Sunday, November 6, 2016

Antasari Azhar, Pelanduk yang Mati di Tengah Tengah

DUNIA HAWA - Memang sial nasib Antasari Azhar, di tengah perannya sebagai Ketua KPK, ia tiba tiba ditangkap dan diberhentikan oleh Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Setahun kemudian, ia ditetapkan terbukti ikut dalam pembunuhan Nasrudin, Direktur Putra Rajawali. Hukumannya pun tidak tanggung tanggung, 18 tahun penjara.

Aura konspirasipun menyengat. AA menolak semua tuduhan padanya, termasuk berita perselingkuhan dgn seorang caddy golf. Tetapi suaranya terdengar lemah ditengah gemuruhnya pembunuhan karakter terhadap dirinya.


AA adalah korban perang antara 2 gajah besar, PDIP dan Demokrat. 2 gajah ini senantiasa berseteru dan saling menyandera kebijaksanaan pemerintahan.

Dengan peran sebagai Ketua KPK, maka AA diharapkan bisa membongkar kasus mega korupsi yang pernah terjadi. Maka dipasoklah ia dengan informasi informasi melalui pintu belakang yang mengarah pada pembuktian bahwa salah seorang petinggi Demokrat memimpin rapat bailout Bank Century sebesar 6,7 trilyun rupiah.

AA memang harus "dihabisi", ia begitu berbahaya dengan semua bukti yang dipegangnya, yang diberikan oleh "orang tak dikenal". Jika AA memproses semua bukti itu, maka kemungkinan besar runtuhlah dominasi Demokrat kala itu.

Kasus yang sama, meski kondisinya jauh lebih baik dialami mantan Ketua KPK, Abraham Samad. Hanya kali ini pemberi informasi dari pihak seberang dengan kasus BLBI. Ketika AS menyatakan, "saya tidak takut untuk memeriksa Megawati", maka gelombang pun menghantamnya. AS masih lebih beruntung dari AA, karena ia hanya diberhentikan dengan hormat.

BLBI dan Century adalah 2 kartu truf yang dipegang masing masing kubu. Kartu kartu truf ini dimainkan terus untuk menjaga keseimbangan sekaligus menjatuhkan salah satu pihak. AA hanyalah pelanduk yang mati di tengah tengah pertarungan para gajah.

Dan tanggal 10 November nanti, pada hari pahlawan, AA akan bebas. Pertanyaannya, apakah AA akan kembali menjadi kartu truf salah satu gajah untuk mematikan gajah satunya?

Saya ragu dengan kemungkinan itu..

Sudah cukup kehebohan yang terjadi ketika 2 gajah bertarung. Jika terus dipelihara, maka kehebohan itu akan memicu ketegangan dan membelah masyarakat menjadi 2 bagian, seperti yang terjadi saat KPK vs Polri jilid 2.

AA cukup dipegang sebagai sebuah "kartu penawaran" supaya Demokrat tidak macam macam. Jokowi pasti berharap bahwa semua elemen fokus untuk pembangunan infrastruktur yang membutuhkan dana besar dari investor asing. Itu hal yang jauh lebih penting sekarang ini dari sekedar "buka-bukaan".

Selamat menghirup udara bebas, pak Antasari Azhar.. Semoga masa tua bapak bisa lebih tenang di samping keluarga. Tidak layak ketenangan itu ditukar dengan kehebohan yang akan terus ditimbulkan..

Saya yakin, ada secangkir kopi yang menunggu di rumah disertai pelukan hangat keluarga yang sangat merindukan...

[denny siregar]

Habieb Rizieq, Fadli Zon, Fahri Hamzah Telah Lakukan Kebohongan Publik

DUNIA HAWA - Jika Hukum Ditegakkan, Sampai 'Lebaran Kebo', Ahok Tak Bisa Dipenjara, Tak Bisa Mundur atau Dimundurkan...!!

Salah jika menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ada di ujung karier politiknya. Demo 4 November 2016 ramai dengan tagar #jumat411 di dunia maya yang memprotes keras Ahok tidak bisa membuatnya turun dari kursi DKI 1.

Tidak untuk mencoba membawa variabel suku, agama, ras, antargolongan atau SARA, namun secara aturan Ahok sulit untuk mundur dari jabatannya, bahkan jika dia dimundurkan sekalipun. Keduanya tidak bisa dilakukan.

Tercantum di Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 dan revisinya Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada. Sanksi berupa denda dan pidana berlaku bagi calon perseorangan maupun yang diusung parpol atau gabungan parpol jika mundur setelah ditetapkan KPU sebagai peserta pilkada, yang sebelumnya tertuang di pasal 191 UU Pilkada.

Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) calon kepala daerah tidak diperbolehkan mundur. Hal itu tertuang dalan PKPU pasal 77, yang mana penggantian calon diperkenankan jika peserta berhalangan tetap dalam hal ini meninggal dunia dan sakit keras dengan menunjukan surat dari dokter.

Lalu bagaimana jika Ahok ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama yang mengakibatkan demo #jumat411?

Jika merujuk pada PKPU pasal 88 (b), jika Ahok sekalipun menjadi tersangka, maka ancaman kurungan minimal 5 tahun dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Tak hanya itu, partai politik pun setelah menetapkan calon mereka, maka partai politik tidak bisa mengalihkan dukungannya. Secara politik hal itu jelas merugikan koalisi PDI Perjuangan yang mendukung Ahok, dan secara politik pula PDIP akan memperjuangkan Ahok, karena secara hukum demo #jumat411 tidak bisa menurunkan Ahok.

