Monday, November 21, 2016

Dari Denny Siregar Kepada Din Syamsuddin

Pak Din dan Ilusi Naga 


DUNIA HAWA

Saya beberapa minggu ini jujur agak heran dengan sikap pak Din..

Pak Din dulu setahu saya orangnya kalem dan bersahaja ketika memimpin Muhammadiyah. Entah kenapa khusus membahas Ahok ini, saya jadi sering makan cangkir baca ucapan beliau di media. Gak tahan juga saya untuk tidak mengomentarinya.

Siang, pak Din...


Akhirnya saya tahu kenapa pak Din begitu frontal dalam menyerang Ahok. Ternyata poin sebenarnya bukan masalah mulutnya Ahok ataupun surat Al-maidah, tapi masalah naga yang mencengkeram.


Saya juga kurang jelas masalah naga nag itu, yang dimaksud naga itu siapa ya pak? Apakah 9 naga yang terkenal itu, yang katanya menguasai perekonomian mulai dari pangan sampai papan?

Kalau memang yang itu, kenapa baru takut sekarang? Dulu kemana aja? Bukankah perekonomian kita sejak dulu dikuasai para naga? Kenapa pak Din tidak protes kepada almarhum Soeharto yang sejak awal memeliharanya? Atau kepada pak mantan yang 10 tahun diam menikmatinya?

Kenapa kok malah ke Ahok? Apakah karena Ahok ras cina dan si naga itu juga pasti cina?

Pak Din ini seperti lupa, Presiden sebelumnya gada yang cina, tapi si naga juga bercokol erat disini. Si naga yang cina itu menguasai impor pangan, menguasai properti dari ujung barat sampai timur Jakarta, menguasai banyak hal sampai ke penguasaan tempat hiburan.

Apa pak Din tidak tahu, para naga itu tidak penting : lu ras apa, lu agama apa, asal lu bisa gua beli semua ada tanda jadinya. Memangnya uang dan kekuasaan mengenal itu semua? Kalau masalah uang, semua orang agamanya sama.

Coba pikirkan lagi dengan baik..


Para naga itu sudah investasi ratusan triliun rupiah di Jakarta dalam bentuk properti misalnya. Apa mungkin mereka hanya bertaruh di satu orang Cagub saja? Terlalu riskan buat mereka, pak... Jika ada 3 calon, mereka pasti akan pasang di ketiga kakinya. Siapapun yang menang, pemenangnya pasti mereka.. Karena buat mereka, yang penting investasinya tetap aman..

Jadi apa yang harus ditakutkan? Kalau takut, golput aja... Apakah mengerahkan massa untuk demo trus masalah selesai? Serukan aja, jangan coblos Ahok.. selesai perkara. Atau mau tidak, serukan jangan coblos Agus dan Anies sekalian? Kok gada suaranya buat mereka?

Takut naga kok takutnya ke Ahok, pak? Bukankah wilayah administratif Ahok hanya seluas Jakarta? Harusnya ngomong langsung ke pak Jokowi, "Pak Jokowi, masalah naga ini adalah masalah nasional.."

Pakde pasti ngomong begini, " Wahai pak Din, tidakkah engkau melihat aku sedang memeranginya? Aku putus rantai makanan mereka di Petral. Aku putus mata pencaharian mereka di sektor pangan. Aku perang dengan mereka dimana-mana. Tapi pasti belum selesai. Menyelesaikan masalah yang sudah berakar begitu lama di Indonesia, tidak semudah memencet jerawat di hidung anak saya. Crot, selesai masalah. Masalah naga ini sudah menjadi kutil yang keras di wajah. Harus di operasi untuk mengangkat akar-akarnya. Paham, pak Din?

Nah, kenapa Pak Din tidak membantu saya saja ? Laporkan ke saya dan kalau perlu tim pengacara siapkan untuk melawan penguasaan mereka di mana-mana. Itu lebih baik daripada menumpahkan masalah ke Ahok semua..."

Plak, plakkk.. tampar aku, bang.. tamparrrr....

Pak Din yang terhormat,
Mungkinkah yang dimaksud naga itu adalah negara China? Yang katanya mau masuk dan menguasai perekonomian Indonesia, dan memasukkan banyak tenaga kerjanya ke Indonesia?

Kalau memang itu, ya tanyakan lagi ke pak Jokowi. Itu masalah nasional, bukan lagi lokal Jakarta.

Jawab Pakde lagi, "Wahai, pak Din... Selama ini ekonomi kita modelnya kapitalis dan dikuasai geng Amerika. Pak Din, kok gak protes ? Jika China datang dan menawarkan konsep ekonomi baru, kenapa kok malah ribut ? Apa bedanya Amerika dan China? Sama sama ingin menguasai ekonomi Indonesia?

Lihat tuh perusahaan multinasional di Indonesia, saham terbesarnya apa punya China semua? Mulai Danone yang memegang Aqua sampai Unilever yang memproduksi pembalut wanita, bukankah itu yang pegang matanya belo semua? Kenapa tidak protes juga ke mereka?

Lagian ngapain pak Din takutnya ke Ahok. Bukankah itu sepenuhnya masalah saya?"

Jlebb.. Jleeeebb... Perih, kisanak...

Ah, sudahlah pak Din.. Bapak kok jadi sering muncul di media sekarang ini? Apa karena sudah tidak memegang kekuatan di Muhammadiyah lagi? Dan sekarang hanya berpredikat "ulama" di majelis yang penuh dengan "ulama" pulak, yang kadang diminta nasihatnya dan lebih banyak tidak.

Contohlah Buya Syafii Maarif, senior bapak.. Beliau mengerti bagaimana mengisi hari tuanya dengan elegan dan penuh dengan pandangan bijaksana..

Sekali-sekali duduklah dengan Buya, pak.. dan minum kopi bersama.

Siapa tahu nasihat beliau yang menyejukkan hati bisa menentramkan terbakarnya api di dada pak Din, akibat bangga yang berlebih dengan agama dan rasnya sendiri, sehingga selalu curiga pada apa yang terlihat berbeda..

Kapan itu bisa terjadi, pak?

"Nanti, lebaran naga...."

@denny siregar

Cuekin Yang Demo Yuk ..

DUNIA HAWA - Ya sesuai judul, ini artikel saya yang terakhir bakal bahas “aksi bela Islam” (entah membela dari apa) setelah ini bakal nulis dengan tema yang lain, bosen, nonton tentang ini, baca tentang ini masa nulis juga tentang ini. Kecuali nanti 212 jadi rame lebih rame dari 212nya wiro sableng nah baru deh asik dibahas lagi.


