Thursday, November 3, 2016

Mumpung SBY Panik, Sebaiknya Segera Ditangkap


DUNIA HAWA - Diakui atau tidak, keterangan pers yang disampaikan SBY kemarin menunjukkan kepanikan yang luar biasa. Curhatnya sudah lebih buruk dari mantan yang ditinggal selingkuh karena kalah ukuran titik-titik. Perih.

Ada satu pernyataan SBY yang begitu menggebu dan sangat jelas dapat disimpulkan bahwa dirinya sedang galau kuadrat.

“Saya baca statement Menko Polhukam Pak Wiranto di media massa, tak ada instruksi Presiden (Joko Widodo) usut SBY terkait TPF Munir. Dua hari setelah itu, saya menerima pesan dari jajaran Kejaksaan Agung bahwa pihaknya ingin ketemu saya,” kata SBY.

“Ini enggak salah negara kalau saya justru dijadikan tersangka pembunuhan Munir? Ngga kebalik dunia ini jika SBY dianggap terlibat dalam konspirasi politik pembunuhan Munir. Come on, ayo gunakan akal sehat,” tambah SBY.

Kemudian untuk membenarkannya, SBY mengatakan bahwa rakyat sudah punya akal sehat. Ini lucu. Sebab di saat bersamaan, soal demo 4 November, SBY tak membawa nama rakyat dan mengajaknya menggunakan akal sehat. SBY ingin menyerahkan dan memasrahkan kasus ini pada aparat penegak hukum.

“(Kasus Ahok), bola ada di penegak hukum. Bukan di jalan-jalan raya, bukan di tangan Pak Jokowi, bukan di tangan pemimpin organisasi massa Islam. Bukan di Partai Demokrat, partai manapun,” kata SBY.

Lalu kenapa saat bicara dokumen TPF pembunuhan Munir yang dihilangkan oleh SBY malah mengajak rakyat berpikir menggunakan akal sehat? Kenapa tidak diserahkan saja pada aparat penegak hukum?

Memangnya kenapa kalau Kejaksaan Agung mau bertemu SBY? tidak boleh? Mentang-mentang mantan presiden lantas merasa kebal hukum, gitu?! Kalau memang tidak bersalah ya terima saja, toh Kejaksaan Agung hanya menjalankan tugas sesuai undang-undang. Mereka hanya ingin menegakkan hukum. Kenapa harus curhat dan mau menyerahkan pada akal sehat rakyat? Kenapa tak berani bilang serahkan pada aparat penegak hukum? Bukankah begitu aturannya, begitu etikanya. Bukan malah curcol ala anak alay.

Selain itu, penting untuk ditegaskan bahwa pemerintah tidak dalam posisi ingin menjadikan SBY sebagai tersangka pembunuhan Munir. Kalaupun saya berpikir SBY layak menjadi tersangka, ada kasus yang lebih terang benderang dibanding kasus Munir. Yang ingin dilakukan pemerintah adalah penelusuran kasus Munir melalui dokumen TPF. Jadi SBY jangan gagal paham, apa perlu otak eksternal supaya nyambung?

Dokumen TPF Munir dan Supersemar


Surat Perintah Sebelas Maret alias Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Isinya berupa instruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu.

Namun dokumen penting tersebut hilang entah ke mana, kemudian muncul supersemar dengan 3 versi berbeda.

naskah asli Supersemar diserahkan oleh Basoeki Rachmat, M Jusuf, dan dirinya kepada Soeharto yang saat itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat.

Namun kemudian Pak Harto menyerahkan surat itu pada Soedharmono untuk keperluan pembubaran PKI. Setelah itu surat tersebut “menghilang.” Apakah dikembalikan pada Soeharto karena  Soedharmono mengaku tidak menyimpannya, atau disimpan orang lain?

Menurut Amirmachmud naskah asli Supersemar terdiri dari dua lembaran. Itu sebabnya buku “30 Tahun Indonesia Merdeka” ditarik dari peredaran karena di dalamnya memuat naskah Supersemar yang palsu, hanya satu lembar.

“Tim sudah dibentuk melalui Menteri Sekretaris Negara untuk penyiapan arsip nasional selama 10 tahun terakhir,” kata Presiden Yudhoyono saat membuka rapat terbatas di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Jumat (8/8/2014).

SBY mengingatkan jangan sampai terjadi ada dokumen historis atau dokumen yang memiliki nilai sejarah tinggi tidak diketahui di mana yang orisinal atau aslinya seperti yang pernah terjadi terkait dengan dokumen Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Hingga kini tak diketahui di mana naskah asli dokumen yang membidani peralihan kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru tersebut.

“Marilah kita letakkan tradisi administrasi negara modern sehingga insyaAllah administrasi kita juga menjadi lengkap,” kata SBY.

Namun ternyata, SBY yang menggagas dan menginstruksikan penyiapan arsip nasional, berharap tak ada dokumen negara yang kembali hilang, malah dirinya sendiri yang menghilangkan dokuken TPF Munir.

Tidak ada orang yang mau mentersangkakan SBY terkait pembunuhan Munir. Kita dan pemerintah hanya inginkan dokumen asli, bukan copy. Kalau SBY kemudian marah-marah karena takut dijadikan tersangka, kemungkinannya hanya dua: halusinasi atau ketakutan.

Bahwa kemudian dokumen TPF Munir sudah dilegalisir oleh ketua TPF, itupun tetap tidak bisa dijadikan bukti hukum yang kuat, jika ingin ditindak lanjuti. Sebab orang yang nantinya menjadi tersangka atau dinyatakan bersalah berdasarkan dokumen copy, mereka bisa balik menuntut Presiden Jokowi. Dan sudah terbayang bagaimana ributnya negeri ini andai itu terjadi, pasti lebih ribut dari kasus Ahok. Apa SBY sengaja mau menjebak Presiden Jokowi dengan memberikan dokumen copy?

