Tuesday, August 9, 2016

Membela Agama atau Tafsir Agama?


Dunia Hawa - Ketika melakukan kekerasan, kelompok ‘Islam ekstrim' kerap beralasan membela “agama, kitab suci, atau Tuhan”. Benarkah yang mereka lakukan demi membela hal tersebut?

Sering kita mendengar alasan, atau tepatnya klaim, sejumlah kelompok “Islam ekstrim” ketika melakukan aksi-aksi kekerasan (baik kekerasan fisik, kultural, maupun simbolik) terhadap berbagai kelompok agama di luar mereka (baik non-Muslim maupun kaum Muslim itu sendiri) adalah demi membela agama (Islam) atau demi membela Kitab Suci (Al-Qur'an). Dan yang lebih “fenomenal” lagi, demi membela Tuhan (Allah SWT).

Tetapi pertanyaanya: betulkah apa yang mereka lakukan itu “demi membela agama” atau “demi membela kitab suci” atau “demi membela Tuhan”? Semakin jauh, dalam dan detail kita mengamati tindakan, perilaku dan gerak-gerik mereka (baik perkataan maupun perbuatan), maka kita akan semakin tahu bahwa sesungguhnya apa yang mereka lakukan itu sebetulnya bukan demi agama, Kitab Suci, apalagi Tuhan.

Lebih tepatnya, aksi-aksi kekerasan yang mereka lakukan itu sering kali, jika bukan selalu, untuk membela tafsir (tentang) agama bukan agama itu sendiri, untuk membela tafsir (tentang) Kitab Suci bukan Kitab Suci itu sendiri, serta untuk mempertahankan tafsir (tentang) Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.

Tidak sebatas itu, bahkan sering kali kekerasan komunal antarpemeluk agama atau kekerasan atas pemeluk agama tertentu dipicu oleh faktor-faktor yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan ajaran, doktrin, dan norma-norma keagamaan.

Demi Egoisme dan Hawa Nafsu

Kekerasan juga sering kali demi menuruti hawa nafsu dan egoisme kelompok tertentu umat beragama, tidak ada korelasinya dengan ajaran-ajaran fundamental agama. Teks-teks keagamaan hanya dicatut atau dipakai sebagai pembenar seolah-olah tindakan beringas dan konyol yang mereka lakukan itu mendapat “mandat” atau restu dari Tuhan.

Misalnya, apakah masalah toa (loudspeaker) masjid itu ada hubungannya dengan ajaran agama Islam? Sama sekali tidak ada, bukan? Toa adalah barang profan-sekuler bukan sakral-agamis karena ia merupakan produk kebudayaan manusia, tepatnya manusia kontemporer. Nabi Muhammad sendiri jelas tidak pernah memakai toa karena memang waktu itu belum ada teknologi pengeras suara ini.

Tetapi kenapa gara-gara “insiden toa”, sekelompok umat Islam di Tanjung Balai, Sumatra Utara, bisa menjadi kalap dan gelap mata melakukan pengrusakan atas sejumlah kelenteng dan wihara? Apakah aksi-aksi kekerasan dalam bentuk penjarahan dan vandalisme itu merupakan tindakan pembelaan sebuah agama atau nilai-nilai keislaman? Tentu saja tidak.

Tafsir Sesat atau Kafir Secara Sepihak

Hal lain misalnya tentang status “kesesatan” umat agama atau pemeluk sekte keislaman tertentu yang juga sering dijadikan sebagai argumen oleh sejumlah kelompok “Islam ekstrim” untuk melakukan aneka tindakan kekerasan, lagi-lagi, atas nama (membela kemurnian) agama, Kitab Suci, dan Tuhan. Padahal, label sesat, kafir, bid'ah dan semacamnya adalah jelas hanyalah sebuah tafsir atas teks, ajaran, diskursus, dan sejarah keagamaan yang bersifat terbatas, relatif-subyektif dan bahkan politis.

Terbatas karena tidak semua kawasan dimana umat Islam tinggal ikut menuding sesat sebuah kelompok atau sekte yang dianggap sesat oleh kelompok lain. Tentang Syiah dan Ahmadiyah misalnya yang sering dikafir-sesatkan oleh sejumlah kelompok Islam ternyata banyak daerah dan negara di dunia ini yang sangat “welcome” dengan mereka.

