Tuesday, November 22, 2016

Habib Acin Muhdor : "Izinkan Saya Menyapa Saudara Non-Muslim"

DUNIA HAWA - Ada politik di setiap langkah kita, harusnya itu disadari. Supaya tak kagetan menyikapi politik di luar diri kita. Beberapa aktor politik yang sedang diuji dengan popularitas yang "parsial", dimanfaatkan untuk mengelabui opini demi beberapa tujuan.


Awalnya kita hanya memahami bahwa sebagian besar gerak politik hanya untuk mengeruk uang, di situ "uang" menjadi "alat" sekaligus "tujuan", tentunya ditopang oleh mediasi yang lebih besar yaitu "kekuasaan". "Politik uang" dalam waktu sekejap berubah menjadi "politik ayat". Kalian saudara-saudara non-muslim berusaha dilibatkan dalam hal ini.

Dan saya melihat ketangguhan dalam diri kalian, saya bangga dengan kalian. Masih banyak yang dapat melihat peristiwa secara menyeluruh. Tetap bertahan dalam kebaikan dan Toleransi. Hati-hati, jangan terpengaruh. Saya lanjutkan.

Genosida mental paling ampuh jika dibenturkan dengan konflik antar agama. Ada yang mengharapkan kita perang. Sadari, ada yang menginginkan Indonesia hancur dan bertekuk lutut di hadapan tirani modal dunia.


Saya teringat konsep "Divide et Impera" atau "Politik pecah belah". Awalnya, strategi politik ini merupakan kombinasi dari tujuan politik, militer, dan ekonomi. Saat ini kita mengahadap ke arah yang sama dengan unsur-unsur yang berbeda. "Agama" menjadi pilihan, karena ia adalah unsur paling reaktif.

Politik pecah belah terus eksis, kita semua; saya, anda, kaum muslimin, kaum nasrani, kaum ateis dan seluruh masyarakat. Kita menghadap kepada dinding politik pecah belah antarumat manusia.

Ketika politik ada di setiap langkah kita, begitu juga agama, ada agama di rumah kita dan di rumah tetangga kita. Harusnya sudah tak perlu gerah menyikapi agama di luar kita. Kita terpaksa mencampur adukkan antara politik dengan agama karena ulah beberapa orang bertopeng Tuhan yang mengganti fungsi libidonya dengan hasrat kekuasaan.

Untuk Saudara seiman dan seluruh sahabat-sahabat Nasrani, Hindu, Buddha, dan semua umat manusia. Saya ingatkan, ada beberapa prinsip mendasar dalam berkebangsaan; Prinsip keTuhanan, Prinsip Kemanusiaan dan Prinsip KeIndonesiaan.

Saat ini kita sedang berusaha ditarik mundur ke masa kegelapan, saat di mana agama harus menjadi senjata untuk menumpaskan pemimpin yang sah secara konstitusional.

Tulisan ini jangan dipahami sebagai bentuk pembelaan kepada seorang aktor politik atau bentuk perlawanan kepada lawan politik pemerintahan yang sah. Ini merupakan ajakan berpikir logis yang siapapun boleh terima boleh tidak. Dan ini bagian dari cara berprinsip dalam berkebangsaan.

Sadari, kita sedang diperalat untuk saling bermusuhan, untuk saling merampas hak yang seakan-akan hak itu pernah kita miliki atau harus kita miliki. Padahal hak yang paling jelas dalam hidup berkebangsaan adalah "Hak Berprinsip". Hak berprinsip adalah hak mutlak setiap manusia. Bahkan Tuhanpun tak mau ikut campur dalam hal ini, apalagi Negara.

Sahabat-sahabat non-muslim, pahami bahwa lawan dari "Muslim" adalah "Non-Muslim"(bukan kafir). Karena lawan dari "kafir" adalah "mukmin". Dan saat ini umat Islam di Indonesia belum dianugerahi banyak "mukmin" yang mampu merepresentasi nilai-nilai keIslaman bangsa ini. Jangan merasa tersudutkan dengan stigma sesat yang menyesatkan kalian.

Umat Islam di Indonesia berada di ujung jurang kehancuran, karena nilai-nilai toleransi yang seharusnya terang benderang, harus redup tergerus gergaji politik berjubah agama. Kita harus selalu sadar bahwa tidak ada yang mampu membendung "gerakan politik" kecuali sikap yang diawali oleh "Kesadaran Politik".

Kesadaran politik bukan hal yang sulit dicapai, hanya perlu sedikit kepedulian terhadap beberapa prinsip berkebangsaan. Apabila anda sulit menerima orang lain karena dia tidak seiman, maka pandang lah orang lain dengan prinsip keindonesiaan. Apabila itu masih sulit, pandang lah orang lain dengan prinsip kemanusiaan. Di situ akan tampak, mana yang masih "manusia" dan mana yang sudah pensiun dari jabatan resminya sebagai manusia.

Apabila ini tidak diperhitungkan, kita akan menerima hukuman semesta berupa kehancuran massal antarumat beragama, yang pada akhirnya merusak seluruh nilai positif yang pernah kita jaga, yang pernah susah payah diperjuangkan oleh leluhur bangsa ini, yang nama mereka akan selalu terpatri dalam wajah sejarah bangsa. Atau, kita akan menduduki posisi sebagai generasi yang mencoreng kening sejarah.

Dan secara sadar, sama saja kita menyerahkan bangsa yang besar ini kepada tangan kotor yang telah lama menanti rontoknya seluruh prinsip mulia bangsa ini.

salam toleransi

@habib acin muhdor


Untung Rugi Jokowi Bila Menemui SBY

DUNIA HAWA - Hari ini, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Meski datang dengan suasana santai, namun sepertinya kunjungan Mega kali ini sangat berkaitan dengan situasi politik tanah air yang  akhir-akhir ini memanas terkait Pilkada DKI dan juga isu makar.


Ada beberapa topik hangat  yang menjadi perhatian publik belakangan ini, di antaranya: Perlu tidaknya Jokowi menemui SBY; Demo lanjutan terhadap proses hukum Ahok; Indikasi tindakan makar dengan menumpang kisruh Ahok. Publik menduga, ketiga isu inilah yang juga menjadi topik pembicaraan antara Megawati dan Jokowi di istana hari ini.

