Wednesday, November 9, 2016

MUI Sebut Ahok menghina Al Quran Bukan Merupakan Fatwa

ILC 8 Nov, Waketum MUI 'Ngotot' Ahok Dihukum. Ternyata Fakta Yang Disampaikan Dewan Pertimbangan MUI Mengejutkan...!!


DUNIA HAWA - Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hamka Haq, mengatakan, hasil kajian MUI yang menyebut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah menghina Al Quran dan ulama bukan merupakan sebuah fatwa.

Menurut Hamka, hasil kajian tersebut sifatnya baru sebatas pernyataan pendapat sehingga tidak bisa dijadikan rujukan atau dasar bagi kepolisian dalam proses hukum kasus Ahok.

Hal tersebut dia katakan usai diminta keterangan oleh penyidik Bareskrim Polri sebagai ahli dari pihak terlapor di Bareskrim Mabes Polri, Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selasa (8/11/2016).

"Tadi ditanya soal fatwa dan pernyataan pendapat. Ini yang lahir dari MUI sifatnya baru pernyataan pendapat, belum fatwa," ujar Hamka.


Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDI-P ini menuturkan, jika merujuk pada kelaziman internasional maupun di Indonesia, fatwa bersifat mengikat. Oleh sebab itu, fatwa harus dilaksanakan oleh umat Islam dan pemerintah.

Pernyataan pendapat merupakan dasar untuk pertimbangan kajian lebih lanjut.

"Ternyata yang keluar dari MUI itu baru pernyataan pendapat," kata Hamka.

Selain itu, Hamka menjelaskan, pernyataan pendapat oleh MUI itu dikeluarkan secara sepihak tanpa mengundang Ahok sebagai terlapor.

Seharusnya, kata Hamka, MUI memanggil pihak terlapor lebih dulu untuk memberikan kesempatan pihak terlapor melakukan konfirmasi.

Fakta yang terjadi, Agus Sylviana mendatangi Ma’ruf Amin pada 7 Oktober 2106, sehari setelah video Ahok ramai.

Kemudian, Ma’ruf Amin adalah ketua MUI. Dia yang menandatangani surat pendapat dan sikap keagamaan MUI pada 11 oktober 2016.

"Seharusnya, pihak yang berselisih itu dipanggil dan dikonfirmasi karena Al Quran sendiri memerintahkan itu. Kalau kamu menerima berita dari orang yang diduga fasik, lakukan kroscek, penelitian, caranya panggil semua orang yang diduga terlibat dalam pernyataan itu," katanya.

Namun pendapat Hamka Haq justru berbanding terbalik dengan Waketum MUI pada ILC "Setelah 411" semalam. 


Wakil Ketua Umum MUI Pusat Zainut Tauhid Sa’adi mendesak Polri secepatnya memproses Ahok secara hukum. Ucapannya yang menyinggung tentang Al-Quran surat Al Maidah 51 tersebut membuat umat Islam marah dan mengadukan Ahok ke polisi. 

“Kita tidak ingin NKRI tercabik-cabik. Oleh karena itu Polri harus cepat memproses kasus Basuki, karena ucapannya mengganggu harmonisasi umat beragama,” kata Zainud dalam acara Indonesia Lawyers Club  yang bertema ” Setelah 411 ” di TV One mala mini, Selasa (8/11).

Ini menjadi menarik  karena Zainut Tauhid adalah anggota DPR dari PPP. Namun memang merupakan Waketum MUI. Jika melihat alurnya, ini jadi mirip BPK yang salah menentukan posisi tanah Sumberwaras sehingga menyimpulkan ada kerugian negara. Kemudian audit BPK itu dijadikan legitimasi bahwa Ahok pasti salah. Sekarang fatwa MUI, dijadikan legitimasi bahwa Ahok salah.

Namun, dalam hal ini, kedudukan Hamka Haq selaku Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentu lebih tinggi diatas jabatan Waketum MUI. Dan ternyata selama ini yang dikeluarkan MUI Bukan FATWA melainkan pernyataan pendapat keagamaan. Pernyataan pendapat dan Fatwa adalah berbeda.