Lagipula dokumen TPF Munir itu kapan dilegalisirnya? Jangan-jangan baru kemarin dilegalisir. Lalu untuk keperluan apa kok dilegalisir? Kenapa yang diserahkan ke SBY bukan versi legalisirnya? Toh isinya sama saja.

Dengan nada penyampaian SBY yang sangat nampak panik, saya jadi tidak bisa berpikir atau dipaksa percaya bahwa dokumen TPF pembunuhan Munir hilang begitu saja. Tidak mungkin. Dokumen tersebut sangatlah penting, jauh lebih penting dari ijazah SD nya SBY. Lalu kenapa bisa hilang? 99% jawabannya karena memang dihilangkan, bukan karena hilang.

Pasal 86 UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 2 dipidana maksimal 10 tahun penjara.

Dengan ini, seharusnya SBY sudah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka. Sementara SBY sebaiknya juga tidak curcol alay, biarlah proses hukum berjalan.

Bahwa kemudian ada kecurigaan dokumen TPF Munir sengaja dihilangkan, itu harus dijawab SBY di pengadilan. Bukan di keterangan pers. Sebab ingat! Bolanya ada di penegak hukum, bukan di tangan SBY. Yang ada di tangan SBY itu dokumen TPF Munir yang sekarang hilang. Ituh!

Lagipula, SBY seharusnya sadar diri bahwa rakyat satu Indonesia sudah muak dengan curcol prihatinnya. Cukuplah 10 tahun rakyat disubsidi keprihatinan muter-muter. Sekarang kita bicara straight saja. Dokumen TPF Munir mana? Sulit sekali bagi saya untuk tidak curiga bahwa dokumen tersebut sengaja dihilangkan, mengingat pernah SBY membenahi arsip nasional dan mewanti-wanti agar jangan ada dokumen hilang lagi seperti Supersemar. Kalau kemudian dokumen TPF Munir hilang, ini tandanya apa?

SBY juga sebaiknya belajar dari Ahok. Sebelum dipanggilpun sudah datang ke Bareskrim minta diperiksa. Bukan malah curcol ketakutan dan bertanya dengan nada tuduhan “nggak kebalik dunia ini?” Sehingga membuat opini publik Kejaksaan Agung bersalah.

SBY harus mengakui kesalahannya, mintalah maaf, sebab setelah 2 tahun lengser dokumen belum juga diserahkan. Itupun baru ingat setelah pemerintah meminta. Bukan atas kesadaran sendiri. Lalu sekarang malah curcol memposisikan diri sebagai orang yang terdzolimi, suuuuuuuu……!

Terakhir, sebaiknya SBY kembali membayar konsultan agar pernyataan politiknya lebih konsisten. Jangan awalnya kedelai tapi ujungan tempe. Apalagi menyinggung dan melecehkan kuda, itu sangat tidak berprikehewanan.

Begitulah kura-kura



[alifurrahman]

Jasa Ahok untuk Islam di Jakarta


DUNIA HAWA - Hanya gara gara keseleo lidah, Ahok didemo besar-besaran bahkan Bibib Brizik Sedunia selalu koar koar dan teriak teriak seperti orang kesurupan setan : “Bunuh Ahok.... Bunuh.... Bunuh... Bakar kantor Balai Kota.... Take Beer !!!” Padahal menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, pernyataan Ahok mengenai Al Maidah 51 bukanlah penistaan. Menurut dia penistaan tidak tergambar dalam kalimat Ahok. Kalimat Ahok menyatakan surat Al Maidah digunakan orang lain untuk mempengaruhi pilihan politik.

Yang disebut penistaan agama itu adalah seperti ketika pada Kamis 27 Oktober yang lalu ada sebuah patung Buddha di Vihara Tri Ratna di kota Tanjung Balai yang diturunkan paksa oleh Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial yang bersekongkol dan berkonspirasi dengan MUI dan ormas FKUB (semacam FPI juga lah). Inilah sesungguhnya bentuk penistaan agama yang sesungguhnya dimana pejabat pemerintah kota bekerjasama dengan lembaga2 radikal untuk menurunkan paksa sebuah simbol suci agama tertentu. Tapi tidak ada satupun tokoh agama Buddha yang teriak “Bunuh... Bunuh... Bunuh...!!” dan gerakkan demo besar-besaran. Bahkan tokoh agama Buddha, Karma Zopa Gyatsho mengatakan :

Beberapa umat Buddha bertanya kepada saya ketika melihat patung Buddha yang terletak di lantai atas sebuah wihara di kota Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara diturunkan: "Lama (Guru), kenapa rupang(arca/patung) di wihara diturunkan"? Saya jawab begini," Tidak apa-apa rupang Buddha turun, sing penting welas asihmu terhadap semua makhluk tidak ikut turun, semua makhluk hidup mendambakan kebahagiaan. Apabila dengan turunnya patung Buddha bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain, maka bukankah doa khas umat Buddha yaitu "semoga semua makhluk hidup berbahagia" menjadi kenyataan?"

Dua tokoh agama tadi sangat jauh berbeda bagai langit dan bumi. Yang satu mencerminkan kebijaksanaan, welas asih dan kedamaian sedang yang satunya mencerminkan kebencian, kejahatan dan amarah. Yang satunya memiliki kedewasaan dan kecerdasan spiritual yang tinggi sedang yang satunya masih kanak-kanak dan memiliki kecerdasan spiritual yang sangat rendah bahkan Nol Besar. Tidak ada satupun umat Buddha yang teriak "Bunuh walikota Tanjung Balai" sementara ada puluhan ribu muslim radikal yang teriak "Bunuh Ahok, Bunuh....!!!"

