

Kalau masalah paslon onoh ramai banget, ya wajarlah. Salah satu cara memperkenalkan diri sekaligus memperkenalkan programnya. Masalahnya Ahok kan sudah dikenal & programnya selama ini sudah dinikmati. Masih butuh cari perhatian? Tidak cari perhatian saja tapi orang-orang suka cari-cari dia kan? Buktinya, kemanapun dia blusukan ada saja sekelompok orang yang bukan warga situ selalu mengikutinya. Seharusnya pak Ahok yang cari perhatian eh malah orang-orang kurang kerjaan yang caper. Digertak sambal langsung kabur. Hihihi.

4. Berbagi tugas


Niatnya kan untuk mengetahui permasalahan yang ada di lapangan. Jadi pak Ahok & Djarot bagi-bagi tugas. Pak Ahok lebih kebanyakan di Rumah Lembang. Djarot blusukan. Biar efektif. Jadi sebenarnya belum terpilih saja sudah kerja jauh-jauh hari. Jadi tidak ada waktu untuk hura-hura apalagi ke tempat sampah. *Eh.

Pendukungnya ada dimana sih? Ya kerja, cari makan. Kalian pikir pasukan warna-warni itu harus cuti saat pak Ahok juga cuti? Meski momen pilkada, program tetap harus jalan, semua orang harus waras.

“Tim suksesnya maksudnya, Mey. Mereka ada dimana?”

Mereka lagi sibuk cari ide baru & berkarya. Bahkan kita tidak pernah tahu kejutan apa yang mereka akan persiapkan mendekati hari pemilihan nanti. Intinya untuk paslon & tim suksesnya di masa sekarang itu, silent is gold. Lebih baik diam tapi sibuk berkarya daripada banyak bicara dan nanti diserang lagi pakai segala cara. Pokoknya gaya pakde Jokowi ini mah. Diam-diam menghanyutkan. Hahaahah. Tahu sendiri kan? Banyak yang nafsu menggulingkan Ahoknya lebih tinggi daripada nafsu makannya? 

Ada pun pemimpin daerah di luar Jakarta yang hobi mengkritisi, ya biarkan saja. Orang kalau kurang kerjaan & kurang karya memang suka ribut sendiri.

“Apakah karena Ahok jadi tersangka makanya tidak ramai? Takutnya kalau seandainya hakim disuap, ya gagal deh.”

Dalam proses hukum ini sangat kecil kemungkinan terjadi suap menyuap karena biasanya pihak yang terlibat diawasi. Banyak mata-mata mah. Jadi harus percaya pada hakim & penegak hukum.

Oh iya, sekalian saya menyampaikan bahwa tidak melayani komentar untuk paslon lain selain paslon 2 ya. Dengan alasan tidak ada waktu untuk berdebat & di sini kandang pakar doi. Bukan kandang pakar selingkuhan. Lebih baik menulis keunggulan pasangan masing-masing saja. Karena saya tidak cukup tertarik memperhatikan apalagi membahas sesuatu yang sama sekali tidak menarik bagi saya.

“Kamu kan bukan warga Jakarta, Mey.”

Iya iya… Tapi saya kan ngefans sama Jokowi & Ahok. Salahkah daku? *Sambil pasang muka prihatin* Dan harapan terbesar saya Ahok akan menjadi bagian kami juga di suatu hari nanti, bukan hanya milik DKI saja. Untuk mewujudkan itu ya dengan mendukungnya melewati fase-fase yang harus beliau lewati untuk menjadi orang nomor 2 atau 1 di RI.


@meyliska padondan


Keragaman Agama dan Sistim Pemerintahan di Libanon

DUNIA HAWA - Libanon (atau “Libnan” dalam Bahasa Arab) yang nama resminya Republik Libanon (al-Jumhuriyah al-Lubnaniyah) merupakan salah satu negara mayoritas berpenduduk Muslim di kawasan Arab dan Timur Tengah yang cukup unik dalam struktur dan sistem politik-pemerintahannya. Negara yang berbatasan dengan Israel, Suriah dan Cyprus ini salah satu negara yang sangat majemuk, dari segi etnik, agama, maupun bahasa.


Kemajemukan itu adalah produk dari sejarah Libanon yang sangat panjang. Berbagai kerajaan, imperium, dan peradaban besar pernah silih-berganti menguasai Libanon: Mesir, Assyria, Babilonia, Persia, Ummayah, Abbasiyah, Fatimiyah, Roma, Saljuk, Mamluk, Ottoman, Perancis, Arab, dlsb.

Sebagaimana Irak atau Afganistan, Libanon ini seperti “jalan raya penaklukan” karena berbagai rezim dan dinasti pernah singgah disini. Karena banyaknya bangsa-bangsa yang menduduki Libanon ini sehingga menciptakan sebuah masyarakat campuran dan “kultur Libanon” yang unik dan kaya. Bahasa yang berkembang di masyarakat juga beraneka ragam: Arab, Perancis, Inggris, Persi.

Dari segi agama, saya kira Libanon adalah negara yang paling plural di kawasan Arab dan Timur Tengah. Kaum Muslim (baik Sunni maupun Shiah) sekitar 55-60%. Umat Kristen juga sangat besar disini sekitar 30-35%. Mayoritas penduduk Kristen di Libanon adalah Maronite, kemudian disusul Katolik Roma, Ortodok Yunani, Melkite, Protestan, dlsb. Kelompok agama lain yang cukup besar adalah Druze, kemudian Yahudi, Baha’i, Hindu, Buddha, Mormon, dlsb. Ada sekitar 18 agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah (bandingkan dengan Indonesia yang cuma 6 agama).

