Saturday, November 12, 2016

FPI Seperti Jelmahan Kolonial

DUNIA HAWA - Tadi pas nongkrong, saya lihat perdebatan seru antara teman saya, tapi saya hanya menikmatin kopi dan menontonya, seperti lagi menikmatin tontonan di televisi, tapi tidak sedikit yang bilang kalau saya ini gila, aneh, penyendiri, misterius, tapi bagiku itu kebahagiaan. Seperti Zarathustra menasehatin saya ketika saya sedang gelisah, Dunia hari ini tampak seluas retorica dan apologi semata.

Kali ini saya tidak akan menulis lebih dari 6 paragraf, semoga para pembaca memaki saya. Namun yang paling penting mari kita berjabat tangan selalu dalam hidup ini meski berseteru juga tidak bisa dielakan tapi berseteru yang asyik dan membangun tentunya. Tidak SEPERTI FPI yang (?). Jangan-jangan FPI dan lembaga2 serta ormas2 keagamaan itu harus belajar dari kalian bukan kalian yang belajar dengan mereka, Mengapa? loh agama saja mereka nodai sendiri dengan memaksakan kehendak Jumawa, sehingga LUPA kalau kita ini si “manusia”, kalau bahasa para filsuf (binatang yang berpikir), jadi jika kata ” yang berpikir” dihilangkan maka tinggal kata “Binatang”.


Jika beda agama adalah bukan saudaramu dalam iman tapi setidaknya dia merupakan saudaramu dalam KEMANUSIAAN,  jng lupakan hukum Moral yang dibangun sejak era Mousa bahkan sebelumnya, dan buat islam yang namanya hinaan sudah ada semenjak islam itu berdiri di jaman Jahiliyah, tapi justru agamamu menjadi besar oleh cinta dan kelembutan rasul bukan oleh kehendak yang jumawa, Saya jadi curiga jng2 FPI takut kelaparan jika si “A” jadi gubernur, coba bayangkan jika orang lapar itu bisa melakukan apa saja termasuk memecah belah, seperti slogan Kolonial “Pecah – belah, kuasai”. Jika agama itu sudah difiksasikan oleh lembaga, komunitas dan ormas keagamanan, maka ia akan menjadi LUPA sebagai manusia dlm kesetaraan dan kemanusiaan dihadapan tuhan.

Hakikat dalam pencapaian diri sampai ke tuhan jika hanya pada fiksasi ide semata maka hanya akan melahirkan aturan-aturan yang mengingkari, dan biasanya ini pada lembaga, ormas, komnitas dalam keagamaan. Maka dalam menafsirkan sesuatupun hanya seluas perspektif dan berujung pada fanatis buta. Jadi tak heran akhirnya menjadi pesimis dan ketakutan jika terancam, lalu halal_lah segala cara, termasuk ” pecah_belah dan kuasai”. Sementara agama sendiri tidak mengindahkanya. Bahkan ini sudah ada sejak jaman Gereja berkuasa, hingga ilmuwanpun dibatasi ruang geraknya, dan istilah-istilah durhaka, nasib bahkan kafir, begitu juga pada FPi dan ormas keagaaman hari ini. Sungguh benar-benar sedang sakit dan sakinya gawat darurat, kalian “lapar”.

Aku jadi ingat kata seorang pemikir kurang lebih seperti ini “mereka enggan mengakui dengan tangan terbuka, tentang faktisitas realitas yang chaos. Dalam koridor kategorial mereka bergantung pada keadaan “statis equilibrium”. ” dan kini mereka seperti tampak kelelahan, menghancurkan fondasi yg mereka tegakan, melemahlah roh amorphate yang fiksasi dan sedikit jumawa yang tertanam dalam diri mreka… jadi tak heran jika semboyan ” pecah_belah kuasai ” yang menjadi jargon kolonial mirip pada FPI dkk. Dengan demikian FPI sama saja seperti halnya jelmahan KOLONIAL. Sementara semua tahu kolonial musuh para jelata, karena haus kekuasaan dan hasrat menguasai. Sementara menafsirkan sesuatu tanpa menghiraukan penafsiran dari yang lain, sungguh mereka adalah Manusia yang anti kritik. Seperti kata Soe “manusia anti kritik sebaiknya di tong sampah”. Berarti bukan duduk dikursi ataupun ber-fatwa seperti kelaparan, lapar kekuasaan.

[sim losa]

Merangkul dan Memukul Aktor Politik Ala Pak De Jokowi

DUNIA HAWA - Pasca aksi 4 11, ada yang menarik dari aktivitas harian Pak De. Aktivitas yang lain dari biasanya.

Aktivitas yang bisa dikata sangat khusus yaitu konsentrasi konsolidasi sosial dan konsolidasi pasukan pasca aksi 4 11.

Saking pentingnya urusan konsolidasi ini, agenda kunjungan balasan ke Australia pada 5 November lalu bahkan harus ditunda.

Saya mencoba membaca pola langkah Pak De yang sulit ditebak. Membaca langkahnya perlu memahami karakter pribadinya yang cenderung tidak mengikuti panduan protokoler.


Misalnya hampir semua presiden di dunia itu kalau hujan pasti dipayungi ajudannya. Pak De malah memayungi Gubernur Papua Lucas Enembe saat berkunjung ke Papua. Pesan simboliknya Papua dipayungi Sang Saka Merah Putih. Keren.

Di sisi lain, kelemah lembutan dan rendah hati Pak De bisa berubah menjadi garang dan keras bilamana itu menyangkut aksi tipu tipu bawahannya yang suka membohongi.

Jangan main main kalo soal kerja. Berani macem macem dan tidak bisa dibilangin lagi siap siap saja kena tendang dari jabatan.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Partogi Pangaribuan sudah merasakan dinginnya jeruji besi karena warning Pak De diabaikannya.

Konsolidasi sosial Pak De dengan mengunjungi para ulama dan ormas Islam menjelaskan secara utuh karakter Pak De yang lemah lembut dan sejuk.

Pak De dengan tulus mau membungkukkan badannya memberi hormat pada ulama saat mau naik podium memberi sambutan.

Saat pergi naik haji, di ruang bandara, Pak De terlihat membungkuk seperti mengoles balsem ke betis kaki seorang ulama. Ia sepenuh hati sangat menaruh hormat pada ulama.