Di Wonosobo (begitu pula di daerah-daerah lain di Jawa Tengah seperti Semarang, Jepara dan sebagainya) umat Syiah dan Ahmadiyah hidup adem-ayem dengan umat lain. Di Qatar dan Oman, warga Syiah juga hidup dengan aman dan nyaman berdampingan dengan pemeluk Sunni dan Ibadi sebagai kelompok mayoritas di kedua negara di kawasan Arab Teluk ini. Begitu pula di berbagai kawasan Islam di China dan Asia Tengah, lebih-lebih di negara-negara Barat, umat Islam hampir-hampir tidak mempersoalkan sama sekali “status teologis” atau “legalitas keislaman” Syiah, Ahmadiyah dan sekte-sekte keislaman lain.

Status “kafir-sesat” juga sangat relatif-subyektif karena terbukti tidak semua umat Islam turut mengkafir-sesatkan sebuah kelompok atau sekte keagamaan tertentu. Kita bisa saja memandang sesat atas praktik keagamaan orang lain. Tetapi sadarkah kita bahwa orang lain itu juga bisa jadi memandang sesat terhadap praktik keagamaan yang kita lakukan. Jadi tidak ada label “kafir-sesat” yang bersifat “obyektif” dan “inheren” karena faktanya apa yang kita anggap “benar” dan “legitimate” itu belum tentu dianggap “benar” dan “legitimate” di mata orang lain.

Motivasi Politik Bukan Keagamaan

Terakhir, label “kafir-sesat” itu juga sangat politis. Sering kali agama hanya dijadikan sebagai “stempel sakral” kepentingan politik-kekuasaan. Kasus mencap sesat praktik tasawuf dan tarekat Sufi oleh sejumlah rezim, ormas dan kelompok Islam dalam sejarah keislaman klasik dan kontemporer misalnya karena dilatarbelakangi oleh potensi kritik sosial dan pemberontakan kaum Sufi.

Dalam sejarah keislaman, kelompok Sufi adalah salah satu kelompok keagamaan yang paling keras dalam mengkritik aneka praktik tiran-despotik, keserakahan, dan korupsi para rezim politik Islam serta praktik hedonisme dan “cinta duniawi” kaum Muslim urban. Ordo-ordo Sufi dalam berbagai negara juga menjadi pioner pemberontakan politik atas pemerintah kolonial dan kekuasaan otoriter lainnya. Oleh karena itu bisa dimaklumi kenapa di kemudian hari sejumlah kelompok politik-agama melarang ajaran Sufisme dan tarekat Sufi.

Perseteruan Sunni-Shiah juga lebih didorong oleh motivasi politik ketimbang masalah teologi-keagamaan. Dalam sejarahnya, Syiah sendiri awalnya adalah sebuah “partai politik” bukan “partai agama”. Baru belakangan terutama setelah pendirian berbagai dinasti yang berafiliasi Sunni maupun Syiah, muncul beragam label teologi-keagamaan atas kedua sekte Islam ini.

Dulu, pendirian madrasah-madrasah sejak abad ke sebelas di Arabia (Hijaz), Irak, Suriah, Mesir, dan Afrika Utara terutama dimaksudkan sebagai markas penggemblengan kaum Muslim dan basis indoktrinasi Hukum Islam mazhab Sunni karena dipicu oleh kekhawatiran meluasnya pengaruh politik-ekonomi-budaya-keagamaan dari Dinasti Syiah Fatimiyah (berpusat di Mesir) dan Buwaiyah (berpusat di Irak). Pioner pendirian madrasah Sunni ini adalah Mahmud Ghazni (w. 1030) dari Dinasti Ghaznawiyah dan Abu Ali Hasan bin Ali Tusi yang dikenal dengan sebutan Nizam al-Muluk (w. 1092) dari Dinasti Saljuk.