Sekarang pertanyaan saya ngapain kita mikirin aksi ini? Toh katanya super damai kok jadi kita ga usah takut rusuh, dan kalo rusuh juga kita ga usah takut karena kepolisian telah siap mentungin. Aksi 212 nanti juga saya yakin se yakin yakinnya bahwa massa nya akan lebih sedikit dibandingkan 411 kemarin, kenapa? Karena tuntutannya udah tercapai kok. Contohnya gini, ente diajak demo nuntut gaji 4 juta padahal gaji udah 4 juta, mana ada yang mau ikut. setidaknya yang waras ga akan mau ikut. Ettt jangan kebakaran jenggot dulu, saya tau ada juga yang waras dan ikut, tapi saya yakin agendanya udah bukan “proses ahok” atau “presiden jangan intervensi” lagi.

Mari kita breakdown satu per satu,

Dimulai dari nama aksi ini, “aksi bela Islam”. saya ngga ngerti dengan pola fikir mereka, emang Islam di Indonesia lagi kenapa? Membela dari apa? Dari si penista agama? Emang lu faham apa arti penista agama? Emang lu faham tafsir surat Al Maidah 51? Emang lu faham makna auliya? Emang lu faham undang-undang penistaan agama? Ngga kan? Lu cuma ikut ikutan. Wkwk.. Trus jawab pertanyaan ini “apakah demo kalian kemarin sudah membela Islam atau cuma menghambur uang?”

Kedua, mari kita liat petinggi-petinggi “ulama” yang ikut dalam aksi ini, semua dari dulu udah berada di barisan anti ahok anti jokowi. Al Habib Muhammad Rizieq? Ya, arifin ilham? Ya, gymnastiar? Ya, bachtiar natsir? Ya. Semua anti ahok anti jokowi. jadi jangan ada retorika bahwa mereka “menjadi bersatu karena membela Al Qur’an” mereka bersatu karena sama sama anti ahok dan sama sama anti jokowi. dan patut diketahui banyak ustadz-ustadz yang mengafiliasikan diri dengan PKS. di pesantren saya dulu pun banyak ustadz-ustadz saya yang menjadi simpatisan maupun pengurus PKS. Dan yang belum tau, PKS termasuk partai yang paling anti ahok anti jokowi jadi wajar kalau demo 411 kemarin banyak ustadz-ustadz, mending tanya dulu “stadz anggota pekaes yah?”

Uang 100 miliar per demo lebih baik dipakai untuk memberi makan orang miskin dan nyekolahin anak anak muslim yang putus sekolah. katanya mau bela Islam, bela dong keislaman mereka dari kefakiran. 100 miliar tuh banyak loh bang, kenapa ga dipakai untuk yang lebih bermanfaat dibandingkan demo untuk menghukum ahok? Ada lagi yang lucu, kata bachtiar natsir 100miliar itu dari sumbangan sumbangan simpatisan dan masyarakat. Kapan mereka melakukan penggalangan dana? Mana nomer rekening penggalangan dana mereka? Berapa lama mereka menggalang dana? Kok tau tau udah banyak aja. trus sekarang mau demo lagi, cepet banget ngumpulin dana segitu, siapa penyumbangnya?

Mari cuekin demo itu karena tuntutannya mulai ngaco, bener kan prediksi saya mereka ga akan bisa menerima dan menghargai proses hukum. Dan omongannya juga mulai ngaco, katanya presiden menista ulama. Astagfirullah habib, saya termasuk pengagum anda loh, saya termasuk yang kagum dengan pengetahuan agama habib, tolong ga usah terlalu banyak ngomongin politik bib, tolong ceramah agama aja, cerdaskan kami, jangan ajak untuk demo demo yang tidak sedikitpun menambah pengetahuan agama kami. Sorry to say habib, saya lebih faham urusan politik daripada habib.

Mari kita cuekin aksi ini, kalo ahok 15 februari menang yah menang, kalo kalah yah kalah, ngga usah demo. Untuk kepolisian juga jangan pernah menjalani hukum karena tekanan, sekali diturutin, mereka akan menekan lagi setiap ada hukum yang tidak mereka sukai. Padahal MUI udah mengimbau jangan demo mereka tetap demo, berarti mereka juga tidak menuruti ulama

Buat pembaca juga, demo kaya gini mah ga usah dipikirin dan diomongin, baca dan komen di post ini juga ga usah, hehe.. Mending kita melakukan hal lain yang bermanfaat bagi bangsa, negara dan agama.

Salam cuekin.

@muhammad sarbi


Sampai Sutan Wafat, KPK Belum Juga Memangil Ibas

DUNIA HAWA - Jujur saja saya agak jarang mengikuti berita-berita di media. Bahkan membalas WA pembaca saja sudah kewalahan. Kadang hanya saya baca untuk menghormati pengirimnya. Tapi dari sana juga saya tau hot topic dan kemudian membahasnya.


Nah soal Sutan Batugana ini saya kurang tau beliau sakit parah. Hanya tau saat kondisinya sudah sangat krisis. Lalu kemarin meninggal dunia. Cepat sekali.

Setelah beliau meninggal, saya baru sadar tentang seseorang yang menemui saya 3 bulan lalu. Entah apakah orang ini ada hubungan keluarga atau bagaimana dengan Sutan, saya kurang tau. Tapi pada intinya dia bercerita tentang kondisi Sutan dan kasus-kasus korupsi yang menimpanya. “Menurut mas Alif bagaimana?”

Jawaban saya waktu itu klasik, sebagian besar napi itu merupakan ikan-ikan yang memakan kail. Entah salah ikannya atau salah pemancingnya, kita juga bingung, intinya korupsi sudah terjadi.

Waktu berjalan begitu cepat. Sampai akhirnya beberapa hari yang lalu Sutan meninggal setelah melawan penyakit kanker hati. Saya jadi teringat dengan seseorang yang entah di mana dia sekarang, tapi saya yakin sedang membaca tulisan ini. Saya ingin membuka sedikit catatan tentang pernyataan Sutan, guna mendorong KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi untuk lebih berani. Kita harus mengingatnya agar apa yang diserukan oleh Sutan tidak ikut terkubur.

“Eka Putra yang bawa-bawa nama Ibas, sama Denny akan kami panggil. Dia (KPK) bilang ketika saya shalat di tempat KPK. Saya bilang ini bagus, bagus dong. Tapi setelah saya jadi saksi, ga ada tuh orang dipanggil. Saya bilang anda bohong.

Apa dia bilang Pak Sutan, kami sudah ajukan, tapi pimpinan ga approve. Ya sudah…anda sudah tau. Ya takutlah. KPK takut membogkar ini semua. Berarti KPK juga nggak bener,” kata Sutan.

“Saya di sini sebagai tersangka, kemudian terdakwa, tidak ingin melibatkan siapa-siapa sebenarnya. Tapi ini kan pengembangan-pengembangan dari penyidikan kemudian dari fakta persidangan. Tentang nama Mas Ibas sendiri, itu kan sudah lama muncul semestinya.

