Saturday, November 19, 2016

Wawancara ABCNews Soal Pendemo Dibayar 500 Ribu, Ahok Difitnah

DUNIA HAWA - Seorang pendemo 4 November 2016, Herdiansyah, melaporkan Gubernur non aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Bareskrim Polri, atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. 


Ia menuding Ahok melakukan fitnah karena menyebut massa demo 4 November dibayar. Herdiansyah datang membuat laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri di Gambir, Jakarta Pusat, didampingi kuasa hukum dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/1153/XI/2016/Bareskrim tanggal 17 November.


"Kami melaporkan dugaan fitnah dan penghinaan yang diduga dilakukan oleh Bapak Basuki Tjahaja Purnama terkait pemberitaan di laman portal abcnews.au," kata Habiburokhman di Bareskrim Polri, Kamis (17/11/2016). 

Pernyataan yang diduga fitnah tersebut didapatkan pelapor dari website mobile.abc.net.au dengan judul berita 'Jakarta Governor Ahok Suspect in blasphemy case, Indonesian Police say' yang di dalamnya juga terdapat rekaman video pernyataan langsung Ahok yang secara garis besar mengatakan :

'It's not easy, you send more than 100.000 people, most of them if you look at the news said they got the money 500.000 rupiahs" "


Artinya tidak mudah mengirim 100 ribu orang sebagain besar dari mereka apabila anda baca berita mereka mendapatkan uang 500 ribu rupiah. 


Menurut kami ini tidak benar sekali tuduhan bahwa ada yang dikasi uang 500 ribu. Sedikit tidak mungkin apalagi sebagian besar," katanya. 

Sementara itu, Herdiansyah selaku pelapor, menangtang Ahok untuk menunjukkan siapa peserta demo yang dibayar dalam aksi bela Islam 4 November 2016. 

"Kita sebagai bangsa ini diatur untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum dan saya tergerak untuk itu tapi saya difitnah dengan mengatakan saya dibayar 500. Pak Ahok, tolong tunjukkan siapa yang dibayar dalam aksi 4/11," katanya. 

Namun, fakta terbaru justru diposting akun Mak Lambe Turah, Postingan yang baru sejam ini sudah langsung dishare 92kali.

Berikut redaksi kutipkan postingannya, link asli bisa klik disini.

Mak pagi-pagi sudah gentayangan buat dapat inpo apdet..

Agak panjang nih..

Simak ye!

Menyoal gosip Ahok tuding pendemo dibayar 500rebu.
Media Tempe melakukan Buniyanisasi!!

Ato mungkin Habiburokhman mungkin kaga bisa basa inggris jadi mak bantu translate yess....

1. Ahok : Bagaimana mungkin saya menghina Islam, Saya tidak bodoh. 85% pemilih saya adalah orang muslim.

Samantha Hawley : Jadi kalau itu bukan soal penistaan...

2. Ahok : Saya tidak tahu, kita harus tunggu keputusan kepolisian.

Samantha Hawley : Haruskah polisi turun tangan menginvestigasi?

3. Ahok : Saya tidak tahu.

-Narasi dari Samantha menjelaskan video pernyataan Ahok di kepulauan seribu soal surat Al Maidah ayat 51 yang di upload ke laman Youtube-

Samatha pun berkomentar bahwa pernyataan Ahok tersebut direspon dengan terlalu serius hingga sang Gubernur petahana harus menyandang status tersangka, dicekal ke luar negeri, dan nasibnya berada di sistem pengadilan Indonesia.

4. Ahok : Saya yakin saya tidak bersalah, itulah mengapa saya memilih untuk membawa perkara ini ke pengadilan. Jika kita bawa ini (kasus) ke pengadilan, semua bisa lihat buktinya. semua akan lihat videonya dan orang-orang akan sadar.

Samantha Hawley : Jadi kasus ini lebih berbau politik? Jadi ini adalah gerakan politik untuk melawan anda?

5. Ahok : Itulah kenapa saya akan maju di pengadilan, bahwa ini adalah urusan politik bukan soal hukum.

Samantha Hawley : Dan siapa yang mendanai itu?

6. Ahok : Saya tidak tahu, saya benar-benar tidak tahu, tapi saya percaya Presiden dapat informasi dari intelejen.

Ini perlu dicatet ya...
Pertanyaan siapa yang mendanai Itu , Lalu pernyataan Ahok : "SAYA TIDAK TAHU."

7. Saya percaya mereka tahu. Ini tidak mudah untuk menggerakkan 100.000 orang lebih. Mayoritas mereka, jika anda lihat di berita mengatakan mereka dapat uang 500 ribu rupiah.

Ahok Menyatakan bahwa DIPEMBERITAAN yang Menyebutkan.

Lalu mari kita samakan dengan Transkrip yang dimuat di Media TEMPE ternyata dibalik

URUTAN 5>>>6>>>7 seharusnya

oleh Media tempe dibalik 5>>>7>>>>6.

Hebat yah pitonahnya. Beda loh pengertiannya dalam wawancara Ahok.

Padahal media Tempe ini adalah media nasional yang menjadi rujukan media luar angkasa...

Berikut mak kasih transkrip media Tempe

>>>Ahok menuturkan kasus ini adalah status quo bagi para koruptor—kesempatan bagi mereka untuk menyerang Ahok karena dia telah menghentikan banyak korupsi di Jakarta. 

“Saya harus ke pengadilan untuk membuktikan bahwa kasus ini politis, bukan soal hukum semata,” ( 5)

>>Dalam wawancara, Ahok juga mengatakan demonstrasi 4 November 2016 ditunggangi oknum politik. Dia berujar, motivasi aksi unjuk rasa itu pun sangat politis. 