Dalam konteks kontemporer, perseteruan politik Saudi-Iran kemudian melebar menjadi bara yang menyulut provokasi Sunni-Syiah di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Padahal, jauh sebelum kaum Salafi-Wahabi menginjakkan kaki di Indonesia, komunitas Syiah sudah terlebih dahulu (bahkan jauh sebelum masa kolonial Eropa) mendarat disini dan membaur dengan masyarakat setempat sehingga menciptakan sebuah “kebudayaan Islam creole” yang mengandung unsur-unsur Islam, Syiah, dan lokal (baca, Nusantara).

Jadi dengan demikian apa yang sering diklaim oleh (sebagian) umat Islam sebagai “nilai-nilai agama” yang dinilai suci dan religius dan dibela mati-matian bahkan sampai rela melakukan kekerasan dan beragam kejahatan kemanusiaan itu pada dasarnya adalah sebuah “nilai-nilai budaya” yang bersifat sekuler dan profan. Pasalnya semua itu merupakan hasil interpretasi dan rekonstruksi pemikiran elit individu (seperti ulama dan fuqaha atau ahli Hukum Islam) serta produk sejarah pengalaman kemanusiaan dan kemasyarakatan kaum Muslim saat bersinggungan dengan fakta-fakta sosial-politik-kebudayaan sekitar. Karena itu, sekali lagi, bukan agama melainkan tafsir agama yang sering kali menjadi sumber pemicu dan peletup beragam kekerasan dan tindakan intoleransi yang dilakukan oleh sejumlah kelompok agama radikal-konservatif di masyarakat. Wallahu ‘alam bi shawab.

[prof.sumanto al qurtuby via dw.com]

Sumanto al Qurtuby, 
Senior Research Scholar di Middle East Institute, National University of Singapore, dan Dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Keluarga Besar "ASAL BUKAN AHOK"


Dunia Hawa - Lihat Koalisi kekeluargaan itu saya jadi ingat Koalisi Merah Putih...

Koalisi yang dibentuk berdasarkan kepentingan bersama asal bukan si anu. Dan anggotanya hampir hampir mirip, cuman ada pertukaran anggota barisan, PDIP dan Golkar.

Disinilah saya melihat cerdasnya seorang Luhut Panjaitan mengatur strategi saat pengambil-alihan Golkar. Seperti kita pernah bahas dulu, bahwa pemilihan ketua umum Golkar sejatinya adalah pertarungan Luhut dan JK. Dan Luhut bisa memenangkan pertandingan dengan "membeli" Setnov dan Ical supaya berbalik arah. Kepentingan dilawan dengan kepentingan juga.

Golkar yang dulu berlawanan arah, mendadak menjadi pendukung utama. Ketika Golkar sudah ditangan dan hitungan kursi sudah memadai, maka supaya aman, Ahok diminta untuk menggunakan jalur partai.

Memang jalan satu- satunya buat lawan Ahok adalah membuat koalisi. Kumpulkan banteng, sapi dan kuda dalam satu kandang. Tidak cukup? Masukkan juga kambing sekalian.

HTI, FPI, Aliansi Nasional Anti Syiah, MIUMI dan para pria berdaster kompak menolak Ahok juga. Motif mereka bergabung macam macam. Ada yang kembang kembang, polkadot, ada juga yang polos berenda. Paling banyak kotak kotak merah mirip serbet di rumah.


Nafsu "asal bukan Ahok" menyatukan mereka semua, sama seperti ketika dulu KMP terbentuk dengan konsep asal bukan Jokowi. Koalisi yang niatnya hanya mendulang suara, tanpa punya konsep dan kriteria pemimpin yang kuat untuk membangun Jakarta. Tarik sana, comot sini, otak atik gathuk. 

Menyebalkan memang, tapi pertarungan jadi semakin panas dan menarik. Meski lawan Ahok sebenarnya belum terlihat siapa, tapi aura pertarungan keras sudah mulai tercium. 

Dan kita tahulah gaya gaya tetangga sebelah. Yang dimunculkan hanya masalah santun, ras dan agama tanpa punya konsep bagaimana membangun Jakarta dengan cerdas. Mereka hanya memunculkan "siapa" dan bukan "apa".

Kemana pasar taruhan memihak?

Kalau dulu di sepakbola ada cumi cumi yang memberikan petunjuk siapa yang menang. Dalam politik Indonesia, saya memegang Ruhut Sitompul sebagai cumi-cuminya. Hidungnya tajam, mampu mencium dimana aroma kekuasaan.