Penghormatannya itu bukan basa basi. Penghormatannya itu diwujudkan dengan melakukan dan menuruti pesan ulama untuk hidup lurus, sederhana, adil dan bermanfaat bagi bangsa, negara dan agama.

Maka kodokpun ikut bernyanyi saat mendengar orasi Fahri Hamzah pada aksi 4 11. Fahri menuduh dan menghasut massa dengan mengatakan Presiden Jokowi telah menghina ulama.

Fahri menuduh Presiden Jokowi telah menghina simbol simbol Islam. Atas hasutan makar Fahri Hamzah saya dan teman teman Bara JP telah melaporkannya ke Bareskrim Polri dengan sangkaan penghasutan dan makar.

Ocehan Fahri saat orasi itu sama sintingnya saat Fahri ngoceh bahwa Hari Santri yang direncanakan Jokowi masa pilpres lalu adalah sinting. Fahri sepertinya akan menjadi sinting selama Jokowi menjadi presiden. Dan akan menjadi gila seumur hidup selepas Jokowi menyelesaikan jabatan presidennya.

Tidak masuk akal kita mengapa sampai begitunya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenci dan memusuhi Pak De. Mulutnya benar benar beracun. Meracuni orang agar melengserkan pemerintahan yang sah dengan aksi parlemen jalanan. Benar benar ngaco.

Pak De melakoni hidupnya dengan berjalan pada falsafah Jawa:

“Dadio banyu, ojo dadi watu” (Jadilah air, jangan jadi batu). Ia berusaha tawadhu meski telah menjadi orang nomor satu di republik ini.

Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Ia tidak membalas fitnah dengan fitnah. Baginya biarlah tenaga, waktu, pikiran dan perasaannya hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja.

Dalam bingkai lain, Pak De bukanlah seperti orang lemah yang sering disangkakan banyak lawan lawannya. Sering lawannya memberi stempel Jokowi itu presiden plonga plongo. Presiden penakut. Presiden boneka.

Benarkah?


Saya pikir dua tahun ini kita sudah bisa melukis pribadi Pak De yang bernyali dan petarung. Rekam jejak keberanian dan ketegasannya berlimpah.

Sebutlah soal mafia migas Petral yang dibekukan. Sebutlah soal mafia illegal fishing yang diberantas tanpa kompromi. Kita ingat perintah perang pemberantasan narkoba tanpa belas kasihan.

Nah, konsolidasi sosial Pak De dengan mengunjungi para ulama bisa kita artikan sisi lemah lembut, tawadhu seorang Pak De. Sisi humanis yang memperlihatkan kemanusiaan dan kebangsaan adalah dua hal pokok yang ingin dimenangkannya.

Konsolidasi pasukan Pak De dengan mengunjungi Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur kemarin, menunjukkan sisi batu karang Pak De.

Ia memberi pesan kepada aktor aktor politik yang menunggangi aksi demo 4 11 kemarin untuk tidak main main lagi. Pak De tidak gentar dan bergeming dengan ancaman berapapun jumlah massa yang hendak merongrong negara.

Pagi hari ini, Pak De juga melakukan konsolidasi pasukan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Pesan Presiden Jokowi terang benderang. Bahwa negara siap melawan siapapun yang mencoba memecah belah.

Siangnya, selepas mengunjungi Mako Brimob, Pak De mengunjungi Mako Marinir Jakarta. Pak De diarak dengan gegap gempita prajurit Marinir. Di atas tank tempur pasukan baret ungu, Pak De mengulangi pesan komandonya bahwa kesetiaan prajurit itu pada Sumpah Prajurit dan Sapta Marga.

Pesan terbuka Pak De ini memberi ultimatum kepada siapa saja yang mencoba melakukan kudeta bersiaplah melawan kekuatan penuh aparat negara.

Jenderal Tito Karnavian dengan sikap sempurna memberi hormat dan janji Hasatya Prabu. Janji kesetiaan prajurit bhayangkara untuk setia pada negara dan pimpinannya.


Pak De telah mengibarkan panji panji kekuatan negara kepada musuh musuh negara bahwa negara tidak takut dengan ancaman aksi demo 25 11 mendatang. Negara siap apapun yang terjadi.

Strategi soft dan hard dalam garis vektor kebijakan Pak De ini kita baca ibarat dokter sedang mendiagnosa penyakit pasiennya. Jika masih bisa dibereskan dengan obat, maka Jokowi memberi obat.

Namun jika penyakit itu sudah menggerogoti tubuh induk, maka tak ada jalan lain selain mengamputasinya. Memotongnya lalu membuangnya jauh jauh agar tidak menginfeksi anggota tubuh lainnya.

Jokowi memainkan strategi bertarung nan ciamik. Ia merangkul siapa yang hendak dirangkul. Sementara Ia membiarkan musuhnya berselancar diatas ombak kencang yang dibuat aktor aktor politik politik itu.

Dengan tenang tanpa koar koar Jokowi terus bersafari melakukan konsolidasi sosial dan konsolidasi pasukan. Merangkul para ulama dan memeriksa pasukan dan kelengkapan senjata.

Bila tiba saatnya, batu karang Jokowi akan memecah ombak dan si pelancar aktor politik itu akan tergulung oleh ombak yang dibuatnya sendiri. Tenggelam dan hanyut tergulung ombak.

Percaya atau tidak, kali ini Pak De sudah pada tahap bersiap mengeluarkan jurus tendangan tanpa bayangan. Tendangan mematikan yang tidak terlihat oleh musuh musuhnya. Tiba tiba saja sang aktor politik penunggang gelap itu tergeletak jatuh lumpuh tak berdaya.

Aihhh… Pak De…nikmat sekali jus terong belanda siang ini… Segerrrr

Salam NKRI Jaya

[birgaldo sinaga]

Sikap Keras Jokowi Melawan SBY dan FPI

DUNIA HAWA - Saya melihat ada yang berbeda dari seorang Jokowi sebagai Presiden. Langkah-langkahnya beberapa hari ini saya pikir sangat keras untuk seorang Jokowi, nyaris tanpa kompromi.