Padahal kalo mau jujur ada banyak sekali jasa Ahok bagi kaum muslim di Jakarta antara lain :

1. Dari era gubernur Suwirjo tahun 1945 s/d 1951 hingga 15 Gubernur selanjutnya, hanya Ahok yang mau dan berhasil membangun Masjid di Balai Kota diberi nama Masjid Fatahillah dengan dana sebesar Rp. 18.8 M. 

2. Dari 16 Gubernur Jakarta sejak tahun 1945 hanya Ahok yang membangun Masjid Agung Jakarta dengan anggaran Rp. 170 M di lahan 17,8 Hektar dan total bangunan seluas 2 Hektare di Daan Mogot, Jakarta Barat. yang akan selesai akhir 2016. Ini adalah Masjid Provinsi Pertama yang di miliki oleh DKI Jakarta. 

3. Selain dua Masjid itu, Ahok juga Membangun belasan masjid di rusun-rusun yang dibangun, seperti Masjid al-Hijrah untuk Rusun Marunda, Jakarta Utara dan Masjid Al-Muhajirin di Rusun Pesakih, Jakarta Barat. Ahok juga berhasil menutup tempat - tempat prostitusi, perdagangan manusia, transaksi narkoba, dan pusat2 maksiat, seperti Kalijodo, Diskotik Milles dan Stadium.

4. Ahok juga Membangun belasan Mushola untuk setiap RPTRA (Ruang Publik Terbuka Ramah Anak). Ahok Memajukan Masjid Jakarta Islamic Centre (JIC) Jakarta Utara sebagai Etalase Keilmuan Keislaman dan Wisata Religi. Ahok juga secara intensif memberikan bantuan ke Masjid-Masjid, Musholla-Musholla dan Majelis-Majelis Taklim.

5. Berdasarkan SK GUB Nomor 2589 Tahun 2015 ada 118 musholla, mesjid dan Majelis Taklim yg mendapat bantuan, dengan kisaran bantuan sebesar 15 juta s/d 75 juta rupiah. Berdasarkan SK GUB Nomor 308 Tahun 2016 ada 125 musholla, masjid dan majelis taklim yang mendapat bantuan dengan kisaran bantuan sebesar 15 juta s/d 100 juta rupiah.

6. Ahok membeli tanah-tanah warga di sekitar Masjid untuk dijadikan ruang terbuka hijau dan membuat taman yang nyaman. Mulai tahun 2016, KJP (Kartu Jakarta Pintar) diberikan ke pelajar-pelajar sekolah-sekolah Islam: Madrasah (dari Ibtida'iyah sampai Aliyah). Total anggaran KJP 2016: Rp2.5 Triliun. Mulai tahun 2016, Ahok memberikan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul kepada penerima KJP yang kuliah di Perguruan Tinggi, dengan tiap tahunnya memperoleh 18 juta.

7. Ahok mengumrohkan Penjaga Masjid/Musola (Marbot) dan Makam (kuncen). Berdasarkan data, Ahok sudah mengumrohkan 30 orang Marbot dan Kuncen Tahun 2014. Pada tahun 2015 Ahok mengumrohkan 40 orang Marbot dan di tahun ini, Ahok siap mengumrohkan 50 orang Marbot. Dan pada tahun 2017 akan mengumrohkan 100 orang Marbot.

8 . DKI Juara Umum Seleksi Tilawatil Qur'an (STQ) tahun 2015, dan diberi bonus. Juara 1: Rp 40 juta, juara 2: Rp 30 juta, juara harapan 1: Rp 12,5 juta, dan juara harapan 2: Rp 10 juta. DKI Juara ke-2 Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) 2016 di NTB dan pemenangnya diberi bonus gaji bulanan selama 2 tahun untuk mengajari ngaji. Ahok memajukan jam pulang PNS selama bulan Ramadhan 2016, pkl 14.00 agar bisa buka puasa bersama keluarga. 

9. Ahok juga sangat perhatian menjelang Lebaran Hari Raya harga-harga sembako naik, ada diskon untuk pemegang KJP, misal: daging dari harga Rp.120.000/kg di pasaran jadi Rp.39.000/kg dengan KJP. Ahok mengapresiasi guru ngaji dengan memberikan gaji di masjid-masjid dengan UMR DKI: Rp. 3.1 juta. Ahok mempersiapkan beasiswa untuk ribuan Santri asal DKI Jakarta yang menuntut ilmu di berbagai Pesantren di luar Jakarta.

10. Ahok rutin memberikan infaq, shadaqah dan zakat. Tahun 2016, zakat Ahok Rp. 55 juta. Ahok juga peduli pada Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah (Bazis) DKI yang setiap tahun menyalurkan zakat, tahun 2016: Rp. 6 Miliar zakat disalurkan ke mustahiqq (orang yang berhak menerima zakat). Selalu berqurban setiap tahun dari dana pribadi, tahun 2016 memotong 55 ekor sapi untuk warga Rusun dan dikirimkan ke masjid, musola dan majelis taklim. 

Orang seperti Bibib Brizik Sedunia perlu diwaspadai karena dialah penjahat dan biang provokasi yang sesungguhnya. Itulah sebabnya KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) berkata : "Para pemimpin yang menggunakan agama atau aliran-aliran agama untuk kepentingan politik hingga orang-orang bodoh terprovokasi dan kehilangan akal sehat maka merekalah kelak yang paling bertanggung jawab di hadapan Allah di Yaumul Hisab."

Selamat menyaksikan Parade Kebodohan dan Lebaran Kuda besok pada tanggal 4 November 2016.