Sebelum saya jadi tersangka, sebelum saya jadi saksi, itu sudah saya sampaikan bahwa ada indikasi. Teman-teman Ibas ini yang membawa-bawa nama Ibas, mau merekayasa proyek.

Orang yang kalah dimenangkan, yang menang dikalahkan. Dan ternyata Pak Rudy mengatakan di persidangan kemarin, setelah saya tanya, bahwa di situ ada teman-temannya Ibas, dia merasa tertekan kan. Ternyata ga ditanda tangani kotrak tu, patut diduga gara-gara itu. Nah itu yang saya gagalkan.

Dan saya dirayu supaya tidak ikut-ikut ribut masalah ini. Biarkan saja yang menang yang nomer dua, di sana ada selisihnya sekitar 400 juta USD. Itu bisa dibagi-bagi. Mereka janjikan memberi kepada saya, buka rekening di Singapura, 5 juta USD. Itu 50 milyar. Ditambah lagi, 5 juta USD. Jadi 100 milyar. Itu mereka tawarkan.

Kalau saya sih tidak mau melibatkan siapa-siapa. Tapi kalau faktanya memang hakim atau semuanya persidangan ini mengiginkan, untuk nama baik Mas Ibas sendiri, klarifikasi saja nggak ada masalah. Kalau memang ga ada apa-apa kan ga ada apa-apa. Daripada jadi rumor, daripada make-make Ruhut, daripada make-make beberapa orang Demokrat nyerang-nyerang saya, ga ada manfaatnya,” lanjut Sutan selesai persidangan, beberapa tahun yang lalu.

Kini sampai Sutan meninggal, pimpinan KPK sudah bukan lagi Abraham Samad, Presidennya pun sudah bukan Papahnya Mas Ibas, ternyata KPK juga belum berhasil memanggil Ibas. Bukan belum berani, sebab kalau memanggil sudah pernah, saat itu Anas meminta Ibas dan SBY bersaksi. Tapi SBY dan Ibas tidak mau datang ke KPK. Jadi ya sudah.

Nama Ibas sendiri memang sudah disebut oleh hampir semua terdakwa dan saksi di persidangan terkait kasus mega korupsi Partai Demokrat. Dari Anas, Nazarudin, Anggie, Yulianis sampai mantan staf Nazarudin juga menyebut nama Ibas dalam kesaksiannya. Namun sampai sekarang, satu kalipun Ibas tidak pernah bisa didatangkan ke KPK. Padahal kalau orang biasa, sekali saja disebut di kesaksian, sudah pasti langsung didatangkan ke KPK untuk bersaksi.

Untuk melengkapi artikel ini, maka menjadi penting untuk saya kutip pernyataan dalam fakta persidangan.

“Proyek di SKK Migas, pembangunan offshore, lepas pantai. Beberapa Komisi VII, Sutan Bhatoegana. Sutan pernah dimarahi Mas Ibas, suruh mundur di kasus PT Saipem yang dimenangkan Mas Ibas.

450 ribu USD (wisma atlet Jakabaring. Ada juga uang 250 ribu USD, ada juga yang diserahkan ke ruangannya Mas Ibas di DPR, terus ada juga soal proyek SKK Migas, yang PT Saipem (perusahaan Migas) itu miliknya Mas Ibas. Soal Mas Ibas itu yang dibilang Yulianis itu betul. Yang US$ 200 ribu,” ujar Nazaruddin.

Pernyataan Nazarudin ini mengkonfirmasi dan membenarkan kesaksian Yulianis di persidangan sebelumnya. Anak buah Nazarudin juga menjawab hal serupa saat ditanya di pengadilan. Begitu juga dengan Angelina Sondakh yang juga mengkonfirmasi bahwa korupsi-korupsi yang dilakukan oleh Nazarudin sudah sepengetahuan Anas dan Ibas.

Sebenarnya, sejak tahun 2011 kasus ini dimulai, beberapa nama yang sekarang dipenjara seperti Anggie, Anas sampai Sutan yang kemarin sudah meninggal, semuanya berawal dari pengakuan Nazarudin. Sekali Nazarudin sebut nama Anas, langsung Anas dipanggil. Tak lama kemudian menjadi tersangka dan dipenjara. Sekali Nazarudin sebut Sutan dan Anggie, keduanya langsung didatangkan ke KPK.

Tapi, saat Nazarudin menyebut nama Ibas, ternyata KPK tidak berhasil mendatangkannya. Tidak diapprove oleh Abraham Samad kalau menurut pernyataan Sutan waktu itu. Bahkan saat Anggie, Yulianis dan Sutan juga ikut menyebut bahwa Ibas terlibat, pun KPK juga belum bisa mendatangkan Ibas. Luar biasa prestasi Mas Ibas.

Kini Sutan sudah meninggal dunia karena sakit kanker hati. Masih tersisa Anas dan Anggie yang merupakan satu rombongan dalam kesaksian Nazarudin yang berujung penjara. Selanjutnya kita lihat ke depan, apakah Ibas akan mempertahankan prestasinya sampai Anas, Nazarudin dan Anggie juga menyusul Sutan? Ataukah KPK yang sekarang sudah punya keberanian untuk memanggil Ibas?

Terakhir, menjawab komentar banyak orang terkait SBY yang tidak mau menemui Sutan bahkan meski sudah kritis, padahal dulu Sutan pembela Demokrat, sebenarnya tak perlu terlalu dipermasalahkan. Sebab meskipun Sutan loyal pada Demokrat, tapi di ujung dia juga ikut menyebut nama Ibas. Jadi mana mungkin SBY sebagai bapaknya Ibas mau menjenguk Sutan?

Sikap SBY ini mungkin juga akan berlaku buat semua koruptor Demokrat yang sudah menyebut Ibas terlibat. SBY baru akan menjenguk kalau mereka sudah wafat. Kalau masih hidup, entah di penjara atau rumah sakit, rasanya SBY tak akan menjenguk. Jadi kita harus memakluminya.

Begitulah kura-kura

@alifurrahman

Isu Seksi Rohingya

Rohingya itu memang isu seksi...


DUNIA HAWA - Kabar pembantaian umat muslim oleh para bhiksu mengisi beranda saya. Ditambah lagi gambar gambar mengerikan ada orang terbakar, ada yang kepalanya dipenggal dan segala macam.


Menariknya, akun dengan nama ustad bersuara serak serak basah, ikut menyebarkan gambar ibu dan anak dengan tubuh hitam terbakar, eh ternyata itu gambar lama ledakan mobil tangki gas.

Kepedulian boleh boleh saja, tapi juga harus tetap objektif dalam melihat masalah. Dubes Indonesia untuk Myanmar, Ito Sumardi sudah mengecek kesana, ke daerah konflik bersama beberapa perwakilan negara lainnya.