Publik menduga, ada semacam kekhawatiran Megawati bila Jokowi sampai salah bertindak akibat mendengar masukan dari orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, ia berinisiatif untuk mendatangi Jokowi hari ini. Isu yang paling krusial bagi Megawati terutama berkenaan dengan langkah Jokowi menyikapi langkah politik SBY.

Dan ini tentu bukan hanya soal perlu tidaknya Jokowi menemui SBY, sebagaimana ia telah menemui Prabowo Subianto. Namun lebih kepada substansi dari memanasnya suhu politik belakangan ini, yang disinyalir berkaitan dengan kepentingan SBY, yang mana hendak dibarternya dengan kebijakan Jokowi.

SBY setidaknya mempunyai dua kepentingan mendesak yang perlu mendapatkan lampu hijau dari Jokowi, dan bila keduanya bisa dipenuhi oleh Jokowi, maka SBY akan segera meredakan tensi politik yang sudah sangat tinggi saat ini. Kedua poin tuntutan SBY tersebut adalah:

1. Pemerintahan Jokowi  tidak mengutak-atik masa lalu pemerintahan SBY

2. Jokowi membiarkan Ahok sendirian tanpa perlindungan Jokowi dan aparatnya, guna memberi peluang bagi Agus Yudhoyono untuk memenangkan Pilkada DKI.

Inilah sebenarnya dugaan publik yang menjadi substansi dari memanasnya suhu politik di tanah air belakangan ini. Perhatian publik saat ini sedang tertuju kepada Presiden Jokowi, bagaimana langkah politiknya untuk bisa mengatasi keadaan ini tanpa menimbulkan kekacauan.

Memang, sudah terlihat upaya luar biasa Jokowi dengan menghimpun sebanyak mungkin pihak untuk berada di belakangnya. Namun, upaya tersebut sepertinya belum cukup untuk meredam situasi. Pihak yang berseberangan dengannya sepertinya juga  tidak tinggal diam, dengan terus memantau keadaan, sambil mencari peluang apapun untuk menaikkan daya tekan, guna memaksa pemerintahan Jokowi memenuhi tuntutannya.

Jokowi memang terlihat sangat hati-hati dalam mengelola situasi politik saat ini, karena membaurnya kepentingan politik dengan memanfaatkan sensitivitas agama, dan juga terlibatnya ormas-ormas radikal dan anti Pancasila, yang mana sebelumnya sudah jelas pada posisi menolak Ahok, jauh sebelum kisruh ini ada.

Dan ketika celah ini ada, mereka pun segera bergerak dan ditengarai kemudian ikut diboncengi oleh kepentingan politik SBY, yang bahkan diduga menjadi penyebab dari berlarut-larutnya persoalan ini. Ada kemungkinan bahwa SBY tidak akan mundur sedikit pun dari kisruh ini, sebelum kedua poin di atas dipenuhi oleh Jokowi. Dan hingga saat ini, belum bisa dipastikan, apakah Jokowi akan memenuhi tuntutan SBY, atau justru ia akan melakukan pukulan balik yang "mematikan." Kita masih harus menunggu beberapa hari ke depan.

Inilah juga yang ditengarai menjadi kegusaran Megawati, sehingga ia merasa perlu untuk mendatangi Jokowi sebelum terlambat, sehingga Jokowi bisa mengambil keputusan yang tepat menurutnya dalam menyikapi situasi saat ini, khususnya yang berkenaan dengan SBY. Biar bagaimanapun, Megawati tentu sangat mengenal SBY dengan baik, dan untuk itu, ia merasa perlu memberi masukan kepada  Jokowi tentang langkah yang perlu diambilnya untuk menyikapi perkembangan poitik saat ini.

Dan itulah sebabnya Megawati menyatakan bahwa kedatangannya ke Istana hari ini bukan dalam kapasitas sebagai ketua umum PDI Perjuangan, namun sebagai Presiden ke-5 NKRI yang notabene SBY pernah berada di jajaran kabinetnya.

Jika Presiden Jokowi sampai datang menemui SBY, maka tindakannya itu akan lebih merugikan dirinya, karena ia memberi sinyal kepada publik bahwa dia melunak dengan bersedia melakukan bargaining dengan SBY, meski tidak pada posisi memenuhi sepenuhnya apa yang menjadi kemauan SBY. 

Namun, dengan sikap melunaknya ini, posisi SBY akan menguat di mata publik, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa SBY akan menggunakan strategi lain sampai tuntutannya benar-benar dipenuhi oleh Jokowi. Dan ini tentu akan sangat melemahkan Jokowi sendiri, karena memberi kesempatan bagi SBY untuk menaikkan posisi tawarnya.

Usai pertemuannya dengan Megawati hari ini, Presiden Jokowi memang tidak secara tegas menjawab, apakah ia akan menemui Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam waktu dekat. "Ya, nanti semuanya akan kita atur," ujar Jokowi, Senin (21/11/2016) menanggapi  pernyataan  Roy Suryo yang mengatakan, partainya dalam posisi wait and see, atau menunggu kabar baik dari Presiden Jokowi jika ingin bertemu dengan SBY. Selengkapnya bisa dibaca si sini. 

Memperhatikan semakin jelasnya posisi TNI dan juga Polri dalam mengamankan situasi saat ini dan juga antisipasi ke depan, sangat besar kemungkinan bahwa Jokowi sudah memutuskan untuk tidak akan menemui SBY secara khusus, apalagi memenuhi tuntutannya. Hal ini semakin diperkuat dengan pernyataan presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, yang menyatakan telah menyarankan kepada Presiden untuk mengumpulkan semua ketua umum partai politik dalam waktu dekat.

Dengan wacana pertemuan presiden dengan semua ketua umum parpol, maka Jokowi hendak memberitahu SBY bahwa saat ini SBY hanya merupakan ketua umum salah satu parpol, yang juga bukan yang terbesar di parlemen. Dengan demikian, tidak ada yang terlalu istimewa dengan SBY, sehingga ia perlu mendapat perlakuan khusus, apalagi sampai memenuhi tuntutannya.