Ruhut berkata, "Segemuk apapun koalisinya, Ahok pasti menang.. " Saya sangat setuju pendapat si abang ini, apalagi PKS dan ormas berdaster panjang ada di posisi lawan, makin jelaslah kemana arah anginnya.

Untuk koalisi kekeluargaan, saya punya sedikit saran...

Dalam keluarga, selalu berpegang pada prinsip Sakinah, Mawadah wa Rahmah, yang berarti Nyaman, Harapan dan terbitlah Kasih Sayang.

Semoga jika kalah nanti, jangan menjadi keluarga yang Sakitnyatuhdisinih, Maumoveonajasusah dan Walahkalahmaningkalahmaning...

Sekian dan salam seruput kopi.....

[denny siregar]

Pendidikan ( Tidak Lagi ) Gratis


Dunia Hawa - Baca statemen Mendikbud baru yang akan merevisi sekolah gratis, kening saya berkerut.

Kata "gratis" itu sensitif bagi warga Indonesia yang sedang dalam masa pemulihan ekonomi. Gratis bermakna meringankan beban biaya yang selama ini sudah berat ditanggung mulai makan, transportasi sampai listrik. Dengan gaji yang naik terengah, maka kata "gratis" menjadi obat yang melegakan separuh dada.

Dan si gratis ini mau dicabut...

Mendikbud baru pun habis kena hajar sesudah sebelumnya mengeluarkan pernyataan bahwa ia akan menerapkan full day school untuk menjaga anak anak dari pengaruh luar ketika orang tua sulit menjaga mereka karena waktu kerja yang padat.

Padahal sesungguhnya sudah sejak lama isu pencabutan subsidi gratis ini digulirkan. Selama ini subsidi sekolah ditanggung oleh Pemerintah Kota dan Kabupaten, sehingga Pemkot dan Pemkabnya yang maju bisa menggratiskan seluruh biaya sekolahnya. Seperti Surabaya yang semuanya gratis.

Tapi konsep ini bertentangan dengan UU no 23 tahun 2014 yang mengatur bahwa pengaturan terhadap pendidikan menengah SMA dan sederajat berada di tangan provinsi. Maka Pemkot dan Pemkab sudah tidak punya kuasa lagi terhadap sekolah, karena sudah menjadi wilayah Pemprov.

Jadi kalau Mendikbud baru bicara begitu, bukan karena dia pengen begitu. Dan ga perlu pula lebay minta minta Anies Baswedan kembali, karena ia akan melakukan hal yang sama juga.

Lepas dari masalah sistem gratis yang - katanya - mempunyai banyak celah, mulai dari perhitungan subsidi per kepala, jadi semakin banyak siswanya semakin besar subsidinya dan lain lain, seharusnya pendidikan gratis bukannya malah dicabut, tetapi di revisi, ditutup celahnya. Kalau perahunya bocor, ditambal bukannya malah ditenggelamkan.

Pendidikan seharusnya dilihat sebagai sebuah aset, sebuah investasi masa depan, dan itu sepenuhnya tanggung jawab pemerintah mulai dari mendidiknya sampai menyalurkannya ke institusi institusi pemerintah. Kalau beban anggaran pendidikan terlalu berat ( APBN 2016 pendidikan mencapai 400 triliun lebih atau 20 persen dari total APBN ), maka carikan solusi lain. 

Masalah dunia pendidikan ini bukan hanya tanggung jawab Mendikbud dan pemerintah, tapi juga harus kemauan kuat dari bapak anggota dewan yang duduk nyaman di kursi goyang sana. Yang sibuk mencari proyek, memutar otak bagaimana plesiran dengan difasilitasi dan terakhirnya ketangkep kalo nggak lagi sama selingkuhan, sama sabu sabu atau sama duit suap.

Betul kan, Mr Duterte Presiden Filipina ?

"Hmm.. Kalau gua mah gua dor ajah, pusing pusing amat... "

Arggghh....