Untuk memenuhi hak dan kebutuhan masing-masing agama ini, sekaligus untuk mencegah potensi konflik sektarian berbasis agama, Libanon, yang menganut demokrasi parlementer ini, menerapkan sistem politik-pemerintahan khusus yang bernama “confessionalism” (muhasasah ta’ifiyah), yakni sebuah sistem pemerintahan yang mengatur pembagian proporsional di jabatan-jabatan publik berdasarkan jumlah kelompok masyarakat.

Dalam konteks Libanon, pembagian dan distribusi kekuasaan itu berdasarkan pada prosentase pengikut agama di negara itu. Karena Muslim dan Kristen adalah mayoritas, maka posisi tertinggi dalam struktur pemerintahan dipegang oleh kelompok ini. Misalnya, presiden harus Kristen Maronite (sekarang Pak Michel Sulaiman yang jadi presiden), Perdana Menteri harus Muslim Sunni (saat ini Pak Tammam Salam), Ketua Parlemen harus Muslim Shiah (saat ini Pak Nabih Berri), sementara wakil ketua parlemen dari Kristen Ortodoks Timur, begitu seterusnya. Untuk Yahudi, Druze, Katolik, dll diberi jabatan menteri dan posisi tinggi lainnya sesuai dengan proporsi masing-masing.

Para ulama Sunni maupun Shiah di Libanon sama sekali tidak meributkan soal Surat Al-Maidah. Beda banget kan dengan Jakarte dimana sejumlah “ulama” ribut melulu seperti ayam mau bertelor. Betul-betul "lugu": lucu dan wagu he he.    

Jabal Dhahran, Arabia

Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Murka Tuhan atau Ulah Teroris?

DUNIA HAWA - Saat kota Haifa di Israel dilanda kebakaran hebat banyak netizen yang bersyukur dan kegirangan seolah mereka bergembira di atas penderitaan orang lain. Mereka menganggap kejadian ini sebagai murka Tuhan kepada bangsa Israel. Padahal kemudian terbukti bahwa kebakaran itu dilakukan oleh 12 orang Arab yang anti pada Israel yang kini sudah berhasil dibekuk polisi. 


Kebakaran tersebut merusak dan menghancurkan 700 rumah warga padahal di Haifa ada setidaknya 12.000 warga muslim yang tinggal disana. Jadi mereka yang bergembira saat kebakaran kemarin sebenarnya juga bergembira atas penderitaan warga muslim yang hidup di Haifa, Israel. Saat ABG alay di negeri ini bersorak kegirangan justru Turki dan Palestina membantu memadamkan kebakaran tersebut.

Saya masih waras. Saya tidak setuju dengan kezaliman dan ketidakadilan militer Israel atas warga Palestina. Tapi saya juga tidak akan bergembira atas penderitaan orang lain. Apalagi membawa-bawa nama Tuhan untuk mengutuk dan menyumpahi sesama manusia. Tapi inilah Indonesia yang umat Islamnya kadang merasa lebih islami dan lebih Arab dari orang Arab sendiri.

Salam Waras

@muhammad zazuli


Pokoknya Bunuh ... Bakar ...!!!

DUNIA HAWA - Sungguh ngeri melihat kelakuan para Murid Sableng Guru Gendheng jaman sekarang. Asal berbeda dengan pendapatnya dikit-dikit keluar fatwa “Bunuh.... Bakar !!”. Setelah Ba’asyir, Rizieq dan Tengku Zulkarnain dkk kini ada lagi yang ancam main bunuh atau main bakar seenaknya sendiri.


Pembangunan Gereja St Clara yang sudah memiliki 9.422 jemaat dan sudah mengantongi ijin IMB resmi dari Pemda Bekasi dipaksa untuk dihentikan oleh ormas Islam dan jika tidak dituruti maka diancam akan diratakan dengan tanah dan dibakar. “Umat Islam tak segan-segan mengutus para Mujahid yang akan berjihad untuk meratakan dengan tanah bangunan gereja ilegal ini dan membakar sampai tak bersisa,” kata Ustadz Suhendi Syahroni dalam orasinya diikuti seruan Takbir “Allahu Akbar” secara bersahutan.

Lucunya lagi demo ini dilakukan setelah mereka selesai menunaikan ibadah shalat Jumat kemarin 2511. Yang jadi pertanyaan saya, apakah nilai dan makna dari ibadah keagamaan mereka? Bukankah katanya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar? Kenapa setelah beribadah mereka tidak menemukan kedamaian bahkan justru hatinya menjadi semakin keras, kasar, garang dan sangar? Benarkah amal ibadah mereka bernilai pahala dan diterima oleh Tuhan? Kenapa tidak ada bekas, hasil dan manfaat dari tindakan ritual mereka?


Ada lagi sekjen FPI anak buah Bibib Brizik yang sudah siap bunuh orang yang menghalangi aksi Wiro Sableng 212. Lama-lama saya bingung, ini ormas Islam atau ormas pembunuh sih? Pokoknya kalo ketemu aliran Geng Senggol Bacok macam gini kok jadi “Pusing Pala Bibib” ya? Saya jadi makin yakin bahwa masih butuh 400 tahun lagi agar mereka bisa beragama dengan lebih bijak dan dewasa.

Bukannya saya ingin melecehkan saudara seagama saya sendiri. Sebagai pendukung toleransi dan pluralisme garis keras saya hanya ingin menyadarkan saudara saudara saya yang sudah termakan oleh dogma kebencian yang diajarkan oleh para guru abal-abal semacam ini. Jika mau dibilang sebagai “Provokator Kewarasan” saya juga terima kok. Kalo ga mau dicubit ya jangan nyubit lah. Gimana kalo ada sekumpulan non muslim mau menghancurkan dan membakar masjid? Ente pasti juga ga mau terima kan Bibib tersayang? Sadarlah.....