[detik]

Tegarnya Seorang Buya

DUNIA HAWA - Sebenarnya mudah melihat konstelasi politik di Indonesia ini. Lihat ke Suriah dan kita akan menemukan persamaan, model apa yang terjadi di Suriah pada awal perang dengan apa yang terjadi di Indonesia sekarang.

Saya dulu pernah menganalisa bagaimana caranya "mereka" yang terlibat di Suriah masuk dan mencoba mengambil alih Indonesia. Pertama, kuasai ulamanya dan kuasai Ormas Islam terbesarnya.

Di Suriah, para "ulama" yang berada di Persatuan Ulama Suriah secara terang-terangan berseberangan dengan Bashar Assad, Presiden Suriah. Mereka membentuk opini dulu bahwa Bashar adalah seorang syiah dan syiah wajib diperangi. Para "ulama2" itu menggunakan ayat ayat dan hadis untuk melakukan justifikasi untuk memerangi Bashar.

"Ulama ulama" lokal itu berafiliasi dengan Persatuan "Ulama" Internasional. Seruan jihad dari "ulama" lokal diperkuat dengan seruan jihad dari perkumpulan persatuan "ulama" Internasional atau International Islamic Coordination Council.

Kenapa saya beri tanda kutip dipinggir kata ulama?

Karena pada dasarnya ada peng-klaiman gelar ulama hanya pada pihak yang bersama mereka. Dan ulama yang tidak bersama mereka, bukan lagi menjadi ulama, sehingga wajib diperangi.

Ini terjadi pada ulama besar dunia di Damaskus yang bermazhab sunni yaitu Syaikh Ramadhan Al Bouthi.

Syaikh Ramadhan Al Bouthi adalah ulama yang disegani dan menjadi ulama rujukan tingkat dunia. Beliau dimusuhi oleh kumpulan para "ulama" lokal Suriah itu karena posisinya yang membela pemerintah Suriah yang dipimpin Bashar Assad.

Syaikh Ramadhan Al bouthi yang secara terang-terangan berkata bahwa Bashar Assad bukanlah Syiah seperti yang dipropagandakan. Bahkan untuk mendukung pernyataan itu, beliau mengajak Bashar shalat bersama-sama untuk memperlihatkan bahwa tuduhan itu sama sekali tidak benar.

Dan karena keteguhannya itulah pada bulan Maret 2013, ketika sedang menyampaikan kajian di sebuah masjid di Damaskus Suriah, seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya tepat di hadapan beliau. Beliau dibungkam selama-lamanya bersama puluhan orang muridnya yang sedang ada disana.

Dan tahu apa yang terjadi pasca terbunuhnya beliau? Persatuan "ulama" lokal itu menimpakan tudingan bahwa Bashar Assad lah pelaku utamanya. Dan karena Syaikh Ramadhan Al Bouthi sudah mereka fatwa "kafir", maka tidak layak mendapat gelar syahid.

Melihat apa yang dilakukan Buya Syafii Maarif, saya jadi mengingat almarhum Syaikh Ramadhan Al Bouthi..


Seperti pernah saya paparkan, bahwa ada kemungkinan besar kasus "penistaan agama" ini sejatinya pintu gerbang untuk menjatuhkan Jokowi. 

Karakter Jokowi akan dijatuhkan sebagai "pembela penista agama" dan posisinya akan dikuatkan sebagai "musuh Islam". 

Dan bisa kita lihat dengan jelas ada pengelompokan dan klaim terhadap gelar "ulama" pada kelompok tertentu Ulama yang berseberangan dengan "ulama" mereka, secara otomatis mendapat cacian. 

Buya Syafii Maarif yang ingin menjelaskan duduk perkara kasus penistaan agama sebenarnya dengan kapasitasnya sebagai seorang ulama, disudutkan sebagai "orang yang berpenyakitan". Pembunuhan karakter terhadap Buya dibangun sehingga beliau dikategorikan sebagai seorang munafik dan juga "musuh Islam".

Melihat karakter Buya Syafii Maarif, tidak jauh berbeda dengan karakter Syaikh Ramadhan Al Bouthi. Beliau tidak akan mundur menyampaikan pesannya meski ia dicaci dan dimaki dimana-mana.