Menyikapi aksi demo 4 November, Presiden Jokowi berhasil membuat SBY galau berat, sampai curcol via keterangan pers persis seperti saat dirinya dulu jadi Presiden. Prihatin. Ini gara-gara kedatangan Presiden ke Hambalang menemui Prabowo, tapi tak berlanjut ke Cikeas. Presiden hanya mau menemui Prabowo. Dengan hal ini, SBY kemudian bersikap aktif dengan mendatangi JK dan Wiranto, entah untuk alasan apa, pokoknya datang saja karena Jokowi sudah mendatangi Prabowo.

SBY nampaknya tak mau tersudut sendiri. Karena kalau Prabowo sudah menyatakan mendukung Jokowi, maka satu-satunya tokoh partai politik yang memungkinkan tidak mendukung adalah SBY. Untuk itu dia ingin membentuk opini publik bahwa kalau nantinya terjadi sesuatu yang negatif pada 4 November, maka Wiranto dan JK bisa dipersepsikan terlibat, sebab mereka orang-orangnya SBY.


Begitu juga denan FPI, keras sekali sikap Presiden Jokowi. Sebelum demo, Presiden sudah mengundang NU, Muhammadiyah dan MUI ke Istana. Pasca demo, Presiden mendatangi markas PBNU. Setelahnya, 17 ormas Islam juga diundang ke Istana.

1. Abdullah Jaidi, Al-Irsyad Al Islamiyah

2. Yusnar Yusuf, Jami’atul Washliyah

3. Ahmad Satoni Ismail, Ikadi

4. Habib Nabil Al Musala, Majelis Rasulullah

5. Hamdan Zoelva, Syarikat Islam

6. Dyah Puspitarini, Nasyiatul Aisyiyah

7. Said Aldi Alidirus, BKPRMI

8. Khofifah Indar Parawansa, Muslimat NU

9. Mahfud MD, KAHMI

10. Sadeli Karim, Mathlaul Anwar

11. Nashirul Haq, Hidayatullah

12. Muhammad Siddiq, DDII

13. Anggia Emarini, Fatayat NU

14. Jimly Asshidiqie, ICMI (diwakilkan)

15. Athifah Thaha, Wanita Islam

16. Yaqut Qolil Qoumas, PP GP Anshor

17. Usamah Hisyam, Parmusi

Semuanya diajak diskusi terkait demo 4 November yang melibatkan pengeraha massa. Tapi FPI yang merupakan ormas terdepan menolak Ahok sejak 2014, serta orams terdepan dalam melakukan provokasi pada demo 4 November, tidak diundang atau didatangi.

Sikap Presiden Jokowi kepada SBY dan FPI sama, tidak mau mendatangi dan berkomunikasi. Pertanyaannya kemudian, ada masalah apa dengan SBY dan FPI? Sebagai warga, wajar saya bertanya. Sebab FPI bisa dikatakan adalah ormas paling terlibat dalam demo 4 November. Sementara SBY adalah satu-satunya gerbong politik tersisa, sebab Prabowo sudah didatangi.

Saya merenung cukup lama. Setelah dipikir-pikiri, memang ada masalah yang cukup prinsip dengan FPI dan SBY. Rizieq mengancam akan menduduki Istana dan gedung DPR. Munarman dengan jelas mengatakan Presiden Jokowi dongo. Logika sederhana saja, kalau kalian dicaci maki seperti itu, masihkah akan mengajaknya makan siang dan ngobrol santai di rumah?

Tapi bagaimana dengan SBY? Bukankah beliau ini sosok yang santun, penuh prihatin, rajin menabung dan tidak suka mencaci maki? Kenapa Presiden tak mau menemuinya untuk menyelesaikan masalah kemungkinan adanya kepentingan politik dalam demo 4 November? Saya pikir ada beberapa hal. SBY ini sosok paling tidak menarik, sebab kepentingan politiknya sangat tinggi. Contoh, saat SBY melakukan tour de Java, dia bukannya menyerap aspirasi, tapi malah curcol dan mengkritik pemerintahan Jokowi kepada rakyat. Jadinya malah menyampaikan aspirasi. Kepentingan politiknya adalah memajukan Ani sebagai Capres 2019.

Namun Presiden Jokowi saat itu menjawabnya dengan blusukan ke Hambalang. Jadilah cerita tour de Java sebulan rusak gara-gara blusukan dan geleng-geleng di Hambalang. Ini membuat semua kritikan SBY terhadap Presiden Jokowi jadi tak ada artinya. Sebab rakyat jadi tau betapa buruknya SBY dulu. Kalau sekarang kemudian mau mengkritik, jadi lucu, sebab dulu nyaris tak melakukan apa-apa selain membuat album dan menulis buku diary. 

Soal demo 4 November, memang ada laporan tentang keterlibatan SBY. Namun awalnya laporan dalam bentuk dokumen tersebut bersifat tertutup, rahasia. Entah bagaimana caranya SBY kemudian membukanya ke publik dan menceritakannya dalam keterangan pers. Bahwa dia tidak bersalah, bahwa dokumen tersebut tidak akurat, pasti fitnah kalau ada partai politik yang mendanai demo 4 November.

Keterangan pers SBY ini menjadi blunder paling lucu sepanjang sejarah politik di Indonesia. Bayangkan, dokumen tersebut awalnya bersifat rahasia, bukan untuk konsumsi publik. Tapi SBY membukanya dan membantah seolah-olah semua rakyat sudah tahu. Blundernya adalah, SBY menyatakan tidak ada partai politik yang mendanai demo 4 November. Bagaimana bisa SBY memastikannya? Bukankah dia hanya salah satu ketum Parpol? Ini kondisinya jadi mirip ada bau kentut, banyak orang kemudian melirik kanan kiri sambil menutup hidung, lalu tiba-tiba salah satu orang dalam ruangan berdiri dan bilang “tidak ada bau kentut, fitnah itu!” bukankah ini berarti pengakuan?

Lebih buruk lagi, pasca 4 November, Demokrat menjadi satu-satunya partai yang paling berisik setelah Presiden Jokowi menyebut demonstrasi tersebut ditunggangi aktor-aktor politik. Sehingga kemudian terjadi kerusuhan dan penjarahan, skenario mengulangi rusuh 98. Sampai di sini, jadi ketahuan kan siapa yang kentut? Haha

Soal dokumen tersebut sempat saya bahas juga. Baca_disini.

Entah siapa yang menyebarkan, sekarang dokumen yang ada di tangan saya itu sudah banyak beredar luas di dunia maya. Dalam dokumen tersebut tentu sudah disebutkan nama-nama secara gamblang, tanpa inisial ataupun sebutan.

Simbol Politik


Presiden Jokowi memang kerap memberikan simbo-simbol politik untuk menjawab isu-isu terkini. Saat kasus Freeport Papa Minta Saham, di DPR ada sidang MKD, di Istana Presiden mengundang pelawak nasional untuk makan malam. Pada saat yang bersamaan. SBY ceriwis soal pemerintah dan blusukan ke seluruh Jawa, Jokowi hanya cukup datang ke Hambalang.

Lalu sekarang, FPI dan SBY tidak ditanggapi, padahal Prabowo dan PBNU didatangi. NU, Muhammadiyah, MUI bahkan 17 ormas Islam lainnya juga diundang ke Istana. Semuanya adalah simbol politik yang menyebutkan bahwa FPI bukan bagian dari ormas Islam di Indonesia. Sementara SBY merupakan tokoh politik yang tidak mendukung pemerintahan Jokowi. Dan yang terpenting dalam kesimpulan saya adalah, keduanya adalah biang kerok kerusuhan dan menghambat kemajuan bangsa Indonesia.

Apalagi kemarin Presiden mendatangi markas Kopassus.

Ini adalah pasukan cadangan yang bisa saya gerakkan sebagai panglima tertinggi lewat Pangab, lewat Panglima TNI untuk keperluan khusus,” kata Jokowi.

“Ini merupakan pasukan cadangan yang dalam keadaan emergency, dalam keadaan darurat, bisa saya gerakkan,” katanya lagi.

Orang bisa berpikir ini kebetulan, sekebetulan Jokowi yang datang ke Hambalang saat SBY berisik atau sekebetulan FPI yang tak diundang ke Istana. Tapi bagi saya ini simbol politik yang sangat kuat, Presiden Jokowi seolah ingin menjawab upaya makar yang dilakukan oleh Fahri Hamzah beberapa hari lalu. Fahri sempat menyebut bahwa massa boleh masuk ke DPR dan menginap sebab saat itu adalah kondisi darurat, tak perlu surat dan sebagainya. Sekarang Presiden sudah menjawab dengan kata kunci yang sama “darurat.”

Melawan FPI dan SBY


Sebelum menulis ini, sempat saya hubungi informan seword terkait sikap Presiden. Saya titip pertanyaan apakah Presiden mau mendatangi atau mengundang SBY dan FPI. Entah sudah ditanyakan apa belum, namun informan seword menyebut kemungkinannya hanya 1%. Nyaris tidak mungkin.

Jika memang terus begini, maka berarti semua ini adalah simbol perlawanan. Yang pada intinya, kemungkinan Rizieq, Munarman dan FPI akan mendapat balasan sikap. Rizieq kemungkinan akan diproses hukum terkait upaya makar dan cemoohnya. Munarman mungkin juga diproses terkait caci makinya. Sementara SBY akan mendapat apa yang seharusnya dia dapatkan sejak beberapa tahun yang lalu.

Ibas yang berkali-kali disebut terlibat korupsi, mungkin sudah waktunya diproses. 34 proyek mangkrak diusut, bisa saja pada akhirnya sampai pada orang-orang SBY. Sementara SBY sendiri bisa dipermasalahkan karena telah menghilangkan dokumen TPF pembunuhan Munir.

Saya pikir itu sikap keras yang sedang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi. Sangat keras. Kalau ibarat orang mau perang, lawannya sedang koar-koar, Jokowi diam saja sambil mengasah pedang. Tak banyak bicara, tak ada nada tinggi. Tapi setelah pedangnya selesai diasah, mereka yang koar-koar tak akan bisa berdiri lagi.

Begitulah kura-kura

[alifaturrahman via seword]

Usaha Tiada Henti Menggagalkan Ahok, Dari Cara Halus Sampai Cara Barbar

DUNIA HAWA - Usaha menggagalkan Ahok sudah dimulai sejak tahun lalu. Bahkan, kalau mau jujur sejak dia menjadi Gubernur. Cara halus dan barbar dilakukan supaya Ahok berhenti menjadi Gubernur DKI dan kali ini tentu saja gagal untuk melanjutkan jabatannya sebagai Gubernur DKI. Kita tentu saja mengingat beberapa kasus yang dikaitkan dengan Ahok. mulai kasus Sumber (tidak) waras, kasus perda reklamasi, bahkan keterlibatan Ahok dengan para pengembang pun digoreng menjadi sebuah isu hangat. Sampai-sampai Ahok disebut Gubernur Pengembang. Hehehe..

Tidak berhenti disitu, Ahok juga diserang ketika dia menjadi calon Gubernur Independen. Isu adanya uang pengembang masuk dalam rekening Teman Ahok menjadi sebuah isu yang digunakan mengait-ngaitkan Ahok dengan uang yang diduga adalah uang suap. Entah bagaimana caranya, segala sesuatu diusahakan supaya Ahok berhenti jadi Gubernur dan berhenti mencalonkan diri menjadi Gubernur.


Usaha yang terus gagal tidak menyurutkan mereka. Usaha lain digalang dan tinggal mencari celah saja melakukannya. Akhirnya celah itu datang, Ahok yang sebenarnya tidak ada menyinggung mengenai dan merendahkan surat Al Maidah 51, disangkakan melakukan penistaan agama. Skenario pun dijalankan dengan memancing keriuhan melalui share video dan membuat pernyataan yang memancing keriuhan. Keriuhan sudah terjadi dan dikuncilah dengan pernyataan keagamaan dari MUI. Kemudian tinggal menggerakkan massa.

Nah masalah menggerakkan massa tinggal panggil saja ahlinya. Siapa lagi kalau bukan FPI. Demo pertama, 14 Oktober 2016, tidak begitu banyak tetapi sudah berhasil menjadi ajang pemasaran demi cairnya dana lebih besar dan dengan begitu demo pun akan lebih banyak jumlahnya. Dana pun cair dan massa akhirnya berjibun pada tanggal 4 November 2016. Demo yang bahkan sampai membawa-bawa nama Presiden. Isu yang diangkat adalah Presiden melindungi Ahok dan Ahok jadi kebal hukum. Padahal proses hukum sedang berlangsung.