Menurut Dubes, berita pembantaian itu tidak sepenuhnya benar. Bahwa militer melakukan agresi itu benar, juga jatuhnya korban. Tetapi militer Myanmar juga jatuh korban tewas karena serangan militan terhadap pos polisi dan militer. Itulah yang menyebabkan terjadinya operasi militer disana.

Memang kalau masalah agama, apapun jadi sensitif. Ada kemungkinan berita pembantaian di Myanmar adalah bagian dari propaganda politik dari kelompok militan yang berhubungan dgn kelompok radikal di Timur tengah.

Ini tentu mengingatkan saya akan situasi di Suriah waktu awal peperangan. Pada masa itu kelompok radikal menyerang pos-pos militer Suriah di perbatasan. Ketika militer membalas dengan melakukan operasi dan para penyerang itu akhirnya tewas, mereka melakukan propaganda dengan memajang foto foto bahwa terjadi pembantaian oleh militer Suriah. Playing victim, istilah popularnya.

Dan ini bisa juga terjadi pada negeri kita.

Sebagai catatan tambahan, saya kutipkan tulisan lama saya untuk bisa memahami situasi di Myanmar.

Komunitas Rohingya yang mayoritas muslim tinggal di negara bagian Rakhine. Meski begitu, mereka bukan bagian terbesar warga Rakhine yang mayoritas beragama Budha. Rakhine adalah negara bagian termiskin di Burma tapi kaya dengan sumber daya alam.

Warga Rakhine selama ini dipinggirkan secara ekonomi dan politik oleh pemerintah pusat yang didominasi etnis Burma. Karena miskin, mereka terbentuk menjadi bodoh dan pemarah. Kemarahan mereka bertambah dan menjadi dendam ketika komunitas Rohingya tidak mendukung mereka secara politik.

Dendam itulah yang melatar-belakangi pengrusakan dan berujung pada pembantaian.

Agama budha yang mayoritas disana, dipengaruhi oleh biksu fundamentalis. Biksu fundamentalis ini dipelihara baik oleh pemerintah Myanmar supaya mereka tetap terus berkuasa dan bisa mengeruk sumber daya alam disana dan proyek proyek keuntungan. Karena dipelihara itulah, maka komunitas fundamentalis berbaju agama Budha tumbuh subur.

Mereka yang mayoritas beragama Budha ditakut-takuti bahwa Islam berkembang dengan pesat, mengendalikan ekonomi sampai menjadi ancaman nyata. Apalagi Burma atau Republik Persatuan Myanmar ini, dikelilingi Bangladesh, Malaysia dan Indonesia yang mayoritas muslim.

Akhirnya terbentuklah stigma bahwa Islam itu begitu jahat dan mereka yang mayoritas harus melindungi diri dengan membantainya sebelum nanti akhirnya dibantai. Peran para bhiksu sangat penting untuk membakar kemarahan, mirip ustad ustad dan pendeta garis keras yang selalu memakai agama untuk kepentingan pribadi, uang dan kelompok politik.

Jadi, ternyata akar masalahnya sejak awal adalah penguasaan sumber daya alam oleh pemerintah dengan memanfaatkan isu agama...

Sambil minun kopi saya tersenyum, ternyata konsep "bungkuslah orang orang bodoh dengan baju agama, dan lihatlah kerusakan yang diperbuatnya.." bukan semata milik muslim saja. Budha juga gak mau kalah...

Makin pucing kepala naga...

@denny siregar


Sang Ahok dan Rangkaian Aksi Berjilid

DUNIA HAWA - Sampai detik ini, seorang Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok terus menerus menjadi buah bibir bangsa ini. Ia mulai diperbincangkan semenjak dipasangkan dengan Jokowi sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, karena ia sebagai turunan Cina dan nonmuslim.


Berlanjut memanas kala ia keseleo tafsir Al-Maidah: 51 di Kepulauan Seribu, ditambah aksi demo ormas Islam 4 November serta dilakukannya gelar perkara kasus tuduhan penistaan agama oleh Polri secara terbuka dan terbatas (15/11), hingga ia ditetapkan menjadi tersangka, kini. Pula ditambah aksi damai dua (2) Desember nanti. Situasi politik di negeri ini akan terus memanas seiring aksi-aksi yang dipertontonkan untuk membela harga diri.

Nama Ahok kian melambung, popularitasnya terus meroket, dukungan terhadapnya semakin menggunung. Pula sebaliknya, di sisi lain, ia mendapatkan cacian, makian hingga sumpah serapah yang jumlahnya jauh lebih banyak dan beragam bentuknya, hadir di berbagai media elektronik, khususnya jejaring sosial.

Siapa yang tak kenal dia? Pasti, semua orang Indonesia mengenalnya. Media sangat senang dan gencar sekali mewartakannya. Isunya terus digoreng karena apinya terus menyala, tak mau padam hingga kini.  

Ahok dan Islam adalah dua objek kajian “seksi dan menggairahkan” untuk dianalisis lebih jauh dalam perspektif baru. Karena dari Ahoklah muncul gerakan sosial yang masif. Lihat saja mucul aksi bela Islam di sana-sini, di seluruh pelosok negeri. Setiap ucapan, perkataan, gerak tubuh, sikap dan segala apapun yang keluar dari Ahok selalu diwaspadai pula dimata-matai oleh pihak yang berseberangan dengannya.

Aksi damai 411 yang semula dijamin tidak ditunggangi kepentingan apapun, faktanya banyak penumpang gelap di lapangan. Sehingga situasi menjadi tak terkendali dan akhirnya kacau (chaos) juga di sore menjelang maghrib hingga isya. Belum puas dengan aksi tersebut, pihak pelapor terus memobilisasi massa untuk aksi kembali jika Ahok belum ditangkap dan dipenjarakan.

Digelarperkarakanlah kasus tersebut pada hari Senin, 15/11/2016, kemudian sehari sesudahnya, Ahok pun resmi menjadi tersangka. Namun status tersebut tak berpengaruh terhadap pencalonannya, secara hukum, sebagai calon Gubernur DKI Jakarta yang sudah disahkan KPU sebelumnya.

Sorak sorai, sujud syukur, dan apreseasi kegembiraan lainnya dari pihak pelapor dan massa aksi seraya membuncah. Ringkasnya, mereka puas atas status Ahok yang menjadi tersangka. Dan kini, kasus Ahok sudah diurus, diserahkan dan ditangani sepenuhnya oleh pihak berwajib.

Aksi “bela agama”, mereka menyebutnya demikian, untuk menegaskan bahwa mereka beraksi dalam rangka membela agama bukan membela partai politik tertentu atau ditunggangi kepentingan politik tertentu yang menjadi rival  partai kubu Ahok-Djarot, terus akan dilanjutkan selama Ahok belum dijebloskan ke penjara.

Saya tidak tahu persis apa motivasi dibalik itu semua. Apakah mereka menginginkan Ahok kemudian mundur dari pencalonan gubernur karena tersandung kasus ini,  atau ada motif lain yang dikehendaki.

Berkah di Balik Tersangka


Jika yang dimaksud oleh mereka agar Ahok dijebloskan ke penjara, kemudian otomatis mundur dari pencalonan, saya kira ini akan menjadi blessing in disguise (berkah yang tersembunyi, terselubung) yang secara otomatis akan meroketkan kembali popularitas dan elektabilitas Ahok. Kondisi demikian, dalam dunia politik, sudah dibuktikan SBY saat “dizalimi” Megawati kala itu.

Popularitas SBY melangit karena mendapat dukungan dari pihak luar yang bersimpati dan empati kepadanya. Hingga kemudian SBY menjadi presiden. Atau kasus lain saat Megawati dan partainya PDI waktu itu, menjadi korban kekerasan politik orde baru yang sangat licik dan sadis. Megawati, kemudian akhirnya mendapat dukungan besar dari wong cilik, yang akhirnya menghantarkan beliau bisa duduk di kursi kepresidenan. 

Kondisi di atas selaras dengan pandangan Gunter Schweiger, seorang insinyur dan profesor manajemen mutu Jerman, ia mengatakan bahwa salah satu tujuan market politik adalah meraih kelompok sasaran baru.

Ahok kini sedang mendapatkan panggung, karena ia dikenal lebih luas, dan tentunya akan menambah pundi-pundi suara baru dari orang-orang baru, tentunya, karena mereka merasa simpati terhadap kasus yang dihadapinya kini, seolah ia seorang diri yang sedang dikeroyok oleh banyak orang tanpa membawa senjata yang setimpal untuk melawannya.

Rasa simpati dan empati akan muncul dari luar karena ia diibaratkan sedang dizhalimi orang lain, seperti yang pernah dialami oleh SBY atau Megawati waktu dulu. 

“Keberkahan” kedua, yang dinikmati Ahok adalah ia seperti mendapatkan iklan gratis untuk mengampanyekan dirinya dari berbagai media, baik cetak atau elektronik. Bayangkan jika ia tidak kenal dan kemudian mau dikenal khalayak ramai, ia harus mengeluarkan uang yang banyak untuk bisa tampil di televisi, misalnya. Semakin banyak tampil dan dilihat orang di televisi, maka ia akan semakin diingat oleh pemirsa, khususnya pemilih warga DKI Jakarta.

Sesuai dengan teori memori, yaitu pengulangan informasi dalam otak akan memepengaruhi penyimpanan memori jangka panjang manusia. Jika kita ibaratkan sebuah produk, semakin produk tersebut muncul di televisi dan dilihat banyak orang, maka produk tersebut akan selalu diingat. Dan akhirnya orang akan tertarik untuk membelinya karena pengulangan iklan tersebut terus menerus.  

Sekali lagi, ini adalah sebuah strategi politik yang seharusnya disikapi cerdas dan dikaji ulang oleh para pasukan aksi damai tersebut serta rival-rival politiknya yang menjadi penumpang gelap dalam aksi tersebut. Aksi damai 411 yang dibangga-banggakan karena jumlah pesertanya mencapai jutaan, belum tentu akan memadamkan popularitas Ahok.

Pertanyaannya: “Berapa persen penduduk DKI Jakarta yang ikut aksi tersebut? Atau jika ya, mereka adalah penduduk DKI Jakarta, yang punya hak pilih; berapa persen yang murni berdemo atas panggilan jiwanya, berapa persen orang bayaran, berapa persen yang hanya mencari makan, atau pertanyaan-pertanyaan lain yang serupa”.

Aksi Bela Agama Jilid Tiga


Saya tidak tahu persis apa yang dimaksud dengan “aksi bela agama” dan label pemakaian kata “jilid” dalam kalimat AKSI BELA AGAMA JILID III yang akan dilaksanakan 2 Desember mendatang. Apakah aksi tersebut benar-benar sedang membela agama atau jangan-jangan sedang membela tafsiran golongan tertentu terhadap agamanya. Padahal Ahok sudah resmi menjadi tersangka atas tuduhan kasus penodaan agama dan kini sedang ditangani, diproses pihak berwajib.

Mudah-mudahan mereka benar menfsirkannya dalam kasus ini. Pasalnya, diksi tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak tertentu dan dijadikan alat pancing untuk masyarakat awam untuk hal-hal atau kepentingan tertentu. Biasanya mayoritas orang awam akan lebih respek jika agamanya disentuh, dibawa-bawa atau diusik, sekalipun ia tak pernah menjalankan perintah agamanya secara baik.

Sedangkan diksi “jilid” mungkin mereka tafsirkan dari berapa banyak atau berapa kali mengerahkan massa untuk berdemo, atau memang sudah didesain akan berapa kali “menjilid”-nya, atau mungkin ada terminologi tertentu untuk term “jilid” tersebut.

Mungkin hal di atas soal sepele dan tidak harus dibesar-besarkan, namun saya khawatir ada semacam penggeneralisasian pada kasus-kasus lain, yang tidak ada kaitannya dengan persoalan agama tapi diklaim sebagai aksi bela agama jilid kesekian dan seterusnya.

Saya ingin menawarkan satu kasus berikut: Apakah ini termasuk membela agama atau justru sebaliknya?

Misalnya, ada kelompok tertentu tidak suka terhadap kepala daerahnya hanya karena ia berbeda agama dengan mayoritas warganya, maka kelompok tersebut kemudian mengorganisasi kelompoknya dan pihak-pihak lain yang satu ide dengannya untuk berdemo atau ikut aksi di jalanan dengan membawa jargon “aksi bela agama jilid ke-sekian”, dan seterusnya, untuk menurunkan kepala daerah tersebut.

Kekhawatiran di atas cukup beralasan. Jangan karena perbedaan, kita secara sepihak menghalangi hak seseorang, sebagai warga negara, untuk menggunakan haknya. Perlu diingat, kita hidup dan dibesarkan di negeri Indonesia yang majemuk. Jangan sekali-kali memaksakan kehendak golongan karena merasa mayoritas.

Bukankah kedamaian itu lahir dari atma yang sehat, atma yang luhur, yang tidak pernah saling mencurigai dan membenci antarsesama anak bangsa. Kedamaian tidak lahir dari kuantitas, baik mayoritas atau minoritas. Kedamaian diutus untuk mempersaudarakan kaum mayoritas dan minoritas yang sedang berkelahi mengatasnamakan ego dan harga diri masing-masing.