[denny siregar]

Asumsi Sesat Full Day School


Dunia Hawa - Tiba-tiba saja Menteri Pendidikan yang baru dilantik menggulirkan gagasan sekolah sehari penuh (full day school-FDS). Apa dasar pemikirannya? Beberapa alasan yang dia ungkapkan terdengar konyol dan asal-asalan. 

Anak-anak, menurut Menteri, banyak yang terlantar di rumah sepulang dari sekolah, karena kedua orang tua mereka masih bekerja. Ketimbang anak-anak hanya sendiri, atau ditemani pembantu, lebih baik mereka berada di sekolah. Ingat, gagasan menteri ini adalah menerapkan sekolah sampai jam 5. Asumsi itu hanya benar untuk para pegawai swasta, kebanyakan di kota-kota besar. Sebagai menteri seharusnya dia tahu bahwa jam kerja PNS di daerah tidak sampai jam 5 sore. Tentu saja itu juga tidak berlaku bagi petani, nelayan, dan berbagai jenis profesi lain. Hal yang tak kalah penting, tidak semua pasangan ayah ibu bekerja. Banyak juga istri yang tidak bekerja. Apakah Menteri sudah memeriksa data?

Jadi boleh dibilang kebijakan ini sebenarnya hanya akan memenuhi kebutuhan sebagian kecil orang saja. Tapi kenapa kebijakan ini harus diterapkan kepada orang-orang yang tidak memerlukannya? Sudahkah Menteri membayangkan bagaimana sebuah FDS di sebuah kampung nelayan di pesisir pulau Kalimantan sana?

Segala bentuk pelajaran tambahan atau les, kata Menteri, akan dilaksanakan di sekolah. Sanggupkah sekolah menyediakannya? Mustahil! Anak-anak saya ikut les gitar, karate, tae kwon do, dan renang. Anak-anak tetangga ikut les piano, balet, melukis, dan sebagainya. Bagaimana sekolah akan mengakomodasi semua itu? Mustahil! Yang akan terjadi nanti adalah pemaksaan kegiatan ekstra, mengikuti hanya yang bisa disediakan sekolah saja. Lalu bagaimana dengan segala jenis TPA dan madrasah sore yang selama ini sudah menjalankan kegiatan? Tutup saja?

FDS kata Menteri akan dilengkapi dengan materi pendidikan karakter. Apa hubungannya? Pendidikan karakter tidak ada hubungan dengan berapa jam anak-anak sekolah. Selama ini pendidikan karakter tidak dijalankan bukan karena kekurangan waktu belajar, tapi karena memang tidak diperhatikan. Kurikulumnya tidak menyentuh aspek itu, guru-gurunya tidak siap, bahkan tidak berkarakter. Apalagi fasilitas sekolah, jauh dari cukup. Kalau mau membangun pendidikan berkarakter, kenapa tidak fokus saja ke situ tanpa FDS? 

Anak-anak, kata Menteri, akan dibekali dengan pelajaran agama yang bisa menangkal paham radikal. Aduh, ini asumsi yang sudah terlalu jauh dalam khayalan Menteri. Apakah Menteri sudah meneliti apa dan bagaimana paham radikal itu? Tidak. Asal bunyi saja.

Lalu, bagaimana dengan masalah pendidikan yang selama ini masih menumpuk? Kurikulum 2013 masih belum jelas bagaimana juntrungnya. Guru-guru masih bingung melaksanakannya. Mereka belum siap, belum punya skill memadai. Buku-bukunya berkualitas sangat rendah, sangat jelas terlihat disusun secara asal-asalan. FDS jelas aja mempengaruhi lagi bahan ajar. Lalu, bagaimana format bahan ajar baru nanti? Ganti lagi?

Soal Ujian Nasional juga masih mengambang. 

Di tengah berbagai persoalan itu, kenapa perlu ada gagasan FDS? Gagasan ini hanyalah cara membuat kegaduhan dan blunder saja.

[hasanudin abdurakhman, phd]

Stimulasi Puting; Cara Mempercepat Proses Persalinan



Dunia Hawa - Saat anda memasuki usia kehamilan tua atau mendekati tanggal perkiraan lahir, perasaan deg-degan tidak bisa dipungkiri sering menghinggapi. Adalah sesuatu yang wajar, karena sebentar lagi tentunya sebuah proses besar yang membutuhkan pengorbanan yang luar biasa akan terjadi, yaitu melahirkan. Rasa mulas saat kontraksi dan sakit saat proses persalinan berlangsung sering menghantui para ibu hamil. 