Strategi ini juga tentu akan menjadi pesan moral tersendiri bagi SBY, agar ia tidak menilai dirinya terlalu tinggi. Dan juga, dengan duduk bersama dengan ketua umum parpol lainnya yang masih bisa menghargai pemerintahan yang sah. Jokowi seakan tidak memberi pilihan lain kepada SBY, selain harus menerima kenyataan bersama dengan ketua umum parpol lainnya, untuk secara terbuka menyatakan dukungannya kepada pemerintah yang sah. Kecuali SBY memang sudah tegas memposisikan dirinya dan partainya berkonfrontasi dengan pemerintah. Dan sangat kecil kemungkinannya, bila sampai SBY nekat melakukan hal itu secara terbuka.

Memperhatikan analisa di atas, kemungkinan besar Jokowi tidak akan menemui SBY dalam waktu dekat. Apalagi melunak terhadap tekanan SBY. Namun sebaliknya, Jokowi, dengan kekuatan politik besar yang ada di belakangnya saat ini, dan juga tentunya dengan kesiapan dan kesetiaan Polri dan TNI untuk mendukungnya, ia  akan memaksa SBY untuk mundur dari tekanan dan tuntutannya, dan selanjutnya menyerahkan tuntutannya kepada proses hukum dan politik.

Kita akan segera tahu dalam beberapa hari ke depan siapa yang paling lihai, dan  seperti apa kelanjutan dari strategi keduanya di kisruh ini. 

@omri l toruan

Aksi 2 Desember dan Eksistensi Agama Lokal

DUNIA HAWA - Jumat besok, 25 November 2016, awalnya akan menjadi saksi bagi Ibu Kota Jakarta dengan pemandangan jutaan pakaian putih mengular di jalan-jalan protokol. Selain pakaian putih, mereka juga akan membawa bendera dan simbol-simbol ormas keagamaan masing-masing.


Mereka ditambah membawa spanduk-spanduk yang berisi pernyataan atau ungkapan berupa; seruan, kecaman, celaan, sumpah serapah hingga laknatan yang ditujukan kepada seseorang yang kini sudah berstatus tersangka, yang diduga telah menistakan agama.

Namun karena ada sesuatu dan lain hal, baik situasi atau kondisi juga urusan teknis, akhirnya aksi pemandangan yang dahsyat tersebut diundur satu minggu ke depan, menjadi tanggal 2 Desember 2016. Rapat konsolidasi telah diselesaikan, agenda telah ditetapkan.

Mereka mengatasnamakan Gerakan Nasional Pembela Fatwa- Majlis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), yang diketuai oleh  KH. Bachtiar Nasir. Beliau menegaskan dan menjamin aksi tersebut akan berlangsung “super damai”.

Bachtiar menjelaskan bahwa aksi tersebut dilakukan terkait dengan isu dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahya Purnama (Ahok) saat berdialog dengan masyarat Pulau Seribu beberapa waktu yang lalu. Targetnya adalah agar kepolisian tegas menegakkan hukum yang berlaku dan terus mengawal kasus tersebut, yang kini sudah ditentukan status Ahok sebagai pelaku penista agama, menjadi tersangka.

Perihal aksi mereka ditunggangi kepentingan politik atau penumpang gelap, Bahtiar menampik dugaan tersebut, ia menyatakan, “Kami akan terus membela kebenaran, aksi kami adalah aksi membela hukum, tidak ada unsur politik sama sekali.”

Diperkuat lagi oleh pernyataan Ketua Pembina GNPF-MUI, Habib Rizieq Shihab, ia memberikan garansi bahwa aksi yang akan diikuti oleh jutaan orang tersebut  adalah bukan aksi paksaan pula bukan aksi perusakan, tapi aksi "super damai".

Deskripsi di atas adalah sebuah kondisi faktual yang terjadi di negeri kita tercinta. Jika seseorang dianggap melecehkan atau menodai sebuah kitab suci salahsatu agama, maka siap-siaplah menanggung resikonya. Jika hukum tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka aksi massa yang akan menyelesaikannya.

Ulah seorang Ahok yang tersandung Al-Maidah: 51, menyulut amarah seluruh kaum muslim di Indonesia. Ditambah lagi dengan rivalitas pilkada yang makin memanas. Semua pihak bisa masuk dan memanfaatkan celah terebut untuk meraup suara dan simpati pendukungnya masing-masing.

Agama Lokal


Sangat rumit jika argumentasi yang dipakai dalam kasus “penodaan agama” adalah agama yang secara politik hanya yang diakui oleh negara (politics of recognition). Atau yang dimaksud (juga) hanya agama mayoritas. Bagaimana kalau yang dinodai adalah agama minoritas oleh agama mayoritas? Bagaimana juga jika yang dinodai itu adalah agama yang tidak diakui oleh negara (agama lokal)?

Di sini harus terang dan jelas apa yang menjadi dasar kebijakan pengakuan enam negara tersebut dan bagaimana istilah agama dipahami dalam sistem perundang-undangan di negara kita; apakah pemaknaan tersebut berbeda dengan pemaknaan istilah agama atau keyakinan secara akademis? Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab secara objektif.

Sebagaimana kita ketahui bahwa studi agama sejak abad 19 itu sangat dipengaruhi oleh paradigma agama dunia (Tomoko Masuzawa, 2005, James Cox, 2007) hingga kini. Konsep agama dunia rujukannya adalah agama yang dijadikan prototipe, yaitu agama dominan.

Kalau di Barat berarti agama Kristen karena ia adalah prototipe agama-agama di sana (Catherine Bell, 2006). Kalau di Indonesia, agama Islam yang menjadi prototipe, yang dikategorikan sebagai “agama” karena memiliki ajaran monoteisme, kitab suci, dan juga nabi.

Menariknya, paradigma agama dunia yang awalnya adalah konstruksi para sarjana Eropa pada abad ke-19 tersebut dipakai oleh para sarjana kini ketika mengajarkan agama. Dalam konteks negera kita, pernyataan para sarjana Eropa tersebut sangat relevan dengan kebijakan negara yang hanya membatasi enam agama yang diakui dan dilayaninya.

Di Indonesia, hubungan antaragama dan antaretnik sangat kental sekali politisnya. Kebijakan pembatasan agama yang boleh “hidup” di Indonesia adalah salahsatu contoh konkret bagaimana negara sangat mendominasi dalam kasus ini.