Bila merujuk pada dasar hukum tersebut, maka jelas tidak mungkin dengan mudah Ahok lengser dari jabatannya. Meski sudah tidak menjabat sebagai Gubernur, namun Ahok adalah calon petahana Gubernur DKI Jakarta, yang memiliki syarat mengikat.


Mundur tidaknya Ahok, selama berada dalam jalur aturan konstitusi maka semuanya sah. Namun, akan sangat memalukan, jika negara kalah dan menyerah dengan melanggar konstitusi yang telah mereka buat sendiri.

Melihat orang-orang yang datang ke Jakarta untuk berdemo jelas tidak ada gunanya dan tidak jelas apa tuntutannya. Rizieq dan lain-lain selalu menuntut agar Presiden tidak boleh melindungi Ahok. Presiden sendiri sudah menjawab.

 “Sebagai Presiden saya tidak akan melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum, kalau tidak berjalan dengan baik baru saya turun tangan. Saya tidak melindungi Ahok, saya bertemu dengan Ahok dalam kaitan Sebagai Presiden dan gubernur saja,” ucap ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar mengutip ucapan Presiden usai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana.

Kemudian ada juga tuntutan Ahok segera diproses hukum, pun sudah diproses. 22 saksi sudah diperiksa, termasuk si Rizieq. Semua tuntutan waras tersebut sudah dijawab. Malah yang memperlambat sebenarnya adalah FPI, Rizieq sendiri. Sebab meminta pengunduran pemeriksaan. Lalu kemarin teriak-teriak seolah paling benar sendiri ingin agar kasus ini dipercepat. Haha

Di luar tuntutan waras, ada juga tuntutan tidak waras. Mereka menuntut agar Presiden Jokowi segera memenjarakan Ahok.

“Yang kami minta pembuktian dari presiden, penjarakan Ahok, tangkap supaya ini menjadi pembelajaran, jangan sekali-kali menistakan agama,” kata Rizieq, usai diperiksa sebagai saksi ahli.

Pernyataan Rrizieq ini cukup unik. 


Sebab mereka meminta agar Presiden tidak melakukan intervensi hukum. 

Tapi mereka menuntut  Presiden menangkap dan penjarakan Ahok. 

Hal ini jelas merupakan intervensi hukum, sebagaimana sebelumnya dijelaskan Kapolri. 

Sebelum Kapolri telah menegaskan Usai apel gabungan TNI dan Polri dalam melakukan pengamanan Pilkada DKI 2017, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan tidak ada alasan bagi pengunujuk rasa untuk melakukan aksi di depan Istana Negara.

Pasalnya menurut Tito, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan pernyataan dengan para ulama yang diwakili Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), Selasa (1/11/2016).

"Pak Presiden sudah sampaikan itu kemarin, jadi sebenarnya nggak ada alasan lagi untuk ke istana, karena sudah disampaikan oleh bapak Presiden," ujar Tito, di Lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2016). 

Tito menjelaskan, Jokowi tidak mungkin mengeluarkan pernyataan untuk memenjarakan Ahok karena hal tersebut bukanlah merupakan kewenangannya sebagai pemerintah eksekutif. 

Pernyataan untuk memenjarakan Ahok, menurut Tito hanya bisa dilakukan oleh Yudikatif. Sehingga bila Presiden memerintahkan untuk menangkap atau memenjarakan Ahok itu namanya intervensi eksekutif pada Yudikatif.

Kalau begini, maka sebenarnya Rizieq dan kawan-kawan ini menganut pemahaman mau menang sendiri.

Sebab mereka meminta agar Presiden tidak melakukan intervensi hukum. 

Tapi mereka menuntut  Presiden menangkap dan penjarakan Ahok. 

Sebenarnya mereka cukup tahu hukum. Tapi justru yang dilakukan adalah kepura -puraan untuk menggiring opini publik agar menjadi hilang kepercayaan terhadap pemerintah. Demi untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden.

Namun hikmahnya, kita semua jadi tahu bahwa demonstrasi ini bukan soal menuntut hukum ditegakkan, melainkan menuntut agar Ahok ditangkap. Sehingga konsekuensinya batal ikut Pilgub 2017 nanti.

Jadi sebenarnya untuk kasus Ahok ini, jika hukum memang benar ditegakkan, sampai lebaran kerbau pun Ahok tak akan masuk penjara. 

Sebab jelas bahwa produk hukum ini terkait penistaan agama dan sekitarnya tidak mengedepankan jalur pidana. 

Mengapa begitu? 


Sebab dasar pembentukan Penpres no 1 tahun 1965 adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang berlakunya kembali UUD 1945 dan penegasan Pancasila (awalnya: piagam Jakarta) sebagai dasar negara. 

Latar belakangnya karena muncul aliran oraganisasi kebatinan atau kepercayaan masyarakat yang bertentangn dengan ajaran dan hukum agama. Ini kalau dalam kitab suci Alquran namanya asbabun nuzul. Tujuan dari Penpres ini adalah pencegahan penyalahgunaan dan penyelewangan dari ajaran agama yang dianggap ajaran pokok oleh agama-agama sesuai “kepribadian bangsa Indonesia.”