“Tidak mudah menggerakkan seratus ribu orang. Kalau kamu nonton berita, katanya setiap orang dapat Rp 500 ribu,” ( 7 )

>>>Namun, ketika ditanyai, siapa oknum tersebut, dia enggan menjawab. 

“Saya tidak tahu, tapi saya yakin presiden tahu dari intelijennya,” ( 6)


link Edisi Tempe disini


Trus lu mau bilang mak bikin pitonah...??

salam usil dari mak...
sarapan batako dulu biyaaarrrr kuwaatttt..... :D
icikiwir.......



@dh©

Jatuh Bangun Relasi Ulama dengan Pemerintah

DUNIA HAWA - Dalam sejarah Islam, hubungan antara ulama dan pemerintah itu naik-turun. Kadang ulama berada diluar pemerintah, kadang di dalamnya. Lain waktu sebagai pengkritik pemerintah, lain waktu lagi sebagai penyokong pemerintah. Kadang ulama dikotrol pemerintah, kadang malah pemerintah yang dikontrol oleh ulama. Kadang mereka rukun bekerja sama, kadang mereka saling bermusuhan. 


Para ulama pernah menggalang perlawanan melawan "rezim pemerintah" seperti terjadi di Libya, Iran, Lebanon, Afganistan, atau Indonesia di masa Hindia Belanda. Sebaliknya, rezim politik-pemerintah juga pernah menumpas atau mengebiri para ulama sejak zaman kekhalifahan dulu sampai di era paska-kolonial. Fenomena "jatuh-bangunnya" ulama ini bukan hanya terjadi di Sunni saja tapi juga di komunitas Syiah, Ibadiyah, Mu'tazilah, dlsb. 

Jika dulu pada era pra-Turki Usmani (Ottoman), para ulama masih sebagai "sarjana individu" diluar gerbong pemerintah (kecuali para ulama-hakim atau qadi yang memang ditutunjuk oleh negara untuk menangani hal-ikhwal yang berkaitan dengan hukum Islam), maka sejak masa Turki Usmani, khususnya pada abad ke-14, ulama mulai "dilembagakan". 

Turki Usmani-lah yang menggagas pembentukan Shaikul Islam atau "Mufti Besar" yang bertugas mengeluarkan atau memproduksi fatwa. Shaikul Islam ini merupakan jabatan bergengsi karena bisa memberi legitimasi keagamaan kepada khalifah/sultan meskipun ia yang menunjuk sang Shaikhul Islam itu. Karena itu ulama yang duduk sebagai "Shaikhul Islam" ini bukan "orang sembarangan", bukan seperti "ustad unyu-unyu" di negeriku tercinta. Ia betul-betul harus menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu keislaman. Karena dulu masih sedikit sekali lembaga-lembaga pendidikan, maka kader-kader ulama dan "calon" Shaikhul Islam ini ditraining di Iran, Mesir, atau Irak, yang dulu menjadi pusat pengetahuan Islam.  

Abad ke-19 dan 20 adalah masa-masa buram bagi ulama. Sejak negara-negara Arab dan mayoritas Muslim lain seperti Turki, Mesir, Irak, Iran, Aljazair, dlsb, dipimpin oleh para politisi nasionalis dan birokrat sekuler, para ulama dilucuti perannya sehingga tidak memiliki otoritas dan pengaruh ke masyarakat. Para mahasiswa yang belajar ilmu-ilmu keislaman melorot tajam. Lembaga-lembaga keagamaan "dinasionaisasi" sementara sistem wakaf yang dulu dipakai untuk menggaji ulama dihapus.

Di Mesir, Presiden Gamal Abdel Nasser menggembosi dan mengontrol peran "ulama Azharis". Rezim Baath di Irak mengobrak-abrik para ulama dan sekolah-sekolah calon ulama. Presiden Ahmed bin Bella di Aljazair juga melakukan hal serupa: membonsai peran ulama. Rezim Turki lebih ganas lagi: mereka munutup sekolah-sekolah Islam, madrasah, dan "tekke dervish" (semacam "pesantren sufi") dan memberangus peran ulama. Iran, pada masa rezim Shah Pahlevi juga menguliti peran ulama. Pak Harto dulu juga membonsai peran para ulama, kecuali mereka yang mau mendukung Golkar. 

Kebangkitan ulama di jagat Islam Timur Tengah baru terjadi sejak Imam Khomeini dan para ulama Syiah berhasil menumbangkan "rezim sekuler" Pahlevi pada 1979. Sejak itu, para ulama, Sunni maupun Shiah, mulai menggeliat dan berani berpolitik seperti yang dilakukan oleh Mullah Mohammed Omar, pendiri Taliban di Afganistan, yang sudah mati terkapar pada 2013. 

Sejarah pasti akan terulang lagi: jika para ulama berisik, tentara nanti yang akan membungkam mereka. Lihat saja...

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Demo 212 (Pendekarnya Wiro Sableng, Gurunya Sinto Gendeng

DUNIA HAWA - Sebelum mengungkapkan isi hati ana kepada ente tong, alangkah baiknya mari kita tertawa bersama-sama dan bernostalgia sama serial drama waktu SD dulu. 

Maakakakkakakakakakakakak


Wiro Sableng adalah pendekar bersentaja kapak berkostum putih seperti kostum karate. Yang unik dengan pendekar ini adalah dadanya yang bertuliskan angka 212. Embuh (entah) apa artinya, waktu itu ana masih unyu-unyu ingusan nonton Wiro Sableng belum ngerti makna simbol tong. Berangkat ngaji pun nunggu Wiro Sableng dulu karena saking sablengnya.