Namun bagaimanapun itu, pada akhirnya tentunya banyak ibu berharap, pada saat proses melahirkan nanti, bisa berlangsung dengan cepat, aman, dan selamat.

Banyak cara bisa dilakukan oleh para ibu hamil agar proses persalinan dapat berlangsung dengan cepat, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan stimulasi puting (nipple stimulation). 

Stimulasi puting adalah sebuah teknik yang dipercaya dapat mendorong terjadinya sebuah kontraksi awal dengan cara melakukan gerakan melingkar, melakukan gosokan atau pijatan yang lembut pada daerah sekita puting. 

Cara ini dapat menjadikan payudara terangsang dan saat payudara terangsang hormon oksitosin akan dilepaskan yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Selain itu, oksitosin juga dapat membantu lancarnya proses persalinan dengan cara mengontrol kontraksi yang terjadi pada rahim ibu hamil.

 Manfaat lain dari oksitosin adalah saat bayi telah lahir diperlukan untuk mengembalikan kondisi rahim ke dalam bentuk semula sebelum hamil.

Namun perlu diingat, stimulasi punting ini hanya bisa diterapkan pada kondisi persalinan normal, sebaliknya, jika ibu mengalami kehamilan beresiko seperti mengalami diabetes, memiliki tekanan darah tinggi, preeklampsia dan lainnya, teknik stimulasi puting ini jangan dilakukan.

Cara melakukan stimulasi puting ini adalah hampir sama saat ibu akan menyusui bayinya, dengan cara melakukan pijatan pada seluruh bagian gelap di sekeliling puting (aerola), jadi bukan hanya memutar putingnya saja. Posisikan telapak tangan di bagian atas aerola kemudian lakukan gerakan yang melingkar dibarengi dengan tekanan yang cukup lembut.

Lakukan gerakan tersebut selama satu jam selama tiga kali sehari. Untuk setiap payudara lakukan selama 15 menit, setelah itu, ganti ke payudara berikutnya dengan waktu yang sama selama 15 menit, lakukan berulang hingga satu jam. 

Stimulasi puting akan menunjukkan hasil yang lebih baik tatkala telah masuk waktunya bersalin. Pastikan leher rahim dalam kondisi sudah melunak, kemudian menipis serta telah siap untuk pembukaan persalinan.

Hal yang perlu di perhatikan dalam melakukan stimulasi puting ini adalah:

• Jangan melakukan stimulasi puting secara bersamaan terhadap ke dua payudara, tapi lakukan bergantian.

• Jika kontraksi telah berlangsung dalam waktu 3 menit atau 1 menit, maka jangan lakukan stimulasi puting

• Tidak melakukan stimulasi puting selam kontraksi berlangsung.

Video Proses Persalinan Normal




[dh]

Melahirkan Normal: Tips Menghilangkan Rasa Sakit


Dunia Hawa - Melahirkan normal merupakan proses melahirkan yang diidamkan oleh para ibu yang sedang menjalani kehamilan. Selain itu melahirkan normal juga merupakan proses melahirkan yang disarankan oleh dunia medis. 

Dengan menjalani melahirkan normal, salah satunya menandakan bahwa kehamilan yang telah dikandung, atau janin serta ibunya mengalami kesehatan yang baik. 

Pengalaman menjadi seorang ibu terasa sempurna tatkala merasakan bagaimana perjuangan berat yang harus di lalui saat melewati proses persalinan normal. Namun dibalik semua itu, banyak ibu hamil merasakan kekhawatiran atau ketakutan menjelang melahirkan.

Wajar adanya, karena proses melahirkan merupakan sebuah proses besar yang harus dilalui oleh para ibu hamil. Tenaga, pikiran hingga mental ibu dikerahkan guna melalui proses melahirkan dengan selamat. 

Salah satu faktor yang menyebabkan rasa khawatir atau takut ketika akan menghadapi proses persalinan, adalah bayangan rasa sakit yang akan menimpa para ibu hamil tatkala menjalani proses melahirkan normal. 