Salam Waras.....

[muhammad zazuli]

Aksi Srigala Tunggal di 4 November


DUNIA HAWA - Pertanyaannya, "Kenapa demo 4 November ini sebegitu pentingnya sehingga gaungnya lebih besar dari demo demo sebelumnya?"

Sebenarnya yang menjadi perhatian utama aparat bukan demonya. Menghadapi demo sudah menjadi makanan biasa untuk aparat dan mereka sukses mengawal demo supaya tidak terjadi anarki seberapapun banyaknya peserta.

Besarnya gaung demo 4 November ini lebih kepada peningkatan antisipasi aparat, karena disinyalir ada "para pengantin" yang diterjunkan ke dalam barisan pendemo.

Para pengantin ini tidak terikat dalam organisasi apapun, mereka sel lepas yang dimasukkan untuk membuat kekacauan. Dan pemerintah Indonesia pasti sudah diingatkan oleh dinas intelijen negara lain.

Bayangkan saja, apa yang terjadi ketika mereka meledakkan diri diantara kerumunan pendemo yang berjumlah ratusan ribu itu?

Mereka ini dikenal dengan nama "Lone Wolf" atau Serigala tunggal.

Intelijen sudah lama mengetahui informasi ini. Para serigala tunggal ini sudah beraksi di seluruh dunia. Mereka tidak terikat jaringan apapun atau sel-nya sengaja diputus. Mereka belajar radikalisme dari internet dan mempunyai motif sendiri sesudah melalui proses cuci otak.

Ingat kasus di Tangerang kemarin, ketika seorang remaja menusuk polisi sesudah menempelkan gambar ISIS di pos polisi ?

Ingat peristiwa di Nice Perancis ketika seorang pelaku menabrakkan truk dengan kecepatan tinggi ke arah kerumunan orang yang sedang berpawai?

Siapapun otak dibelakang layar demonstrasi tanggal 4 November ini, juga tidak mengira bahwa situasi menjadi sudah tidak bisa mereka kendalikan lagi. Ada "tangan" yang lebih besar yang bermain dengan memanfaatkan tangan mereka yang kecil.

Dan ujung kerusuhan di demo 4 November ini nantinya adalah ketidak-percayaan kepada aparat dan pemerintah. Skalanya akan semakin diperluas dan kepentingan lokal akan masuk dan ikut berselancar juga menunggangi situasi..

Dan ketika sudah semakin kacau itulah, ISIS pun masuk..

Jadi untuk pendemo, hati2 dengan orang disamping anda... Anda bisa saja dikorbankan dengan banyak cara untuk membuat demo menjadi rusuh nantinya.

Rasanya kok pengen nambah kopi lagi.. Kopi yang ini sudah dingin.

[denny siregar]

Masih Adakah Tuhan di Jakarta?

DUNIA HAWA - Suhu cuaca di Purwakarta tidak beda jauh dengan Jakarta yang panas.

Minggir sejenak ke daerah sesudah begitu tegang selama di Jakarta, memang lumayan menurunkan tensi yang sedang naik-naiknya.

Apalagi ketika melihat kegiatan Kang Dedi, Bupati Purwakarta, berkumpul dengan para siswa dari berbagai agama, bercanda dengan mereka, meminta mereka saling mencium tangan kepada guru guru agama yang berlainan agama.

Sontak panasnya Purwakarta turun sekian derajat dan hati ini berasa disiram air yang dingin. Indahnya keragaman dan konsep saling menghormati yang diciptakan, iblis seakan pergi dengan teriakan kencang karena kepanasan.

Sedangkan Jakarta begitu berbeda...

Disana sedang mempersiapkan kebanggaan akan ke-mayoritas-an satu agama dengan alasan membela Tuhan.


Mereka membela Tuhan dengan mencaci, mengejek, meludah bahkan berteriak untuk membunuh. Tidak cukup teriakan, atraksi berdarah akan dipertontonkan dengan "memenggal kepala boneka", membakar apa yang bisa dibakar.

Pada titik paling ekstrim, bisa saja berkembang ke aksi bom bunuh diri atau membakar diri sebagai bentuk protes penistaan terhadapTuhan.

Duduk di sudut pendopo, diantara anak tangga, membuat saya berfikir dan merekonstruksikan kembali makna keTuhanan, "Masih adakah Tuhan di Jakarta sekarang ?"

Sambil menyeruput kopi seorang teman berkata dengan nada gundah, "Tuhan sudah pergi meninggalkan Jakarta..."

[denny siregar]

Jaga NKRI


DUNIA HAWA - Terimakasih kawan-kawan mahasiswa PB PMII, GMNI, GMKI, PMKRI, HIKMAH BUDI, dan KMHDI yang bersedia menjaga NKRI.

Hari ini, 6000 mahasiswa berkumpul di Tugu Proklamasi Jakarta untuk mengadakan apel kebangsaan mahasiswa Indonesia demi kebhinekaan di Indonesia. 

Mereka mendeklarasikan diri untuk tidak ikut aksi tanggal 4 November. 

Agama mengajarkan cinta, dan inilah cinta yang sesungguhnya. Cinta itu damai, bukan marah-marah atau mendendam. Tapi memaafkan.





Ini baru dari perwakilan mahasiswa aja udah 6000 orang. Budayawan, islam nusantara dll belum memunculkan diri. Sukurlah, masih banyak di Indonesia yg cinta damai.

Hidup Mahasiswa!

[nurul indra]

Ustad Bikin Sayembara Bunuh Ahok dan orang Cina Berhadiah 1 Miliar


DUNIA HAWA - Baru-baru ini beredar sebuah video yang menujukkan seorang ustad yang memerintahkan bagi siapa pun yang berhasil membunuh ahok akan di beri imbalan senilai satu miliar rupiah.