Pemberian ancaman pidana yang diatur adalah proses lanjutan bagi mereka yang tetap mengabaikan. 

Dalam kasus Ahok, jika sesuai hukum, alurnya adalah: 


• Ahok (dianggap) menistakan agama. Diberi peringatan atau teguran, bisa oleh NU atau Muhammadiyah sebagai representasi ummat Islam Indonesia. Kemudian Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri memberikan keputusan bersama. Kalau setelah proses tersebut Ahok masih tetap melakukan hal yang sama, maka kemudian berlakulah ancaman pidana.

Kenyataannya sekarang adalah, Ahok meminta maaf pada 10 Oktober 2016. Sementara pendapat dan sikap keagamaan MUI dibuat tanggal 11 Oktober. Artinya sebelum ditegur pun Ahok sudah meminta maaf. Untuk itu posisi hukumnya menjadi jelas bahwa Ahok tidak bisa disebut mengabaikan sehingga bisa dijerat pidana.

Kesimpulannya, jika memang ingin hukum ditegakkan, maka harus ikut prosedur hukum yang ada. Bukan meminta pada Presiden Jokowi untuk memenjarakan Ahok, itu namanya meminta Presiden melakukan intervensi hukum. Jelas...??

[dh©]

Aktor Politik Tunggangi Demo 4 November Bakal Ditetapkan Jadi Tersangka

DUNIA HAWA - Para tersangka aksi penjarahan dan kerusuhan di Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat (4/11/2016) malam, mengakui ada pihak yang menggerakan untuk bertindak anarkistis.

Pengakuan itu disampaikan mereka kepada penyidik kepolisian di Polda Metro Jaya.


"Mereka tersangka ini sudah sampaikan (ke penyidik) orang di balik mereka," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono, di kantornya, Minggu (6/11/2016).

Awi belum bersedia mengungkapkan identitas yang menggerakkan massa untuk rusuh dan menjarah. Ia menyatakan polisi masih mengumpulkan bukti.

"Nanti kami pastikan orang tersebut kalau sudah jadi tersangka ya," ujar dia.

Menurut Awi, awalnya 15 orang diamankan dalam aksi penjarahan dan kerusuhan di Penjaringan.

Dalam perkembangannya penyidikan, 11 orang ditetapkan sebagai tersangka. 

"Mereka ini kebanyakan ikut-ikutan, ada yang menggerakan," ucap Awi. 

Dalam kesempatan itu, Awi juga meralat jumlah tersangka. Awalnya, Awi mengumumkan 13 tersangka, namun yang benar adalah 11. 

"Pagi ini saya cek, ada 11," kata Awi. 

Kerusuhan di Penjaringan pecah malam setelah demonstrasi menuntut agar Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diproses hukum karena dianggap menista agama. 

Polisi memastikan bahwa tak ada keterkaitan antara demonstrasi dan ricuh di penjaringan.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyebut ada aktor politik yang bermain di balik kerusuhan 4 November 2016. Identitas aktor politik ini masih misteri. Jokowi pun ditantang membongkar kedok aktor-aktor politik itu.

Pernyataan Jokowi ditanggapi pedas oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dan Fahri Hamzah.

Mereka menyesalkan demo damai itu akhirnya berujung kerusuhan. Agus, Fadli Zon dan Didi kemudian meminta Presiden Jokowi mengungkap aktor politik itu ke publik secara transparan.

[dh©]

Habib Acin Muhdor ke Buni Yani

Buni Yani, Kami Tidak Lupa



DUNIA HAWA - Bagai membuat jejak di pasir pantai, begitulah langkah Buni Yani. Seorang pengajar yang pernah belajar jauh-jauh ke Amerika dan Belanda. Ternyata, tidak lebih baik dari kuli atau pelayan rumah sakit. Seorang pengajar yang telah disumpah guru, menjadi provokator bermuatan politik. 

Sekarang saatnya saya mengungkapkan isi hati saya kepada Buni Yani.

Buni Yani, apakah Anda tidak pernah menyadari bawa media begitu berbahaya dalam hal politik?. Saya paham Anda sudah minta maaf, tapi tidak berhenti sampai di situ, karena bapak DKI 1 juga telah minta maaf dan tidak berhenti sampai di situ.

Buni Yani, apakah Anda tidak berpikir bahwa video yang Anda sunat dapat menyulutkan sentimen agama yang sudah seharusnya tidak terjadi lagi di negri kita? Anda mungkin menyadari itu, tapi ada orang-orang yang menjanjikan rupiah di belakang Anda. 

Ketahuilah, sekecil apapun nominal rupiah yang anda terima karena kasus ini, merupakan sebuah pertanggung jawaban besar di hadapan Allah.

Buni Yani, apakah anda tidak pernah berpikir bahwa issue yang Anda ledakan adalah bukan hanya issu domestik? Melainkan issu Nasional yang dapat merugikan banyak kaum muslimin di belahan-belahan negri yang tak tampak jangkauan mata Anda.

Buni Yani, jalan cerita kota ini sudah hampir berakhir bahagia, Anda justeru memutarnya ke arah kehancuran. Anda akan bertanggung jawab di hadapan Allah atas perbuatan Anda.