Tong, demo kan diundur ni ya dari tanggal 25 november ke tanggal 2 Desember. Kata temen ana ijin dari pak polisi belum turun, katanya mereka lagi mumet kelabakan cari isu baru biar demo tetep jalan. Soalnya logistik udah terlanjur disemprotkan, dana udah terlanjur digulirkan. Mungkin buat ongkos tahun baru sekalian kali ya tong? Ente mau ikutan ndak tong? Mayan piknik gratis tong…

Demo berjilid-jilid yang kian banyak memberikan ide-ide segar kepada para penulis nampaknya membuat dunia pilkada benar-benar rasa pilplres. Bahkan pilpres kemarin rasanya ndak seheboh ini kok tong. Sudah terlalu banyak masyarakat yang awalnya bodo amat sama politik kini jadi tiba-tiba pinter banget politiknya. Yang awalnya cuek bebek di medsos sekarang jadi hobi komen sana komen sini, updat updet setatus, shar share berita. Kadang hoax juga dishare. Hadahhhhh…. Guling mana guling….???

Ana tepok jidat ini sambil geleng-geleng liat respon nitizen yang kaya tawon keluar dari sarangnya kalo ada artikel yang keren dikit. Ribuan yang like, ribuan yang share, ratusan yang komen. Di sono ana temuin banyak sekali karakter orang. Ada yang asal komen sampe jadi bahan bullying komentator lain. Ada yang sok pintar, sok islami, sok alim, sok bijak. Tapi ada juga yang emang beneran pintar, beneran bijak, beneran alim dan beneran akun asli. Hehe. Karena udah ndak keitung berapa akun bodong di dunia maya ini sampe ana pengen ganti nama Maya jadi Siti.

Kalimat yang ndak bisa serta merta mereka katakan di medsos akan dengan mudah dilontarkan untuk membully orang lain. Biasa ya tong pelampiasan…. Di dunia nyata kurang ekspresif, jadi diungkapkan di dunia maya. Tapi alangkah baiknya jika kita menahan untuk berkata “kotor” di medsos.

Sikap muslim yang seperti sekarang ini banyak membuat teman ana yang bertanya-tanya tentang Islam. Dalam diskusi ilmiah yang biasa kami lakukan salah seorang rekan bertanya “Neng, Apakah dalam ajaran Islam memang diharuskan untuk memerangi non muslim sehingga cara-cara kotor nan sadis pun mereka lakukan?”   Jawaban ana singkat saja “Tidak bro, Islam yang asli adalah Islam yang penuh kasih sayang. Kalo yang seperti itu Islamisme”.

Islam dan Islamisme adalah dua konteks yang berbeda. Akan ana bahas di artikel berikutnya ya tong. 

Kembali ke soal demo 212 yang sudah ramai diperbincangkan di dunia maya, karena yang ngobrol masalah ini di dunia nyata lebih sedikit dibanding dengan yang di dunia maya. Masyarakat semakin mudah diprovokasi dengan berbagai macam isu yang akhirnya akan ada tersangka-tersangka lain. Mengapa demikian tong?

Karena e karena setiap masalah yang ada selalu ditanggapi dengan tidak akademis, berdemo bukanlah solusi dari masalah penistaan agama. Ana masih memiliki keyakinan yang amat kuat bahwa Rasulullah tidak mencontohkan bela agama dengan cara yang demikian.

Tapi jubir FPI sekaligus panglima lapangan GNPF MUI, Munarwan tetap menjelaskan kepada masyarakat untuk menuntut keadilan. Demo ini dilakukan karena Ahok ndak segera ditahan.

Katanya “Aksi damai berdoa untuk negeri. Kami akan punya tagline bersatu dan berdoa untuk negeri. Aksi ini akan mempersatukan Indonesia dan mendoakan Indonesia agar selamat, tidak tercerai-berai.”

Allahummaa (duh Allah)… Sejuk sekali kalimat yang Bapak lontarkan. Tapi maaf ya pak… Indonesia isinya bukan hanya muslim tok. Aksi doa bersama udah digelar tuh dalam istighosah akbar kemarin 18/11/2016. Ini baru namanya aksi damai pak….   Aksi damai tersebut sudah diwanti-wanti banyak pihak untuk lebih baik dibatalkan tong, karena sudah tidak perlu lagi. Hukum sudah berproses, Ahok sudah tersangka dan memenuhi syarat untuk tidak ditahan, ada undang-undangnya. Ini negara bukan negara onta tong….

Kata pak Wiranto, “Jangan sampai kebebasan berpendapat melalui demonstrasi itu dimanfaatkan hal-hal yang mengganggu ketertiban umum, mengganggu eksistensi negara. Kalau itu dilaksanakan, berarti memang harus ada langkah keras dan tegas”   Ente maksa-maksa pemerintah buat nangkep pak Ahok sama dengan menunjukkan betapa kurangnya pengetahuan ente tentang Pancasila. Pendidikan Kewarganegaraan ente dulu dapet berapa?

Sungguh aneh bin unik. Pendidikan Kewarganegaraan dari jaman SD sampai masa S1 masih jadi materi wajib tapi anehnya masyarakat seperti mengabaikan nilai-nilai ini.   Ente kaya Wiro Sableng aja tong… tong. Ndak popo lah suka-suka ente yang penting jangan sableng-sableng amat apalagi sampai mengarah kepada gendeng. Jangan ya tong…! Jangan…

@maya ilma


Tidak Mengindahkan Himbauan MUI, GNPF MUI Sedang Memperjuangkan Apa?

DUNIA HAWA - Akhirnya demo untuk memenjarakan Ahok tetap dilakukan. Jika sebelumnya isu yang terdengar adalah tanggal 25 November, maka realisasi sebenarnya menjadi tanggal 2 Desember 2016. Demo yang dilabeli “Aksi Bela Islam III” ini menjadi tidak relevan lagi dan menjadi pertanyaan banyak pihak apa sebenarnya yang dibela?? Beberapa pihak sudah menghimbau untuk tidak ada lagi demo lanjutan. Bahkan MUI sendiri yang mereka bela Fatwanya menghimbau untuk tidak berdemo lagi.(baca_disini


“Perjuangan harus dialihkan dari jalanan ke persidangan, dari lapangan hijau ke meja hijau,” kata Wakil Ketua MUI Pusat Zainut Tauhid dalam keterangannya, Rabu (16/11/2016).

