Monday, July 18, 2016

Ikhwanul Muslimin di Seberang Jendela


Dunia Hawa - Untuk memahami kudeta yang terlalu "cepat keluar" di Turki, kita harus flash back dulu ke Mesir.

Mesir tahun 2011, diguncang demonstrasi massa besar yang menjatuhkan Hosni Mubarak. Demonstrasi ini dipimpin oleh kelompok Ikhwanul Muslimin sebagai oposisi terbesar, yang berada di Partai Kebebasan.

Sesudah jatuhnya Mubarak, maka pemilu diadakan di Mesir yang memenangkan Mohammed Morsi Isa al-Ayyat , capres dari Ikhwanul Muslimin dengan total perolehan suara 50℅ lebih. 

Lelahnya masyarakat Mesir yang dipimpin oleh Hosni Mubarak selama 30 tahun lebih dan janji akan kepemimpinan di bawah bendera muslim yang demokratis di bawah Morsi, membuat masyarakat Mesir rindu "angin perubahan" dalam negaranya.

Sesudah berkuasa, Mursi lalu meng-Ikhwanul Muslimin-kan Mesir. Ia menempatkan banyak petinggi IM di sejumlah jabatan kenegaraan. Ia juga mulai mengontrol peradilan, menekan banyak redaktur media, memenjarakan oposisi dan kebijakannya mengumandangkan jihad memerangi Suriah. 

Mesir yang biasanya moderat, mendadak jadi keras. 

Di tangan Ikhwanul Muslimin, Mohammed Morsi dibangun citranya sebagai "Nabi" baru. Ia digambarkan sebagai seorang Presiden yang memimpin shalat, hafal Alquran, pokoknya sangat Islami. Dan ketika ada yang mengkritik Morsi, maka mendadak orang tersebut menjadi murtad dan anti Islam. Puncak kerusuhan terjadi ketika seorang ulama Syiah dibantai beramai-ramai karena dianggap terlalu keras bersuara. 

Melihat "keras"nya pengikut Morsi yang seakan mengembalikan Mesir ke zaman batu, maka turunlah mereka yang moderat ke jalan jalan. Kekuatan moderat ini semakin lama semakin besar, dan dimanfaatkan betul oleh Saudi melalui pengaruhnya di militer.

Mohammed Morsi pun jatuh dan kita tahu - Ikhwanul Muslimin yang dalam bahasa Inggrisnya Moslem Brotherhood, dihajar habis di Mesir. Pejabat pejabat mereka dihukum mati karena menimbulkan kekerasan di mana-mana.

Salah satu ciri khas Ikhwanul Muslimin ketika diperangi adalah mereka melakukan propaganda dgn bahasa hiperbola. "Pembantaian Islam". "Islam melawan kekuatan asing", pokoknya ada Islam-Islamnya yang terzolimi. Tapi ketika berkuasa, mereka yang mengkritik Ikhwanul Muslimin dianggap "pemecah belah Islam", "Anti Islam" dan sebagainya.

Lalu, apa hubungannya dengan Turki?

Dekatnya partai Erdogan yatu AKP dengan Ikhwanul Muslimin sebenarnya kalau mau mencermati, polanya mirip ketika IM berkuasa di Mesir. Erdogan menjadi "Nabi" baru yang disanjung-sanjung sangat Islami dan akan mengangkat kejayaan Islam. Mirip dengan Mohammed Morsi.

Hubungan Erdogan dan IM di Turki adalah hubungan yang saling menguntungkan. Erdogan butuh IM supaya suaranya kuat dan terus berkuasa, sedangkan IM membutuhkan Erdogan supaya mereka bisa masuk ke pemerintahan.

Lalu kenapa ada tudingan kudeta palsu di Turki?

Karena pola itu seperti signature khas-nya Ikhwanul Muslimin, harus terzolimi supaya mendapat banyak simpati. Rasa simpati itu akan menguatkan posisi Erdogan dan menjadi alasan kuat untuk menyingkirkan lawan lawan politik yang berseberangan. Apalagi alasan yang lebih kuat dari itu?