Mulainya ialah saat satu mobil bus besar yang membawa personel kepolisian tiba di kebun jeruk Jakarta. Namun bus tersebut menyenggol kabel telepon sehingga sempat membuat warga panik.

Selanjutnya tampak seorang ustad menggunakan toak menyampaikan bahwa Ahok dan orang-orang cina adalah musuh mereka.

Selanjutnya tampak seorang ustad menggunakan toak menyampaikan bahwa Ahok dan orang-orang cina adalah musuh mereka.

Lalu ustad tersebut menjumpai pimpinan polisi yang di bus tersebut dan meminta jika ada nomor 2 alias Ahok jangan dikawal dan meminta di lepaskan saja.

Dengan nada emosi sembari ngomong semmrawutan penuh emosi, Ustad tersebut membuat sayambara bagi siapapun yang berhasil membunuh dan menggorok leher ahok di kasih uang 1 miliar secara tunai.


Lihat videonya :



[menanti sitohang]

Kenapa Kita Marah pada Penistaan Tapi Oke dengan Kekerasan?


DUNIA HAWA - Timeline Facebook dan Twitter kita akhir pekan kemarin tidaklah menyenangkan. Media sosial kita dipenuhi komentar-komentar terkait demonstrasi FPI terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Semua orang tiba-tiba menjadi pengamat politik atau ulama yang merasa berhak dan paling benar ketika berpendapat.

Semua orang memang boleh berkata apa saja —ini sah dalam sebuah negara demokrasi. Namun ketika kita menelusuri lebih seksama diskusi (atau debat kusir?) yang kita baca, kita akan menyadari ada sesuatu yang salah.

Saya perlu menceritakan dahulu bahwa demonstrasi FPI saat itu tidak seperti yang diberitakan kebanyakan media massa arus utama sebagai "kondusif". Saya hadir di situ, juga meliput sebagai jurnalis, dan menyaksikan sendiri apa yang terjadi. Saya mendengar ujaran kebencian sepanjang aksi, di mana pendemo menggunakan kata-kata "bakar",  "bunuh", dan "keluar Ahok kafir bajingan". Pendemo juga sempat melempar botol air mineral ke arah Balaikota.

Saya memperhatikan, diskusi di linimasa fokus pada penistaan Ahok —yang berawal dari video yang dipelintir oleh Buni Yani— namun mengabaikan potensi kekerasan yang muncul. Ini adalah masalah. Sebab kenapa kita bisa marah pada penistaan tapi merasa oke oke saja dengan kekerasan? Kenapa dengan dalih penghinaan kita bisa merasa boleh memukul orang?

Konsep penistaan agama sendiri ibarat pasal karet yang sangat subjektif. Seseorang yang memiliki tafsir berbeda atas kitab suci bisa dianggap menghinanya. Tafsir yang tidak sejalan dengan pemuka agama arus utama dianggap penyimpangan. Ini kan logika kodok yang meloncat. Sebetulnya ini masalah metode interpretasi teks itu sendiri, ataukah kita memang rapuh dan terlalu mudah tersinggung?

Penistaan hanyalah istilah bergengsi untuk menyatakan diri kita tersinggung. Hal ini sebenarnya malah menunjukkan keraguan, kerapuhan, dan kekerdilan kita atas kepercayaan kita sendiri. Di sisi lain, kekerasan atas dalih penghinaan adalah pola pikir preman, yang akan memukuli kita hanya karena kita tidak permisi ketika berjalan melewati gang.

Kalau ada yang bilang bakso itu enak sementara saya tidak, terus saya otomatis menista bakso? Tentu saja tidak.

Penistaan agama adalah ancaman yang mengawang-ngawang. Penistaan hanya perkelahian di dalam alam pikiran kita sendiri. Paranoia dengan yang tidak bisa ditangkap indera. Berpatokan pada fantasi-fantasi yang semu —yang tidak akan membunuh atau bahkan sekedar melukai kita.

Sementara kekerasan itu bersifat universal dan membahayakan semua orang. Pemukulan akan membuat siapa pun berdarah, berwajah lebam, dan merasakan sakit. Penusukan akan membuat siapa pun terluka, mungkin dikirim ke rumah sakit, dan mungkin dioperasi. Apalagi pembakaran. Terlebih pembunuhan. Ancaman ini nyata.

Jadi, ketika kita kembali membuka Facebook dan Twitter hari ini, saya harap kita bisa menjadi lebih bijaksana. Kita bisa mengetahui, antara penistaan dan kekerasan, mana yang sebetulnya menjadi masalah kita.

[rio tuasikal via qureta]

FPI Bawa-Bawa Islam dalam Unjuk Rasa, Forum Da’i Marah Besar

Forum Dai menentang Demo 4 November 



DUNIA HAWA - Ahlul Sunnah Waljama’ah‎ (ASWAJA) meminta kepada pengunjuk rasa pada 4 November mendatang agar tak membawa-bawa nama Islam untuk kepentingan pribadi.

Alasannya, unjuk rasa yang dikomandoi Front Pembela Islam (FPI) ini disinyalir hanya untuk kepentingan segelintir orang saja.

“Jangan hubung-hubungkan Islam dengan ambisi pribadi. Tidak semua orang Islam mau berunjuk rasa pada 4 November nanti,” kata Jubir ASWAJA, Muhammad Fardian di saat acara diskusi di Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2016).

Ia sendiri meyakini bahwa unjuk rasa nan‎ti bukan kepada ajang saling beradu mendapat dan menyampaikan argumen, tapi sebagai tempat saling caci-maki dan menghina satu sama lain.