“Jadi majelis ulama mendukung langkah-langkah Polri di dalam memproses masalah ini secara hukum. Majelis ulama mungkin bersama yang lain akan melakukan pengawalan sampai selesai,” kata Ketua MUI Ma’ruf Amin di Gedung MUI Jl Proklamasi Nomor 51 Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/11/2016).

Nah, kegigihan GNPF MUI untuk tetap melakukan aksi damai (demo) sungguh sangat tidak relevan lagi. Bahkan, menjadi tidak baik karena GNPF MUI terkesan tidak mengindahkan himbauan MUI, yang fatwanya mereka bela. Jika memang ini gerakan murni membela Islam, maka seharusnya mereka tidak bertentangan dengan MUI. Apalagi, seperti yang mereka terus katakan, Sesalah-salahnya ulama itu sebenar-benarnya kita. Jadi harus ditaati himbauan Ulama.

Polri sendiri sudah menghimbau untuk tidak lagi melakukan demo dengan tema yang sama, yaitu Ahok. Karena saat ini sedang dalam proses hukum. Penjelasan mengenai Ahok sendiri sudah dijelaskan. Tidak perlu ada penekanan melalui aksi damai (demo) di jalan dengan dalih apapun. Apalagi proses hukum ada SOP yang harus ditaati yang diatur dalam Undang-undang.

“Polri menghormati HAM, demokrasi, ada UU yang memperbolehkan unjuk rasa, tapi kembali tidak boleh anarkis, menganiaya dan menzalimi pihak lain. Tapi kalau temanya mengenai 4 November, saat ini sedang ada proses hukum. Jadi kalau ada unjuk rasa lagi itu sudah tidak relevan lagi sehingga lebih baik dikawal saja prosesnya,” ujar Karo Penmas Mabes Polri Kombes Rikwanto di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (18/11/2016).

Ajakan demo dari GNPF MUI jelas sekali tidak punya dasar yang kuat dan terkesan mengada-ada. Permintaan Ahok ditahan dengan alasan yang mereka sampaikan seharusnya diajukan dalam jalur proses hukum, bukan dengan aksi damai. Karena itu sama saja namanya tindakan memaksakan kehendak. Kebebasan berekspresi tidak boleh dilakukan dengan semena-mena dan melanggar kebebasan orang lain dalam melakukan aktivitas.

GNPF MUI sendiri jika keberatan dengan keputusan Polri tidak menahan Ahok alangkah lebih mulia ketika mendatangi Polri dan menyampaikan poin-poin keberatan mereka. Bukan sedikit-sedikit demo. Terlalu nampak ada agenda lain di belakangnya. Kalau murni mau menahan Ahok, maka gunakan jalur dan cara yang benar. Kalau Polri dianggap membela Ahok dan melanggar peraturan, maka buatlah laporannya. Tetapi pelajari terlebih dahulu peraturannya.

“Kita akan berpatokan kepada Pasal 21 KUHAP di sana mengatur bahwa seseorang itu bisa ditahan karena memang bukan wajib tapi dapat, karena dasar subyektif dan obyektif,” jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Awi Setiyono.

“Misalnya kasus pembunuhan itu jelas, yang dibunuh siapa, siapa pembunuhnya, itu delik materilnya jelas sekali. Namun dalam kasus Pak Ahok ini di sana terjadi perbedaan-perbedaan pandangan para ahli, tapi masih ada yang mengatakan tidak. Jadi para ahli menyatakan demikian. Kemudian penyidik internal juga debatable,” kata Awi yang akan menempati posisi baru sebagai Kabag Mitra Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri.

Apakah aksi damai ini sedang ingin meminta Polri melanggar peraturan hukum?? Ataukah mereka ingin Polri memutuskan langsung kasus ini yang sebenarnya masih sangat debatable di penyidik dan juga para saksi ahli?? GNPF MUI perlu menyadari bahwa dalam hidup berbangsa dan bernegara ada namanya Undang-undang dan peraturan yang dibuat supaya kita tidak boleh sesuka hati di negara ini. Jangan berpikir dengan menurunkan massa banyak dengan dalih berdoa maka kita tidak bisa menangkap apa tujuan sebenarnya.

Saran saya, Polri tidak memberi ijin aksi damai ini. Kalau pun ingin melakukan aksi doa bersama, lakukanlah di Mesjid Istiqlal atau di GBK Senayan. Setelah itu dikawal untuk segera membubarkan diri. Kali ini Polri harus tegas dan jangan lagi tertipu dengan slogan aksi damai, padahal ujung-ujungnya rusuh. Dua aksi damai sebelumnya adalah dasar yang kuat untuk tidk mengijinkan aksi damai ini dilakukan dijalanan lagi.

Saya berharap kita semua terlibat untuk menyebarkan isu utama dan tujuan sebenarnya aksi damai 2 desember ini. Supaya tidak banyak dari kita yang tertipu dengan slogan “Aksi Bela Islam”, padahal MUI< PBNU, Dan PP Muhammadiyah sudah menyerukan tidak usah ada demo lanjutan. Ini bukan lagi soal membela Islam, melainkan membela orang-orang yang sudah membayar mereka. Jadi, mari kita aktif menyebarkannya.

Salam sebarkan

@palti hutabarat




Meninggalkan Jumatan Karena Khutbahnya Berisi Kebencian

DUNIA HAWA - Jumat siang, seorang teman saya mengirim pesan Whatsapp, menyatakan dia meninggalkan Jumatan karena khutbahnya berisi kebencian.