Konsekuensi logis dari kebijakan di atas adalah pengabaian terhadap hak-hak kewarganegaraan “penganut keyakinan” di luar keenam agama yang diakui. Penganut keyakinan tersebut, yang kini kita sebut sebagai pemeluk agama lokal (indigenous people).

Siapa Menodai Agama Lokal?


Agama lokal memiliki sebutan lain, yakni Agama Asli Nusantara, karena lahir dan tumbuh di Nusantara, jauh sebelum adanya agama Hindu, Konghucu, Budha, Kristen, dan Islam masuk ke Nusantara (Indonesia). Kemandirian agama lokal memiliki akar yang sama dalam pemahaman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Namun, karena banyaknya suku dan bahasa, membuat mereka mempunyai nama yang berbeda-beda. Misalnya; Sunda Wiwitan, Kejawen, Parmalim, Kaharingan, dan lain-lain.

Agama lokal di Indonesia selalu mendapatkan perlakuan diskriminatif baik secara terstruktur maupun sistemik. Selama Undang-Undang PNPS No. 1 Tahun 1965 masih diberlakukan, maka selama itu nasib mereka akan selalu ada di “neraka”. Bukankah ini adalah sebuah “penodaan”?

Eksistensi mereka dianggap tidak ada, hak-hak mereka sebagai warga negara diabaikan, praktik keagamaan mereka selalu didiskreditkan oleh agama-agama dunia sebagai praktik syirik, kafir, dan sejumlah sebutan lain. Atau yang paling ekstrem adalah praktik keagamaan mereka tidak disebut sebagai agama, tapi hanya dikonsepkan sebatas budaya. Budaya dipahami sebagai sesuatu yang profan, sedangkan agama adalah sesuatu yang sakral.

Menurut Ahmad Nurcholish, Ketua Divisi Penidikan Kebhinekaan dan Perdamaian ICRP, ada empat faktor utama yang terlibat dalam praktik dikriminatif terhadap mereka penganut agama lokal. Pertama,  pemerintah atas nama negara melalui produk-produk kebujakan yang dibuat. Biasanya pemerintah membuat aturan atau regulasi keberagaman yang ambigu.

Kedua, kelompok agama dominan. Biasanya mereka mendefenisikan sesuatu berdasarkan kacamata dirinya sembari menegasikan definisi yang lain. Misalnya, mendiskusikan kebenaran agama dan kepercayaan bukan berdasarkan kebenaran apa adanya, melainkan kebenaran melalui “religiuos discourse”, yaitu kebenaran yang diinginkan oleh agama dan kepercayaan dominan.

Ketiga, kalangan akademisi. Biasanya mereka membangun stigma dan kategorisasi akademik terhadap suatu kepercayaan yang disebut “agama”. Misalnya, mereka membuat kategori  agama sebagai keyakinan yang datang ke Nusantara dengan segala hak yang melekat di dalamnya.

Sedangkan keyakinan lokal yang datang dari dalam tidak disebut agama, dengan segala permasalahan yang melekat di dalamnya. Sehingga di Indonesia, sebutan bagi agama lokal adalah keyakinan primitif.

Terakhir, keempat, media-media arus utama (mainstream). Biasanya mereka dalam liputannya menggunakan mindset agama dominan. Misalnya, liputan “primitive runaway” yang mendeskripsikan bahwa penganut keyakinan lokal dipandang sebagai manusia primitif. Ritual mereka dieksploitasi sebagai sesuatu yang mistis. Pelakunya selalu menjadi antagonis, sedangkan agama dominan menjadi pelaku protagonis.

Konsekuensinya adalah opini yang berkembang bahwa agama lokal itu kotor, angker dan julukan-julukan negatif lainnya. Siapa yang peduli dan mau membantu dengan “aksi berjamaah tandingan” terhadap penodaan agama lokal ini?

@lip rifai

FPI Tegaskan Tidak Ada Niat Makar, Ini Aksi Super Damai, Sumpeh Loe??!!

DUNIA HAWA - Jika tidak patuh hukum sekali, maka akan sangat sulit diterima akan menjadi orang yang taat hukum. Apalagi jika orang tersebut sudah terus melakukan perbuatan melanggar hukum. Adalah kemiringan logika dan nalar jika kita mempercayainya. Seperti sebuah lagu yang mengatakan,


SATU KALI KAU SAKITI HATI INI, MASIH KUMAAFKAN
DUA KALI KAU SAKITI HATI INI, JUGA KUMAAFKAN
TAPI JANGAN KAU COBA TIGA KALI, JANGAN OH JANGANLAH
CUKUPLAH SUDAH, CUKUPLAH SUDAH, JANGAN KAU ULANG LAGI

Menanggapi pernyataan Kapolri yang mengindikasikan akan adanya aksi makar pada Aksi Bela Islam III, FPI mejawab dengan tegas bahwa hal itu tidak benar. Mereka tidak ada niat untuk melakukan makar dalam aksinya. Bahkan dengan sangat yakin dan percaya diri, FPI mengatakan ini adalah akis SUPER DAMAI.

“Dari GNPF MUI itu tidak pernah mengagendakan tanggal 25. Tanggal 2 Desember GNPF MUI itu mengagendakan, tapi aksi super damai itu kegiatannya istighotsah, zikir, untuk kedamaian bangsa disambung dengan maulid,” kata Sekretaris Jenderal DPP FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin kepada detikcom, Selasa (22/11/2016).

Percayakah anda dengan pernyataan FPI di atas?? Bahwa tidak akan ada aksi makar?? Baiklah kita lihat bagaimana mereka selama ini melakukan aksi damai.

Aksi Bela Islam I, 14 Oktober 2016…


Saat FPI melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota, hari ini, Iriawan bersama Panglima Komando Daerah Militer Jaya Teddy Lhaksmana berusaha menenangkan massa FPI. Keduanya naik ke atas mobil dan ikut mendampingi Rizieq berorasi. Setelah itu, kedua perwira itu bergantian mengimbau agar massa tidak berbuat anarkis.

Ketika itu, massa sempat memanas karena polisi memutar lagu islami di saat mereka sedang berorasi. Mereka melemparkan botol bekas air minum kemasan ke mobil polisi. Ketegangan sempat terjadi beberapa saat tapi berhasil diredam.