“Unjuk rasa itu berpotensi memecah-belah hubungan umat muslim dengan agama lainnya,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia meminta kepada masyarakat untuk tidak ‎ikut-ikutan dan terprovokasi hal-hal yang justru dapat memecah-belah bangsa.

“Saya ‎berharap warga beraktivitas saja seperti biasa. Jangan takut, sebab unjuk rasa esok itu tak diridai Allah,” pungkasnya.

ASWAJA sendiri merupakan forum da’i yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah mereka mencapi 5 ribu orang dan kerap memberikan tausiyah di sejumlah acara pengajian.

[beritateratas]

Sebuah Doa Seorang Ibu Buat Ahok

Doa Ibu Umi Fathimah Buat Ahok: “Ahok lahir di Bumi Indonesia. Saya Yakin, Allah akan Memberi Yang Terbaik



DUNIA HAWA - Saat mendatangi Polsek Kebon Jeruk, Jakarta Barat usai aksi penolakan, cagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihampiri oleh seorang ibu yang berdoa untuk dirinya. Apa isi doa ibu tersebut?

Ahok yang tadinya hendak masuk ke mobil Toyota Kijang Innova berpelat nomor B 1330 EOM, berhenti sejenak saat ibu tersebut menghampiri. Bahkan, raut wajah Ahok sempat tertegun dan beberapa kali mengucapkan kata Amin ketika ibu yang bernama Umi Fathimah itu melantunkan doa-doa untuk dirinya

“Ahok lahir di Bumi Indonesia. Saya yakin, Allah akan memberi yang terbaik. Saya meminta Allah memberi hidayah kepada Bapak untuk menjadi pemimpin semua,” doa ibu tersebut kepada Ahok di Polsek Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (2/11/2016).

Ahok juga dengan serius menyimak doa Umi Fathimah. Selepas itu, Umi Fathimah meminta foto Ahok. Bukan foto bersama. Hanya foto Ahok seorang. Usai berfoto, Ahok pun pamit untuk masuk mobil dan pergi meninggalkan Polsek Kebon Jeruk.

Saat ditanya maksud kedatangan ke Polsek Kebon Jeruk, Umi Fathimah yang mengaku sempat berdomisili di Jepang mengetahui sosok Ahok dari pemberitaan di sejumlah media. Ia hanya ingin bertemu Ahok dan mendoakan cagub petahana itu.

“Alhamdulillah saya tinggal di daerah sini (Kebon Jeruk). Dengan izin Allah saya mengikuti perkembangan Indonesia. Saya dari Tokyo. Kita ini dimanfaatkan orang yang senang membuat kehancuran di bangsa ini,” ucap Fathimah.

[sindosatu]

Ribuan Anti Ahok dari Tegal Batal Berangkat Demo ke Jakarta


DUNIA HAWA - Ribuan orang dari Kota Tegal, Jawa Tengah, batal berangkat ke Jakarta untuk mengikuti unjuk rasa yang akan digelar pada Jumat, 4 November 2016.

“Kami pastikan tidak ada yang berangkat ke Jakarta,” ujar Habib Tohir Al-Kaff, tokoh yang memimpin demonstrasi anti-Ahok, nama panggilan calon Gubernur DKI Jakarta inkumben Basuki Tjahaja Purnama, di Kota Tegal hari ini, Rabu, 2 November 2016.

Habib Tohir menjelaskan, rencananya, ribuan orang dari berbagai organisasi masyarakat Islam berangkat ke Jakarta menggunakan 60 unit bus. Namun, dalam pertemuan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Forum Umat Islam Peduli (FUIP) Tegal beberapa hari lalu, diputuskan untuk tidak berangkat ke Jakarta. “Ada yang setuju (berangkat), ada yang tidak, tapi saya putuskan untuk tidak berangkat,” ucapnya.

Sebagai gantinya, umat Islam Kota Tegal akan menggelar istigasah dan doa bersama di Masjid Agung, Kota Tegal, pada Kamis malam nanti. Doa bersama itu dipanjatkan agar aksi protes di Jakarta berjalan aman dan lancar. “Ini juga untuk meminta kepada Allah agar bangsa ini, agar negara ini, tetap aman,” ujar pengasuh Pesantren Darul Hijrah itu.

Sejumlah ormas Islam mengorganisasi aksi protes besar-besaran di Jakarta pada Jumat nanti untuk mendesak aparat hukum segera memproses tuduhan penistaan agama oleh Ahok. Massa juga didatangkan dari luar Jakarta, termasuk dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Presiden Joko Widodo mengundang tokoh-tokoh Islam ke Istana kemarin, setelah sehari sebelumnya menemui Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, yang mengajukan penantang terberat Ahok, yakni Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Aparat kepolisian dan militer pun telah mengantisipasi segala kemungkinan yang bakal terjadi.

Menurut Tohir, sah saja jika ada warga Kota Tegal berangkat ke Jakarta untuk unjuk rasa. Namun dia mewanti-wanti bahwa itu bukan atas nama Forum Umat Islam, melainkan atas nama pribadi. “Kami tak bisa melarang karena itu atas nama Individu,” tuturnya.

Ketua Muhammadiyah Kota Tegal Nadirin Maskha menuturkan tak akan mengirimkan orang untuk ikut berdemonstrasi ke Jakarta. “Kalau ada yang ke Jakarta bukan atas nama Muhammadiyah, tapi atas nama pribadi,” katanya. Dia juga mengimbau umat Islam di Kota Tegal untuk mengikuti istigasah dan doa bersama pada Kamis malam.