“Gue Islam, loe Islam, kita masih diajari menyayangi semua makhluk Allah,” ujarnya membuka voice note satu setengah menit itu.  

Dia menceritakan bahwa sesi Jumatan itu - yang berlokasi di basement mall Pacific Place SCBD Jakarta - membahas mayoritas-minoritas dalam bahasa yang tidak menyenangkan.

“Itu khotib seolah-olah membenarkan kita yang mayoritas menindas minoritas,” terangnya.

Teman saya menceritakan isi khutbah itu terlalu politis. Tentu saja soal Pilkada Jakarta, soal calon gubernur yang tidak se-agama. Yang membuatnya kesal adalah dia terganggu dengan khotib yang mengungkapkan pilihan politiknya di ruang masjid, terlebih itu adalah mimbar Jumat yang agung.

Dia menyaksikan sejumlah jemaat lain merasa tidak nyaman dengan isi khutbah itu. Sebagian jemaat beralih memainkan ponsel dan mengobrol, berusaha tidak memperhatikan.

Bagi teman saya, Jumatan kali ini tidak memenuhi kebutuhan rohaninya. Ini adalah khutbah yang tidak sehat.

“Gue berharapnya gue dapat pandangan agama, ceramah, dan pandangan baru. Ini malah kebencian,” tambahnya.

Akhirnya, sambil mengetahui bahwa khutbah Jumat hampir tidak bisa diinterupsi, dia memilih sikap yang lebih berani. Teman saya berdiri, keluar basement, menuju lift, dan kembali ke kantornya di lantai atas - langkah yang menurut saya tepat.

Sebelum bergerak lebih lanjut, saya ingin menegaskan bahwa saya tidak akan membicarakan konsep dosa-pahala. Sebab itu merupakan hak prerogatif Tuhan Yang Maha Kuasa. Saya juga bukan malaikat Raqib dan Atib yang bertugas mencatat amalan manusia. Selain itu, saya percaya bahwa dosa bukanlah matematika, serta Tuhan melihat niat bukan tindakan semata.

Yang jadi titik tekan di sini adalah mimbar agama kita terlalu sering digunakan untuk membicarakan politik praktis seperti Pilkada, yang seringkali diperparah dengan penyebaran kebencian dan permusuhan. Ketika para khotib menggunakan bahasa yang memecah belah seperti “kami” versus “mereka”. Ketika para pemuka agama menggunakan perspektif yang mengabaikan dan menegasikan keberagaman. Bayangkan ada berapa banyak masjid yang kini seperti demikian? Bayangkan berapa banyak benih kebencian yang telah ditanamkan?

Selalu ada kelompok yang menjelek-jelekkan kelompok lain di depan umat, baik itu saat Pilkada atau bukan. Pesan-pesan perpecahan seperti ini - dilakukan oleh siapapun dan dialamatkan kepada siapapun - tetap kontraproduktif bagi persatuan kita sebagai bangsa.

Hal ini sangatlah berbahaya. Buktinya? Ingat berapa kali Rizieq Shihab dan sejumlah ulama lain menggunakan kata “bunuh” dalam demo penjarakan Ahok? Lalu masih baru-baru ini sebuah bom molotov dilemparkan ke gereja di Samarinda dan menewaskan Intan Olivia? Ingat, kata-kata ulama adalah inspirasi umat.

Ketika kuliah di UNIKOM Bandung dulu, masjid di kampus saya dikelola oleh Lembaga Dakwah Kampus yang pro-khilafah. Konsekuensinya, banyak konten khutbah yang menghujat demokrasi - dan di saat yang sama menggunakan kebebasan berbicara yang dijamin dalam demokrasi itu sendiri. Kalau tidak setuju dengan sistem demokrasi, saya pikir, silakan kemukakan gagasan dengan santun, bukan dengan hinaan.

Akhirnya saya lebih sering mengendarai motor saya ke Masjid Salman ITB atau Masjid Istiqomah Bandung. Di kedua masjid itu saya mendapatkan pandangan yang lebih segar dan kadang dilengkapi referensi ilmiah. Saya ingat sekali khutbah di Salman menjelang Idul Fitri 2010 mengenai sistem hisab dan penjelasannya secara astronomi. Khutbah itu berhasil membuat saya melihat masjid secara baru.

Saya membayangkan mimbar Jumat kembali ke posisinya yang istimewa. Tempat iman diajarkan tanpa menegasikan kebhinnekaan. Ketika masjid menjadi tempat yang membuat semua orang nyaman. Sebuah tempat di mana kita memuja Tuhan, tanpa perlu mencederai ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

@rio tuasikal

Journalist at KBR 68H 


Menistakan Ahok Melejitkan Simpati

DUNIA HAWA - Demo besar-besaran tanggal 4 November 2016 yang dimobilisasi oleh FPI ini menuntut Basuki Tjahaya Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok untuk dipenjarakan. Dan beberapa hari ini media ramai membicarakan tentang calon gubernur Ahok yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus penodaan agama.

Saya amati di media sosial, sejak penentapan Ahok menjadi tersangka justru meningkatkan empati warga media sosial. Banyak sekali meme atau postingan dukungan yang ditujukan untuk Ahok. Para silent user Facebook yang biasanya tidak pernah posting atau komen tiba-tiba share dukungan di media sosial.


Bila demo 411 dan pelaporan ke kepolisian itu adalah agenda politik untuk menjegal Ahok tentu ini strategi yang perlu dikaji ulang. Sebab seperti kita tahu meskipun Ahok sudah ditetapkan menjadi tersangka, agenda kampanye ataupun pilkada tetap akan berjalan terus dan tidak bisa menghentikan pencalonannya oleh hukum.

