Monday, October 3, 2016

Empat Tingkatan Ilmu Agama


DUNIA HAWA - Setiap agama memiliki dua sisi ajaran yaitu ajaran yang bersifat eksoterik (lebih menekankan pada hal yang bersifat luaran dan simbolis) dan ajaran yang bersifat esoteris (lebih menekankan pada hal yang bersifat dalam dan hakikat). Eksoteris berasal dari bahasa Yunani “ekso” yang berarti “dari luar” sedang esoteris berasal dari bahasa Yunani “esoteros” yang berarti batin atau “esoterikos” yang berarti “berkaitan dengan bagian yang terdalam”. 

Eksoterisme adalah pemahaman yang menekankan pada dogma dan penafsiran yang bersifat tekstual, harfiah dan lahiriah. Sedangkan esoterisme adalah pemahaman yang lebih menitikberatkan pada pengertian yang bersifat hakikat, nilai dan prinsip. Eksoterisme bergerak dari luar ke dalam sedangkan esoterisme bergerak dari dalam ke luar. Keduanya sebenarnya bisa saling melengkapi dan menyempurnakan.

Adapun dalam ilmu tasawuf (spiritualisme dan mistisisme Islam), ilmu untuk mencapai Tuhan dibagi dalam 4 tahapan atau 4 tingkatan yaitu : 

1. syariat
2. thariqat, 
3. hakikat dan
4. makrifat.

• Syariat berarti praktek formal hukum dan tata cara keagamaan

• thariqat berarti jalan atau metode untuk mencapai Tuhan. 

• Hakikat berarti makna sejati dari ilmu agama itu sendiri 

• Makrifat berarti pengetahuan mengenai segala sesuatu yang bersumber langsung dari ilmu Tuhan. 

Andaikata dilambangkan dengan bahasa pendidikan maka tingkatan syariat, thariqat, hakikat dan makrifat adalah seperti tingkatan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT). 

Orang Jawa juga mengenal 4 tingkatan ini yang biasanya disebut sebagai : 

1. sembah raga
2. sembah cipta
3. sembah rasa dan 
4. sembah sukma

• Sembah raga berarti menyembah Tuhan cukup dengan perbuatan atau gerak raga belaka.

• Sembah cipta berarti menyembahTuhan cukup dengan perbuatan, dengan segenap konsentrasi dan pikiran yang terpusat.

• Sembah rasa dan sembah kalbu berarti menyembah Tuhan dengan sepenuh hati, jiwa dan segenap perasaan sedang sembah sukma berarti berhadapan dan menyembah Tuhan secara langsung dengan ruh dan sukma kita sendiri. 

Tingkat yang pertama adalah tingkatan yang paling mudah diketahui dan dilaksanakan oleh orang banyak yang masih awam sedang tingkatan terakhir adalah tingkatan yang paling tinggi dan paling sukar serta hanya sangat sedikit sekali manusia yang bisa mencapainya. Syariat, thariqat, hakikat dan makrifat juga bisa dilambangkan sebagai sabut kelapa, batok kelapa, buah kelapa dan rasa santan kelapanya. 

Syariat ibarat sabut kelapa karena hal ini terletak sebagai bagian yang paling luar atau permukaan serta masih dibutuhkan langkah yang panjang untuk bisa memprosesnya. Thariqat diibaratkan batok kelapa, meskipun demikian masih cukup susah juga untuk membukanya. 

Hakikat ibarat buah kelapa karena buah kelapa inilah akhirnya yang akan dipergunakan. Namun buah kelapa inipun masih harus diparut dan diproses untuk mendapatkan santannya. Namun air santan inipun masih berwujud sehingga dia belum bisa dianggap sebagai makrifat. 

Rasa dari santan kelapa inilah yang diibaratkan sebagai makrifat karena dia sudah tidak berada lagi di alam yang berwujud namun menjadi intisari dari seluruh keberadaan pohon kelapa. Begitu juga Tuhan adalah sesuatu yang “tak berwujud” namun menjadi sumber, tujuan, intisari dan dasar dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.