Aksi Bela Islam II, 4 November 2016…


“Pukul 13.50 WIB ada pelemparan oleh massa pada polisi, lalu setelah pelemparan tersebut, polisi membacakan Asmaul Husna, dan massa tenang lagi,” ujar Awi di Mapolda Metro Jaya, Senin (7/11/2016).

Ricuh kedua tersebut terjadi pukul 14.41 WIB. Bahkan, massa menarik security barier atau kawat berduri. “Security barier-nya sampai melewati konblok (median jalan dari beton), menarik menariknya,” ujar Awi, sembari memperlihatkan beberapa rekaman CCTV dan video.

Massa makin beringas, lemparan tak lagi hanya botol air mineral. Tapi sudah berganti dengan batu, kayu, bambu, kelereng, bahkan anak panah. “Kami enggak mengada-ada, memang ditemukan itu (anak panah, kelereng, dan batu) di lokasi,” tegas Awi.

Aksi Bela Islam III, 2 Desember 2016… Segera (Rusuh)


Perlukah ditambahkan aksi-aksi FPI sebelum-sebelumnya?? Saya pikir tidak perlulah. Aksi FPI identik sekali dengan ricuh dan rusuh. Mereka entah kenapa suka sekali main lempar-lemparan. Mereka sangat senang lempar-lempar botol, batu, dan benda apa saja untuk memancing kemarahan aparat. Ketika aparat marah dan mengamuk, maka mereka akan gunakan hal tersebut untuk menyerang pemerintah. Namun, strategi itu terbca dan polisi tidak melawan bahkan menjadi pihak yang menang karena berhasil menahan emosi.

Pernyataan FPI tidak ada niat makar menurut saya sah-sah saja disampaikan. Bukan apa-apa, hal ini dilakukan supaya tetap dapat ijin dan massa tetap mau hadir. Massa yang dibayar maupun yang berhati murni (baca >>> https://seword.com/politik/tersinggung-disebut-terima-bayaran-500-ribu-ahok-dilaporkan-oleh-seorang-pendemo-berhati-murni/). Dan tidak ada sejarahnya memang orang mau melakukan makar dengan polosnya mengakui hal tersebut. Aneh rasanya kalau ada orang mau maling melapor dulu ke polisi dia mau maling.

FPI identik dengan kekerasan dan pemaksaan kehendak. Merasa diri paling benar dan menjadi hukum itu sendiri. Tindakan anarkis sudah melekat kepada FPI sehingga sulit rasanya mempercayai kalau mereka akan aksi damai. Apalagi kini aksinya mereka katakan Aksi SUPER DAMAI. Semakin tidak percayalah polisi.

Polri sendiri sudah mengeluarkan maklumat untuk dipatuhi oleh GNPF MUI. Selain poin makar makar terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden RI, makar hendak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan makar dengan menggulingkan Pemerintah Indonesia. Polri juga melarang membawa senjata tajam, senjata pemukul atau benda-benda yang membahayakan. Dilarang juga mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas umurn, melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan fungsi jalan raya/arus lalulintas melakukan provokasi yang bersifat anarkis maupun yang mengarah kepada SARA dan pelaksanaan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum di tempat terbuka dibatasi mulai pukul 06.00 WIB sampai maksimal Pukul 18.00 WIB.

Maklumat ini harus dipenuhi oleh GNPF kalau memang aksi yang mau dilakukan adalah aksi SUPR DAMAI. Tetapi meski sudah berjanji, menandatangani surat perjanjian, polisi tetap saja tidak akan percaya begitu saja. Melalui pengamatan intel di lapangan, Polri sudah mengindikasikan adanya perbuatan makar.

“Rapat-rapat kita tahu sudah beberapa kali dilakukan. Rapat untuk menguasai gedung DPR, rapat untuk menggerakkan massa-massa yang lain. Kita paham,” kata Jenderal (Pol) Tito dalam jumpa pers bersama Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Senin (21/11/2016).

“Ada upaya-upaya, ada rapat-rapat yang kita pelajari dengan agenda politik lain. Dan agenda politik lain itu di antaranya melakukan makar,” ujar Tito.

Mengamini adanya ancaman makar tersebut, Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga menyiapkan pasukannya untuk melakukan “Jihad” melindungi NKRI.

“Prajurit saya juga siap berjihad mempertahankan NKRI berdasarkan Pancasila, bersama masyarakat, kita bersama-sama mempertahankan Pancasila,” katanya.

FPI sendiri menyatakan bahwa aksi 25 November bukan digerakkan oleh GNPF MUI. Mereka melakukan aksi dmai tanggal 2 Desember.

“Tanggal 25 itu bukan demo kami. Kami GNPF MUI aksi damai tanggal 2 Desember,” kata Sekretaris Jenderal DPP FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (21/11).

Novel menegaskan tak ada satu elemen pun dari GNPF MUI yang akan ikut demo 25 November. “Kami tidak bertanggung jawab atas demo 25 November.”

Memangnya ente bertanggung jawab waktu demo 4 November berlangsung rusuh?? Meski memang elemen di GNPF MUI dijamin tidak ikut, apa iya berani menjamin kalau orang-orang GNPF MUI tidak ikut?? Kan tinggal ganti daster saja?? Apalagi kalau bayarannya sesuai dengan tarif yang berlaku.

Entahlah bagaimana caranya supaya FPI ini bisa membuat kita percaya. Perkataan tidak ada guna lagi jikalau perbuatan sering tidak sejalan dengan ucapan. Katanya damai, tahu-tahunya sudah memancing rusuh dari awal. Cukuplah Aksi Bela Islam I yang mau dipancing rusuh, Aksi Bela Islam III yang berakhir rusuh. Jangan sampai 3 kali bawa label bela Islam tetapi yang ada kata-kata provokatif anarkis dan tindakan anarkis.

Bukankah Ahok sudah diproses hukum dan menjadi tersangka?? Kalau Ahok minta ditahan, cukup pakai pengacara anda yang jumlahnya ratusan itu. Mari perang argumen, bukan perang otot dan senjata. Ini bukan lagi jaman batu dimana semua diselesaikan dengan kepala batu. Ini jaman intelektual dimana segala sesuatu harus didudukan dengan logika dan nalar sehat. Polisi sudah menjelaskan mengapa Ahok tidak ditahan dengan dasar hukum yang ada. Pemaksaan kehendak hanya mengindikasikan ketidaktaatn pada hukum dan tidak mencerminka sikap benar orang beragama.