Justru ramai-ramai kasus penistaan ini meningatkan brand equity dan juga brand awareness Ahok sebagai calon gubernur DKI. Ahok tidak perlu bersusah payah membangun awareness akan dirinya di pikiran masyarakat DKI. Kalau kita ingin melihat awareness masyarakat Jakarta tentang Ahok.

Kita bisa tes dengan cara menanyai warga Jakarta yang ada di pinggiran atau kampung-kampung, siapa saja calon gubernur DKI? Pasti pertama yang disebut adalah nama Ahok bukan calon lainnya. Memang ini juga tidak bisa menjamin mereka akan memilih Ahok.

Saya tidak tahu apakah demo 411 dan pelaporan Ahok itu sebagai bagian agenda politik atau bukan. Bila itu memang benar, ini seperti blessing in disguise bagi kubu Ahok dan Djarot. Kenapa saya mengatakan seperti itu? apa yang terjadi seperti meningkatkan marketing dalam politik untuk Ahok.

Menurut Gunter Schweiger and Michaela Adami tujuan marketing dalam politik adalah; (1) Untuk menanggulangi rintangan aksesibilitas; (2) Memperluas pembagian pemilih; (3) Meraih kelompok sasaran baru; (4) Memperluas tingkat pengetahuan publik; (5) Memperluas preferensi program partai atau kandidat; (6) Memperluas kemauan dan maksud untuk memilih.

Banyak orang yang mendukung demo 411 karena menganggap mereka harus membela agama karena penistaan. Tetapi ketika para pendukung ini menyadari bahwa ada agenda politik untuk menjegal Ahok dan buka untuk membela Agama, mereka menjadi kecewa dan merasa tertipu.

Bahkan ada yang merasa simpati dengan Ahok dan menganggap sebagai korban. Ini seperti marketing politik buat Ahok, meningkatkan pengetahuan publik tentang calon gubernur. Meraih silent voters dan juga kelompok sasaran baru. Orang selama ini cuek dan males ikut pemilu, kini malah ingin ikut memilih Ahok.

Berita mengenai Ahok yang hampir setiap hari, baik di media sosial, media cetak ataupun TV justru seperti iklan gratis. Bila kita menggunakan teori memori, ini seperti pengulangan informasi dalam otak, yang berperan penting dalam penyimpanan memori atau daya ingat jangka panjang manusia. Daya ingat akan calon gubernur diperlukan ketika para pemilih memasuki kotak suara.

Dalam marketing mix salah satu perilaku seseorang memutuskan untuk membeli adalah faktor psikologi dan faktor pengaruh sosial. Ini juga bisa disamakan dengan proses seseorang memutuskan memilih calon gubernur pilihannya. Proses memutuskan bisa meliputi problem recognition, information search, alternative evaluation dan purchase decision. Para calon gubernur harusnya juga memikirkan ini semua.

Bila menganggap demo 411 sebagai parameter akan terpilihnya calon tertentu dan menurunya popularitas Ahok, mungkin perlu dikaji ulang atau dievaluasi. Seberapa banyak dari para pendemo itu yang memiliki hak pilih untuk Jakarta?

Seberapa banyak yang loyal dan bukan hanya orang bayaran atau penumpang pencari makan? Jangan-jangan mereka hanya di-php oleh ormas tersebut dengan mengatakan semua adalah pendukung. Bagaimana kalau orang malah menjadi simpati dengan Ahok? Dan jadi mendukung Ahok?

Philip Kotler dan Neil Kotler (1999) menyatakan bahwa untuk dapat sukses, seorang kandidat perlu memahami market atau pasar, yakni para pemilih, beserta kebutuhan dasar mereka serta aspirasi dan konstituensi yang ingin kandidat representasikan.

Apakah dengan menjual isyu agama dan isyu ras akan memengaruhi pemilih dalam memilih? Mungkin saja, tetapi dalam kasus Ahok kita juga perlu mengingat keberhasilannya dalam beberapa tahun memimpin Jakarta. Apakah semua itu bisa terlupakan atau terhapus begitu saja? Apakah mobilisasi massa akan mengubah persepsi para pemilih terhadap calon gubernur?

Jangan-jangan menistakan Ahok justru meningkatkan calon pemilih Ahok. Siapa yang tahu? Kita tunggu saja hasilnya.

@Poedjiati Tan

Master psikologi, pengajar di Universitas Ciputra, penulis untuk penelitian psikologi, prilaku manusia, dan juga penulis entrepreneur dan bisnis. Desainer buku Aktif di beberapa organisasi masyarakat dan perempuan

Survey LSI Sebut Elektabilitas Ahok-Djarot 10,6 Persen, Warga Yang Ke Rumah Lembang Makin Membludak

DUNIA HAWA -  Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei setelah penetapan tersangka Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atas kasus dugaan penistaan agama.


Dari survei yang dilakukan periode 31 Oktober-5 November 2016 dengan melibatkan 440 responden, dukungan untuk Ahok turun dari 24,6 persen menjadi 10,6 persen.

Survey LSI yang menyebut elektabilitas ahok-djarot turun drastis usai ditetapkan sebagai tersangka ini sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi dilapangan,

 Justu Setelah calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama, jumlah warga yang datang ke Rumah Lembang di Menteng, Jakarta Pusat, meningkat.

Rumah Lembang, yang terletak di Jalan Lembang itu, digunakan Ahok untuk menerima aduan warga selama cuti dari kedinasannya sebagai gubernur Jakarta.

Juru bicara tim pemenangan Ahok-Djarot, Raja Juli Antoni, menjelaskan pada hari pertama, Senin (14/11/2016) lalu, layanan aduan warga dibuka di Rumah Lembang, jumlah warga yang datang 214 orang. Pada hari kedua, jumlah warga yang datang mencapai 310 orang.