(NB : Aliran Wahabi dan semua aliran "Islam Politik" baru berada pada level pertama saja, masih sangat jauh dari konsep hakikat. Itu sebabnya mereka belum mampu menjadi solusi yang rahmatan lil alamin atau membawa berkat bagi seluruh alam.)

[muhammad zazuli]

Ambil Ajarannya, Tinggalkan Budayanya


DUNIA HAWA - Bagi sebagian kelompok agama, menjadi Muslim atau Kristen tidak cukup hanya dengan "dibaptis” (bagi umat Kristen) atau membaca "kalimat syahadat” (bagi umat Muslim, yakni peneguhan tentang keesaan Tuhan dan kenabian Muhammad) saja, melainkan juga harus mengamalkan pernik-pernik tradisi-kebudayaan yang menempel dalam agama itu agar menjadi "lebih Islami” atau "lebih Kristiani.” 

Saya menganjurkan kepada semua pemeluk agama-agama impor di Indonesia, untuk mengambil ajaran fundamental dari agama-agama itu saja, tidak perlu memboyong aneka ragam tradisi dan budaya asing ke Indonesia. Jadilah Muslim Indonesia, Kristen Indonesia, Hindu Indonesia, dan seterusnya.

Benturan antabudaya penganut agama terlihat di Indonesia. Fenomena ini juga marak di negara lain yang unsur agamanya kuat, namun payung hukumnya tak mumpuni lindungi keragaman agama.

Salah satu faktor yang menjadi sumber konflik, ketegangan, dan bahkan kekerasan di masyarakat, khususnya masyarakat dimana agama menjadi komponen dominan, bukan "masyarakat sekuler”, adalah karena adanya dorongan kuat untuk mengagamakan orang atau komunitas lain "secara total, komprehensif dan menyeluruh” atau "secara kaffah” menurut istilah sejumlah kelompok "Islam kota” belakangan ini.

Yang dimaksud dengan "beragama secara total, komprehensif dan menyeluruh” adalah cara atau model beragama yang tidak hanya mempraktikkan nilai, doktrin, ajaran dan norma-norma keagamaan saja tetapi juga menerapkan tradisi dan kebudayaan darimana "agama-agama impor” itu berasal.

Meskipun sebetulnya dalam realitasnya, semua itu hanyalah klaim omong-kosong belaka karena memang tidak mungkin alias mustahil seseorang atau pemeluk agama bisa beragama secara kaffah.

Bagaimana mungkin seorang pengikut agama bisa mempraktikkan sebuah agama secara kaffah sementara agama bersangkutan berisi ribuan doktrin, dogma, norma, ajaran, tata-nilai, etika, dan sebagainya yang tersimpan di dalam Kitab Suci dan ribuan teks-teks klasik keagamaan serta dokumen-dokumen historis-keagamaan lainnya?

Yang bisa (dan "realistis”) dilakukan oleh seorang pemeluk agama tentu saja mengamalkan sebagian saja (baik sebagian besar maupun kecil ,tergantung kualitas keagamaan dan keimanan seseorang) dari ajaran agama itu.  

Benturan agama atau budaya?    


Hal lain yang juga penting untuk dicermati, apa yang sering dipersepsikan oleh banyak pihak sebagai sebuah "benturan antaragama”, pada kenyataannya sering kali lebih pada "benturan antarkebudayaan” antarpemeluk agama itu.

Ini tentu saja jika kita memahami agama sebagai sebuah "entitas otonom” yang berbeda dari budaya. Karena dalam perspektif ilmu-ilmu sosial, khususnya antropologi dan sosiologi, agama dipandang sebagai bagian dari sistem kebudayaan masyarakat atau "konstruksi sosial” umat manusia.

Dengan kata lain, agama adalah bagian dari produk kebudayaan atau "kreasi kreatif” manusia, bukan "produk kebudayaan” Tuhan yang turun dari langit.

Fenomena tentang "benturan antarkebudayaan” para penganut agama ini dengan jelas terlihat di Indonesia, Malaysia dan berbagai negara lain yang unsur-unsur agamanya kuat di satu sisi, sementara di sisi lain "payung hukumnya” tidak mumpuni untuk melindungi keanekaragaman agama.