[tempo]

Imam Besar Masjid Istiqlal: Ucapan Ahok Bukan Penistaan Agama

Tamparan Keras Untuk FPI



DUNIA HAWA -Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menyatakan pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengenai Al Maidah 51 bukanlah penistaan. Menurut dia penistaan tidak tergambar dalam kalimat Ahok. Kalimat Ahok menyatakan surat Al Maidah digunakan orang lain untuk mempengaruhi pilihan politik.

"Saya juga menyimak betul apa yang disampaikan bapak gubernur. Saya memahami bahwa konteksnya tidak dalam arti menghina ayat ya," jelas Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar  kepada KBR, Selasa (01/11).

"Tetapi bagaimana pun juga statement misalnya 'dibohongi oleh surat Al-Maidah' macam-macam - redaksinya persis seperti itu - memang bisa menyakiti telinga orang lain, terutama yang beragama Islam," tambahnya.

Nasaruddin menyerukan kepada umat muslim agar lebih arif menghadapi situasi ini. Kata dia, seharusnya umat muslim tidak terpancing emosinya. Sebab, dalam kasus ini contohnya Ahok, bukanlah orang yang mendalami ayat-ayat Al Quran.

Selain itu, dia juga mengimbau seluruh politisi untuk tidak menggunakan ayat-ayat kitab suci dalam kegiatan politik. Sebab, hal itu bisa berakibat pada kemarahan. 

"Jadi dibohongi itu kan kalimat pasif. Sebetulnya ada subjeknya yang dihilangkan. Di dalam konteks sebelumnya itu adalah bapak ibu gitu ya, bapak ibu dibohongin itu sebagai predikatnya pakai surat itu adalah keterangan. Dalam konteks itu berarti yang dimaksudkan dibohongin dengan menggunakan. Jadi itu ayat itu dipakai sebagai alat membohongi bapak ibu yang di dalam konteks sebelumnya itu, gitu," papar Yeyen kepada KBR, Selasa (1/11/2016).

"Jadi dibohonginnya tidak mengacu pada ayatnya sebetulnya, tapi ayat itu dipakai sebagai alat untuk membohongi. Permasalahannya apakah yang membuat pernyataan itu, kan tidak menyatakan bahwa surat itu bohong kan gitu ya, tetapi menggunakan alat dengan ayat itu. Jadi memakai ayat itu sebagai alat membohongi orang, kan gitu maksud sintaksisnya," ujarnya. 
Dalam transkrip yang beredar seputar ucapan Ahok  di pulau Seribu tertulis, "Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho (orang-orang tertawa). Itu hak bapak ibu, ya."  

"Dan untuk umat Islam juga ada kehati-hatian juga dalam merespon," katanya.
"Janganlah sering dibawa ke politik," tandasnya lagi.  
Badan Reserse dan Kriminal  (Bareskrim) akan mendatangkan ahli bahasa, agama dan pidana untuk menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur Ahok. Kata Direktur   Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Agus Andrianto seusai pemeriksaan Ahok di Bareskrim, Jakarta Pusat, Senin, 24 Oktober lalu, pemeriksaan itu untuk melengkapi keterangan saksi yang sudah diperiksa sebelumnya.  

Menurut Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yeyen Maryani, kata dibohongi adalah kalimat yang pasif. 

Yeyen  menjelaskan  dari sisi bahasa harus melihat konteksnya mengacu kemana.

[infomenia]

Kenapa SBY Malah Memprovokasi?


DUNIA HAWA - Melihat nada bicara SBY saat memberi keterangan pers pagi kemarin saya melihat adanya kelicikan luar biasa. Sejauh pantauan saya, SBY ini sakit, mengalami post power syndrome akut. Pernyataan SBY justru semakin mengkonfirmasi bahwa kecurigaan banyak orang yang bertanya-tanya mengapa Jokowi hanya mendatangi Prabowo dan mengundang MUI, NU serta Muhammadiyah. Sementara SBY secara otomatis tersudutkan, seperti yang saya bahas sebelumnya. Apa yang dilakukan Jokowi benar-benar strategi memukul semak-semak agar ularnya keluar.

Sekarang coba saya tanya, SBY berbicara soal demonstrasi 4 November kapasitasnya sebagai apa? Sebagai mantan Presiden, ketua umum Demokrat, apa sebagai orang tertuduh?

Sikap SBY yang baper maksimal ini memang bukan hal baru, dulu saat Jokowi blusukan ke Hambalang, SBY mendadak sensi. Kemudian curhat macam-macam, ngalor ngidul, seperti mantan yang tidak terima karena diputus.

Sebagian orang mungkin sedang kasihan atau prihatin dengan SBY yang kini tersudut. Namun saya melihat dari sudut pandang yang lain. SBY telah menjadi provokator yang sangat buruk. Keterangan pers SBY membuat kondisi yang sudah mereda kini malah memanas lagi.

“Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama. Ayo kita kembali ke situ dulu, itu tidak boleh dan dilarang. Kita harus kembali ke sistem hukum dan KUHP. Kalau negara kita tidak mau terbakar oleh amarah penuntut keadilan maka pak Ahok yang harus diproses hukum. Jangan sampai beliau (Ahok) kebal hukum sebab ini bagian dari demokrasi, kita negara demokrasi,” kata SBY.

“Ya Pak Ahok harus juga diproses secara hukum, jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Ingat equality before the law, itu nilai-nilai keadilan,” ingat SBY.

SBY mengingatkan lagi jangan sampai ada rumor Ahok tidak bisa disentuh. “Bayangkan, do not touch Ahok. Nah setelah Pak Ahok diproses hukum semua pihak menghormati. Ibaratnya jangan gaduh. Apakah Pak Ahok bersalah atau tidak diserahkan ke penegak hukum,” katanya lagi.