Tidak bisa dipungkiri, memang melahirkan normal akan menimbulkan rasa sakit bagi para ibu. Namun rasa sakit yang di derita para ibu ibu hamil akan berbeda kadarnya, ada yang benar-benar merasakan sakit yang luar biasa, namun banyak pula sakit yang dirasakan hanya sekejap. Tentunya hal ini banyak faktor penyebabnya. dimulai dari pengalaman melahirkan, ukuran dan berat bayi, dukungan (suami, keluarga), teknik melahirkan, bahkan dari penolong medis mulai dari dokter atau bidan itu sendiri, dll.

Guna membantu para ibu hamil dapat melewawi proses melahirkan tanpa tersiksa oleh rasa sakit yang luar biasa, berikut beberapa tips yang dapat digunakan agar rasa sakit saat melahirkan dapat berkurang atau malah hilang.

Berdoa Kepada Tuhan

Segala sesuatu dalah kehidupan ini tentulah ada yang maha mengatur Yahitu Tuhan. Hanya Dia yang bisa menetukan segalanya terhadap apa-apa yang ada di muka bumi ini, termasuk dalam proses melahirkan yang akan ibu lalui. Jadi berdoa dan berdzikir lah kepada Nya, agar proses melahirkan normal yang akan ibu lalui dapat berjalan dengan lancar dan tentunya keselamatan menghinggapi ibu dan bayi ibu.

Yakin dan Percaya

Hilangkan segala bentuk bayangan atau pikiran bahwa melahirkan itu merupakan sebuah proses yang menyakitkan. Jika kondisi sakit menghantui diri ibu, maka niscaya proses melahirkan memang akan sakit. Tapi tanamkanlah di benak dan pikiran ibu, bahwa melahirkan itulah bukanlah sebuah proses yang menyakitkan, tapi sebuah proses alami yang harus di lalui, dan telah berjuta-juta ibu di muka bumi ini telah melalui proses ini dengan selamat, dan mereka bisa. 

Percayakan kepada diri anda bahwa melahirkan itu tidak menyakitkan, hal ini akan membantu psikologis ibu, membantu rasa percaya diri dalam menghadapi proses melahirkan normal. 


video melahirkan secara normal



Lakukan Jalan-jalan Kecil

Saat kontraksi belum memuncak, dan menurut medis ibu masih memiliki waktu sebelum melahirkan, manfaatkan waktu ini dengan berjalan-jalan kecil dan santai di sekitar ruangan persalinan. Hal ini dapat membantu ibu mempercepat dan memperlancar proses persalinan

Rileks Menjelangkan Melahirkan

Tegang menjelang proses melahirkan, malah akan membuat otot ibu akan kaku. Jika kondisi ini terjadi, maka proses melahirkan akan terasa menyakitkan. Proses melahirkan membutuhkan otot-otot yang luwes terutama di sekitar pinggul, paha, perut. Karena akan terjadi peregangan otot yang hebat pada saat proses melahirkan. Oleh karena itu rileks menjelang melahirkan akan membuat otot-otot anda luwes, selain itu pikiran ibu pun akan terasa tenang.

Dukungan Suami dan Keluarga

Melahirkan adalah proses besar yang harus di lalui ibu. Dibutuhkan banyak dukungan guna melewatinya agar berjalan dengan selamat dan lancar. Dukungan suami dan keluarga akan membuat ibu lebih termotivasi. Bahkan rasa cinta suami yang tulus yang tercurah tatkala memijat lembut punggung ibu, membetulkan posisi bantal ibu, atau mengelap keringat ibu akan menjadi daya magic yang luar biasa bagi ibu. Hilanglah rasa sakit saat proses melahirkan, tatkala ibu merasakan betapa tulus dan cintanya suami kepada ibu.