Salam Waras

@muhammad zazuli


Manusia Bermuka Dua

DUNIA HAWA - Bibib Brizik selalu teriak anti Cina kafir, anti asing, anti aseng jika itu bertentangan dengan kepentingannya. Sikap Ahok yang tegas dan anti korupsi telah membuat para maling dan perampok duit rakyat kebakaran jenggot. Tapi  jika sejalan dengan kepentingannya maka fatwa “anti Cina kafir” itu jadi halal dan sah-sah saja. 


Foto ini menunjukkan kedekatan Bibib Brizik dengan keluarga Tommy Winata (Guo Shuo Feng) bos perusahaan Grup Artha Graha sekaligus tokoh yang ada dibalik reklamasi Teluk Benoa yang kontroversial itu. 

Sudah bukan rahasia lagi kalo klan Winata ini dekat dengan Cendana dan jendral jendral senior jaman Orde Baru. Tapi Tommy Winata terpaksa harus gigit jari setelah ambisinya untuk meraup keuntungan besar dari proyek jembatan Merak Banten dan Bakauheni Lampung itu gagal total ditangan Jokowi. Proyek raksasa sebesar 225 triliun rupiah itu kini hanya tinggal jadi kenangan. Padahal dia sudah mengeluarkan dana sekitar 1,5 trilyun untuk melakukan survey dan studi pra-kelaikan (Feasibility Study). Impian dan keuntungan besar itu terpaksa harus kandas di era Jokowi. 

Jadi tidak aneh jika si Bibib Brengzek ini koar-koar seperti orang kesurupan setan : “Bunuh Ahok dan Lengserkan Jokowi” bahkan menyebut Jokowi sebagai Jokodok, presiden Guoblog dan antek PKI untuk memuluskan agenda sang majikan. Juga tidak heran jika si Bibib Rezek kemana-mana bisa gonta ganti mobil mewah baru yang harganya milyaran. Order demo bayaran seharga milyaran rupiah harus terus dilanjutkan agar semua kepentingan aman dan agenda bisnis berjalan lancar.

Saat berfoto seperti ini tidak mungkin Bibib akan teriak : anti aseng, anti asing, anti Cina kafir pada klan Winata yang tajirnya minta ampun itu. Tapi mungkin Bibib akan bertausyiah dengan penuh senyuman yang barokah : atas nama fulus yang kudus, sesungguhnya setiap manusia adalah bersaudara wkwkwkw.....

Salam Wiro Sableng, Murid Sableng Guru Gendheng 212

Take a Beer.......!!!

( # Dukung Pembubaran FPI. Satu hama dibasmi bisa menyelamatkan seluruh ladang. Ingat : Jangan mau ditipu pakai ucapan takbir dari orang berjubah !!! )

@muhammad zazuli



Kordinator Aksi 411/212: Demo Itu Tidak Sesuai Islam dan Bergantung yang Bayar

DUNIA HAWA - Tahu Bachtiar Nasir? Dia adalah Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, sangat terkenal karena merupakan koordinator Aksi 4 November dan (rencana) Aksi 2 Desember.  


Di mana-mana ia menyerukan umat Islam untuk terus melakukan aksi unjuk rasa sampai Ahok ditangkap.

Bachtiar pula yang menyatakan untuk aksi tersebut, ada subsidi Rp 100 miliar.

Nah, yang seru, Bachtiar ini ternyata dalam ceramahnya pernah mengecam aksi demonstrasi sebagai tindakan yang mengumbar hawa nafsu. 
Menurut Bachtiar, demonstrasi itu tidak sesuai ajaran Islam.
Bahkan, kata Bachtiar, demonstrasi itu "TERGANTUNG SIAPA YANG BAYAR."

Lihat saja video yang saya sertakan di sini.


Kata dia, orang yang menganggap bahwa setiap orang berhak melakukan demonstrasi adalah ungkapan bodoh.

Jadi kalau sekarang Bachtiar memimpin demonstrasi, tentu kita tahulah kualitas para 'ulama' yang jadi panutan kelompok Islam tertentu ini . . .


@ade armando


Degelan Kubu Anti Ahok; Soal Amalia dan Ulin Yusron

DUNIA HAWA - Saat ini, kubu anti Ahok sedang meningkatkan intensitas kampanye untuk menghancurkan reputasi Ahok dan pendukungnya. Prinsip mereka: tujuan menghalalkan cara.


Untungnya, pekerja lapangannya banyak yang bodoh. Yang muncul adalah dagelan yang memalukan.

Salah satu yang terbaru adalah posting medsos yang berusaha menjatuhkan reputasi Teman Ahok.

Yang jadi sasaran: Amalia Ayunigtyas, koordinator Teman Ahok. 

Amalia ini memang menyebalkan di mata kubu anti Ahok yang didominasi aktivis bersimbol Islam. Masalahnya, Amalia ini pintar, muda, ayu dan brrjilbab. Ini jadi masalah, karena Amalia seperti menghancurkan stereotip yang dibangun kubu anti Ahok bahwa pendukung Ahok adalah kaum kafir atau Islam liberal yang jauh dari nilai-nilai keagamaan.

Nah, beberapa hari ini beredar viral postingan medsos yang ‘mengungkapkan’ bahwa Amalia ini pura-pura saja berjilbab, padahal dalam kehidupan sehariannya dia membiarkan rambutnya terbuka. Untuk itu disebarkan sebuah foto yang menunjukkan ‘seolah-olah’ Amalia ada di sebuah acara bersama Kapolri, tanpa jilbab.