Saya berharap, bila bapak DKI 1 dipenjara, jika ia di sel 7 , anda di sel 8. Agar Anda punya kesempatan meminta maaf kepada bapak DKI 1, sampai pada suatu saat Anda sadar bahwa dosa terbesar adalah ketika menjadi penghancur keharmonisan manusia.

Buni Yani, sadarlah bahwa ketika Anda semakin berpura-pura bodoh dalam kasus ini, kami semakin yakin bahwa ada penyelip rupiah di saku belakang Anda.

Bila Anda merasa biasa atas kasus ini, sadarlah bahwa karena Anda, Kota Tercinta DKI Jakarta menjadi lautan fitnah dan intoleransi. Karena Anda juga, kami terpaksa menjadi sasaran kebencian karena menolak aksi demo, dari saudara muslimin yang tergerak merespon gerak politik Anda dengan menyelanggarakan aksi demo Bela Islam.

Dan yang terakhir, karena Anda, angka "4" sebagai "playing number" politik Daulah Islamiyah/ISIS menjadi lalapan di media-media kami.

Anda telah melakukan sesuatu yang besar, hendaknya bersikaplah sebagaimana mestinya. 

Tanpa salam..

acin muhdor

Mantan Jubir Gus Dur: Hukum Salah, Jika Ahok Dinyatakan Bersalah

DUNIA HAWA - Mantan juru bicara kepresidenan, Wimar Witoelar menilai Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak menista agama. Dia menilai Ahok dihasut oleh orang yang membuat transkrip secara salah dan berbeda dengan ucapan aslinya.

"Kalau Ahok tetap dinyatakan bersalah, berarti ada pengadilan dan sistem hukum yang tidak benar. Tetapi saya rasa Ahok tidak akan dihukum, karena dia terlalu tidak salah," kata Wimar ketika ditemui di Jambi, Sabtu (6/11/2016) malam.


Mantan juru bicara kepresidenan era Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid tersebut juga meminta semua pihak menghargai proses hukum dan tidak ada yang menghakimi Ahok. Wimar juga berpendapat unjuk rasa 4 November 2016 adalah keadaan yang dibangkitkan secara unilateral oleh politisi.

Pendiri Yayasan Perspektif Baru (YPB) tersebut mengatakan perlu sosialisasi terbuka mengenai masalah yang ditimbulkan sebagai wujud penanganan jangka menengah dan jangka panjang. Pemerintah, kata dia, juga tidak boleh terlalu bereaksi dengan suasana publik karena nanti bisa dianggap menjadi sebuah pencitraan.

"Yang seharusnya bekerja adalah media dan DPR untuk merepresentasikan yang sebenar-benarnya," ucap Wimar.

Sebelumnya, pada Jumat (4/11) terjadi demonstrasi besar-besaran di Jakarta oleh berbagai elemen organisasi kemasyarakatan yang menuntut kepastian hukum dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama.

Unjuk rasa yang sempat berlangsung damai tersebut berakhir dengan kericuhan antara demonstran dan aparat keamanan serta adanya penjarahan di sebuah toko swalayan modern.

Wimar memandang ada pertemuan beberapa hal dalam demonstrasi tersebut, pertama, orang-orang yang tidak menyukai Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama.

Kedua, berkaitan dengan adanya suasana pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Dan ketiga, ada keinginan untuk melakukan destabilisasi terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Itu semua bertemu di satu momen, jadi meledak, dan mudah-mudahan tidak berkelanjutan. Di setiap demonstrasi pasti ada inti keresahan dan ketidakpuasan yang perlu diperhatikan, tetapi bukan berarti dituruti penyelesaiannya. Pengunjuk rasa tidak berhak meminta solusi," kata dia.

Dugaan penistaan agama yang dialamatkan pada Ahok sedang ditangani Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Bareskrim Polri).

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo menjanjikan proses hukum terhadap Ahok akan selesai dalam dua pekan.

Dalam keterangan pers usai memimpin rapat koordinasi pascaaksi unjuk rasa di Istana Merdeka, Sabtu (5/11/2016), Presiden Jokowi menegaskan proses hukum Ahok harus dilakukan dengan tegas, cepat, dan transparan.

[dh©]

Politikus Busuk, Fahri Hamzah Minta Ahok Segera Mundur

DUNIA HAWA- Aksi penolakan terhadap calon petahana Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat kampanye membuat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah prihatin.

Menurutnya, hal ini semakin menunjukkan bahwa rakyat tidak menerima pernyataan Ahok soal Al Maidah 51 saat di Kepulauan Seribu.

“Saya melihat di sini pernyataan kontroversial itu semakin membebani Ahok sebagai calon gubernur petahana. Oleh karena itu supaya tidak menjadi beban semua orang, saya harap Ahok mau mundur dari pencalonannya demi menjalani proses hukum,” ujar Fahri di gedung DPR, Kamis (3/11/2016).


Langkah mundur itu, menurut Fahri, akan membuat Ahok menjadi seorang gentlemen karena mau membayar kesalahannya dan tidak membebani orang lain, terutama Presiden sehingga akan membuat semua menjadi akan sangat ringan.

“Terlalu mahal dan semua energi digunakan untuk mengurus seorang Ahok saja. Masalah Ahok ini menyebabkan timbulnya potensi disintegrasi, kerawanan sosial dan utamanya membuat Presiden seperti punya beban untuk melindungi Ahok. Semua menjadi terlihat tidak rasional,” katanya.