@lip rifai



Standar Ganda Pengawal Fatwa (GNPF MUI)

DUNIA HAWA - Semenjak kasus nista-menista agama menjadi trending topic nasional, nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI mendadak viral. Adapun terselenggaranya Aksi Bela Islam I dan II, pada nyatanya tak bisa lepas dari andil besar yang diinisiasi oleh kelompok ini.


Gerakan ini sejujurnya cukup baik. Sebab dilandasi dengan tujuan mulia, untuk secara kaffah mengawal dan mengimplementasikan hasil ijtihad para ulama, sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sudah selaiknya mendapat apresiasi publik luas.

Namun juga, sebaiknya, GNPF MUI ini tak hanya eksis pada kasus nista-menista oleh Ahok saja, baiknya GNPF MUI ini kembali membuka lembaran-lembaran fatwa MUI terdahulu. Seraya mendesak pemerintah, maupun khalayak untuk patuh pada tiap butir aturan yang telah dibuat MUI.

Terus terang, saya akan angkat topi yang setinggi-tingginya, bila GNPF MUI ini melakukan mobilisasi massa yang besar untuk berdemonstrasi, mengajukan tuntutan ditutupnya pabrik-pabrik rokok yang ada di Indonesia. Ini harus dilakukan, karena jika merujuk pada fatwa, MUI secara sahih menyatakan bahwa rokok itu haram.

Label haram, dapat juga ditafsirkan sebagai sebuah barang yang hina lagi nista untuk dikonsumsi kaum Muslim. Rokok tak memiliki faedah, karena terlalu banyak mudarat-nya bagi kesehatan. Barang siapa mengedarkan sesuatu yang haram, sudah selayaknya mendapat hukuman berat. Karena tentu memiliki potensi untuk merusak aqidah dan juga akhlak umat Islam.

Adapun dalih yang berlindung pada argumentasi-argumentasi fiktif mengenai kesejahteraan para petani tembakau, hingga potensi meningkatnya angka pengangguran jika rokok diharamkan, itu hanya sekedar kecemasan tak berdasar saja. Seharusnya tak ada lagi keraguan untuk meyakini fatwa MUI sebagai sebuah jalan utama menuju kemaslahatan umat.

Itu baru perkara rokok. Lain halnya dengan fatwa MUI mengenai larangan untuk golput di Pemilu maupun Pemilukada. Baiknya, GNPF MUI juga melakukan aksi-aksi yang cukup nyata.

Sudah sewajarnya jika kelak GNPF MUI meminta data ke KPU/KPUD, terkait daerah mana saja yang memiliki indeks partisipasi politik rendah. Hal ini ditempuh untuk kemudian dijadikan bukti kuat mendesak dan menuntut para kepala daerah yang bersangkutan, agar mampu melakukan sosialisasi politik yang lebih baik, demi naiknya angka partisipasi di Pemilu/Pemilukada.

Menekan angka golput, tentu akan berkorelasi erat dengan potensi besar keterpilihan seorang pemimpin yang baik bagi masyarakat. Selain dapat memilih pemimpin yang berkualitas berdasarkan integritas dan kapabilitas, santun, tegas, hingga jujur, fatwa MUI juga dibutuhkan demi mencegah pemimpin kafir terpilih.  

Untuk hal olahraga juga, GNPF MUI perlu melakukan kajian yang lebih cermat. Utamanya dengan jenis olahraga yang sudah jelas-jelas diharamkan MUI melalui fatwanya. Yoga, misalnya. Terkait masalah Yoga, GNPF MUI, saya rasa perlu melakukan sweeping untuk tempat-tempat yang mengadakan olahraga terlarang ini.

Menyangkut masalah haramnya program kesehatan BPJS oleh MUI, GNPF MUI juga sewajibnya melakukan upaya-upaya nyata. Memprotes keras pemerintah yang menerapkan kebijakan mengandung riba ini, bahkan membuat aksi Bela Islam dalam gelombang berikutnya, saya rasa cukup baik untuk dilakukan dengan sesegera mungkin.

Tentunya di sini, saya tak bisa menjabarkan fatwa-fatwa MUI lain, yang sudah barang tentu wajib mendapat pengawasan yang sepadan dengan kasus nista-menista oleh Ahok. Semua ini dilakukan sejatinya tak lain, demi menjaga moral umat Islam. Dan juga demi memuliakan posisi para ulama.

Berjuanglah GNPF MUI secara konsisten dan tanpa pandang bulu. Karena sesungguhnya umat Muslim, kini perlu mendapat bimbingan dari para ulama.

Hidup GNPF MUI. Take a beer!

@linggar kharisma


Pendemo 212 Bakal Terancam Pasal 212 KUHP. Simak Penjelasan Kapolri

DUNIA HAWA - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengaku akan mengeluarkan maklumat untuk melarang aksi unjuk rasa yang akan dilakukan di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin yang berpusat di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.


Rencana aksi unjuk rasa tersebut masih terkait dengan kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pasalnya, para peserta aksi tersebut akan menutup jalan utama Ibu Kota, tempat ribuan kendaraan melintas di sana setiap harinya.

"Kapolri akan mengeluarkan maklumat untuk itu, termasuk polda-polda," ujar Tito di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11/2016).

Tito mengaku tidak melarang unjuk rasa, tetapi hanya menetapkan larangan bagi pengunjuk rasa untuk menggunakan lokasi yang dianggap mengganggu aktivitas warga.

Tito menegaskan, jika aksi tetap dilakukan di sekitar Bundaran HI, maka polisi akan membubarkannya. Kalau tidak mau maka akan ditindak.

"Kalau melawan petugas, akan kami tindak. Ada ancaman Pasal 108 KUHP, ancamannya berat kalau sampai ada petugas yang terluka" kata Tito.

Menurut Pasal 108 ayat 1, barang siapa bersalah karena pemberontakan diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Sementara itu, untuk pimpinan pemberontakan itu akan dikenakan pidana penjara paling lama 20 tahun. Bahkan, maklumat juga akan dikeluarkan polda di luar Polda Metro Jaya terkait pengerahan massa ke aksi Bundaran HI.

"Kapolda-kapolda yang kantong massanya dikerahkan akan keluarkan maklumat itu. Maklumat untuk melarang bergabung dengan kegiatan yang melanggar undang-undang, dan akan dilakukan tindakan seandainya tetap memaksa," kata Tito.

"Kami mencium ada kelompok - kelompok yang akan menunggangi aksi tersebut dan akan menduduki gedung DPR. Ini jelas melawan hukum. Bisa dijerat pasal 212 KUHP," tegas Tito Karnavian.

Berikut isi pasal 212:


Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.


Aksi 2 Desember itu akan diselenggarakan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI).

Panglima Lapangan GNPF MUI, yang juga Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman, memastikan aksi berjalan damai karena hanya menggelar shalat Jumat di kawasan tersebut.


Sebelum shalat Jumat, mereka akan melakukan doa bersama sepanjang Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin.