[dh]

Mengenali Penyakit Lupus Pada Anak


Dunia Hawa - Tubuh anak memiliki sistem sendiri untuk melawan penyakit yang disebut sistem kekebalan tubuh, tapi kadang-kadang tidak bekerja dengan benar. Ketika ini terjadi, seseorang mungkin memiliki autoimun penyakit yang dikenal dengan penyakit Lupus

Sebuah sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat melindungi anak anda terhadap kuman dan penyakit. Sehingga antibodi merupakan bahan kimia khusus yang melawan infeksi. Tetapi dengan penyakit seperti lupus kekebalan tubuh menjadi menyerang sel sel yang sehat. 

Lupus dapat menyerang anak-anak sehingga anda harus mendapatkan beberapa pengetahuan yang berunjuk pada kesehatan anak mengenai lupus itu sendiri. Anak yang menderita lupus tidak terlihat sakit, tetapi mereka akan mudah terjatuh, lemah, atau mual.

Ada tiga jenis lupus :

1.  Lupus eritematosus sistemik disebut juga SLE dan merupakan jenis lupus yang banyak menyerang. SLE dapat mempengaruhi kulit, sendi, tendon, dan organ tubuh lain seperti otak, jantung, paru-paru, dan ginjal.

2. Lupus yang menyerang kulit adalah penyakit kulit yang menyebabkan ruam pada wajah, leher, kulit kepala, dan telinga. Ada dua jenis lupus kulit; diskoid lupus erythematosus (DLE), yang dapat menyerang jaringan parut, dan subakut kulit lupus erythematosus (SCLE), yang tidak menimbulkan bekas.

3. Lupus induced disebabkan oleh reaksi terhadap beberapa jenis obat-obatan.

Penyebab Lupus

Beberapa hal yang sangat mendasar pada penderita lupus adalah penyebabnya di luar batas kemampuannya. Perempuan lebih banyak menderita lupus ketimbang laki laki kemudian menjadi ras tertentu Afrika, Asia, orang Latin, dan penduduk asli Amerika lebih mungkin untuk mendapatkan lupus dibandingkan orang kulit putih, ataupun memiliki gen atau gen yang membuat Anda lebih mungkin untuk mendapatkan lupus (sekitar 10% dari orang dengan lupus memiliki anggota keluarga dengan penyakit). Begitu juga pada anak-anak kemungkinan lupus disebabkan karena beberapa faktor tersebut.

Adapun diagnosis terhadap anak yang menderita lupus yaitu :

1. demam
2. penurunan berat badan
ruam
3. kehilangan nafsu makan
4. nyeri sendi
5. nyeri otot
6. kelenjar bengkak
7. rambut rontok
8. sakit perut
9. mual
10. diare
11. muntah
12. sensitivitas terhadap matahari
13. luka mulut

Bagaimana Lupus Diobati?

Setelah anak-anak didiagnosis dengan lupus dokter akan memutuskan pada rencana pengobatan. Pengobatan tergantung pada seberapa parah lupus dan apa bagian tubuh yang terkena. 

Hampir semua anak-anak dengan SLE mendapatkan beberapa jenis obat untuk mengontrol lupus mereka. Anak-anak yang sakit sendi sering diberikan acetaminophen atau ibuprofen. 

Selain obat-obatan, sebagian besar dari mengobati lupus mungkin melibatkan perubahan gaya hidup anak-anak. Anak-anak dengan lupus dapat belajar untuk mengelola penyakit. Anak, orang tua, dan tim medis untuk membantu mengendalikan gejala lupus. Hal ini dapat membuat anak-anak merasa lebih lelah, sakit, demam, dan sakit dari biasanya, dan juga dapat membahayakan organ-organ tubuh yang penting. Makan dengan nutrisi yang baik dan berolahraga secara teratur juga dapat membantu anak anda dalam proses penyembuhan. Meskipun ahli merekomendasikan bahwa anak yang menderita lupus tidak menghabiskan waktu di bawah sinar matahari kecuali mereka memakai banyak pakaian tabir surya dan pelindung karena sinar ultraviolet dapat memperburuk kondisinya. Merokok, minum, dan obat-obatan tertentu akan mempeburuk kondisi penderita lupus. 

Dengan obat yang tepat dan kebiasaan yang sehat, anak-anak dengan lupus bisa pergi ke sekolah, mengambil bagian dalam kegiatan, bermain olahraga, dan melakukan hal-hal dengan teman-teman mereka.

[dh]