Padahal Fahri Hamzah juga sudah dipecat dari PKS dan diminta mundur tapi sampai detik ini belum juga mundur dari jabatannya.
Berbeda dengan Ruhut Sitompul yang dipecat partai Demokrat. Bahkan sebelum dipecat sudah mengundurkan diri dari jabatannya di DPR.

Jadi bagaimana bisa menasehati seseorang sementara hal itu sendiri tidak dilakukan. 

[dh©]

Jihad Membela Nafsu

DUNIA HAWA - Kalian mengklaim "jihad konstitusional" membela negara tetapi kau injak-injak dan lecehkan fondasi kenegaraan dan konstitusi negara. Kalian abaikan prosedur hukum, tata-cara berhukum, dan proses menjalankan hukum. 

Maka sesungguhnya "jihad konstitusional" yang kalian propagandakan itu adalah "inkonsitusional" dan pelanggaran terhadap aturan-aturan konstitusi kenegaraan. "Jihad konstitusional" yang kalian kampanyekan itu tidak lebih sebagai slogan kosong-mlompong yang tidak berdasar dan mengindahkan konstitusi. 


Kalian mengklaim jihad membela Islam tetapi kau injak-injak norma-norma dan etika keislaman. Kau abaikan ahlak dan moralitas keislaman. Perilakumu yang beringas seperti orang kesurupan, tindakanmu yang ngawur seperti orang kesetanan, dan perkataanmu yang kotor-njetor seperti got empang adalah sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa kalian ini tidak membela Islam. 

Ajaran Islam yang mana yang membolehkan umat Islam untuk berperilaku beringas dan ngawur dan berkata kotor? Ayat Al-Qur'an yang mana yang membolehkan umat Islam untuk bertindak biadab, melakukan tindakan kekerasan, menghujat dan menistakan sesama kaum Muslim dan umat manusia? 

Perilaku Nabi Muhammad yang mana yang kalian contoh dan teladani? Saya khawatir bukan perilaku Nabi Muhammad yang kalian jadikan sebagai contoh melainkan para "begundal tengik" musuh-musuh beliau yang kalian jadikan sebagai "suri tauladan". 

Bukalah "topeng-topeng" kalian! Lucutilah baju-baju dan seragam putih yang kalian kenakan karena putih adalah "simbol kesucian" bukan "simbol kekotoran". Baju putih yang kalian kenakan itu kontras dengan perkataan dan perilakumu yang menyedihkan. 

Apa yang kalian lakukan sesungguhnya bukan jihad membela Islam, Al-Qur'an, apalagi membela Tuhan. Apa yang kalian lakukan sebenarnya adalah jihad membela egomu, membela kepentingan kelompokmu, membela parpolmu, membela tokoh dan idolamu, membela ormas Islammu, membela nafsu-serakah kekuasaanmu.

Jabal Dhahran, Arabia

Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA
Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Provokator versi HMI

DUNIA HAWA - Buat temenku yang syok dengan berita yang aku share. Berita tentang HMI lempar botol dan batu di aksi 4 Nov.

Buat jihadist barokah yang sudah memarahiku denga bengis, bilang aku fitnah kek, provokator kek.

Ini looohh buktinya. Aku ngga bohong kannn??










Wong aku share dari berita juga. Yang nuduh hoax, kasih dong bukti hoaxnya. Yang bela HMI, beralibi kalo yang rusuh penyusup di HMI, buktiin juga dong kalo dia penyusup.

Jangan sakitin aku dengan senjata jihadmu. 

Karena aku udah cukup sakit karena rindu.

Sedih 


[nurul indra]

Rencana Kontraproduktif

DUNIA HAWA - Kita semua tahu bahwa Grand Design dari berbagai kelompok Islam radikal adalah untuk mendirikan Negara Islam di Indonesia. Agenda ini semakin tampak nyata pasca kejatuhan Orde Baru dimana banyak aliran radikal yang sebelumnya tiarap, sembunyi dan bergerak di bawah tanah mulai bermunculan dan menyatakan misinya secara terang-terangan. Tidak sedikit juga para teroris pelarian seperti Abu Bakar Ba’asyir yang semula lari ke luar negeri akhirnya kembali lagi ke Indonesia untuk menggerakkan lebih banyak lagi aksi aksi terorisme.


Era reformasi membuka banyak aliran kran demokrasi yang semula mampet dan tertutup dan hal ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh mereka. Merekapun meresmikan diri dengan membentuk berbagai organisasi, ormas maupun partai yang konon berbasis pada agama. Kelompok ini semakin menunjukkan taring dan wajah aslinya pada saat Pilkada DKI 2012 lalu dimana mereka sangat aktif menebarkan kampanye hitam dan isu SARA bahkan di masjid dan tempat tempat ibadah meskipun akhirnya kalah juga. Pilpres 2014 mereka mengulangi metode yang sama dan lagi-lagi mereka harus menelan kekalahan pahit yang hingga kini masih belum bisa mereka lupakan dan terus membuat mereka sakit hati dan merencanakan balas dendam hingga hari ini.