Namun, menurut Tito, masih banyak tempat lain yang bisa dijadikan tempat shalat selain jalan protokol Jakarta.

"Kalau mau shalat Jumat bisa di Istiqlal, Lapangan Banteng, Monas, ya monggo. Namun, kalau di jalan protokol, memacetkan Jakarta, tidak bisa. Itu jelas undang-undangnya," kata Tito.

@beritateratas


Partai Gerindra Nyatakan Siap Gabung Dengan Pemerintah

DUNIA HAWA - Partai Gerindra siap bergabung dengan pemerintah jika Presiden Joko Widodo menghendaki. Hal ini sesuai dengan sikap Prabowo Subianto yang selalu siap membantu Presiden, meski Partai Gerindra berada di luar pemerintahan.  


Kesiapan Gerindra ini sejalan dengan kemesraan yang kerap ditampilkan Prabowo bersama Jokowi dalam sejumlah pertemuan yang dilakukan keduanya. Sejak dilantik sebagai Presiden, Jokowi sudah enam kali bertemu Prabowo. Terakhir, Kamis 17 November lalu, Prabowo bertemu di Istana Merdeka sebagai balasan kunjungan Presiden Jokowi ke Bukit Hambalang, 31 Oktober lalu.

"Sesuai statement Pak Prabowo jelas bahwa beliau dan Gerindra selalu siap untuk membantu pemerintahan Joko Widodo demi kepentingan bangsa dan negara. Artinya Gerindra akan siap juga masuk dalam pemerintahan Jokowi-JK,"kata Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono, Senin (21/11/2016).

Menurur Arief, bergabungnya Gerindra ke pemerintahan bukan sesuatu yang tabu, mengingat selama ini Prabowo di setiap pertemuan dengan internal partai selalu mengingatkan agar kadernya jangan menjadikan pemerintah sebagai rival, melainkan sebagai partner kerja. 

Jika kemudian Gerindra benar-benar diajak bergabung bersama pemerintah, kata dia, partainya juga akan menyiapkan kader terbaik untuk mengisi posisi di kabinet.

"Kalau Pak Joko Widodo menawarkan bergabung kami akan sambut dengan baik dan kami sangat hargai. Ini bukan hal yang mudah nantinya bagi kader-kader Gerindra yang akan diminta Presiden membantu di kabinet, sebab tantangan bangsa Indonesia makin hari ke hari makin berat dalam segala bidang," jelasnya.

@rimanews



Polri Larang Aksi 2 Desember di Sudirman-Thamrin

DUNIA HAWA - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengisyaratkan bahwa pihaknya tak akan mengizinkan aksi demo 2 Desember. Dia mengakui bahwa kegiatan dalam bentuk Salat Jumat sepanjang jalan Sudirman-Thamrin Jakarta itu adalah wujud penyampaian pendapat di muka umum. 


Penyampaian pendapat, kata Tito, memang merupakan hak konstitusi. Namun hal itu tidak bersifat absolut. Mabes Polri pun melarang aksi 2 Desember dalam bentuk gelar sajadah Salat Jumat sepanjang jalan Thamrin dan Sudirman, Jakarta itu dengan beberapa alasan. 

"Menyikapi (aksi) tanggal 2 Desember. Akan ada kegiatan yang disebut bela Islam ketiga dalam bentuk gelar sajadah Salat Jumat di jalan Thamrin. Kegiatan tersebut, penyampaian pendapat di muka umum hak kontitusi. Namun tidak bersifat absolut," kata Tito. 

Tito mengatakan hal tersebut saat menggelar konferensi pers bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Markas Besar Kepolisian RI, jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2016). 

Menurut Tito, ada batasan-batasan dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Pertama tidak dilakukan dengan mengganggu hak asasi orang lain dengan menutup jalan protokol. "Pertama, jangan mengganggu hak asasi orang lain, jalan protokol tidak boleh dihalangi," kata Kapolri Tito. 

Kedua, penyampaian pendapat tidak boleh mengganggu ketertiban umum. "Yang kedua (jangan) mengganggu ketertiban umum, ibu-ibu mau melahirkan terganggu, angkutan bisa terganggu, bisa memacetkan Jakarta," kata Tito. 

"Maka kami akan melarang (Aksi 2 Desember), kalau melawan akan kita bubarkan," tegas Tito. 

Tito menegaskan bahwa Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Iriawan akan mengeluarkan maklumat untuk melarang aksi 2 Desember. Maklumat juga akan dikeluarkan oleh Kapolda lain untuk mencegah massa diberangkatkan ke Jakarta. 

"(Aksi 2 Desember di Jl Sudirman-MH Thamrin) Dipastikan dilarang," tegas Tito.

@detik


Di Luar Pandangan Lensa

DUNIA HAWA - Ketika hampir semua orang tengah meributkan DKI, bahkan ada yang ingin menggulingkan pemerintah dengan sidang istimewa tanpa telor, RuzzMoni, dan ide-ide kreatif nan lucu lainnya.....


Banyak yang tidak melihat bahwa Maluku dan Maluku Utara saat ini menjadi daerah rawan terhadap infiltrasi kelompok ISIS dan radikal lainnya, sehingga TNI dan Polri harus menaruh perhatian khusus.

Dan kemarin, diberangkatkan 500 pasukan TNI dari Makassar untuk bertugas secara bergiliran.

Ada prajurit tengah mencium jabang bayi yang masih di kandungan.... berharap bayinya lahir sehat meski ia tidak bisa menunggui kelahirannya.

Ada prajurit yang menggendong erat putranya, seolah sambil berbisik, "Cepat besar ya Nak, jadilah pemuda yang tangguh bagi keluarga dan bangsa."....


Ada istri prajurit yang menitikkan air mata, mengingat ada ketidakpastian medan yang akan dihadapi.....

Indonesia itu besar, kawan. Kalau tidak ada prajurit seperti mereka yang rela berkorban tinggal di daerah terpencil, nggak ada sinyal untuk Fesbukan seenak kita yang bisa pasang status sambil order cemilan via GoFood, maka sangat mungkin Indonesia semakin keropos dan tinggal nama.

Maka berterimakasihlah kepada mereka, kepada keluarga mereka, karena tulang punggung keluarganya mereka ikhlaskan untuk bertugas di pagar rumah kita, sehingga kita bisa tidur nyenyak setiap malam.

Jadilah kita warga negara yang bersyukur karena Allah SWT telah menitipkan wilayah ini kepada kita, untuk kita isi dengan cita-cita yang luas. Menjauhi perpecahan, menjauhi buruk sangka, menjauhi menyebar fitnah dan hasut kepada sesama.

Wallahua'lam

Di Perbatasan Negeri 


@abuuhammad al-jawy 



Berkaca ke Rohingya

DUNIA HAWA - "Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak"


Berapa juta kali kita sudah dengar peribahasa ini? Sebuah peribahasa yang menjelaskan perilaku manusia yang cenderung alpa (lupa) terhadap kesalahan sendiri, tapi mudah mencari kesalahan orang lain.

Apa sih yang terjadi di Rohingya ?


Penjelasan mudahnya adalah kelompok mayoritas menindas kelompok minoritas. Mentang mentang jumlah lebih banyak, merasa berkuasa, lalu berbuat seenaknya..

Hal seperti itu tidak perlu jauh jauh ke Rohingya, di Indonesia yang mirip-mirip seperti itu sedang terhadi setiap hari di depan hidung kita.

- Berapa rumah ibadah agama minoritas yang ditutup paksa sepihak oleh ormas? Padahal beberapa sudah mengantongi izin

- Berapa rumah makan dan toko etnis minoritas yang menderita kerugian diobrak abrik oleh ormas yang dulu rajin sweeping?

- Berapa perayaan agama / aliran islam minoritas yang dilarang sepihak dengan berbagai alasan? misal: Waisak di candi, Asyuro umat Muslim Syiah

- Berapa vihara yang dibakar tempo hari hanya karena 1 orang protes soal azan di tanjung balai? Apakah sebanding?

- Berapa gereja yang jadi bulan-bulanan serangan bom kelompok teroris islam radikal, dan berapa korban yang telah jatuh?

- Kasus Ahok pun dikait-kaitkan dengan agama minoritas dan etnis minoritas. Ujung-ujungnya terlihat spanduk "Ganyang Cina" di aksi 411.

Apa Bedanya dengan Rohingya?


Tidak ada bedanya. Karena faktanya yang sedang terjadi di Indonesia tidak lebih baik daripada apa yang menimpa Muslim Rohingya di Myanmar.

Yakni kelompok yang merasa mewakili agama mayoritas berbuat zalim dan sewenang-wenang terhadap agama dan etnis minoritas.

Jadi sebelum meributkan Rohingya, lebih baik berkaca diri dulu, apakah kita sendiri tidak sedang melakukan hal yang sama? Mengobarkan permusuhan kepada agama dan etnis tertentu..

Berkaca Itu Memang Paling Sulit


@gus permadi arya ( muslim nahdliyin )



Tragedi Rohingya dan Tragedi Nalar Kita

DUNIA HAWA - Tragedi Rohingya adalah tragedi yang terjadi ketika orang merasa berhak membunuh ketika berbeda. Tragedi Rohingya terjadi karena kemanusiaan dicampakkan, digantikan dengan kebengisan, mungkin atas nama Tuhan.


Soal ini harus diingatkan kembali. Banyak orang menjadikan tragedi ini sebagai alasan untuk membenci. "Coba lihat itu, muslim di Myanmar dibantai. Jadi, wajar saja kalau muslim di sini membalas, bukan?" Eh, siapa yang mau dibalas? Yang membantai ada di Myanmar, kok pembalasan mau dilakukan di sini?

Ada juga yang bilang,"Muslim di Myanmar dibantai kalian tak ribut. Ada satu gereja saja dibakar, kalian ribut." Muslim Myanmar dibantai, dunia ribut. Kalau tak ribut, bagaimana kalian bisa tahu? Ada satu gereja dibakar, ada satu jiwa dikorbankan, itu pun sesuatu yang harus diributkan. Setiap jiwa itu bernilai sama dengan jiwa seluruh manusia, itu kata Quran. Barang siapa membunuh satu jiwa, sama dengan membunuh seluruh jiwa manusia. Jadi, satu nyawa terbuang pun pantas diributkan. 

Rohingya adalah soal kafir membunuh muslim! Kafir selalu membenci muslim. Karena itu muslim harus selalu waspada. Kafir jangan dibiarkan berkuasa. Kalau berkuasa mereka akan zalim.

Benarkah? Kalau begitu, bagaimana menjelaskan arus migrasi yang terus terjadi dari negeri muslim ke negeri kafir? Baik yang terjadi dalam suasana perang maupun damai. Mengapa orang-orang muslim berbondong-bondong pindah ke negeri kafir, kalau di tempat tujuan mereka dizalimi?

Tidak. Kafir tak selalu zalim. Kafir adalah soal pilihan iman. Mereka tak memilih iman yang kamu pilih. Kamu sebut mereka kafir. Mereka kafir terhadap yang kamu imani. Tapi mereka punya iman sendiri, bebas memilih sebagaimana engkau juga bebas memilih. Jadi, tak perlu bermusuhan hanya karena berbeda dalam pilihan iman.

Sebaliknya, muslim juga bukan jaminan. ISIS itu muslim, mereka rajin melantunkan ayat-ayat Quran. Tapi mereka membunuhi siapa saja. Muslim, Kristen, mereka bantai semua. Pemerintah Syiria, Saudi Arabia, Yordania, mengirim jet-jet tempur, membombardir kawasan yang dihuni manusia. Muslim, Kristen, tak penting lagi, karena bom tak memilih agama.

Tragedi Rohingya sama dengan tragedia Syiria. Ini adalah tragedi ketika nalar sudah tertutup oleh kebencian. Maka kita sedang menyiapkan tragedi yang sama ketika nalar kita matikan. Kita menyiapkan tragedi yang sama saat kita menjadikan tragedi ini sebagai amunisi untuk membenci. Atau saat kita menjadikan tragedi ini sebagai alasan untuk mencaci. Kalau itu yang terjadi, nalar kita juga sedang mengalami tragedi.

@hasanudin abdurakhman, phd


Kapolri: Ada Rapat untuk Menguasai Gedung DPR, Ada Rencana Makar

DUNIA HAWA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap adanya rencana makar terkait demonstrasi 2 Desember 2016. Polisi sudah mengetahui adanya rapat-rapat terkait rencana makar itu.


"Rapat-rapat kita tahu sudah beberapa kali dilakukan. Rapat untuk menguasai gedung DPR, rapat untuk menggerakkan massa-massa yang lain. Kita paham," kata Jenderal (Pol) Tito dalam jumpa pers bersama Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Senin (21/11/2016).

Sebelumnya, Tito menyatakan sudah mengetahui adanya rencana makar terkait demonstrasi 2 Desember. Polisi dan TNI, masih kata Tito, siap melakukan tindakan tegas.

"Ada upaya-upaya, ada rapat-rapat yang kita pelajari dengan agenda politik lain. Dan agenda politik lain itu di antaranya melakukan makar," ujar Tito.

"Bila itu terjadi kita akan lakukan tindakan tegas, saya yakin masyarakat Jakarta cinta akan ketentraman, cinta akan keamanan. Kami sepakat dengan Panglima, Polri dan TNI menjaga Jakarta menjaga Indonesia tidak ingin pecah," sambung Tito.

@detik