“Sebelum demo juga sudah diproses. Saksi sudah didatangkan, saksi ahli juga, ini kan memang ada prosedurnya. Tapi kok pada enggak sabaran? Tapi itu bukan PKB, saya tahu,” ujar Jokowi.

Usaha menolak Ahok dan menggagalkan Ahok tidak berhenti pada demo 4 November. Usaha tiada henti juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lebih kecil. Usaha penolakan Ahok dengan cara dan gaya sama dengan yang mendemo Ahok pada tanggal 4 November. Setiap penolakan yang dilakukan oleh beberapa orang ini seringnya malah memancing keributan. Ada dugaan skenario penolakan ini sudah diatur. Baca_disini.

“Kita menduga ada yang memprovokasi atau memobilisasi. Dasarnya dari saksi-saksi yang kita ajukan, mereka (pendemo) bukan warga situ,” ujar Tim Sukses Ahok-Djarot, Wibi Andrino.

Ahok sendiri menilai tindakan mereka tidaklah lagi mencerminkan suasana demokrasi yang baik dan sehat. Tentu saja mereka tidak paham tentang demokrasi, karena mereka selalu main hakim sendiri dan memaksakan kehendak. Selalu mengusung cara-cara kekerasan dan bergerombol dengan massa. Memberikan intimidasi dan provokasi yang menjadi ciri khas kelompok ini.

“Kenapa, sih, takut sama Ahok? Kalau kamu bagus, ya, kamu buktikan, dong, kamu satu putaran. Ahok kalah, ya, sudah. Kenapa mesti pakai cara barbar, pakai cara turun (ke jalan). Apalagi sekarang ada hoax di mana-mana,” ujar Ahok di kediaman pribadinya di kompleks Pantai Mutiara, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis malam, 11 November 2016.

Ahok sendiri menyadari bahwa usaha untuk menggagalkan dan menghentikannya menjadi Gubernur sangat terencana dan terorganisir. Bahkan siap untuk rusuh jikalau ada perlawanan. Dengan bijak, Ahok tidak mau meladaeni massa dan memilih untuk tidak memberikan kesempatan kepada mereka memanfaatkan kericuhan dan nanti dipakai untuk menentang Ahok.

“Jujur saya mau turun. Sebetulnya di lapangan itu orang kita sudah siap 100 lebih di situ. Dan mereka juga udah panas, saya bilang ya enggak usah ribut deh, kasian orang. Ya sudah kita ngalah saja,” ungkapnya.

Sampai sekarang kalau ditanya kenapa mereka ini menentang Ahok, saya selalu menjawab semua ini persoalan tentang uang. Tidak ada kaitannya dengan agama dan nilai-nilai kebudayaan apalagi keIndonesiaan. Jelas ini masalah uang. mereka tidak pernah buat rusuh kalau ada uang yang terus masuk ke kantong mereka. Apalagi sejak jaman Ahok, uang ke ormas dihentikan. Pergerakan mereka pun sudah sepi sebenarnya. tetapi karena sekarang ada uang masuk, maka mereka akan bergerak lagi.

Sebenarnya tidak suka dengan seorang calon dan tidak mau sebuah daerah dipimpin oleh seorang calon itu adalah hak di dalam demokrasi. tetapi cara dan mekanismenya harus juga dalam sistem demokrasi. Lakukanlah dengan cara elegan dan saling menghargai serta menjaga kenyamanan dan keamanan bersama. kalau melakukan penolakan dan memancing kerusuhan, itu berarti kita sudah jauh mundur ke jaman yang segala sesuatunya diselesaikan dengan perang dan kekerasan. Sekarang jaman dimana segala sesuatu diselesaikan dengan diskusi dan berdemokrasi.

Hal ini sepertinya sangat sulit dipahami oleh kelompok ini yang memang menolak demokrasi. bahkan tidak sungkan mencela Pancasila dan dasar negara kita. tidak menghargai proses hukum, karena mereka merasa bahwa hukum itu adalah mereka dan bisa mnenentukan segala sesuatu seenaknya. Jokowi dilarang intervensi tetapi mereka sendiri mengintervensi dan memutuskan ahok salah tanpa ada proses diskusi dan hukum.

Entah sampai kapan usaha mereka menggagalkan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menang pun nanti, Ahok tidak akan berhenti mereka demo. Alasannya bukan karena Ahok Kristen dan Cina, melainkan karena Ahok membersihkan jakarta bukan hanya dari sampah dan kotoran di sungai, tetapi juga dari para mafia, tikus kantor, dan ormas preman yang terus merongrong negara. Sekarang ini sebenarnya adalah pertempuran politik dan Jokowi sudah melihat hal itu. sayangnya, masih banyak yang gelap mata dan gelap otak sehingga tidak bisa melihat dan berpikir jernih tentang hal ini. Semoga kita bukan salah satuunya.

Salam Jernih.

[palti hutabarat]

SBY Aktor Politik 4 November, Apa Untungnya?

DUNIA HAWA - Dari banyak fakta sejarah sebelum dan pasca 4 November, semuanya analisa memang mengarah pada SBY sebagai dalangnya. Sebelumnya saya sudah pernah membahas terkait keterangan pers SBY. Beberapa point yang menurut saya adalah provokasi. SBY mengancam “kalau negara kita tidak mau terbakar oleh amarah penuntut keadilan, maka Pak Ahok harus diproses hukum. Jangan sampai beliau kebal hukum sebab ini bagian dari demokrasi, kita negara demokrasi.”

SBY mengancam negara sekaligus mempersepsikan dengan cara menuduh bahwa Ahok kebal hukum. Tak tanggung-tanggung, SBY tiga kali menyinggung soal Ahok kebal hukum.


“Ya Pak Ahok harus diproses secara hukum, jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Ingat equality before the law.”

“bayangkan do not touch Ahok, nah setelah Pak Ahok diproses hukum, semua pihak menghormati.”

Dalam keterangan persnya, SBY jelas mempersoalkan proses hukum Ahok, sama persis seperti FPI. SBY menutup mata dengan kenyataan saat itu bahwa proses hukum sudah berjalan. Apakah ini hanya kebetulan? Atau memang SBY adalah bagian dari FPI? Baca_disini.

Pasca demo 4 November, Demokrat menjadi satu-satunya partai yang tersinggung dengan pernyataan Presiden Jokowi terkait adanya aktor politik yang terlibat dalam kerusuhan demo 4 November.

“nanti kalau tokoh yang dimaksud tidak terbukti di pengaadilan, itu bisa berarti Pak Jokowi bisa dikatakan mencemarkan nama baik dan kalau itu terjadi bisa masuk di pasal impeachment,” kata Syarief.

Kejadian sebelum dan setelah demo 4 November semakin menguatkan bahwa SBY memang dalangnya. Kemungkinan tujuannya bisa beragam, mulai dari mengantarkan anaknya menjadi Gubernur dan Presiden, sampai kemungkinan mendorong terjadinya kudeta agar kasus-kasus korupsi yang menimpa Ibas tidak diusut.

Yang paling menarik adalah, tidak ada satupun orang yang menuduh SBY adalah aktor atau donatur demo. Bahkan dokumen rahasia yang saya dapat itu diterima Presiden Jokowi sebelum SBY memberikan keterangan pers. Tak ada orang yang tau dokumen tersebut selain kalangan istana. Namun kemudian SBY memberi keterangan pers seolah-olah dokumen tersebut sudah tersebar dan semua rakyat tau. SBY dan keluaganya baper (bawa perasaan) seolah-olah sudah ada rakyat yang menuduhnya. Padahal tidak ada. Bahkan saya pun baru membuka dokumen tersebut setelah aksi demo. Artikel tentang dokumen tersebut bisa dibaca_disini.

Sekarang semua orang sudah mengarahkan pandangan sinisnya pada SBY gara-gara sikap reaktif, baper dan prihatinnya partai keluarga Demokrat. SBY tersudut dan tertuduh Gara-gara dirinya sendiri dan keluarga partainya.

Dalam posisi yang semakin tersudut, akhirnya ada orang yang secara terang-terangan bahwa SBY adalah aktor politik demo 4 November. Dia adalah Boni Hargens, pengamat politik dan intelijen.

“gerakan ini diawali dengan konferensi pers politik oleh ketum Partai Demokrat, SBY di Cikeas pada 2 November. Substansi konferensi pers memperlihatkan kepanikan dan kemarahan SBY terhadap Ahok dan pemerintahan Jokowi.”

“apalagi konferensi pers Cikeas jelas bukan sebuah upaya koreksi terhadap pemerintahan. Tetapi sebuah gerakan kekuasaan untuk kepentngan Pilkada DKI Jakarta. Mengingat putra SBY, Agus, juga ikut bertarung. Kalau saja Agus tidak ikut dalam pertarungan, publi bisa menghargai niat baik SBY dalam konferensi pers itu.”

Pada akhirnya, Boni mengatakan secara logika normal menarik kesimpulan bahwa SBY adalah aktor politik di balik gerakan ini.

Ini sudah dikatakan secara jelas dan gamblang. Setelah ini SBY dan keluarga Demokrat boleh membantahnya. Kalau pernyataan sebelum-sebelumnya, hanya GR (gede rasa) semata. Seperti filosofi kentut yang sudah beberapa kali saya contohkan, orang baru tolah toleh dan tutup hidung, tapi SBY langsung bilang tidak ada partai yang mendanai demo 4 November. Padahal beliau ketua partai Demokrat, bukan ketua partai seluruh Indonesia. Dari mana SBY tau tak ada yang terlibat? Atau hanya mau membantah dirinya terlibat?

Sekarang posisinya SBY menjadi tertuduh secara resmi. Sudah ada yang menuduh. Jadi kalau Demokrat merasa pernyataan Boni itu salah dan tidak benar, maka silahkan diproses secara hukum. Tapi jika tidak mempersoalkannya, berarti pernyataan Boni memang benar, SBY aktor politik demo 4 November.

Apa keuntungan SBY?


Jika SBY tak melaporkan Boni, jelas Demokrat dan Agus yang sekarang menjadi calon Gubernur sangat diuntungkan. Ini akan jadi konspirasi paling manis, mengulang kesuksesan SBY pada 2004 lalu terkait limpahan simpati karena SBY memposisikan dirinya didzolimi, sehingga menang dari Mega yang saat itu posisinya incumbent seperti Ahok sekarang.

Ke depan SBY akan terus menerus dituduh dalang atau aktor politik yang menggerakan demo menuntut Jokowi lengser. Sementara Agus akan terus menerus dituduh telah menggunakan cara-cara keji untuk menyingkirkan Ahok. Lalu saat opini publik sudah terbentuk seperti itu, saat semua sudah menuduh SBY dan keluarga Cikeas, saat itulah SBY bisa memainkan kartu trufnya. Memposisikan diri sebagai orang yang terdzolimi dan difitnah. Jika SBY berhasil mempengaruhi rakyat dengan keterangan pers prihatinnya, maka Agus akan memiliki peluang lebih besar untuk menang di Pilgub DKI.

Terakhir, inilah politik, sebagian cara dan geraknya memang tak bisa dinyatakan secara langsung. SBY tentu tak bisa mengatakan “dukung anak saya” dalam konferensi persnya. Jokowi juga tak bisa mengatakan “SBY dan FPI dalang demo.” Tidak bisa seperti itu. Tapi uniknya kita semua sudah paham bahwa maksudnya memang seperti itu. Lama-lama saya melihat politisi terbaik adalah perempuan. Sebab soal modus dan meminta dipahami meski pernyataannya berbeda, adalah salah satu keahlian perempuan.

Begitulah kura-kura

[alifurrahman via seword]



Lembaga Fatwa Mesir Keluarkan Fatwa Terkait Almaidah:51

DUNIA HAWA - Juru bicara tim sukses Ahok- Djarot, Guntur Romli menyebut fatwa terbaru dari surah Al Maidah ayat 51 tidak mempermasalahkan sebuah negara modern dipimpin seorang nonmuslim maupun wanita. Sehingga kasus dugaan penistaan agama dilakukan Basuki T Purnama alias Ahok, bukan suatu pelanggaran.


Menurut Guntur, keterangan itu dikeluarkan Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta' al-Mishriyyah) pada 12 Oktober 2016 lalu. Dalam fatwa itu disebut bahwa pemimpin negara dari seorang nonmuslim atau perempuan tidak lagi melanggar syariah islam. Sebab, kata dia, mereka mengikuti tiap aturan di negaranya masing-masing.

"Pemilihan orang ini dari kalangan muslim maupun nonmuslim, laki-laki maupun perempuan, tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariah Islam, karena penguasa atau pimpinan ini telah menjadi bagian dari badan hukum dan bukan manusia pribadi," kata Guntur mengutip fatwa Al Maidah dikeluarkan Lembaga Fatwa Mesir, Sabtu (12/11).

Dalam fatwa itu, lanjut Guntur, menyebutkan bahwa pimpinan sebuah negara merupakan pegawai pemerintah dan diatur undang-undang. "Maka itu, pemegang jabatan dalam situasi seperti ini lebih mirip dengan pegawai yang dibatasi oleh kompetensi dan kewenangan tertentu yang diatur dalam sistem tersebut," ungkapnya.

Selain itu, Guntur menegaskan adanya fatwa baru ini bakal dibawa pihaknya sebagai pembelaan terhadap kasus Ahok diduga nista agama. Sebab, fatwa ini berlaku internasional terutama negara modern.

"Bukti-bukti yang kami anggap menguatkan pembelaan Pak Ahok, kami akan lampirkan," terangnya.

Sebagaimana diketahui kasus Ahok ini memang sudah 'mendunia'. Berbagai media asing menulis rencana unjuk rasa besar-besaran yang akan dilakukan kaum muslim kepada Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Jumat (4/11). Media asing mengulas seputar penyebab unjuk rasa, latar belakang, pengamanan, hingga ancaman teroris Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). Pemimpin negara, mulai dari Turki sampai RRC ikut berkomentar terkait kasus Ahok. Karena DKI Jakarta adalah ibu kota Indonesia sehingga tidak heran isu soal Ahok menjadi perhatian internasional.

Sebelumnya diberitakan, KH Maimoen Zubair, pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang, kiai paling sepuh di jajaran PBNU bahwa Kasus Ahok harusnya diselesaikan menurut asas keadilan, “jangan sampai ada dorongan yang menyebabkan perubahan yang tidak ada keadilan. Adil itu yang membawa kemakmuran,” imbuhnya, “keadilan itu bukan menurut Islam, tapi menurut undang-undang yang ada,” lanjut kiai Maimoen sebagaiman dikutip Duta Islam dari rekaman berdurasi 5.36 menit itu.

Kiai Maimoen juga mengingatkan agar berhati-hati dalam menyikapi banyak hal, terutama merespon ramainya kasus Ahok tersebut. “Anak saya sendiri saya larang untuk ke Jakarta,” tegas Mbah Moen soal sikap hati-hati ini.


[soundcloud]

Ulama Pewaris Nabi

DUNIA HAWA - Siapa ulama panutan Anda? Hamka? Coba cek, apakah Hamka hidup mewah? Apakah dia punya tanah berhektar-hektar? Apakah dia punya mobil mewah? Tidak.

Siapa lagi? KH Mustofa Bisri. Apakah dia kaya? Apakah dia hidup mewah? Apakah dia naik mobil-mobil mahal? Tidak.

Kenapa mereka tidak mewah? Karena mereka pewaris nabi. Nabi tidak hidup mewah. Nabi tidur tanpa kasur, berbantal pelepah kurma. Nabi hidup miskin, tidak mewariskan kekayaan. Kalau ada orang mengaku ulama, hidup mewah, kita bisa tanya ke mereka, kalian mewarisi siapa?


Siapa yang hidup kaya? Pengusaha, pedagang. Siapa lagi? Raja. Jadi kita bisa tanya, kalian ini pengusaha atau raja? 

Dari mana ulama dapat uang sampai bisa kaya? Dari honor ceramah? Apakah nabi dulu terima honor kalau ceramah? Apakah nabi pasang tarif? Jadi, kalau kalian pasang tarif mahal untuk ceramah, lalu hidup mewah, kalian mewarisi siapa? 

Oh, ini kami dapat sedekah dari umat. Oh ya? Kalian merasa lebih berhak dapat sedekah daripada kaum fakir yang masih bertebaran seantero negeri? 

Jadi, kalian ini mewarisi siapa?

[hasanudin abdurakhman, phd]

Tantangan Mubahalah Ade Armando Kepada Kelompok Muslim Anti Ahok

Tantangan Mubahalah Terkait Surat Al Maidah 51


DUNIA HAWA- Ade Armando, Seorang Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia membuat sebuah tantangan super nekat sekali yang Ia tujukan kepada kelompok muslim garis keras yang menganggap Ahok telah menistakan Al-maidah 51

Tantangan ade armando kali ini bisa dikatagorikan nekat sekali karena mengajak kelompok muslim garis keras untuk melakukan " Mubahalah"

Apa Itu definisi Mubahalah? 



Dalam Hukum Islam Mubahalah adalah saling melaknat atau saling mendoakan agar laknat Allah SWT dijatuhkan atas orang yang zalim atau berbohong di antara mereka yang berselisih

Dalam postingan facebooknya. Ade Armando Menantang kelompok garis keras untuk melakukan mubahalah Tentang Polemik  Surah almaidah 51

Ade Armando Berkeyakinan Bahwa  Al Maidah 51 sama sekali tidak memuat larangan memilih pemimpin Nasrani


Berikut Ini Tantangan Ade Armando Kepada Kelompok Muslim Garis Keras Sebagaimana Dikutip Martirnkri.com dari akun facebooknya:

SAYA MENANTANG KAUM MUSLIM ANTI-AHOK UNTUK BERMUBAHALAH DENGAN SAYA TENTANG AL MAIDAH 51.

Saya menantang Anda yang beragama Islam dan menentang Ahok untuk bermubahalah dengan saya tentang apakah Al Maidah 51 memuat larangan memilih pemimpin Nasrani.

Bagi Anda yang belajar Islam tentu paham bahwa mubahalah adalah tradisi Islam sejak zaman Nabi, untuk meminta Allah mengazab salah satu pihak yang dianggap berbohong.