Pilkada DKI kali ini mereka kembali mempertontonkan aksi dan metode yang sama meskipun cara tersebut terbukti tidak efektif dan telah membuat mereka mengalami kekalahan yang menyakitkan dua kali berturut-turut. Rupanya mereka termasuk orang yang tidak pandai belajar dari pengalaman sehingga terus saja terjatuh pada kesalahan dan kebodohan yang sama.

Efek dari tindakan ini sebenarnya justru menjadi bumerang yang akan merugikan mereka sendiri. Masyarakat sekarang telah menjadi semakin cerdas dan kritis didukung dengan adanya keterbukaan informasi sehingga mereka juga bisa memilih, memilah dan melakukan analisa sendiri sehingga tidak mudah tertipu oleh propaganda yang menyesatkan dan upaya mengadu domba. Pada akhirnya kelompok garis keras seperti ini akan semakin tidak laku dan dijauhi oleh masyarakat yang semakin kritis dan cerdas sehingga agenda besar mereka hanya akan menjadi impian di siang bolong semata.

Perkiraan saya mereka akan kalah lagi pada Pilkada DKI kali ini sehingga mereka harus menanggung malu mengalami kekalahan dengan skor 3-0 secara berturut-turut. Dan kelak pada Pilpres 2019 Jokowi masih akan mencalonkan lagi dan mereka masih akan menghadang serta menjegal dengan cara cara dan metode yang sama dan kembali akan mengalami kekalahan telak 4-0 yang tragis dan menyakitkan. 

Seiring dengan waktu dan perkembangan kecerdasan masyarakat maka kelompok mereka akan terus menyusut dan partai mereka akan menjadi partai gurem serta semakin ditinggalkan orang sehingga agenda mereka untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Agama pada akhirnya hanya akan tinggal menjadi kenangan saja. NU sebagai ormas Islam terbesar yang toleran dan moderat masih akan menjadi benteng penjaga NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika yang tidak mungkin bisa mereka jatuhkan.

Inilah akibatnya jika mereka menitikberatkan perjuangan mereka hanya pada ego kelompok, ambisi kekuasaan serta paradigma kecurigaan dan kebencian. Seharusnya mereka lebih mengedepankan akal sehat, hati nurani, kebijaksanaan dan sifat welas asih untuk bisa meraih simpati masyarakat sehingga tanpa harus berjuang keras dan menghalalkan segala carapun mereka akan bisa meraih tujuannya yang katanya adalah “rahmatan lil alamin” itu.

Sungguh benar pepatah dan ajaran Jawa yang mengatakan “perang tanpa gaman, ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake” (perang tanpa senjata, menyerbu tanpa pasukan dan menang tanpa merendahkan) dan hal ini berhasil ditunjukkan oleh Jokowi yang orang Jawa tulen tersebut. Dia tidak pernah berniat dan bermimpi menjadi Presiden namun atas kehendak langit dia berhasil menjadi orang nomor satu di negeri ini karena memiliki hati nurani untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Vox Populi, Vox Dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan.

Ingat juga filosofi dan ajaran kebijaksanaan Tao dari Cina yang mengatakan : “Barangsiapa pergi terlalu jauh dia akan tersesat. Barangsiapa mencari dia akan kehilangan. Barangsiapa yang berusaha menguasai, dia akan hancur. Tapi dengan menyatu dengan Tao (kebijaksanaan universal) maka seolah-olah seluruh dunia ada dalam genggamannya.”

Salam Waras dari hati nurani yang terdalam....

[muhammad zazuli]

Indahnya Keragaman ; Siang Itu di Purwakarta

DUIA HAWA -
"Kamu agamanya apa ?"
"Budha..."
"Ayo coba berdoa.. biar teman teman semua disini bisa tahu doa di agama Budha.."

Dan si anak pun berdoa keras keras didengarkan ratusan teman lainnya yang beragama Islam, Kristen dan Hindu. Kudengar celetuk seorang anak yang memakai peci dan sarung berbicara pada temannya, "O, gitu ya doa agama Budha.."


Pikiranku melayang jauh, terlempar kembali ke masa lalu, masa kecil yang bahagia. Aku punya teman dekat yang beragama Budha, yang ketika aku pindah sekolah keluar kota, dia menghadiahiku rautan pensil berwujud apel. Ia berlari dan memelukku seakan tahu bahwa kami akan sulit kembali bertemu. Kami kelas 5 SD waktu itu...

"Ayo, kalau sudah berdoa.. cium tangan pak Pendeta ya.. Nah sekarang kita denger doa yang Katholik. Siapa yang Khatolik ?"

Beberapa anak mengangkat tangannya. Dan seorang anak maju lalu berdoa secara Katholik, dengan suara keras yang di dengar teman-temannya yang beragama Islam, Hindu dan Budha.

Sungguh beruntung mereka, pikirku. Masa kecil mereka ini sangat indah. Mereka sudah diperkenalkan keragaman sejak dini, bahwa tidak ada perbedaan diantara mereka semua. Tidak ada yang lebih hebat dari yang lainnya. Bahkan - sudah pasti - mereka belum mengenal konsep mayoritas dan minoritas.


Terlempar kembali diriku ke masa lalu, ketika bersekolah di sekolah Khatolik di Bandung. Aku bahkan tidak tahu apa itu Khatolik. Bagiku mereka sama saja, teman baikku semua. Kami bermain galah asin, boy-biyan sampai petak umpet bersama. Dan sampai sekarang aku tetap Islam.