Si pengunggah foto menambahkan teks pada foto Amalia: “Teman Bohong seperti Ahok”.

Di atas foto ada pengantar berbunyi begini: “Siapa sebenarnya Amalia ini. Mana penampilan seolah muslimnya?? Tapi dibelakang media kok penampilannya kayak anak metal begitu??”

Lucunya, yang disajikan sebagai foto bukti itu adalah bukan foto Amalia tanpa jilbab, melainkan foto Ulin Yusron. Amalia dan Ulin sama-sama pendukung Ahok.

Tapi Amalia perempuan, Ulin pria. 

HAH. !!!!!

Kalau saja si penyebar fitnah dungu ini anggota mafia, dia pasti sudah disuruh terjun bebas dari puncak menara Pisa, karena kedunguannya yang luar biasa.

@ade armando


Fitnahan Baru Terhadap Ahok

Kebijakan Ahok Menyebarkan Vaksin Pencegahan Kanker Serviks Dilakukan untuk Menghabisi Pribumi



DUNIA HAWA- Kubu Anti Ahok setiap hari menyebarkan fitnah keji. Fitnah terakhir adalah tuduhan bahwa kebijakan Ahok memberikan vaksin pencegahan kanker serviks (kanker leher Rahim) terhadap 75 ribu siswi SD di Jakarta adalah bagian dari upaya Ahok menghentikan pertumbuhan penduduk Jakarta, agar Jakarta bisa dikuasai orang-orang Tionghoa.

Di berbagai media sosial beredar tulisan dengan judul sangat provokatif: “BEJADNYA PETAHANA MEMBERIKAN VAKSIN KANKER SERVICS PADA ANAK2 SD”.

Sekadar catatan, program pemberian vaksin pencegahan kanker serviks secara gratis kepada siswi usia SD di DKI Jakarta telah dilakukan mulai Oktober 2016. Vaksin HPV (Human Papillomavirus) itu diberikan pada murid SD kelas lima, untuk kemudian diulang pada kelas enam. Biaya sepenuhnya diperoleh dari APBD.

Menurut si pembuat fitnah, program ini ‘bejad’ dan ‘berbahaya’. Dia berargumen: 

1. Pemberian vaksin tersebut ditujukan agar anak-anak perempuan Jakarta mengalami menopause dini.

2. Pemberian vaksin seharusnya diberikan kepada perempuan yang sudah mulai aktif dalam aktivitas seks, bukan pada anak SD.

3. Di negara-negara maju, program ini dihentikan karena terlalu mahal. Mengapa di Jakarta, diberikan gratis?

4. Bisa diduga ini adalah upaya untuk menekan jumlah populasi bangsa Indonesia karena adanya agenda manusia China untuk Indonesia

Istilah ‘bejad’ justru pantas dikenakan terhadap si penyebar fitnah.

Program pemberian vaksin HPV adalah program yang luhur. Tanya sajalah pada ahli-ahli kesehatan, maka Anda akan menemukan jawaban: 

1. Kanker serviks merupakan kanker pembunuh nomor dua untuk perempuan Indonesia

2. Data resmi menunjukkan, tingkat insidensi kanker leher rahim atau kanker serviks di Indonesia adalah yang paling tinggi di Asia Tenggara.

3. Risiko mendapat kanker serviks dapat diminimalisasi dengan vaksinasi HPV.

4. Pemberian vaksin HPV memag sebaiknya diberikan pada usia dini karena hasil ujian klinis menunjukkan bahwa pada wanita di atas usia 26 tahun, vaksin HPV tidak memberikan keuntungan seefektif bila diberikan pada usia muda.

5. Cara kerja vaksin HPV sama dengan vaksin-vaksin lain, yaitu dengan merangsang pembentukan antibodi. Jadi ini sama sekali tidak berkaitan dengan hormone, apalagi MENGHENTIKAN MENOPAUSE

Program pemberian vaksin HPV bisa menyelamatkan para wanita di Jakarta, atau bahkan di Indonesia.

Tapi kubu Anti Ahok ini sudah sedemikian bejadnya tertutup, hatinya, sehingga bahkan untuk sebuah program yang mungkin sekali menyelamatkan anak-anak mereka sendiri, mereka bersedia menyebarkan fitnah.

Terkutuklah kalian!

@ade armando


Fatwa Itu Tak Perlu Dikawal

DUNIA HAWA - Sebetulnya untuk apa sih “gerakan pengawal fatwa” itu? Fatwa itu tidak perlu dikawal dan tidak memerlukan pengawalan. Kalau anak-anak itu baru perlu dikawal kalau sedang main di tempat umum supaya aman dan tidak dicuri orang yang suka “menjualbelikan” anak. Orang tua yang sudah tua juga perlu dikawal kalau naik haji atau umrah supaya tidak nyasar di Makah. Pacar mungkin juga perlu supaya tidak “nyelonong” di pengkolan. Tapi kalau fatwa, buat apa dikawal? Kecuali kalau “Mbah Fatwa” itu mungkin baru bisa dikawal.


Fatwa itu hanya sebuah “pendapat”, tepatnya pendapat tentang masalah sosial-politik-keagamaan yang didasarkan pada sejumlah penafsiran dan pemahaman atas teks-teks keislaman tertentu. Biasanya ulama, fuqaha, hakim, atau “mufti” yang mengeluarkan “fatwa” ini. Fatwa ini bisa dikeluarkan oleh individu yang memiliki kualifiaksi sebagai “mufti” (atau pemberi fatwa), kelompok ulama, atau lembaga dan ormas keislaman. 