Semoga saja Polri dan TNI diberikan terus kekuatan dan ketabahan menghadapi kelompok berkepala batu yang selalu merasa paling berhak mengatur hukum di negara ini. Ketegasan Polri dan TNI untuk mengamankan ketertiban umum dan hak-hak rakyat lainnya diperlukan supaya mereka tidak lagi hidup seenak janggutnya.

Salam SUPER DAMAI.

@palti hutabarat


Sri Bintang Pamungkas Dipolisikan Atas Tuduhan Makar

DUNIA HAWA- Aktivis Sri Bintang Pamungkas dilaporkan oleh Laskar Relawan Jokowi (LRJ) ke Polda Metro Jaya atas orasinya di Kalijodo, Jakarta Utara, Agustus 2016 lalu. LRJ menganggap ada muatan makar atas orasi Sri Bintang di hadapan sejumlah warga tersebut.


Menurut Ketua LRJ Ridwan Hanafi, pernyataan Sri Bintang itu ia ketahui dari tayangan di Youtube bertajuk 'Sri Bintang Pamungkas-Pengadilan Rakyat'.

"Untuk penghasutan dan penjatuhan pemerintahan itu bisa kita garis bawahi dalam ucapan beliau di Youtube itu menyatakan bahwa 'pemerintahan orde baru yang didukung TNI-Polri saja kita jatuhkan, apalagi pemerintahan Presiden Jokowi'," jelas Ridwan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/11/2016) malam.

Hanafi mengaku, dirinya tidak mengetahui orasi tersebut disampaikan dalam konteks apa. "Yang disampaikan pak Sri Bintang Pamungkas ini di depan masyarakat di Kalijodo pada Agustus 2016, tapi saya tidak tahu konteksnya apa," imbuhnya.

Dalam orasi tersebut, menurut Ridwan, Sri Bintang juga menyampaikan pernyataan yang bermuatan unsur SARA dan menyudutkan etnis tertentu. "(Pernyataan Sri Bintang) itu dia tidak menyinggung Ahok, dia menyebutkan dalam konteks etnis tertentu," ungkapnya.

Sementara Ridwan menjelaskan dirinya baru melaporkan orasi Sri Bintang itu tadi malam lantaran baru melihat tayangan videonya di youtube.

"Kami melaporkan ini setelah saya melihat di youtube, oh ini tindakan pak Sri Bintang Pamungkas sudah melampaui, otomatis sudah melanggar, karena saya pikir kan Presiden kita kan dipilih secara konstitusional dan menjatuhkan Presiden itu bentuk pelanggaran," jelasnya.

Atas dasar itu, ia melaporkan Sri Bintang dengan tuduhan Pasal 16 Jo Pasal 4 huruf B angka 2 UU RI No 40 tahun 2008 atas dugaan Tindak Pidana Diskriminasi Ras dan Etnis, yang dituangkan dalam laporan bernomor LP/ 5735/ XI/ 2016/ PMJ/ Dit Reskrimum.

Dalam laporan bernomor LP/ 5734/ XI/ 2016/ PMJ/ Dit Reskrimum, Ridwan juga melaporkan Sri Bintang Pamungkas dengan tuduhan Pasal 108 KUHP dan atau pasal 110 KUHP dan atau pasal 160 KUHP tentang Makar dan Penghasutan untuk Menjatuhkan Pemerintah yang Sah.

Sri Bintang Pamungkas belum bisa dikonfirmasi mengenai pelaporan ini. 

@detik.com



Ketua DPR Akom Dicopot Ganti Setya Novanto

DUNIA HAWA - Kursi Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) digoyang. Pasalnya, Partai Golkar sepakat mengembalikan posisi ketua DPR kepada Setya Novanto (Setnov), sebagaimana hasil rapat pleno ‎partai berlambang pohon beringin.


‎"Tadi sudah diputuskan dalam pleno sore tadi," kata ‎Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Golkar Yorrys Raweyai, saat dihubungi wartawan, Senin (21/11/2016). 

Selanjutnya kata dia, Fraksi Golkar akan membahas kesepakatan rapat pleno sore tadi itu dengan pemimpin DPR. "Jadi bukan mengganti, tapi mengembalikan posisi Setya Novanto seperti semula," tuturnya.

Sebab menurut Yorrys, Setnov mengundurkan diri dari jabatan ketua DPR karena dituduh mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. 

Dia menjelaskan, sebenarnya wacana agar Setnov kembali menjabat ketua DPR muncul sejak rapat pleno terbatas Golkar pada 8 November 2016. Wacana itu muncul setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas gugatan Setnov.

Adapun MK‎ mengabulkan gugatan Setnov, bahwa penyadapan yang bukan dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak sah. Sedangkan MKD DPR memutuskan memulihkan nama baik Setnov dari kasus pencatutan nama Jokowi dan JK dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

@dh©



Kapolri : "MUI Ormas Keagamaan Bukan Lembaga Politik"

DUNIA HAWA - Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian sempat mengunjungi Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (18/11/2016).


Saat itu, Tito mengatakan pertemuan tersebut hanya sekadar silaturahim dengan pemuka agama.

Namun, saat diwawancarai di program Rosi di Kompas TV, Tito mengakui ada tujuan lebih dalam soal kedatangannya menemui Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin.

"Kita mau mengetahui sebenarnya apa keinginan MUI. Apakah MUI betul memiliki fokus masalah proses hukum ataukah punya agenda lain juga?" ujar Tito dalam acara yang tayang pada Senin (21/11/2016) malam itu.

"Saya datang bukan sebagai Kapolri, melainkan sebagai warga Muslim," kata dia.

Tito datang ke sana untuk mendapatkan ketegasan soal posisi MUI dalam aksi unjuk rasa menuntut proses hukum terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Bahkan, kata Tito, MUI seolah memberi payung legalisasi aksi yang akan dilakukan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) pada 2 Desember.

"Setahu saya, MUI ormas keagamaan, bukan lembaga politik. Kita harap betul marwah MUI murni masalah keagamaan, terutama perkumpulan utama ulama Islam yang membawa nilai keagamaan Islam," kata Tito.

Tito mengatakan, dia tak ingin MUI menjadi kendaraan politik segelintir kelompok. Begitu juga ormas Islam lainnya. Karena itulah, Tito juga berdialog dengan tokoh agama, pimpinan Nahdlatul Ulama, pimpinan Muhammadiyah, dan sejumlah ulama, seperti Arifin Ilham, Din Syamsudin, dan Abdullah Gymnastiar.

Menurut Tito, tokoh agama yang dia ajak berdialog menegaskan bahwa tuntutan mereka murni untuk melanjutkan proses hukum terhadap Ahok.

"Mereka katakan tidak ada kepentingan politik Pilkada, masalah pemerintah, goyang Presiden, tidak ada niat seperti itu. Mereka ingin diyakinkan proses hukum secepat-cepatnya," kata Tito.

Tito pun menjamin proses hukum terhadap Ahok akan secepatnya dituntaskan. Dalam satu atau dua pekan, berkas perkara penyidikan kasus Ahok akan rampung dan diserahkan ke jaksa penuntut umum untuk dipelajari.

Para pemuka agama itu, kata Tito, sepakat bahwa pemerintah yang sah tidak boleh digoyang secara inkonstitusional.

"Mereka katakan, fine, bila ada agenda lain, umat tak akan dibawa, mereka akan di garis depan untuk mempertahankan itu," kata Tito.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Muhammad Zaitun Rasmin membantah aksi unjuk rasa terhadap Ahok terkait kasus dugaan penistaan agama bernuansa politis jelang Pilkada DKI 2017.

Namun, Zaitun mengakui, sulit untuk menghindari penilaian itu karena kasus yang menjerat Ahok bertepatan dengan momen Pilkada DKI.

"Memang sulit untuk dihindari karena kejadian di masa-masa ini (Pilkada)," kata Zaitun.

Dia mengatakan, untuk mengetahui hal tersebut politis atau tidak, itu bisa dilihat dari apa yang dilakukan kelompok GNPF MUI.

Dalam tuntutan mereka, tak ada permintaan untuk membatalkan pencalonan. Mereka hanya meminta proses hukum berjalan dan dilakukan penahanan terhadap Ahok.

Kalaupun tak ada Pilkada, kata Zaitun, tuntutan agar proses hukum terhadap Ahok ditegakkan akan kuat.

"Bahkan, andai kata dia Muslim (tuntutan proses hukum kuat)," kata Zaitun.

MUI sebelumnya mengeluarkan fatwa yang menilai pernyataan Ahok saat kunjungan kerja di Kepulauan Seribu dapat dikategorikan menghina Al Quran dan menghina ulama.


Pernyataan Ahok dianggap memiliki konsekuensi hukum.

Oleh karena itu, MUI merekomendasikan agar aparat penegak hukum menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

@kompas


Ahok Diperiksa Perdana Sebagai Tersangka, Doa dan Nasihat Ibunda Menyertainya

DUNIA HAWA - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pagi ini diperiksa Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penistaan agama. Sebelum menjalani pemeriksaan perdana, dia mendapat doa dan wejangan dari ibunya Buniarti Ningsih.


Salah satu pendukung Ahok Rudi Valinka memposting sebuah video di akun Twitter-nya @kurawa, Selasa (22/11/2016) pagi. Di video itu, Buniarti nampak berbicara lewat telepon menasihati Ahok.

Buniarti berpesan agar Ahok tidak usah takut menjalani proses hukum. Ibunda Ahok juga mengatakan dirinya terus mendoakan Ahok agar Tuhan memberikan jalan yang terbaik.

"Yang penting kita doa, Tuhan dengar doa kita kok, semua orang juga. Baik-baiklah, semua serah sama Tuhan ya. Tuhan yang bisa tau mana lebih baik, kita harusnya enggak usah takut, enggak usah apa, kita tenang baru dapat doa. Mama doa semua juga doa, teman-teman semua juga berdoa, agama apa juga berdoa untuk dukung Ahok ya," kata Buniarti.

"Iya, Ma," terdengar suara Ahok di ujung telepon menjawab nasihat ibundanya itu.

"Enggak usah takut lah ya," kata Buniarti menegaskan. Video percakapan Ahok dan ibundanya yang diposting Kurawa tersebut hanya berdurasi 45 detik.

@dh©

Ribuan Advokat Ingin Dampingi Ahok, Kasus Penistaaan Agama

DUNIA HAWA - Juru bicara pasangan Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul mengklaim bahwa banyak advokat menghubunginya menyatakan siap mendampingi tersangka kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama.


"Banyak sekali dihubungi lawyer se-letting saya yang sudah 35-40 tahun sebagai advokat. Saya mohon maaf, saya sebagai juru bicara, kami tidak bisa menampung semua. Kalau dihitung sudah ada ratusan bahkan seribu lawyer mau mendampingi Pak Ahok," kata Ruhut di depan Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (22/11).

Ruhut mengaku tidak bisa menerima tawaran semua advokat. Sebab, internal partai pendukung Ahok, seperti Golkar, PDIP, Hanura, dan NasDem, juga memberikan bantuan hukum kepada Ahok.

"Saya bilang mohon doanya saja. Saya juga terharu siapapun yang membantu Pak Ahok ini. Maaf saja tidak ada UUD, tidak ada ujung-ujungnya duit, terus terang saja," ungkap Ruhut.

Ruhut juga menerangkan, dukungan juga datang dari kalangan artis. Menurut Ruhut, banyak artis yang mendatangi Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, untuk diikutsertakan sebagai tim kampanye.

"Begitu juga banyak sekali penyumbang, mungkin satu-satu dari Indonesia maupun di dunia. Pak Ahok tidak ngeluarin uang, semua patungan dari rakyat, datang ke kami ada yang memberi Rp 10 ribu, Rp 50 ribu sampai ada yang membantu sedemikian banyak. Jadi ya mereka merasakan Ahok-Djarot bagian dari mereka," tambah Ruhut.

Ruhut menyampaikan terima kasih kepada partai pendukung yang tidak mundur pascapenetapan Ahok sebagai tersangka. Dia menilai, dukungan ini sebagai bukti bahwa Ahok tidak bersalah.