Entah kenapa ada rasa haru mengalir di hatiku. Membayangkan betapa sulitnya menjadi anak anak di masa sekarang. Yang terus menerus diperlihatkan bahwa ia berbeda dengan anak lainnya.

Mereka melihat perilaku orang dewasa sekitarnya yang sibuk berteriak, "China, kafir.." belum lagi telinganya yang masih murni mendengar kata, "Penggal, bunuh, darahnya halal.." Entah apa yang akan terjadi di masa depan mereka nanti..

Tidak terasa pelupuk mataku berat meski cuaca hari itu panas. Kulihat Kang Dedi Mulyadi sedang bersenda gurau dengan mereka, menyatukan mereka semua dan memberikan pemahaman bahwa mereka semua saudara meski agamanya berbeda..

Aku tahu bahwa ia sedang melawan sekuat tenaga punahnya toleransi yang sedang mewabah. Ia tidak hanya melakukan dialog lintas agama, ia menanamkan pemahaman itu pada tubuh tubuh kecil yang sedang berkembang.

"Ayo, yang barusan doa.. Cium tangan pak Kyai... " Aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi aku mendengar suara Kang Dedi dengan jelas ditengah riuhnya suara anak anak yang tertawa melihat temannya yang sempat grogi ketika menjadi pusat perhatian..

Ah, aku teringat temanku yang memberikan ku pengraut. Aku terbayang teman temanku yang sedang mengejar sambil berusaha melempar bola tenis ke punggungku. Kami dulu begitu ceria... Dan itu masa masa yang indah.

Aku tahu, Kang Dedi juga sedang membangkitkan memori masa kecilnya yang indah di pendopo itu....

Daripada malu karena pelupuk mataku semakin berat, aku berdiri mencari secangkir kopi...

[denny siregar]


Sekarang Saatnya Jokowi Melangkah

DUNIA HAWA - Boleh saya katakan, cara cara cerdas dilakukan pemerintah dalam menghadapi perang propaganda ini.

Pada intinya, sebenarnya Jokowi sedang diserang dari 2 sisi. Ketika akhirnya Ahok nanti dinyatakan tidak bersalah, ia akan diserang melakukan intervensi hukum.

Begitu juga ketika akhirnya ia meminta Ahok mundur untuk memenuhi tuntutan masyarakat, lebih parah lagi situasinya. Jokowi kembali diserang bahwa ia melakukan intervensi hukum dan kali ini Jokowi harus berhadapan bukan hanya dengan mereka yang mengklaim dirinya muslim, tetapi juga umat lain yang merasa bahwa ada "cacat" dalam demokrasi.

Senjata mirip buah simalakama ini adalah jebakan jebakan yang disiapkan, karena sasaran sebenarnya bukan Ahok. Ahok hanya pintu gerbang untuk menyerang kredibilitas Jokowi.


Menariknya, Jokowi tidak terjebak pada permainan mereka. Sidang terbuka adalah cara cerdas untuk melawan propaganda yang kembali akan disulut untuk meluncurkan aksi demo yang brrikutnya.

Dengan sidang terbuka, masyarakat akan bisa menilai sendiri bahwa proses hukum sudah dijalankan, sehingga tidak ada lagi lontaran isu bahwa ada "intervensi". Ini pembelajaran politik yang bagus buat masyarakat Indonesia, sehingga kita mampu memilah mana yang benar dan mana yang salah.


Inilah perwujudan revolusi mental yang ciamik soro. Buka semua secara terang benderang supaya tidak ada isu isu yang keluar dari lorong lorong gelap..

Analisa saya, Ahok akan full hadir dalam sidang ini. Ahok akan memanfaatkan sidang ini sebagai panggung dan bagian dari smart campaign-nya. Dan seperti halnya kasus RS Sumber Waras sidang akan membuktikan bahwa Ahok tidak bersalah.

Apakah mereka yang memaksa Ahok mundur akan menerima hasil sidang? Tidak juga, karena buat mereka ini bukan masalah Ahok salah atau tidak, tetapi Ahok harus mundur dari Pilgub.

Tetapi setidaknya, ribuan dari mereka yang kemarin ikut demo karena terprovokasi, mulai melek dan menggunakan akal sehat mereka. "Orang gak salah kok dipaksa-paksakan harus salah?" Barisan mereka pun mulai terpecah..

Jokowi akhirnya memenuhi tuntutan SBY bahwa hukum harus ditegakkan dengan benar. Dan demi memenuhi tuntutan SBY, Jokowi akhirnya nanti melakukan hal yang sama, terhadap Ibas..


Ini strategi catur yang menarik, membuka ruang pertahanan untuk mengurung sang pangeran...

Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh dan Nazarudin sedang menyiapkan secangkir kopi untuk menyambut teman lama mereka...

Mereka sudah rindu, lama tak bersua.

[denny siregar.]

Demo 4 November, FPI: Tidak Ada Bayaran! Sponsor dari Allah SWT

DUNIA HAWA - Tanggal 4 November diketahui diadakan unjuk rasa yang diprakarsai oleh ormas-ormas Islam.

“Sudah nggak kehitung berapa ormasnya. 500 ribu orang. Kami aksi damai, dari Masjid Istiqlal longmarch ke Istana,” terang Jubir FPI, Munarman.