"Berbarengan dengan pengumuman dari Bareskrim Mabes Polri bahwa Ahok menjadi tersangka, jumlah warga yang hadir pada hari ketiga yaitu 560 orang," kata Antoni, kepada Kompas.com, Jumat (18/11/2016) malam.

Pada Kamis (17/11/2016), sebanyak 820 warga yang datang ke Rumah Lembang. Terakhir pada Jumat ini sebanyak 996 warga yang datang bertemu Ahok.

Sejumlah selebriti juga terlihat mendatangi Rumah Lembang, antara lain Steve Emmanuel, Cathy Sharon, Luna Maya, Aura Kasih, dan Edric Tjandra.

Mulai hari ketiga, warga juga dapat menyumbang dana kampanye secara non-tunai. Pada hari itu, dana kampanye terkumpul Rp 15.500.000. Hari selanjutnya, terkumpul Rp 12.800.000. Pada Jumat ini, dana kampanye yang terkumpul sebanyak Rp 28.750.000.


@kompas

Pemerintah Ambil Alih Sertifikat Halal Dari MUI

DUNIA HAWA - Dalam rangka memberi jaminan dan perlindungan kepada masyarakat tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat maka pemerintah akan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). 


BPJPH berkedudukan di bawah Menteri Agama dan bertanggung jawab juga kepada Menteri Agama.

Hal tersebut dikatakan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag RI, Muhammad Tambrin di depan Peserta Kegiatan Workshop Jurnalistik yang digelar PINMAS Kemenag RI, Kamis (10/11/2016) di Kementerian Agama Jakarta.

Mantan Kakanwil Kaimantan Selatan itu mengatakan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJPH bekerjasama dengan kementerian atau lembaga terkait seperti Lembaga Pemeriksa Halal, termasuk di dalamnya MUI yang memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa halal dan surat keputusan penetapan fatwa halal yang menjadi dasar penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH.

Tambrin juga menjelaskan secara terperinci kewenangan BPJPH antara lain merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH; menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri; melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal; melakukan akreditasi terhadap LPH; melakukan registrasi Auditor Halal; melakukan pengawasan terhadap JPH; melakukan pembinaan Auditor Halal; dan melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

Selain soal kewenangan menerbitkan sertifikat halal, ada beberapa poin lain yang bakal menguntungkan pemerintah. Salah satunya, keberadaan BPJPH di bawah kendali Kementerian Agama yang bakal mempermudah pemerintah dalam melakukan audit.

Audit bisa dilakukan atas permintaan menteri agama atau jika ada laporan dari masyarakat terhadap penyalahgunaan kewenangan. Jika diketahui BPJPH melakukan jual-beli sertifikat halal, maka Inspektorat Jenderal Kemenag bisa mengusutnya.

Keuntungan lain, dana yang diperoleh dari sertifikasi halal bisa dimasukkan ke kas negara melalui jalur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh sebab itu, nantinya besaran tarif proses sertifikasi bakal ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. “

dalam hal pelaksanaan tugas nanti badan ini akan berpedoman pada Undang-Undang nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kata Tambrin. 

@ntt.kemenag

Ustadz Arifin Ilham Serukan Tolak Ajakan Demo Bela Islam III dan mengutuk Aksi Rush Money

DUNIA HAWA -  Pimpinan Majelis Zikir Az-Zikra Sentul, Muhammad Arifin Ilham, menegaskan tidak ada rencana aksi rush money atau penarikan uang oleh umat muslim di Indonesia secara bersama pada 25 November 2016. “Untuk apa rush money, itu tidak ada. Ini khusus untuk kasus penistaan Al-Quran. Jangan sampai negeri ini kacau balau, nanti yang akan menjadi korban adalah umat Islam,” kata Arifin Ilham setelah memimpin doa dan zikir akbar di Masjid Az-zikra Sentul, Jumat, 18 November 2016.


Dia mengatakan negeri ini sudah susah payah dibangun bersama dengan penuh rasa binneka tunggal ika, dan sudah banyak darah dan jasa para pahlawan yang terus mengalir memperjuangkan negeri ini. “Tidak ada rush money. Damai sudah kembali beribadah. Untuk penegak hukum, tegakkan dengan amanah. Presiden bekerja, rakyat kembali bekerja, ayo berdoa bersama untuk negara yang kita cintai ini,” katanya. 

Selain itu, KH Arifin Ilham mengimbau umat Islam tidak melakukan aksi demo kembali terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dia mengimbau agar umat Islam memantau proses hukum terhadap Ahok yang sudah ditetapkan Polri sebagai tersangka.

Usai salat Jumat, acara istighosah diadakan di Pondok Pesantren Az Zikra pimpinan KH Arifin di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/11/2016). Acara dengan tema besar tercapainya ketentraman, kedamaian, keamanan dan menjunjung tinggi toleransi ini disebut dihadiri sekitar 10.000 orang jemaah.

Acara ini juga dihadiri sekitar 87 orang ulama antara lain KH Abah Abu Jibril, KH Habib Abu Muchsin, KH Habib Ahmad Al Kaff dan lain-lain. Usai mendengar tausiah dari para ulama, KH Arifin menutup dengan zikir dan doa bersama.

Dalam jumpa pers usai acara, KH Arifin menyampaikan terima kasih kepada para ulama, habib, tokoh agama, organisasi masyarakat dan seluruh umat Islam yang ikut bergabung dalam aksi demo damai 4 November lalu. Dia berkata bahwa aksi itu tidak ditunggangi kepentingan politik, melainkan bentuk solidaritas umat dalam menuntut keadilan.

KH Arifin juga menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia senang karena Presiden tidak mengintervensi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan calon gubernur DKI Jakarta di Pilgub 2017 itu.