Jadi dalam kasus Al Maidah 51 ini, saya bersaksi bahwa Al Maidah 51 TIDAK MEMUAT LARANGAN ALLAH UNTUK MEMILIH PEMIMPIN NASRANI.

Kalau ternyata Al Maidah 51 memang memuat perintah Allah agar umat Islam tidak memilih pemimpn Nasrani, saya bersedia diazab Allah.

Tapi Anda, muslim yang selama ini menyerang Ahok, juga harus berani bersaksi bahwa Al Maidah 51 memang memuat larangan bagi umat islam memilih pemimpin Nasrani, dan kalau ternyata itu tidak benar, Anda bersedia diazab Allah.

Bersedia?

Kalau Anda bersedia, tulis saja 'bersedia' di wall saya, dan mubahalah kita lakukan ya .

Hingga Berita Ini Diturunkan , Postingan Dosen UI ini sudah dibagikan oleh 968 dan dikomem sebanyak 5.691 komen pengguna facebook dan jumlahnya terus bertambah.

[dh©]

Setiap Kecamatan Ada 15 Orang Disiapkan Khusus untuk Tolak Ahok

DUNIA HAWA -  Politikus PDI Perjuangan, Wiliam Yani, menemukan fakta bahwa aksi-aksi penolakan terhadap Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat saat kampanye, bukan dilakukan oleh warga setempat.

"Jadi ketika kami cek, ternyata yang menolak dari kelurahan lain. Jarang warga dari tempat itu. Itu sudah dicek fotonya, bukan warga sekitar situ," kata Wiliam di kawasan, Cikini, Jakarta, Jumat, 11 November 2016.


Wiliam yang menjadi bagian tim pemenangan Ahok-Djarot wilayah Jakarta Timur, menambahkan pihaknya memperoleh informasi kelompok anti-Ahok menyiapkan sekitar 15 orang di masing-masing kecamatan di Jakarta.

"Kami dapat informasi, di setiap kecamatan itu katanya ada 15 orang yang disiapkan. Jadi ketika Ahok atau Djarot melakukan kampanye di wilayah tertentu, mereka akan turun," ungkapnya.

Wiliam menjelaskan timnya sedang mendalami informasi tersebut. Hingga sampai saat ini belum diperoleh bukti.

Dia mengatakan, Ahok-Djarot menyikapi penolakan tersebut secara bijak. Tim pemenangan terus berkoordinasi agar tidak terprovokasi. "Itu sebagaimana perintah Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Ibu Megawati Soekarnoputri," ucapnya.

Selain itu, tim pemenangan juga tetap berjalan seperti biasa. Demikian juga dengan Ahok-Djarot, tetap melaksanakan kampanye.

"Jadi kami tetap jalan saja, yang penting jangan mukul, kalau demo monggo-monggo saja. Cuma kami ingatkan, pelanggaran terhadap pelaksanaan kampanye yang sah adalah pidana," ujar Wiliam.

[beritateratas]

Selamat Datang, Gus Mus

DUNIA HAWA - Saya baru memahami sekarang bagaimana bingungnya rakyat Suriah pada waktu awal menjelang perang...


Informasi yang bertebaran memecah mereka menjadi dua bagian, yang pertama percaya Bashar Assad melakukan pembantaian kepada rakyatnya dan yang kedua tidak.

Hiruk pikuk informasi itu ditambah dengan berisiknya para "ulama" yang terus mengecam Bashar Assad - yang kemudian dituding Syiah.

Karena konsep "sesalah-kesalahannya ulama sebenar-benarnya kita" itulah yang membuat akhirnya banyak rakyat Suriah yang taklid dan tunduk kepada "ulama" seperti kerbau dicucuk hidungnya. Ulama menjadi manusia suci yang tidak mungkin salah.

Persaudaraan pecah, mereka saling mencurigai satu sama lainnya...

Keributan ini berimbas ke militer. Mereka yang awalnya mengangkat sumpah setia kepada negara, membelot karena lebih takut pada "ulama". Bahkan sahabat Bashar Assad, Jendral Munaf Tlass, membelot bersama 18 orang Jendral lainnya ke Turki.

Kebayang apa yang dirasakan rakyat Suriah pada waktu itu...

Barisan terbagi dua, yaitu barisan benar dan salah. Hanya kedua barisan merasa benar. Pertanyaannya, mana barisan yang benar?

Rakyat Suriah harus mengalami perang 5 tahun lamanya untuk paham, bahwa barisan yang benar ada di posisi Bashar Assad, Presiden mereka yang sah. Itu sesudah mereka hancur lebur, kehilangan banyak saudara, negara rata dengan tanah dan membuka peluang ISIS masuk dengan persenjataan yang lebih gila karena dipasok "bunda" Hillary Clinton melalui Turki.

Begitulah gambaran sedikit tentang kondisi psikologis rakyat Suriah sebelum dan sesudah perang.

Kondisi yang hampir mirip dengan kita sekarang. Bahkan mereka yang bergelar ulama pun terbelah dua menyikapi situasi ini.

Sebelum akhirnya kita terpecah karena perbedaan pendapat yg semakin tajam, ijinkan saya mengutip sedikit peristiwa yang juga membingungkan umat muslim pada perang Jamal antara barisan Imam Ali as dan bunda Aisyah..

Pada saat menunggu serangan, seseorang bertanya kepada Imam Ali, "Wahai Imam, manakah yang benar ? Di depan ada barisan bunda Aisyah, istri Nabi dan sahabat-sahanatnya. Sedangkan di sini ada dirimu dan sahabat-sahabatmu..

Lalu, manakah yang benar ?"

Imam Ali berkata, "Kamu salah. Kamu melihat individu dulu baru mengukur kebenaran. Kebenaran tidak bisa dilihat dari individunya. Ukurlah kebenaran itu sendiri, baru lihatlah siapa yang berdiri di belakangnya..."

Karena itu, teman... Ukurlah kebenaran itu sendiri, lalu lihatlah siapa ulama yang ada dibelakangnya, Habib Rizik ataukah Gus Mus ?

Saya mah cukup secangkir kopi ajah... Salam hormat, Gus Mus. Selamat datang di kancah pertarungan akal sehat melawan nafsu amarah....

[denny siregar]