Munarman menjelaskan bahwa massa yang turun nanti hanya dari rakyat Jakarta saja tetapi sejumlah daerah.

“Yang paling banyak Jakarta, Jabodetabek, Banten, Jawa Tengah, Sumatera. Seluruh Indonesia,” ungkapnya.

“Ini bukan cuma masalah lokal, bukan cuma masalah DKI. Ini masalah dunia Islam internasional,” sambungnya lagi.

Soal isu tentang adanya kepentingan lain di balik demonstrasi ini, Munarman turut membantah dan menegaskan bahwa tidak ada bayaran untuk massa unjuk rasa nanti.

“Nggak ada. Ini aksi murni umat Islam. Tidak ada bayaran. Patungan dari kantong masing-masing. Sponsor terbesar dari Allah SWT,” 

Alhamdulillah .....



Alhamdulillah, dana dari Allah untuk laskar sudah cair hari itu juga di lapangan.. Allah transfer dana sponsor langung dari langit ke rekening korlap 4 nov tanpa perantara elit politik #catet

Subhanallah ....

klik SHARE bila ingin kebagian dana sponsor Allah juga

Selamat pagi Indonesia..

#IndonesiaBersatuTolakDiadu

Parade Kebodohan 411

DUNIA HAWA - Ada sebuah formula dan kombinasi mematikan yang bisa menghancurkan sendi sendi bermasyarakat serta bernegara yaitu : Kebodohan + Kebencian + Sikap mau benar / menang sendiri. 

Irak, Suriah, Libya dan negara negara lain di wilayah Timur Tengah sudah membuktikan keampuhan rumus ini. Tapi saat negara negara tersebut hancur mereka bukannya instropeksi dan memperbaiki diri tapi justru akan sibuk mencari kambing hitam dan menyalahkan pihak lain dan mengatakan bahwa sebab kehancuran tersebut adalah karena ulah Amerika, Zionis dan musuh Islam, padahal mereka hancur karena kebodohan dan kekonyolan mereka sendiri. Mereka suka menyulut dan bermain api tapi saat terjadi kebakaran mereka akan menyalahkan pihak lain.

Nah rumus yang sama juga sedang terjadi dan diterapkan di negeri ini. Rezek Brizik dan Geng Senggol Bacoknya (FPI) merupakan pionir dan pelopornya di negeri ini, ditambah para pendukungnya dari HTI, PKS dan kelompok kelompok Islam radikal dan garis keras lainnya. Contohnya adalah Parade Kebodohan yang dipertontonkan pada tanggal 4 November kemarin. Jauh jauh hari kepala preman jalanan berjubah ini sudah meminta anggotanya untuk bikin surat wasiat untuk berjaga-jaga seandainya mereka mati ditembak polisi pada saat demo nanti. Sebenarnya ini adalah trik provokasi untuk memanaskan situasi agar demo menjadi anarkis.


Buktinya demo bayaran tersebut kemudian berakhir anarkis dimana terjadi penjarahan, pembakaran dan perlawanan terhadap aparat. Tujuannya adalah agar aparat menembak mereka dan kemudian mereka akan menggunakan kejadian tersebut untuk menyulut aksi yang lebih besar dan lebih panas lagi sehingga negara ini terpecah belah, kacau dan hancur karena perang saudara persis seperti trik yang dilakukan oleh saudara saudara mereka kaum Wahabi di Timur Tengah. Mereka akan “playing victim” (bermain sebagai korban) sebagai alasan dan pembenaran untuk melakukan kekacauan, makar dan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah yang dituduhnya telah melakukan “kezaliman terhadap umat Islam.”

Inilah akibatnya jika Habib Dajjal penghasut seperti dia terus dibiarkan hidup dan berkeliaran di negeri demokratis ini. Mereka bilang demokrasi haram buatan orang kafir tapi mereka menggunakan sarana demokrasi (seperti demo dan orasi umum) untuk menghancurkan demokrasi dan mendirikan pemerintahan otoriter. Dia hidup mewah bergelimang harta dengan cara menghancurkan negara dan menipu ribuan orang bodoh lainnya. Dia bisa terima order demo bayaran senilai 100 milyar untuk gonta-ganti mobil mewah baru dengan cara memprovokasi orang untuk berani mati dibenturkan dengan aparat cukup dengan bayaran 50-100 ribu saja.

Habib Dajal ini ingin membangkitkan ISIS di Indonesia. Secara terang-terangan dia sudah menyatakan dukungan serta sumpah setianya kepada ISIS yang merupakan teroris pemenggal ribuan kepala (termasuk anak usia 4 tahun) dan pemerkosa ribuan orang (termasuk anak usia 8 tahun). Anehnya lagi orang tak berguna, benalu dan parasit semacam ini juga banyak didukung dan dibela oleh ribuan orang bodoh lainnya. Pemerintah harus berani bersikap tegas. Biang kerok seperti ini harus dipenjarakan dan organisasinya harus dibubarkan. Tapi ini juga akan menjadi dilema karena jika hal itu dilakukan maka mereka akan koar-koar dan berteriak lagi seperti orang kesurupan setan bahwa “Pemerintah sudah memusuhi Islam. Wajib hukumnya melakukan perlawanan jihad berani mati terhadap pemerintah. Take Beer...... Take Beer... Take Beer !!!”

Salam Waras Seribu Kali Lipat

[muhammad zazuli]