Para pengusung agama-agama impor, khususnya Islam dan Kristen, sering kali bukan hanya memperkenalkan kepada orang lain ajaran-ajaran normatif keagamaan, melainkan juga memboyong tradisi-kebudayaan asal-muasal agama (atau sekte/aliran agama) itu kepada masyarakat dimana mereka tinggal.

Misalnya, di Indonesia, sejumlah kelompok Kristen Pentacostal, Mormon dan lainnya terlihat jelas mengusung "Kristen ala Amerika”. Banyak pula gereja-gereja di Indonesia, kaum Kalvinis dan Lutheran misalnya, yang "bercita rasa” Eropa (Belanda misalnya) meskipun nama-nama persekutuan gereja mereka menggunakan nama-nama lokal (Batak, Ambon, dlsb) atau bahkan nama negara di Timur Tengah, misalnya Gereja Kristen Ortodoks Suriah.

Sebagian umat Katholik di Indonesia juga "meng-Eropa”, khususnya "kultur Roma”. Umat Islam juga sama. Banyak kaum Muslim yang eforia dengan budaya Arab, meskipun mereka tidak paham Arab bagian mana mengingat ada sekitar 22 negara yang tergabung dalam Liga Arab.

Bagi sebagian kaum "Muslim kota” yang sedang "berbulan madu” dengan Islam, mereka mengimajinasikan "Islam yang otentik” itu yang "Islam (ala) Arab”, selebihnya "Islam tidak murni.” Ada pula sebagian kaum Muslim yang bergembira ria mengamalkan Islam ala Indo-Pakistan atau ala Turki.  

Pernak-pernik tradisi dan budaya


Bagi sebagian kelompok ini, menjadi Muslim atau Kristen tidak cukup hanya dengan "dibaptis” (bagi umat Kristen) atau membaca "kalimat syahadat” (bagi umat Muslim, yakni peneguhan tentang keesaan Tuhan dan kenabian Muhammad) saja, melainkan juga harus mengamalkan pernik-pernik tradisi-kebudayaan yang menempel dalam agama itu agar menjadi "lebih Islami” atau "lebih Kristiani.”

Islam dan Kristen adalah dua agama misionaris yang sama-sama kuat ajaran dakwahnya. Banyak pengikut kedua agama yang sama-sama berasal dari rumpun agama Semit di Timur Tengah ini, khususnya mereka yang terjangkit "overdosis fanatisme”, yang begitu bersemangat mengkristenkan dan mengislamkan orang lain. Meskipun, lagi-lagi, dalam praktiknya mereka tidak sekedar mengkristenkan atau mengislamkan orang lain tetapi mengkristenkan atau mengislamkan menurut mazhab, aliran, denominasi, kongregasi, sekte, dan organisasi Kristen atau Islam yang mereka anut. Menjadi Islam atau Kristen saja, bagi mereka, tidak cukup. Harus diembel-embeli dengan Kristen ini-itu atau Islam ini-itu.

Memang tidak mudah untuk memilah-milah mana yang merupakan ajaran normatif agama dan mana yang tradisi-kebudayaan karena keduanya campur-baur dalam sebuah Kitab Suci dan teks-teks keagamaan. Ada banyak hal yang sebetulnya merupakan tradisi masyarakat dimana agama (atau sekte agama) itu lahir kemudian menjadi bagian dari norma keagamaan.

Budaya dijadikan norma atau dogma


Dengan kata lain, ada banyak kebudayaan yang telah "diagamakan” (ada pula agama yang kemudian "dibudayakan”) setelah melalui proses sosial-politik-kultural yang begitu panjang dan rumit. Begitu pula, kebudayaan itu telah menjelma menjadi "norma” atau "dogma” setelah adanya intervensi dari tangan-tangan kelompok literati agama (ulama, pendeta, pastor, dlsb).

Oleh karena itu, melihat peliknya persoalan ini, umat beragama perlu menggarap kerja intelektual serius untuk memahami atau memilah-memilah mana agama dan mana tradisi-budaya, agar mereka tidak "mendogmakan” sesuatu yang sebetulnya hanya sebuah budaya saja bukan bagian substansial dari ajaran agama.

Bagi saya, tindakan paling baik dan bijak umat beragama adalah mengambil "spirit ajaran” fundamental-universal sebuah agama itu tanpa harus mengikutsertakan tradisi kebudayaan masyarakat agama (atau sekte/aliran agama) tertentu yang bersifat lokal-partikular. Lebih jelasnya, untuk menjadi "Muslim sejati” tidak perlu "menjadi Arab atau Timur Tengah.” Dan untuk menjadi "Kristen otentik” tidak perlu "menjadi Eropa, Amerika atau Timur Tengah”.

Saya ingin mengajak umat beragama di Indonesia untuk menjadi "Muslim Indonesia”, "Kristen Indonesia”, "Budha Indonesia”, "Konghucu Indonesia” dan seterusnya, yakni sah-sah saja kita menjadi pemeluk "agama-agama impor” itu tetapi pada saat yang bersamaan hendaknya tetap menjaga dan merawat kekayaan khazanah adat, tradisi dan kebudayaan Nusantara warisan para leluhur bangsa (yang dipandang baik dan positif serta membawa kemaslahatan masyarakat tentunya. Bukan malah mengkampanyekan untuk memusnahkan khazanah budaya Nussantara karena dicap "tidak Islami” atau "tidak Kristiani” misalnya.

Dalam hal ini, umat Hindu Indonesia (khususnya Jawa dan Bali, simak misalnya beberapa karya Robert W. Hefner) cukup menarik untuk dicermati dan saya kira tidak ada salahnya untuk jadi contoh bagi umat lain karena mereka tetap menjadi "Hindu Indonesia” (Hindu Jawa atau Hindu Bali) bukan "Hindu (ala) India”. Kehinduan umat Hindu Indonesia berbeda secara substansial dengan kehinduan umat Hindu India, misalnya dalam hal sistem kasta dan juga dalam hal perawatan ajaran-ajaran dan tradisi-kebudayaan Hindu Nusantara.  

Prof. Dr. Sumanto Al Qurtuby, MSi, MA


Dosen Antropologi dan Kepala Scientific Research in Social Sciences, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Hukum Karma


DUNIA HAWA - Saat ada orang yang suka tebar fitnah, berita bohong dan kebencian maka hal yang samapun akan kembali kepadanya. Jonru terkenal karena tulisannya yang nyinyir dan suka memelintir berita dan fakta. Akhirnya diapun menuai karma. Siapa yang menabur angin maka dia akan menabur badai.

Coba Anda ketik keyword “tukang fitnah” maka yang akan muncul di Google halaman pertama adalah nama Jonru. Bahkan juga muncul kosa kata baru dimana memfitnah sama dengan men-Jonru. 


Yang terakhir ada istilah “kutukan Jonru” dimana Jonru dianggap sebagai pembawa sial karena siapapun tokoh yang pernah foto bareng dengannya maka ambisi dan cita-citanya jadi gagal berantakan. Mulai dari Anis Matta yang mencanangkan misi “Tiga Besar” bagi partai yang dipimpinnya – dan gagal. Aburizal Bakrie yang gagal menjadi Capres. Prabowo yang gagal jadi Presiden serta Yusril yang gagal jadi Gubernur. Apakah Sandiaga Uno yang sudah telanjur pernah foto bareng dengan Jonru juga akan mengalami nasib sial yang sama?

Kita tunggu berita selanjutnya dari kyai Mukidi hehehe......

[muhammad zazuli]

Manfaat Kaktus untuk Kecantikan


DUNIA HAWA - Selama ini, mungkin banyak yang bingung bagaimana cara mengolah kaktus, karena teksturnya yang berduri. Selain dijadikan sebagai tren fashion cactus print, ternyata tumbuhan aslinya punya khasiat yang berguna untuk kecantikan dan kesehatan, lho!

1. Melembapkan Kulit


Kaktus berjenis Astrophytum bermanfaat banget untuk melembapkan kulit. Kita juga bisa langsung mengolahnya sendiri di rumah, lho. Penggunaannya seperti scrub berbahan lemon. Tinggal bersihkan bagian luar kulit kaktus menggunakan kapas yang sudah direndam air. Setelah itu, belah daging kaktus membentuk dadu dengan ukuran sekitar 5 cm. Lalu, ratakan di seluruh wajah yang telah dibersihkan. Diamkan selama 10-15 menit, lalu cuci bersih.

2. Menyiasati Mata Panda


Terlalu sering di depan komputer kadang bikin mata kita jadi capek. Akibatnya, kulit di area bawah mata jadi gelap, alias mata panda, deh. Nggak mau, kan? Kabar gembiranya, air kaktus bisa menghilangkan mata panda, lho. Tinggal campurkan beberapa tetes perasan air kaktus dengan minyak zaitun. Lalu, oleskan di area lingkaran mata secara rutin. Gampang, kan?

3. Berfungsi sebagai Antioksidan


Selain berguna untuk kecantikan, air kaktus ternyata juga baik untuk kesehatan, lho. Air kaktus memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, sehingga mampu mencegah peradangan dalam tubuh dan bikin tubuh lebih sehat. 

[dh©]

Manfaat Minyak Bunga Matahari Untuk Kulit


DUNIA HAWA - Selain indah untuk dipandang ternyata bunga matahari memiliki manfaat baik untuk kecantikan kulit, lho! Yuk, cari tahu apa saja sih, keunggulan minyak bunga matahari untuk kita.

1. Menghilangkan Bekas Jerawat. 


Saat masa puber, jerawat kita banyak banget bermunculan dan meninggalkan noda hitam. Nah, dengan minyak bunga matahari jerawat dan noda hitam dapat tersamarkan. Caranya, kamu hanya perlu mengoleskan tipis-tipis minyak bunga matahari pada area wajah yang berjerawat.

2. Mencegah Infeksi Kulit. 


Nggak hanya minyak kayu putih yang dapat mencegah infeksi kulit. Ternyata minyak bunga matahari merupakan salah satu sumber nabati yang kaya akan asam lemak esensial yang dapat melindungi kulit dari infeksi bakteri. Oleh karena itu, minyak bunga matahari dapat membuat kulit kita menjadi lebih sehat dan cerah.

3. Perlindungan Kulit Dari Sinar UV. 


Selain kaya akan asam lemak, minyak bunga matahari kaya akan vitamin E. Tingginya kandungan vitamin E dapat melindungi sel-sel kulit sensitif kita terhadap kejamnya paparan sinar ultra violet. Beta karoten yang dikandung minyak bunga matahari juga dapat membantu menetralkan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan kulit termasuk sunburn hingga kanker kulit.

4. Makeup Remover.


Bukan hanya minyak zaitun yang dapat kita manfaatkan sebagai remover sisa makeup. Ternyata kamu juga bisa memanfaatkan minyak bunga matahari untuk menghapus sisa makeup. Cara penggunaannya sama seperti minyak zaitun, cukup tuangkan pada kapas dan langsung aplikasikan ke seluruh area .

[dh©]

Tips Mengatasi Heartburn Saat Hamil


DUNIA HAWA - Salah satu keluhan yang sering dialami oleh para ibu hamil adalah heartburn atau rasa panas pada bagian dada atau ulu hati. Kondisi ini akan lebih intens kemunculannya terutama saat memasuki trimester ketiga di usia kehamilan.Heratburn adalah kondisi dimana ibu hamil akan merasakan panas atau terbakar di daerah sekitaran dadanya. Selain rasa panas seperti terbakar, ibu hamil juga kerap merasakan rasa seperti ditusuk-tusuk benda tajam di daerah ulu hatinya. Jangan cemas, karena kondisi ini tidak ada sangkut pautnya dengan gangguan jantung.

Penyebab kondisi heartburn terjadi karena makanan yang sudah berada di dalam lambung terdesak kearah kerongkongan atau dikenal dengan naiknya asam lamubung ke daerah kerongkongan akibat rahim yang semakin membesar. Akibatnya, timbul iritasi pada dinding kerongkongan, karena makanan sudah bercampur dengan asam lambung yang bersifat asam.

Naiknya asam lambung ini bisa dipicu oleh beberapa hal, salah satunya adalah akibat pengaruh hormone progesterone. Selama masa kehamilan, produksi hormone ini terus meningkat. Adanya peningkatan hormone progesterone selama masa kehamilan akan berpengaruh pada melambatnya gerakan dan mengendurkan otot-otot pada system pencernaan. Tujuannya sebenarnya mulia, agar gizi dari makanan yang ibu hamil konsumsi bisa lebih banyak diserap oleh bayi. Otot polos pada area rahim dan katup antara perut dan kerongkongan juga ikut mengendur. Hal inilah yang dapat memicu asam lamubung naik hingga ke kerongkongan. Umumnya, ibu hamil yang memiliki riwayat sakit maag lebih beresiko tinggi mengalami heartburn saat hamil. Namun tak perlu khawatir, karena keluhan ini bisa diatasi.

Berikut ada beberapa tips dan cara mengatasi heartburn saat hamil :


1. Makan Sedikit Namun Sering


Tips pertama untuk mengatasi timbulnya heartburn saat hamil adalah ibu hamil disarankan untuk mengkonsumsi makanan dalam jumlah atau porsi kecil/sedikit, namun sering. Hal ini bertujuan untuk mencegah perut kosong lebih lama sehingga asam lambung bisa dinetralisasi. Disamping itu, agar kebutuhan nutrisi ibu hamil terpenuhi, makanlah dnegan porsi kecil namun dalam frekuensi yang lebih sering misalkan 5-6 kali dalam sehari. Pola makan seperti ini lebih dianjurkan bagi ibu hamil, dibandingkan makan 3 kali dalam sehari namun dalam porsi yang besar.

2. Hindari Makanan Pemicu Heartburn


Salah satu cara sederhana untuk menghindari penyakit adalah dengan menghindari penyebab itunya sendiri. Agar resiko heartburn bisa diminimalisir, dengan itu hindari makanan pemicunya seperti makanan berlemak, berbumbu tajam, makanan asam, makanan pedas, makanan atau minuman mengandung kaffein atau minuman yang mengandung soda.

3. Hindari Berbaring/Tidur Sesaat Setelah Makan


Kebiasaan setelah makan kenyang selalu saja membuat kita merasa nyaman jiga segera berbaring. Namun hal ini sebenarnya tidak baik, terutama untuk para ibu hamil. Karena kondisi berbaring akan memicu asam lambung untuk naik secara cepat menuju kerongkongan. Untuk itu, amat dianjurkan untuk memberikan jeda beberapa saat setelah makan. Duduklah minimal 2 hingga 3 jam setelah menyantap makanan. Ibu hamil juga diperbolehkan untuk berjalan-jalan kecil setelah mereka menyantap makan namun tidak diizinkan untuk langsung berbaring setelah makan.

4. Makan Secara Perlahan


Bukan hanya kedua point tadi yang sebaiknya dihindari oleh para ibu hamil. Namun juga ada point lain yang sebaiknya dihindari pula ketika sedang makan, yakni pola makan terburu-buru. Meski ada mitos yang mengatakan jika kebiasaan makan seseorang dikaitkan dengan kualitas kerjanya, namun hal tersebut nyatanya keliru. Kualitas kerja seseorang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pola makannya. Kualitas kerja akan bisa dinilai saat ia melakukan pekerjaan itu denagn cepat dan tepat. Untuk itu, sebaiknya ibu hamil makan dengan perlahan dan kunyahlah dengan benar. Karena pola makan yang terburu-buru hanya akan membuat kerja perut dalam mencerna makanan akan lebih berat. Akibatnya, ibu hamil akan merasakan begah.

5. Hindari Penggunaan Kostum yang Terlalu Ketat


Penggunaan kostu/pakaian yang begitu ketat akan menyiksa anda terutama bila kondisi heartburn melanda. Selain itu, pakaian yang terlalu ketat akan memberikan tekanan besar pada perut ibu hamil. Akibatnya selain engap ibu hamil juga akan merasakan sakit yang dikhawatirkan dapat mengganggu janin didalamnya. Untuk itu, sebaiknya gunakan pakaian yang longgar dan nyaman terutama di sekitaran daerah pinggang dan perut.

6. Mengunyah Permen Karet Mampu Redakan Keluhan Heartbur


Saat keluhan heartburn melanda, cobalah mengunyah permen karet. Karena permen karet mampu meningkatkan produksi saliva (air liur) yang mampu menetralkan asam lambung di kerongkongan.

7. Segeralah Berbaring Saat Merasakan Heartburn


Saat keluhan heartburn menyerang, sebaiknya segeralah berbaring dengan tubuh paling atas, dada dan kepala lebih tinggi daripada bagian perut. Hal ini berguna untuk mencegah naiknya asam lambung menuju kerongkongan. Namun sebaiknya hati-hati menggunakan peralatan untuk menopang punggung saat berbaring dengan posisi bagian tubuh atas lebih tinggi, gunakan bahan yang lembut serta tebal untuk mengganjalnya seperti bantal atau guling.

8. Konsumsi Obat Maag Saat Merasakan Keluhan Heartburn


Terkadang saat keluhan heartburn yang cukup parah melanda, ibu hami akan merasakan sakit yang sedikit lebih kuat. Saat kondisi ini terjadi, ibu hamil dapat mengkonsumsi obat maag yang dapat menetralkan asam lambung. Namun, meski demikian, ibu hamil perlu terlebih dahulu mengkonsultasikannya ke dokter apakah mengkonsumsi obat maag saat kehamilan diperbolehkan.

Itulah beberapa tips yang bisa lakukan oleh para ibu hamil untuk mengatasi heartburn. Dengan membaca artikel ini diharapkan ibu hamil bisa mengatasi saat heartburn tersebut terjadi. Agar tak perlu lagi tindakan pengobatan lain yang berbahaya yang dilakukan untuk mengobati kondisi heartburn ini. Semoga bermanfaat.

[dh©]

Temuan Investigasi, Demo Tolak Reklamasi Jakarta Ternyata Dibayar



DUNIA HAWA - Kondisi Teluk Jakarta tak lagi seperti era 1990-an. Pada era itu, nelayan tradisional mengandalkan ikan perairan sebagai sumber utama mata pencaharian. Kini keadaan berubah sangat cepat.

Limbah pabrik maupun limbah rumah tangga telah merusak habitat laut. Kelompok nelayan tradisonal yang diketuai Iwan mengungkapkan hal itu saat ditemui di perkampungan nelayan Muara Angke, pekan lalu.

Pada 1997, kata Iwan, kelompoknya yang beranggotakan empat nelayan, bisa membawa pulang empat kwintal ikan setiap kali melaut. “Kami berangkat pukul 16.00 WIB dan pulang pukul 03.00 WIB. Hasilnya rata-rata empat kwintal,” terangnya.

Saat itu sangat mudah menangkap ikan. Mereka cukup menggunakan alat sederhana, jaring selebar 10 meter. Jaring tersebut mereka rajut dan perbaiki sendiri. Kini dengan alat tangkap ikan yang sama, penghasilan para nelayan tradisional sangat menurun. Setiap kali melaut hanya mendapat puluhan kilo ikan.

“Sekarang ini hasil tangkapan tidak menentu. Kalau sedang beruntung bisa menjual ke pasar pelelangan ikan dengan harga Rp1 juta. Namun rata-ratanya hanya dapat Rp600 ribu. Itulah yang kami bagi empat dikurangi biaya solar,” urainya.

Bukan hanya pendapatan nelayan yang anjlok, area perairan penangkapan ikan juga telah berubah. Di era 1990-an, mereka mencari ikan hanya beberapa mil dari garis pantai. Sekarang, para nelayan tradisional harus membawa perahu hingga 25 mil atau sekitar 40 kilometer ke tengah laut.

Nelayan tercemar


Sedikit bergurau, Iwan mengungkapkan sebenarnya bukan hanya Teluk Jakarta yang telah tercemar limbah, sejumlah nelayan juga sudah dicemari orang-orang luar yang mengajak mereka berdemo menolak reklamasi.

"Mereka demo atas pembangunan pulau-pulau buatan di Teluk Jakarta. Saya tanya anak buah yang beberapa kali ikut demo apakah kamu ngerti tujuan demo itu, dia menggelengkan kepala," cetusnya.

Menurut Iwan, anak buahnya ikut demo memprotes reklamasi karena diprovokasi rumah mereka akan digusur. Ketika diajak ke DPRD DKI dan Kantor Kementrian Kemaritiman, mereka ayok saja. Apalagi pulang demo dikasih uang Rp100 ribu per orang," tuturnya.

Pekan lalu, Media Indonesia menyambangi perkampungan nelayan di Muara Angke, yang menjadi basis demonstran. Sejumlah nelayan kompak mengaku membiayai rekan-rekan mereka berunjuk rasa dengan swadaya.

“Biaya kami tanggung sendiri. Kami patungan Rp20 ribu per orang,” kata nelayan berkulit sawo matang cenderung legam mengenakan kaos abu-abu.

Dia menolak menyebutkan identitasnya. Nelayan lainnya, sebut saja Pardi, juga mengaku menyetor uang Rp20 ribu untuk membiayai aksi demonstrasi. Ketika diajak mengkalkulasi biaya bus, makan, dan rokok, uang hasil swadaya nelayan jauh dari cukup; mereka langsung terdiam.

Ketidakjujuran nelayan itu tergambar dari pernyataan pelayan warung makan di perkampungan nelayan Muara Angke. Menurut wanita paruh baya itu, nelayan yang ikut aksi unjuk rasa mendapat imbalan uang dari koordinator.

 “Yang membagi-bagikan duit koordinator nelayan di sini. Setahu saya, koordinator dapat duit dari orang luar,” katanya. Untuk sekali aksi, setiap nelayan mendapatkan imbalan Rp100 ribu ditambah sebungkus rokok dan makan siang. "Angkutan sudah disiapkan."

Pelayan rumah makan mengetahui adanya imbalan karena nelayan cerita macam-macam di warung tersebut. Nelayan juga menceritakan biaya mencetak spanduk sepanjang tiga meter seharga Rp270 ribu.

Perbincangan dengan perempuan itu tiba-tiba terhenti. Dua pria, satunya berkulit kuning langsat bersama temannya berkulit sawo matang, tiba-tiba masuk ke warung makan.

Pria berkulit kuning langsat meminta pelayan warung berhenti berbicara. Ia juga meminta Media Indonesia meninggalkan perkampungan nelayan Muara Angke.

“Saya tahu maksud kedatangan Anda ke sini. Silahkan pergi sekarang, kalau tidak saya tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi," sergahnya. Demi keselamatan, Media Indonesia meninggalkan perkampungan nelayan Muara Angke.

Pendatang


Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke menjadi pilihan nelayan dari berbagai wilayah sepanjang pantai utara Jawa bahkan Sulawesi dan Kalimantan untuk membongkar hasil tangkapan mereka di sana.

Sebagian dari mereka kemudian memilih menetap di sana meski tak memiliki KTP DKI. "Yang paling banyak menetap yaitu nelayan dari Indramayu dan Cirebon,” terang Hasyim, nelayan Muara Angke.

Berdasarkan catatan Dinas Kelautan DKI Jakarta pada 2009, jumlah nelayan di pantai utara Jakarta sebanyak 12 ribu orang. Pada 2012 sempat mencapai 15.670 orang. Namun pada 2013 menyusut menjadi 6.937 orang. "Jumlah nelayan ber-KTP DKI lebih banyak 10% ketimbang nelayan pendatang yang tinggal di Muara Angke," imbuhnya.

Menurut Warnita, nelayan Muara Angke, jumlah nelayan terus berkurang disebabkan limbah dan pendangkalan. “Kapal nelayan tradisional kan terbatas hanya 1 - 2 gross ton. Artinya kapal ini tidak bisa sampai ke tengah laut dengan sarana yang terbatas. Karena itu, banyak yang beralih ke pekerjaan lain."

Warnita menyatakan peralihan pekerjaan nelayan tidak terkait reklamasi, murni karena limbah serta pedangkalan. Selama ini masyarakat nelayan tidak terganggu dengan reklamasi pulau.

Hanya saja ada isu penggusuran yang terus menerus dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu. "Kami tidak terganggu asalkan tidak ada penggusuran. Isu-isu penggusuran membuat masyarakat nelayan panik," tutupnya. 

[sru/t-1 mediaindonesia]