Karena sebuah pendapat, maka fatwa itu beraneka ragam. Sejak zaman bahula sudah begitu. Masalah atau isu yang sama bisa menghasilkan keputusan hukum dan fatwa yang berbeda. Itu biasa saja. Semua tergantung pada sejauh mana penafsiran dan pemahaman atas teks-teks dan diskursus keislaman, kitab-kitab apa yang dipakai sebagai pedoman atau landasan berfatwa, metodologi apa yang digunakan untuk menggali hukum Islam, jenis ormas atau aliran apa yang mengeluarkan fatwa, termasuk kepentingan-kepentingan non-agama apa yang ada pada pembuat fatwa, dlsb. Itu belum termasuk pendapat ulama klasik mana yang dijadikan sebagai rujukan, pedoman dan pendukung fatwa. Setiap ulama masa kini punya ulama pavorit di masa lalu yang warna-warni. 

Semua latar belakang itu akan mempengaruhi produk fatwa. Dulu, pada masa Pak Harto, juga ada bermacam-macam fatwa, baik yang dikeluarkan oleh MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas Islam lain. Misalnya, fatwa tentang status ber-KB (Keluarga Berencana) yang dulu sempat jadi heboh bertahun-tahun dan sempat jadi bahan kampanye politik menjelang pemilu: ada yang mengharamkan, ada yang menghalalkan, ada yang membolehkan dengan syarat. Kemudian tentang “fatwa rokok”: ada yang mengharamkan, ada yang menghalalkan. Tergantung “fatwa pesanan” siapa he he. Sangking fleksibelnya masalah “dunia fatwa” ini sampai-sampai ada kelakar: mau minta “fatwa halal” atau “fatwa haram”? Karena memang semua bisa dicarikan dalil, dasar, dan argumentasinya.  

Tapi yang namanya “fatwa” itu tidak mengikat. Dengan kata lain, umat Islam bebas-merdeka mau mengikuti fatwa itu atau tidak. Keliru besar, besar sekali, jika ada yang menganggap fatwa itu wajib ditaati dan diikuti. Anda mau ikut si fatwa itu juga silakan, nggak juga silakan. Silakan Anda cerna sendiri secara baik-baik dan mendalam, mana kira-kira fatwa yang lebih bermanfaat untuk Anda dan masyarakat banyak. Mau dipraktekkan secara pribadi juga silakan saja. 

Nah, kalau ada yang ngotot menggerakkan dan memobilisasi massa untuk mengawal dan mendukung fatwa ini atau itu, itu namanya “dagelan politik” yang dibungkus dengan “baju agama” atau “sinetron politik beraura agama” he he. Hanya orang-orang yang “lebay-njeblay” yang ngotot mau mengawal sebuah fatwa, apalagi mengawal pendapat yang bukan fatwa, lebih “njeblay” lagi. 

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Jangan Kalah Sama Tukang Sate

DUNIA HAWA - Tidak salah Jokowi menunjuk Tito Karnavian sebagai Kapolri..


Jenderal yang rekam jejaknya selalu bergelut dengan apa apa yang berbau teroris ini, memang berada di tempat dan saat yang tepat. Penciumannya yang tajam karena pengalaman di medan perang terorisme Indonesia, mampu mendeteksi gerakan-gerakan yang akan mengacaukan Indonesia.

Baru saja dikabarkan bahwa Polri berhasil menangkap 9 anggota ISIS yang ada di barisan demo 411 kemarin. Para teroris yang sudah berbaiat kepada Abu Bakar Al Baghdadi, pemimpin ISIS itu, ada di tengah tengah demonstran dan berniat mengambil senjata polisi saat kerusuhan.

Beruntung Polri cerdik. Mereka sama sekali tidak membawa senjata dalam mengawal demonstrasi besar itu sehingga rencana teroris gagal. Gagalnya mereka menambah daftar kegagalan untuk mengacaukan demo dengan bom paku dan bom motor yang ditemukan di Jateng.

Kelihaian Polri dalam menghadapi terorisme di Indonesia tidak terlepas dari kemampuan Kapolri Tito Karnavian yang pernah memimpin Densus 88 antiteror dan BNPT itu. Dengan mengenal pola-pola pelaku, Polri beberapa langkah di depan dari para pelaku terorisme sehingga bisa mencegah bahaya besar.

Selain menangkap 9 orang anggota ISIS yang kemaren ikut demo 411 dan berencana menyusup di demo 212, Polri juga berhasil menangkap jaringan pembuat bom di Majalengka.

Bom yang berhasil disita tidak main main, daya ledaknya bisa 2 kali lipat dari bom Bali. Bom ini akan menyasar istana, DPR dann gereja gereja saat Natal dan tempat keramaian di malam tahun baru.

Tertangkapnya jaringan pembuat bom ini menandakan bahwa rencana mereka memang bertahap. Buat rusuh dulu di 411, terus perbesar skala kerusuhan di demo selanjutnya - yang kemaren direncanakan 2511 - baru ledakkan bom di tempat tempat vital.

Hasil yang diharapkan adalah ketidak-percayaan pada pemerintah sehingga ekonomi jatuh. Dan ketika ekonomi kita jatuh, maka sempurna sudah demo besar dari berbagai elemen untuk menurunkan Jokowi.

Jika mempelajari rekam jejak Kapolri, kita baru paham bahwa beliau dan anak buahnya ditempa oleh berbagai aksi terorisme di negeri ini. Tanpa ada aksi aksi pendahuluan seperti itu - yang memakan banyak korban jiwa - mereka belum tentu bisa secanggih ini mendeteksi pola pola besar yang akan terjadi.

Kebayang jika Polri terlambat menyadari seperti kepolisian Suriah dalam mendeteksi aksi terorisme, negara kita bisa jadi seperti negara mereka. Pengalaman memang benar benar guru yang terbaik.

Yang harus diwaspadai adalah upaya pelemahan kinerja Densus 88 dan Polri dengan isu HAM. Seorang tokoh terkenal mantan ketua ormas besar yang juga sekarang sering muncul di media online berkoar-koar melakukan perlawanan kepada pemerintah, dulu pernah berkata untuk membubarkan Densus 88 dan BNPT karena tidak penting sebab selalu melanggar HAM.

Pembunuhan karakter terhadap Densus 88 dan BNPT terjadi massif di media sosial. Mereka di stigma-kan kejam dan tidak berperikemanusiaan. Padahal tanpa mereka, kita belum tentu seaman sekarang.

Karena itu, mari kita berjuang melawan mereka....

Melawan mereka dengan tidak perlu takut bahwa ekonomi kita bakalan jatuh dan tetap bekerja seperti biasa..

Melawan mereka dengan tidak terikut mem-vonis kinerja pasukan dan lembaga antiteror Indonesia dengan bahasa HAM..

Melawan mereka dengan memberi kepercayaan penuh pada aparat dan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya..

Kita angkat secangkir kopi bersama untuk Presiden, Kapolri dan seluruh jajarannya, juga Panglima dan seluruh angkatan bersenjatanya... Juga untuk kita yang bangga dan berani menolak teror dengan menganggap semua berjalan seperti biasanya..

Masak kalah sama tukang sate di jalan Thamrin? Malu, tak iye...

Seruput..

@denny siregar


Jawa Barat yang Selalu Juara

DUNIA HAWA - Apa yang kurang dari Jawa Barat ? Hampir tidak ada. Provinsi ini penuh dengan prestasi yang sulit ditandingi oleh provinsi lainnya...


Sesudah menyabet gelar juara sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia, sekarang mereka meraih juara lagi sebagai tempat dengan laporan pungli terbanyak di Indonesia..

Mengagumkan...

Ini semua berkat kepasrahan total dari pak Gubernur yang sangat Islami dan selalu menyerahkan semua masalah kepada Tuhan. "Kita harus banyak merenung.." Katanya. Ketika ada rakyat miskin di depannya, langsung merenung. Ketika ada korupsi lewat di hadapannya, lalu merenung. Merenung dulu 3 jam, lalu lupakan...

Mungkin sama seperti masalah sampah di sungai Cikapundung, penyelesaiannya adalah dengan fatwa, "Pungli haram.." dan sesudahnya biarkan tangan Tuhan yang bekerja. Semua harus ada Tuhan... Sangat relijius, menandakan keikhlasan yang sangat tinggi. Tidak semua Gubernur mampu memimpin dengan nilai spiritual seperti ini..

Ditambah dengan Wagub yang selalu menangis di setiap peristiwa, membawa provinsi Jabar sebagai provinsi yang sangat tabah. Ada hujan, nangis.. Ada banjir, nangis lagi... Bahkan ada Ahok, juga nangis..

Sangat sederhana rupanya menjadi pejabat di Jabar. Yang penting bisa merenung dan menangis, semua masalah terselesaikan dengan baik. Mungkin Kang Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil bisa mulai belajar seperti ini jika ingin sukses di Jabar nanti..

Solusi dari semua masalah di Jabar adalah bangun masjid termegah senilai 1 triliun rupiah. Tuhan mungkin pergi dari sana ketika banjir bandang, karena itu Tuhan harus punya rumah yang megah supaya betah.

Rakyat tidak perlu punya MCK. Kalau mules karena kebelet, cukup merenung dan menangis, lalu prettt.. selesai masalah. Rakyat yang patuh dan taat pada pemimpinnya, mereka bahagia karena mereka juga yang memilihnya...

Terharu dengan semua itu, aku seruput kopiku dan mulai bertanya,  
"Tuhan, rencana apa dariMu supaya Jawa Barat bisa menjadi provinsi kebanggaan rakyatnya ?"

Tuhan merenung, lalu menangis....

@denny siregar


Agama dan Kejahatan Kemanusiaan

DUNIA HAWA - Saat ini dunia sedang berduka atas penganiayaan dan penderitaan yang dialami oleh ribuan etnis muslim Rohingya di Myanmar. Konflik tersebut dipicu adanya peristiwa pemerkosaan, perampokan, penganiayaan dan pembunuhan seorang wanita etnis Rakhine yang dilakukan oleh tiga orang pria etnis Rohingya. 78 orang tewas dan 3.000 unit rumah hancur karena konflik antar massa yang dipicu oleh kasus tersebut. 


Bukannya bertambah reda namun konflik justru semakin melebar bahkan konon korban dari etnis Rohingya kini sudah mencapai ribuan orang. Data yang akurat sulit didapatkan karena konflik ini juga telah menyulut sentimen agama sehingga juga banyak beredar berbagai versi kisah dan foto2 hoax tentang Rohingya yang sengaja dibuat untuk memprovokasi dan membuat situasi menjadi lebih runyam.

Tapi kejahatan terhadap kemanusiaan yang melibatkan isu agama ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sepanjang sejarah dunia, sentimen agama telah menyulut berbagai peperangan dan tindak kekerasan yang sulit untuk diredakan selama bertahun-tahun. Pembantaian terhadap umat Islam juga pernah terjadi pada masa Perang Salib pertama pada abad ke 11 M. Penganiayaan, pengusiran dan pembunuhan terhadap kaum Muslim dan Yahudi juga pernah terjadi pada masa Inkuisisi Spanyol pada abad ke 15. 

Pembantaian terhadap kaum Hindu dan Sikh juga pernah dilakukan oleh kekaisaran Islam Mughal. Pembantaian dan pemerkosaan terhadap 1,5 juta kaum Kristen Armenia juga pernah dilakukan oleh kekhalifahan Turki Ottoman pada masa Perang Dunia I (1915-1923). 6 juta kaum Yahudi juga pernah dibantai oleh pemerintahan Nazi Hitler. Ribuan orang Kristen dan Yazidi juga telah dibantai, dipenggal dan diperkosa oleh milisi Negara Islam ISIS.

Pada intinya selama manusia masih “beragama dengan cara yang salah” dengan mengabaikan akal sehat dan hati nurani serta hanya mengandalkan dogma kebencian, ego kelompok, sentimen agama dan rasa mau benar dan menang sendiri maka kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang melibatkan isu agama masih akan terus terjadi sepanjang sejarah. Itulah sebabnya saya sering mengkritisi “cara berpikir yang salah dalam memahami agama", agar kesalahan dan kekonyolan yang sama tidak terus berulang sepanjang sejarah.

Salam Waras

@muhammad zazuli


Sakit Jiwa dan Cacar Logika Akut

DUNIA HAWA - Kebakaran hebat terjadi di Israel kemarin. Banyak netizen “Islam Kemaren Sore” yang merayakan terjadinya musibah tersebut, bersuka cita di atas penderitaan orang banyak dengan mengaitkan kebakaran di Israel akibat ulah pemerintah Israel yang melarang masjid menggunakan pengeras suara untuk mengumandangkan Adzan. Mereka menyebut kebakaran ini sebagai bentuk azab dan balasan Tuhan bagi musuh-musuh Islam.


Jika logika mereka benar maka mengapakah bencana Tsunami yang mengakibatkan sekitar 170.000-200.000 orang tewas bisa terjadi di Aceh yang notabene adalah satu-satunya propinsi di Indonesia yang secara resmi menggunakan hukum Islam, berpenduduk mayoritas muslim religius sehingga disebut sebagai “Serambi Mekkah”? Bagaimana jika ada non muslim yang mengatakan bahwa itu adalah adzab Tuhan karena Aceh pernah membakar gereja?

Netizen “Islam Garis Keras” juga pernah bergembira dan merayakan serangkaian aksi teror, bom dan penyerangan yang terjadi di Paris yang dianggap sebagai sekutu Amerika dan musuh Islam. Bagaimana mungkin mereka bisa bergembira di atas penderitaan orang lain? Yang lebih parah lagi saat kemarin terjadi teror bom di gereja Samarinda yang menewaskan anak berusia 2 tahun ada juga yang dengan tanpa empati dan rasa kasihan mengatakan kalimat “bocah mampus kena bom”. Bahkan ada juga ustadz selebritis yang terkenal serta petinggi lembaga agama yang dengan tanpa rasa simpati mengatakan tragedi tersebut hanya sebagai pengalihan isu saja.

Sungguh aneh kelakuan para netizen garis keras, pengikut aliran “Islam Kemaren Sore”, para Murid Sableng beserta para Guru Gendheng ini. Belajar agama seharusnya membuat orang menjadi semakin cerdas, semakin damai, semakin penyabar, semakin mudah mengampuni, semakin penuh sifat kasih sayang, semakin bijak dan semakin banyak sifat baik lainnya. 

Bukannya justru menjadi semakin garang, semakin sangar, makin kasar, makin pemarah, makin mudah ngamuk, makin gemar mengumpat & memaki, makin curiga & membenci, makin gemar menebar hoax & fitnah, makin suka memecah-belah, makin tidak punya simpati dan hati nurani serta makin bertambah sifat2 kasar dan buruk lainnya.

Saya yakin junjungan kita Rasulullah SAW pasti akan sangat sedih dan menangis melihat kelakuan umatnya yang seperti sekarang ini. Slogan “Agama Damai”, “Akhlakul Karimah” dan “Rahmatan lil Alamin” sepertinya hanya menjadi slogan kosong tanpa makna saja......

Salam Waras

@muhammad zazuli


Menuju Persidangan Kasus Ahol

DUNIA HAWA - Ahirnya polisi segera melimpahkan berkas perkara Ahok ke Kejaksaan Negeri Jakarta. Dengan demikian, kini bola panas resmi berpindah tangan dari Kapolri ke Kejagung! Sertijab-pebol (Serah terima jabatan pemangku bola panas) yang tadinya diperkirakan akan berlangsung alot dan lama ini, ahirnya dengan terpaksa diterima pihatk kejaksaan.  Dalam kondisi normal, Kejaksaan pasti tidak akan mau menerima berkas perkara seperti kasus Ahok ini dari pihak kepolisian. Berkasnya akan bolak-balik disuruh untuk diperbaiki polisi, untuk kemudian dihentikan karena bukti yang kurang cukup.


Ada beberapa Penyebab keengganan kejaksaan, Pertama, Kasus ini mendapat liputan yang banyak dari masyarakat, dan masyarakat tertentu itu cenderung memaksakan kehendaknya, seperti yang telah dialami pihak kepolisian. Kedua, kasus ini “kering dan jauh dari rezeki” Ketiga, dan ini yang paling penting, kasus ini terlampau lemah, sehingga posisi mereka rawan ditegur Hakim dan menjadi bulan-bulanan penasehat hukum Ahok kelak! Dalam kasus Jessica kemarin, mereka harus berkeringat dingin dulu untuk meyakinkan Hakim, sehingga ahirnya mereka lolos dari lubang jarum! Inilah repotnya kalau tiga adagium diatas dilanggar!