Perjalanan Indonesia menuju Suriah memang terlihat masih panjang, tetapi jika melihat polanya sudah mengarah kesana.

Yang saya khawatirkan adalah perpecahan di dalam tubuhTNI dan Polri menyikapi masalah ini. Saya yakin ada sebagian anggota TNI dan Polri yang terpengaruh bahwa mereka lebih mulya "membela Islam" daripada membela negara. Dan mereka ini lebih mendengarkan "ulama" daripada komandan.

Seperti di Suriah.....

Seruput dulu kopinya dan kita akan melihat caci maki yang sama dan tudingan "Syiah dan munafik" dalam komen komen nantinya..

[denny siregar]

Aneka Ragam Jihad

DUNIA HAWA - Bagi yang mendalami masalah studi-studi keislaman, maka akan segera paham jika kata "jihad" memiliki makna yang beraneka ragam. Implementasi kata "jihad" pun beraneka ragam. Banyak ayat Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad yang menjelaskan tentang aneka ragam makna dan implementasi "jihad" ini. 

Karena itu jika ada kelompok dan tokoh agama yang menganggap "jihad" semata-mata sebagai "berperang" atau "angkat senjata" adalah keliru besar sekaligus sebagai bentuk kebohongan publik. Kata "perang" dalam Bahasa Arab klasik bisa "al-harb" atau "al-ghazw," bukan "jihad".    


Dengan kata lain, "jihad" yang makna awalnya adalah sebuah "usaha atau perjuangan keras" tidak memiliki makna tunggal. Jihad bisa berarti berjuangan fisik angkat senjata melawan penjajah dan kaum penindas. Tapi pada saat yang sama, jihad juga bisa bermakna perjuangan spiritual dalam diri kita untuk melawan dan menundukkan perbuatan jahat dan dosa. 

Jihad juga bisa bermakna usaha keras lahir-batin untuk menjadi seorang beriman yang baik. Kerja keras menggunakan perangkat intelektual dalam rangka untuk memikirkan makna dan kebesaran ciptaan Tuhan juga bisa dikatakan sebagai bentuk jihad. 

Ketika Nabi Muhammad ditanya tentang "jihad", beliau juga memberi jawaban yang bermacam-macam sesuai dengan konteks dan "sikon" si penanya. Kadang beliau mengatakan haji dan umrah itu sebagai jihad. Lain waktu beliau menjawab berbakti kepada kedua orang tua juga sebuah bentuk jihad yang mulia. Membesarkan dan mendidik anak agar kelak menjadi "orang pintar" juga bagian dari jihad yang sangat agung dalam Islam. Dan masih banyak lagi contoh lain yang disabdakan dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad. 

Nabi Muhammad bahkan memandang jihad melawan hawa nafsu sebagai bentuk jihad yang jauh lebih besar ketimbang perang yang ia sebut sebagai "jihad kecil". Nafsu memang penyakit manusia yang susah untuk dihilangkan dan diperangi: nafsu terhadap kekuasaan, nafsu terhadap kekayaan, nafsu terhadap kemewahan, nafsu terhadap popularitas, dlsb. Nafsu serakah umat manusia inilah yang menurunkan derajat mereka dari semula sebagai "makhluk mulia" menjadi makhluk yang "hina-dina". 

Karena dorongan nafsu inilah, akhirnya banyak manusia yang tenggelam dalam air comberan. Nafsu inilah yang membuat banyak orang saling caci, saling umpat, saling merendahkan, saling berkelai, dan bahkan saling bunuh satu sama lain tidak peduli satu agama, satu iman, satu Tuhan, satu etnis, satu suku-bangsa, satu negara, dan bahkan satu keluarga. Karena itu tidaklah salah jika Nabi Muhammad menganggap jihad melawan hawa nafsu ini sebagai "jihad agung".

Jadi kalau ingin berjihad, tidak perlu jauh-jauh ke Irak atau Suriah, atau capek-capek di jalan-jalan Jakarta. Cukup memerangi diri kita sendiri. Itu sudah bentuk jihad yang luar biasa besar dan mulianya.

Jabal Dhahran, Arabia

Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA
Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi