Monday, September 26, 2016

Antara "Abi-Umi" dan "Papa-Mama"


DUNIA HAWA - Iseng tapi serius, serius tapi iseng saya bertanya ke murid-murid Saudi-ku tentang kata apa yang sering mereka pakai untuk memanggil bapak-ibu mereka. Menurut mereka, untuk masyarakat urban / kota di Saudi dan Arab Teluk, khususnya kalangan muda dan anak-anak, yang umum digunakan adalah "papa" (Arabic: "ba-ba") untuk "ayah" dan "mama" (Arabic: ma-ma) untuk ibu. Sementara bagi yang tua-tua, mereka menggunakan kata "abi" (untuk ayah) dan "umi" (untuk ibu). Memang dalam berbagai iklan di TV, kata "papa-mama" yang sering diucapkan ketimbang abi-umi. 

Beberapa murid-muridku bahkan menjelaskan kalau kata "abi-umi" sudah mulai kedaluarsa dan ditinggalkan karena dianggap "kurang trendi" dan "kurang modern". Bagi sebagian dari mereka kata "papa-mama" dipandang lebih modern dan "menginternasional". 

Sebagai dampak dari globalisasi, modernisasi, internetisasi dan sasi-sasi yang lain, memang banyak sekali bermunculan kosakata-kosakata Arab baru yang merupakan hasil dari proses "Arabisasi" atas sejumlah bahasa asing, khususnya Inggris. Karena didukung oleh media yang superkuat dan "kapitalisme global" yang menggurita, Bahasa Inggris memang telah memakan banyak korban di berbagai negara. 

Bahasa Inggris bukan hanya "mencaplok" Bahasa Arab tetapi juga bahasa-bahasa lokal lain, termasuk Bahasa Indonesia. Ibaratnya, Bahasa Inggris itu seperti "Transnational Cooperation" (TNC), sementara bahasa-bahasa lain itu seperti "home industry" yang susah untuk berkembangbiak dan berkompetisi karena berbagai keterbatasan.

Sejak beberapa dekade lalu, Bahasa Inggris telah mengepung Arab Teluk sehingga membuat Bahasa Arab terpaksa (atau dipaksa) beradaptasi. Realitas ini telah menyebabkan munculnya berbagai kosakata baru dalam Bahasa Arab modern di satu sisi. Sementara di pihak lain, dengan maraknya Bahasa Arab modern yang dipakai di berbagai media, ruang-ruang publik, dan instistusi pemerintah dan non-pemerintah ini telah mengakibatkan punahnya Bahasa Arab klasik (fushah) dalam memori masyarakat Arab, termasuk Saudi. 

Meluasnya penggunaan "papa-mama" ketimbang "abi-umi" hanyalah contoh kecil dari proses "pengglobalan" Bahasa Arab kotemporer yang oleh mereka dipandang lebih "modern" dan "gaul". Fenomena ini sepertinya bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Indonesia, dimana penyebutan "abi-umi" oleh sebagian kelompok Muslim dipandang "lebih Islami" atau "lebih religius" sedangkan panggilan "papa-mama" dianggap "lebih sekuler" atau "tidak Islami". Di Saudi, kalaupun ada yang memanggil "abi-umi" ya biasa saja hanya sebuah panggilan, tidak ada sangkut-pautnya dengan religiusitas seseorang, sebagaimana kita memanggil ayah-ibu kita dengan "bapake" atau "simboke".

Jabal Dhahran, Arabia

Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi,MA
Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Kedewasaan Beragama


DUNIA HAWA - Menurutku umat Kristen jauh lebih dewasa dalam menanggapi kritik atas agamanya dibandingkan umat islam. Novel Da Vinci Code karya Dan Brown yang mengkritik dan melecehkan dasar dasar agama Kristen bahkan justru laku keras sebanyak 80 juta copy di 44 negara serta filmnya mencetak box office 758 juta dollar. 

Padahal novel tersebut menceritakan bahwa Yesus sebenarnya hanya manusia biasa yang menikahi pengikutnya yaitu Maria Magdalena (yang konon wanita pezina) serta memiliki keturunan hingga sekarang yang kemudian dirahasiakan oleh otoritas gereja demi menjaga status quo dan kekuasaan mereka. Dalam novel itu juga diceritakan bahwa doktrin dokrin agama Kristen sebenarnya adalah buatan kaisar Contanstius yang beragama pagan/penyembah berhala melalui konsili Nicea tahun 381 M.

Uniknya meski novel dan film tersebut habis-habisan menyerang dasar dasar agama Kristen tapi tidak terjadi gejolak yang berarti bahkan justru laku keras menjadi international best seller in box office, meski ada juga sedikit demo di Philipina yang menentang buku dan film tersebut. Bandingkan dengan reaksi umat islam atas kasus semacam ini. Saat ada kartun Nabi di majalah Charlie Hebdo langsung terjadi gelombang demonstrasi di seluruh dunia bahkan mengakibatkan kerusuhan yang menewaskan beberapa orang di seluruh dunia, diikuti dengan penyerangan di majalah tersebut yang menewaskan 12 orang. 

Ada juga novelis Salman Rushdie yang difatwa hukum penggal melalui fatwa Khomeini ke seluruh dunia karena dianggap menulis novel yang melecehkan agama. Ada lagi penyair Arab yang dianggap murtad oleh pemerintah yang kemudian dihukum pancung serta ulama yang dipenggal karena mengkritik keluarga penguasa Saudi. Di Turki ada aktivis LGBT Hande Kader berusia 23 tahun yang diperkosa, dimutilasi dan dibunuh karena dianggap menyimpang. 

Di Bangladesh dua orang editor majalah gay dibunuh. Di Irak & Suriah yang dikuasai ISIS lebih ngeri lagi. Sudah ada 30 pelaku LGBT dieksekusi oleh ISIS dengan cara dilempar dari gedung tinggi atau dilempari batu sampai mati. Korban termuda adalah remaja berusia 15 tahun setelah sebelumnya diperkosa oleh komandan ISIS yang bernama Abu Zaid al-Jazrawi. Saya juga tidak mendukung LGBT tapi menurut saya cara-cara seperti ini sungguh biadab dan tidak manusiawi.

Di Pakistan seleb medsos cantik Qandeel Baloch dibunuh oleh kakak kandungnya sendiri hanya gara-gara suka tampil seksi di FB. Dulu di Pakistan juga ada anak wanita usia 9 tahun Malala Yousafzai yang ditembak kepalanya hanya karena menginginkan pendidikan bagi anak wanita di Pakistan. Yang terbaru ada penulis dari Jordan bernama Nahid Hattar yang dibunuh hanya karena membuat kartun satire. Kalo Indonesia sudah berubah menjadi Indonistan sebagaimana cita cita sebagian kaum radikal di negeri ini mungkin kepalaku juga sudah hilang gara gara sering nulis kritis hehe....

Banyak orang Islam yang kadang merasa disudutkan, difitnah dan dipermainkan. Tapi tidak ada asap kalo tidak ada api. Reaksi dan ketidakdewasaan umat islamlah yang membuat citra kekerasan dan kebodohan kerap disematkan kepada mereka. Padahal dulu Nabi dilempari batu sampai berdarah-darah saja tidak marah bahkan mendoakan mereka yang telah melemparinya. Kelakuan sebagian umat Islam yang keras kepala, sok benar sendiri, anti kritik, egois, gampang marah dan ngamuk, suka memaksakan kehendak dan mau menang sendiri rupanya sangat jauh menyimpang dari contoh dan ajaran Sang Nabi.


[muhammad zazuli]

Jalan Memerdekakan Papua


DUNIA HAWA - Mengapa rakyat Papua Barat ingin merdeka? Rakyat Papua Barat merasa termarginalkan dan tidak terjamin kesejahteraannya. Mereka menanggung biaya hidup yang tinggi. Tempat tinggal mereka juga terisolir, tidak memiliki akses sarana transportasi ke pusat pelayanan ekonomi, pemerintahan dan pelayanan sosial.

Bayangkan saja, pada pertengahan Desember tahun 2015, seporsi nasi pecel standar dengan ikan goreng harganya Rp 70-75 ribu. Bandingkan dengan di Jakarta yang hanya dihargai Rp 15-20 ribu. Lalu, harga air mineral kemasan 330 ml yang pada umumnya pada kisaran Rp 2000-3000 harus ditebus dengan harga sekitar Rp 15 ribu di Papua. 

Padahal, Upah Minimum Provinsi (UMP) di Papua Barat pada tahun 2016 jauh lebih rendah dibandingkan UMP di Jakarta. UMP di Papua Barat tahun 2016 yaitu sebesar Rp 2.237.000. UMP Daerah Istimewa Ibukota (DKI) Jakarta tahun 2016 sebesar Rp 3.100.000. 

Sewajarnya jika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tiga provinsi dengan persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia pada bulan Maret tahun 2015 adalah Papua, Papua Barat, dan NTT. Angka kemiskinan terbesar yaitu di Papua 28,17 persen, Papua Barat 25,82 persen dan terendah Jakarta 3,93 persen.

Apa kira-kira penyebabnya? Theo Hesegem, anggota Tim Peduli Hak Asasi Manusia Pegunungan Tengah Papua, menjelaskan bahwa bahan-bahan kebutuhan masyarakat banyak diangkut menggunakan pesawat. BBM juga diangkut dengan pesawat. Inilah sumber masalahnya, penyebab mahalnya biaya hidup di pedalaman Papua.

Benar, rakyat Papua Barat memang harus merdeka jika memperhatikan fakta-fakta tersebut. Namun bukan merdeka dalam artian memisahkan diri dari Indonesia. Solusinya adalah berdasarkan sumber masalahnya, yaitu memerdekakan rakyat Papua Barat dari isolasi akses transportasi dan kemiskinan. Pembangunan infrastruktur adalah solusinya.


Hal ini sedang diupayakan oleh Presiden Jokowi dengan membangun jalan Trans Papua. Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR, pengembangan jalan Trans Papua sudah berlangsung selama dua tahun di berbagai daerah di Papua, meliputi Ilaga, Grasberg, Wamena, Timika, dan Puncak Papua. Menurut data dari kementrian PUPR, pada tahun 2015 jalan di provinsi Papua Barat yang panjangnya 1.326,4 km telah mencapai kemantapan sebesar 73,2℅. Tahun 2016, pemerintah menargetkan sebesar 76,37℅.

 Menurut Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, pembangunan jalan Trans Papua diharapkan dapat menekan tingginya biaya hidup di Papua hingga 50℅. Selain itu, pembangunan jalan nasional sepanjang 4.325 km ini juga dapat mempermudah akses sosial dan ekonomi rakyat papua. Jalan menuju kemerdekaan rakyat Papua ini diharapkan dapat menekan harga dipasok dari Jawa dan daerah yang lebih besar. Selain itu, juga dapat mempermudah akses pendidikan, hubungan sosial antara masyarakat, dan juga akses ke rumah sakit.

Selamat menyambut kemerdekaan, rakyat Papua!


[nurul indra]

Perawan di Sarang Penyamun


DUNIA HAWA - Waktu Yusril, Lulung dan Ahmad Dhani hingga “wanita emas” mau jadi calon Gubernur, saya berpikir wah sial banget nih nasib warga Jakarta, dapat calon Gubernur kok konyol semua. Tapi perkembangan terakhir ternyata cukup menggembirakan karena yang maju adalah orang-orang yang baik dan berpotensi semua, Alhamdulillah wa Syukrulillah wa Haleluyyah. Sungguh bagus jika pertarungan jabatan penting diisi dan dilakukan oleh orang orang baik saja. Makin banyak orang baik yang terjun ke dunia politik maka akan makin baik nasib bangsa Indonesia ke depan.

Apalagi Pak Anies. Orang ini orang hebat. Pernah jadi rektor termuda (38 tahun) di Universitas Paramadina, menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim kaliber kelas berat, Nurcholish Madjid. Pernah jadi Menteri Pendidikan bahkan juga masuk nominasi Calon Presiden Konvensi Partai Demokrat. Dia juga pernah dapat penghargaan dari The Royal Islamic Strategic Studies Center, Jordania, serta masuk dalam daftar The 500 Most Influential Muslims pada Juli 2010. Dia juga pendiri dan Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar. Soal kecerdasan, sikap toleransi dan wawasan kebangsaan juga sudah tidak diragukan lagi meskipun dia sebenarnya keturunan Arab kayak Habib Rizieq. Sama kulitnya tapi beda isi otaknya.

Tapi yang agak disayangkan adalah bahwa dia maju karena diusung oleh Partai Ajaib PKS dan Gerindra. Siapa sih yang ga hapal track record partai yang satu ini? Dulu PKS selalu menganggap Anies sebagai tokoh Islam liberal bahkan juga men-syiah-syiah-kan Anies selama dia menjabat sebagai menteri. Tapi kita juga tidak heran dengan kelakuan PKS yang hobi menjilat muntahannya sendiri. PKS gitu lohh..... Lagian mereka juga cukup sadar diri kalo ga punya kader yang populer dan dicintai rakyat makanya mereka berusaha memanfaatkan Anies demi kepentingan mereka sendiri.

Mereka juga pernah mengharamkan memilih Rieke di Jawa Barat dengan alasan haram pemimpin wanita, tapi mereka justru mengusung Airin di Tangerang Selatan padahal keduanya sama-sama wanita. Mereka juga mengharamkan memilih Ahok di DKI dengan alasan haram pemimpin kafir, tapi mereka mengusung FX Rudi di Solo padahal sama-sama kafir - katanya. Namanya juga Partai Ajaib......capek deeeh !!!

Anies bagaikan karya sastra legendaris “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karya Pujangga Sutan Takdir Alisjahbana (terbit tahun 1932 oleh Balai Pustaka). Anies juga bisa dianggap seperti Karna di barisan para Kurawa. Anies menghargai kesopanan dan etika politik yang elegan dan bermartabat, tidak seperti kelompok pengusungnya yang gemar tebar fitnah, hoax, survey dan quick count palsu hingga isu SARA.

Jika tidak percaya lihat saja bagaimana ekspresi Anies saat mendengar Fadli Zonk membacakan puisi kritiknya yang kurang sopan, kurang cerdas dan kurang beradab itu. Semuanya tertawa terbahak-bahak termasuk sang mantan jenderal pecatan dan pengusaha ganteng yang mendadak jadi politisi. Mungkin saat itu Anies cuma bisa berpikir : “ Ya ampyuun.....apa dosaku ya Allah? Kok ternyata yang mengusungku isinya Mukidi semuwaaa.... Tobaaaattt!!!!”

#Oalah.....Diiii......Mukidi......


[muhammad zazuli]

Habis Sudah


DUNIA HAWA - Habis sudah harapan....... Yang maju sebagai CaGub satupun tidak ada yang Islami. Ahok sudah Cina, kafir lagi. Agus Harimurti anggota TNI, padahal TNI itu tentara Thaghut. Belum lagi dia sempat sekolah militer ke Amerika, pusatnya Dajjal sedunia. Yang terakhir Anies Baswedan, meski Islami tapi cara pikirnya liberal, sesat, penerus Nurcholish Madjid. Haduh....!

Padahal kami punya banyak stock pemimpin yang islami. Mulai dari Habib Rizieq, Fahrurrozi Ishaq Gubernur kami yang sah (versi FPI), Yusril Mickey Mouse, juga masih ada Arifin Ilham, Ucup Mansyur dan lain-lain. Kenapa tidak ambil salah satu dari kami saja? Kenapaaa..... Kenapaaa......!!!

Tapi masih ada satu harapan yang tersisa.......kami masih punya Jonru !! Dia ini senjata pamungkas kami. Dia akan kami selundupkan agar bisa berfoto dengan Ahok. Tidak tanggung-tanggung. Kami sudah siapkan 5 orang Jonru sekaligus ! Biarlah Ahok merasakan nikmatnya “Kutukan Jonru 5 Kali Lipat” biar dia gagal total jadi Gubernur DKI, persis seperti tokoh-tokoh lain yang sudah gagal karena anugerah dan “kekuatan sakti” Jonru tersebut. Inilah santet kami yang paling mujarab. 

Dan terakhir kami cek ke KPUD, ternyata benar. Ahok sudah dipastikan tidak bakalan jadi Gubernur di DKI. Karena yang terdaftar di KPUD ternyata adalah Basuki Tjahaya Purnama.......bukan Ahok ! Berarti misi kami berhasil !!! Horeeee.....
.
Wassalam


[muhammad zazuli]