"Mari rapatkan barisan. Tidak bisa mencederai Ahok-Djarot. Dia tetap ikut pilkada 15 februari 2017, siapa pun tidak bisa menghalangi. Kita negara hukum," tandas Ruhut.

@jppn

Bedakan Antara "Kafir" dan "Kristen"

DUNIA HAWA - Saya kadang mesam-mesem membaca banyak "meme" dan pernyataan di medsos atau "dumay" tentang larangan "orang kafir" menjadi pemimpin (maksudnya, "kepala daerah") atas umat Islam. Tetapi yang "mereka" maksud dengan "orang kafir" itu adalah "Ahok yang Kristen". Mereka bilang ini amanat Kitab Suci (baca, Al-Qur'an) yang kedudukannya jauh lebih tinggi daripada "Konstitusi".


Kata "kafir" dan "Kristen" itu dua hal berbeda. Kata "kafir" itu sangat rumit dan kompleks sekali dalam Al-Qur'an. Ada sekitar 421 kali, Al-Qur'an menyebut kata "kafir" atau "kufr" dengan makna beragam dan konteks yang berbeda-beda tetapi muaranya kurang lebih sama, yaitu "menutupi sesuatu". Itulah sebabnya ada ayat Al-Qur'an yang menyebut petani itu "kafir" karena kerjaannya "menutupi benih di tanah". Demikian pula di ayat lain menyebut suku-suku di Mekah sebagai kafir karena menutupi kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad. Demikan seterusnya.

Sementara "Kristen" itu jelas "kaum beriman" bukan "kafir" meskipun tentu saja ada umat Kristen yang "kafir" sebagaimana ada umat Islam yang "kafir" kalau mereka "menutupi sesuatu". Seperti umat islam, umat Kristen juga penganut paham monoteisme. Karena itu, banyak para ulama dan sarjana Muslim yang menolak status "kafir" atas non-Muslim. 

Jadi, kalau kampanye "anti-Kristen Ahok" dengan alasan ia "kafir" sehingga kaum Muslim haram memilihnya sebagai "kepala daerah" adalah tidak tepat. Seperti "pepatah": "Joko Sembung Naik Ojek"--Tidak Nyambung Jek. Buktinya, banyak para ulama (termasuk para ulama Mesir) dan tokoh Islam yang mendukung dan membolehkan non-Muslim, termasuk Kristen, menjadi pemimpin politik-pemerintahan di daerah yang mayoritas Muslim. PKS Solo dulu juga mendukung Walikota Kristen: F.X. Hadi Rudyatmo.

Beberapa negara mayoritas Muslim juga memiliki (atau pernah memiliki) kepala daerah non-Muslim, baik walikota, gubernur, sampai presiden. Contohnya di Senegal, Palestina, Turki, Lebanon, dlsb. Di Lebanon, presiden-nya juga Kristen, Pak Michel Sulaiman, yang merupakan seorang Kristen Maronite. Apakah para ulama, cendekiawan Muslim, dan umat Islam di Turki, Sinegal, Palestina, atau Lebanon itu pada tidak paham Al-Qur'an? Apakah para ulama Mesir itu tidak tahu tafsir Al-Maidah yang bikin heboh itu? Tidak kan? Kannnn

Jadi ini sebetulnya soal tafsir saja. Sah-sah saja mau menafsiri "larangan umat Islam memilih pemimpin non-Muslim" tetapi jangan ngotot, marah-marah dan ngamuk kalau ada ulama, tokoh Muslim dan umat Islam lain yang membolehkan memilih non-Muslim sebagai pemimpin. Kalau ada yang bilang salat atau puasa Ramadhan itu "haram" baru silakan protes. Lagi pula, kalau gak suka Ahok ya tidak usah dipilih dalam pilkada nanti. Gampang kan? Pilih Pak Djarot Saiful Hidayat saja yang jelas Muslim. 

Saya ngomong begini bukan karena saya pendukung Ahok tetapi karena ingin "membimbing mereka agar kembali ke jalan yang lurus" he he. Soal Koh Ahok jadi gubernur atau tidak itu urusan orang Jakarte bung, bukan urusan gue he he

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Alergi Kasih

DUNIA HAWA - Ketika saya tulis soal "menebar kasih Tuhan", ada yang merasa hal itu aneh. Ada bau-bau Kristen, katanya. Sepertinya banyak orang lupa bahwa Quran itu dibuka dengan bismillahi rahmani rahimi. Rahman adalah kasih, rahim adalah sayang. 


Selain pemaknaan "dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang" orang Islam memang relatif jarang melakukan eksplorasi terhadap kata "kasih". Jarang kita dengar ungkapan "kasih Allah" dalam kajian-kajian Islam. Orang Islam lebih sering menggunakan kata "rahmat Allah".

Apakah makna kata kasih itu berbeda dengan rahmat? Tidak. Secara substansi sama saja. Dalam Quran itu ada surat Ar-Rahman, Sang Pengasih. Dalam surat itu disebutkan berbagai jenis nikmat, kebaikan, dan rahmat Allah, yang diberikan kepada manusia. Lalu manusia diingatkan berulang-ulang, nikmat mana lagi yang akan kamu dustakan? Dalam bahasa lain bisa kita katakan bahwa itulah seperangkat kasih Tuhan kepada kita umat manusia. 

Tapi, kenapa bisa mirip? Lha, apa salahnya kalau mirip? Agama itu menyuruh manusia untuk berbuat baik belaka. Semua agama begitu, mengajarkan yang baik. Jadi, kalau Islam mengajarkan kebaikan, Kristen mengajarkan kebaikan, wajar saja. 

Kita ini terbiasa untuk menganggap bahwa agama lain itu salah. Tidak tanggung-tanggung, salahnya semua. Tidak ada kebaikan pada mereka. Kalaupun mereka melakukan kebaikan, itu sia-sia saja. 

Kita tidak mau sama dengan mereka. Jangankan sama, mirip pun tidak mau. Karena itu, begitu sedikit saja ada kemiripan, maka muncullah reaksi "bau-bau" tadi.

Kita terbiasa jadi hakim atas iman orang. Padahal Tuhan tidak pernah menyuruh kita jadi hakim. Tuhan hanya menyuruh kita berbuat yang terbaik. Liyabluwakum ayyukum ahsanu 'amala.

@hasanudin abdurakhman, phd