Tapi apa boleh buat. Kasus ini lebih banyak muatan politisnya daripada muatan hukumnya. Padahal jaksa tidak boleh bermain politik (kecuali kepepet, kalau dipolisi ini namanya deskresi)

Ini seperti matematika. Ada pertanyaan sekaligus pernyataan. Ahok menistakan agama? Lalu setelah polisi mengumpulkan bukti-bukti permulaan, kejaksaan disuruh untuk meyakinkan hakim bahwa Ahok bersalah, karena jawaban yang mereka kehendaki adalah “Penjarakan Ahok!” ini sungguh amat pelik! Kalau nanti hakim itu tidak yakin Ahok bersalah, maka orang-orang akan mempersalahkan jaksa, padahal polisi yang membawa perkara ini kepada kejaksaan!

Jadi kalau mau ditekan itu, ya Hakim! Karena hakimlah yang nantinya bisa memenjarakan Ahok! Jadi orang-orang yang berdemo menuntut Ahok dipenjarakan itu sebaiknya perginya ke Pengadilan Negeri Jakarta, bukan ke Polisi, Kejaksaan, Balaikota atau bahkan ke Istana! Yang punya pengadilan itu kan hakim. Yang menyimpan palu putusan juga hakim, bukan polisi atau jaksa! Kalau palu tidak ada, tidak ada putusan…

Polisi dan jaksa itu bekerja berdasarkan fakta dan bukti-bukti konkrit, bukan dengan fatwa, penerawangan apalagi halusinasi! Jadi sebenarnya kurang tepat kalau ada pihak-pihak yang berusaha memaksakan kehendaknya kepada polisi atau jaksa, karena mereka itu tidak berhak mengadili seseorang. Kalau memang tujuannya adalah untuk memenjarakan Ahok, proses pengadilan itu bukanlah langkah yang pasti. Hakim membuat keputusan berdasarkan fakta dipersidangan. Kalau jaksa tidak mampu meyakinkan hakim, tentu saja hakim tidak mau menjatuhkan vonis memenjarakan Ahok.

Lantas bagaimana nanti jalannya persidangan? Sepertinya inilah untuk pertamakalinya kitab suci diuji materinya. Ini akan sangat menarik untuk pembelajaran bagi masyarakat karena isi kitab suci akan “dikupas dan dianalisa” secara terbuka kepada masyarakat. Tapi seorang teman berkata, dia sedikit khawatir akan ekses dari persidangan ini. baginya kitab suci adalah sakral dan tidak pada tempatnyalah kitab suci “di obok-obok” di ruang persidangan yang juga dipakai sebagai persidangan kaum penjahat lainnya.

Bukankah sebaiknya kitab suci itu diulas oleh para ulama atau ahli-ahli agama yang berkompeten dalam ruang tertutup saja? Karena biar bagaimanapun, perdebatan soal isi kitab suci dapat mengguncangkan iman para umat yang rendah pemahamannya soal agama. Teman tadi balik menuduh bahwa kasus ini sangat banyak muatan politisnya dan samasekali tidak ada manfaatnya bagi kepentingan umat. Memangnya kalau Ahok dipenjara, umat akan semakin rajin membaca kitab suci atau semakin soleh?

Tapi mungkin ini adalah pilihan terbaik diantara yang terburuk. Karena masalah penafsiran isi kitab suci inipun telah menimbulkan perdebatan seru diantara ulama dan ahli-ahli agama karena perbedaan cara menafsirkannya. Siapa yang betul, siapa yang salah? Memang sedikit miris, perbedaan penafsiran isi kitab suci diantara para ulama itu, kelak akan diputuskan oleh seorang hakim, yang bisa saja pengetahuan agamanya dangkal dan sederhana.

Tapi apapun itu, kita adalah negara demokrasi yang menjunjung persamaan hak bagi warganya dimata hukum. Kalau ada seseorang merasa haknya diganggu Ahok, tentu orang tersebut berhak mengajukan keberatan kepada kepolisian, dan semua warga wajib menghargainya. Demikian juga sebaliknya, Ahok yang dituduh tersebut, berhak juga mempertahankan haknya sebagai seorang warganegara, dan berhak menuntut balik orang yang menuntutnya tersebut. Dengan demikian berlakulah adagium, semua orang sama dimata hukum!

Tetapi demi hukum dan keadilan, sangatlah tidak manusiawi untuk memenjarakan Ahok sebelum proses persidangan dimulai! Menuntut Ahok tentulah tidak melanggar hukum. Akan tetapi keputusan bersalah atau tidaknya seseorang haruslah berdasarkan proses persidangan yang seadil-adilnya bagi si terdakwa. Bukankah Sang Pencipta mengadili manusia berdasarkan keadilan, yaitu, amal dan ibadah seseorang itu diperhitungkan terhadap dosanya? Adakah yang mau diadili hanya berdasarkan dosa-dosanya saja?

Jadi menurut saya, kalau ada orang atau pihak-pihak/golongan yang memaksakan kehendak agar seorang terdakwa itu langsung dipenjarakan tanpa proses hukum yang adil baginya, maka Tuhan pun akan mengadilinya kelak di Ahirat berdasarkan dosa-dosanya saja, tanpa harus memperhitungkan amal ibadahnya, Amin!

 @Reinhard F Hutabarat