SBY bukan orang bodoh dalam komunikasi. Dia pasti menyadari betul bahwa setiap kalimat yang diucapkannya memiliki muatan provokasi yang sangat buruk. Sekarang coba kita perhatikan dan pertanyakan, siapa yang menganggap Ahok kebal hukum? SBY. Lalu SBY sendiri yang menyerukan agar jangan ada ada seperti itu. Kan kampret! Sakit! Sudahlah jangan pura-pura bego, kita semua pasti menyadari ini sangat disengaja. Provokatif.

Selanjutnya SBY juga menjelaskan bahwa orang-orang yang datang dari daerah ke Jakarta tidak hanya ingin jalan-jalan, melainkan ada sesuatu yang diprotes dan dituntut.

“Mari kita bertanya apa yang kita hadapi. Di Jakarta dan di wilayah lain ada protes. Itu semua pasti ada sebabnya. Tidak mungkin tidak ada, ribuan rakyat berkumpu untuk hepi-hepi, jalan-jalan sudah lama ga lihat jakarta, misalnya seperti itu. Barang kali merasa yang diprotes itu dan tuntutannya itu tidak didengar. Nah kalau sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda masih akan ada unjuk rasa.”

Pernyataan ini sangat menarik. Apakah ini menjadi konfirmasi SBY setuju bahwa demo akan terus berlangsung sampai Februari atau sampai Ahok ditangkap? dari mana SBY tau? Jangan-jangan tuduhan SBY lah biang kerok semua ini, atau atas arahan SBY, ternyata memanglah kenyataan.

Jika tuduhan-tuduhan bahwa SBY terlibat dalam aksi demo 4 November itu salah, seharusnya SBY tidak menjadi provokator dengan mendukung demonstrasi atas alasan demokrasi. Sebab NU sudah melarang atribut NU digunakan saat demo. Artinya NU tidak mendukung orang untuk demo. Begitu juga Muhammadiyah, melarang mengatasnamakan organisasi. Sampai Prabowo pun mengatakan, kalau Fadli Zon tetap berdemo, berarti dia turun atas nama pribadi. Lihatlah kondisinya sudah mulai mereda, kemudian SBY menyatakan mendukung demo 300% dan menganggap memang ada yang salah, ada yang dituntut, dan ada yang harus diproses hukum.

Kalau begini kenyataannya, adakah kesimpulan yang lebih masuk akal ketimbang SBY memang menggunakan isu SARA untuk memenangkan anaknya? SBY mendukung demo, mendukung Ahok segera dihukum dan ‘MENGANCAM’ negeri ini akan terbakar kalau proses hukum tidak berjalan.

Padahal kenyataannya proses hukum sedang berjalan. Bohong kalau SBY tidak tau. Tapi kalau benar-benar tidak tau, berarti dia memang tak melakukan apa-apa selama 10 tahun, sebab tak tau apa-apa. Sejauh ini polisi sudah meminta keterangan sembilan orang saksi termasuk penyebar video ke media sosial dan staf gubernur. Polisi juga telah menyambangi Kepulauan Seribu untuk meminta keterangan warga setempat soal video pidato Ahok. Sementara Ahok sendiri sudah meminta pada Bareskrim agar dirinya segera diperiksa. Itulah proses hukum.

Harusnya SBY menjelaskan itu. Bukan malah memprovokasi bahwa Ahok tidak tersentuh hukum, do not touch dan pernyataan setan “Kalau negara kita tidak mau terbakar oleh amarah penuntut keadilan maka pak Ahok yang harus diproses hukum.” Fiuh!

Banyak yang bertanya-tanya pada saya mengapa SBY tidak besikap seperti negarawan atau seperti mantan Presiden yang bijak? Jawaban sederhananya karena memang memiliki sifat kekanak-kanakan. Lihat saja cara SBY menyebut lebaran kuda, sebenarnya dia iri karena tidak diajak berkuda oleh Prabowo. Padahal dirinya masih merasa memiliki kekuatan dan harus diperhitungkan oleh Presiden Jokowi.


Kenapa bukan lebaran monyet atau lebaran sapi lah yang lebih masuk akal? Sebab di alam bawah sadarnya sudah penuh dengan kuda kuda kuda. Sebab Jokowi berkuda dengan Prabowo.

Tapi jawaban yang lebih ilmiah dan berat, karena sepertinya SBY memang ingin agar acara demo ini terus berlangsung meriah. Jangan terlalu cepat berlalu. Minimal sampai Pilgub selesai. Jika diakhiri 4 November, lalu bubar tanpa ada demo lagi, artinya bencana bagi SBY.

Anda harus bisa membayangkan bagaimana rumitnya kehidupan SBY sekarang. Antasari dibebaskan pada 10 November, 34 proyek pembangkit listrik mangkrak mau dilaporkan ke KPK, dokumen TPF pembunnuhan Munir hilang di tangannya. Semuanya mengarah pada SBY. Sementara anaknya belum jadi Gubernur, belum punya kekuasaan. Kekuatan Demokrat menurun. Apa ndak stress? Bukankah dengan begini tidak perlu menunggu SBY mati dulu untuk mengusut kasus-kasusnya (seperti yang terjadi pada Supersemarnya Soeharto)? Sebab sudah tak punya kekuasaan dan kekuatan.

Tapi ya sudahlah. Sekarang keterangan pers sudah dibuat. Satu Indonesia jadi tau bahwa kualitas seorang SBY cukup titik-titik.


Sebagai Pakar Mantan, saya ingin mengucapkan permintaan maaf kepada para kuda-kuda karena telah disinggung-singgung oleh SBY. Serta ingin mendukung penetapan 4 November sebagai hari raya Lebaran Kuda menurut Islam versi Cikeas.


[alifurrahman]