"Terima kasih kepada Presiden Indonesia Bapak Jokowi, ayahanda Jokowi yang menegaskan tidak intervensi hukum. Allahu Akbar. Terima kasih ayah, semoga ayah sehat walafiat, amanah, semakin bertakwa kepada Allah, mengajak kami bertakwa kepada Allah," katanya. 

KH Arifin juga mengucapkan terima kasih kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. "Dengan berani beliau memutuskan Ahok sebagai tersangka. Ini luar biasa, yang sebelumnya fitnah sudah bersebaran untuk beliau, ternyata tidak. Beliau memutuskan dengan tegas Ahok tersangka. Tadi saya bertemu langsung bicara langsung dengan beliau, beliau sampaikan 'insya Allah ustaz dalam 2 pekan ini saya akan serahkan berkas Ahok pada kejaksaan," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan KH Arifin kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Dia mengapresiasi TNI mampu menjaga keamanan negara saat demo 4 November berlangsung.

KH Arifin mengatakan, Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka dan akan menjalani persidangan. Karena itu, dia mengimbau agar umat Islam tidak usah lagi turun ke jalan. 

"Tidak ada aksi lagi. Kita nonton, melihat, menyaksikan," ujarnya. KH Arifin mengimbau umat Islam mengamati proses hukum yang akan dihadapi Ahok. Dia ingin rasa keadilan terpenuhi dengan dipenjaranya sosok petahana itu. Dia menegaskan agar jangan sampai ada rekayasa dalam kasus Ahok ini. Keadilan harus ditegakkan.

Ditambahkan KH Arifin, dirinya juga berterima kasih kepada Ahok. "Bapak Ahok belum tahu indahnya Islam. Baru satu ayat, jutaan orang bisa turun. Kami juga sayang dengan bapak Ahok, karena itulah kami mendoakan tulus. Lihat raut muka kami, insya Allah enggak ada yang dibuat-buat karena Islam itu agama selamat dan menyelamatkan," imbuhnya.

KH Arifin berharap proses hukum kasus Ahok ini cepat terlaksana. Dia ingin agar masyarakat bersama pemerintah kembali seirama dalam membangun negeri. Pemerintah bekerja melayani rakyat dan para ulama kembali berdakwah.

@detik

Bawaslu Pastikan Bapak Yang Demo Djarot Ini Bukan Warga Setempat

DUNIA HAWA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta sudah menyatakan NS sebagai pelaku pelarangan kampanye Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Kembangan Utara, Kembangan, Jakarta Barat. Menurut Bawaslu DKI, NS bukanlah warga Kembangan Utara.


"Atas kasus yang ditindaklanjuti, atas dugaan pelanggaran pidana. Itu (NS) masyarakat luar lokasi (Kembangan Utara)," kata ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti, saat jumpa pers di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (18/11/2016).

NS merupakan warga Kembangan Selatan yang menolak kampanye Djarot pada 14 November 2016. Dia sempat berhadap-hadapan dengan Djarot saat massa menghadang Djarot.


"Pak Djarot bukannya mundur malah mendatangi. (Djarot Bertanya) 'Mana komandan kalian?' Nah, dia (NS) tampil dengan gagahnya, saya komandannya," jelas Penyidik Dit Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKP Fadilah kepada wartawan.

NS sempat mengatakan penolakanya kepada Djarot. Alasan penolakan adalah kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Calon Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pasangan dari Djarot sendiri. Fadilah menirukan alasan yang diberikan NS kepada Djarot.

"Bapak termasuk yang mendustakan agama, kami tidak terima bapak di sini, kami tolak," kata Fadilah.

Namun saat ditemui tim sentra Gakkumdu, NS mengaku menyesal.

"Sudah kami datangi ke sana. Dia menyesal dan dia enggak tahu bahwa itu adalah pelanggaran," kata Fadilah.

Bawaslu DKI telah meningkatkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya. Pelaku bisa terjerat hukuman kurungan jika terbukti menghalang-halangi Djarot kampanye.

"(Hukuman) serendah-rendahnya satu bulan, setinggi-tingginya tiga bulan. Mereka istilahnya cuma menghadang," kata Fadilah. 

@dh©

Meriahnya Parade Bhinneka Tunggal Ika Yang Diikuti Ratusan Ribu Massa


DUNIA HAWA- Massa berbagai daerah menghadiri Parade Bhinneka Tunggal Ika di Jakarta. Parade berlangsung meriah diwarnai pentas seni dan kebudayaan.

Acara yang dimulai sejak pukul 08.00 WIB akan menampilkan parade kebudayaan yang akan berjalan mulai dari Monas hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Terpantau, antusias masyarakat yang mengikuti Parade Bhinneka Tunggal Ika mulai terlihat sejak pukul 07.00 WIB di Patung Kuda. Banyak dari mereka yang mengenakan beragam kostum mulai dari yang menampilkan khas di beberapa wilayah Indonesia hingga bergaya ala Romawi.

Selain itu di wilayah Patung Kuda, beberapa orang secara simbolik melepas burung merpati sebagai lambang perdamaian dan membentangkan bendera merah putih raksasa.


Nantinya, massa berkumpul juga akan mementaskan beragam kesenian dan kebudayaan dari daerah masing-masing, baik dalam bentuk tari-tarian hingga nyanyian dan permainan alat musik daerah.


Panitia Penyelenggara Parade Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sjarifudin, mengatakan penyelenggaraan Parade Bhinneka Tunggal Ika sebagai bentuk respek masyarakat terhadap polemik yang tengah terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu ini.


"Acara ini terselenggara sebagai bentuk menyikapi keprihatinan atas situasi belakangan ini yang berpotensi memecah belah," ujar Nia di Silang Monas, Jakarta Pusat.


@beritateratas