Nah ketika kita paham bagaimana pola Ikhwanul Muslimin bergerak, saatnya kita melihat ke Indonesia. Partai mana disini yang pendiriannya didanai Ikhwanul Muslimin? Perhatikan, cara mereka selalu sama, selalu membentuk pola.

Seruput kopi dulu supaya cerdas.. 

Ini bukan masalah suka atau tidak suka kudeta di Mesir. Ini mempelajari pola supaya kita waspada ketika pola itu digunakan di Indonesia nanti. Jadi jangan bodoh masalah isu luar negeri karena berguna supaya kita mengenali wajah wajah sebenarnya mereka.

Dan sebenarnya, pola pola itu sempat digunakan disini, hanya tidak atau belum bisa berkembang dengan besar. Isu syiah, isu PKI, isu China adalah model model yang sama untuk menjatuhkan kredibilitas pemimpin negara dan menawarkan kepemimpinan muslim yang adil dan sejahtera.

Sejatera menurut versi-nya Ikhwanul Muslimin adalah kesejahteraan untuk kalangan mereka. Untuk adil, entar aja kalo dah kiamat.......

[denny siregar]

Presiden Mesir: Erdogan adalah Alasan di Balik Kudeta Turki


Dunia Hawa – Presiden Mesir Abdul Fattah Sisi mengatakan kudeta militer Turki terhadap Erdogan didorong oleh kebijakan-kebijakannya yang gagal di kawasan hingga memicu perang saudara di Turki.

“Erdogan adalah alasan utama di balik ketidakamanan dan ketidakstabilan di Turki dan seluruh Kawasan. Dia berusaha untuk memenuhi tujuan ekspansionisnya dengan menyediakan dukungan militer dan keuangan untuk kelompok teroris “, ungkap Sisi sebagaimana diposting di halaman Facebook resminya.

“Militer Turki adalah penjaga dari prinsip-prinsip yang didirikan para pendiri pemerintah Turki, dan dengan demikian mereka tidak bisa berpangku tangan terhadap kebijakan yang merubah negara itu menjadi eksportir terbesar terorisme”, tambahnya.

Presiden Mesir itu mendesak rekannya di Turki tersebut untuk mempertimbangkan kembali normalisasi kemungkinan hubungan dengan Suriah, menyerukan semua negara Arab untuk mengadopsi sikap positif terhadap Suriah. 

Postingan presiden Mesir tersebut telah dihapus beberapa jam setelah diposting, namun memang komentar dan  isu seputar kudeta mendadak dan sangat cepat diatasi di Turki itu bergulir dari berbagai pihak di seluruh dunia. Tak sedikit analis dan aktivis politik yang menyebut peristiwa Kudeta Turki itu sangat janggal dan terindikasi false flag.

Seorang wartawan Politico ‘menuangkan bensin di api’ dengan mengklaim bahwa sumber dari Turki percaya jika kudeta yang terjadi kemarin hanyalah sebuah rekayasa. Ryan Heath, menyebut bahwa sumber Turki nya percaya jika seluruh bencana kemarin hanyalah “pementasan teater” dengan mengutip fakta bahwa pemerintah mampu dengan segera berkomunikasi terhadap semua orang di Turki melalui pesan teks SMS. “Kudeta palsu” tersebut nantinya akan dimanfaatkan Erdogan untuk “membersihkan” militer dari para sekularis serta menginstal Islam garis keras di kedua lembaga peradilan ditambah hal ini akan membuat angkatan bersenjata nantinya tak akan melakukan cek konstitusional kepada dirinya.

Para pengguna media sosial juga mengejek “kudeta palsu” itu sebagai teori konspirasi paling gila dan berpendapat bahwa Erdogan akan menggunakan upaya kudeta yang menewaskan sedikitnya 265 orang tewas dan lebih dari 2000 terluka itu sebagai cara yang sama yang digunakan Hitler dalam peristiwa kebakaran Reichstag 1933. Serangan pembakaran terhadap gedung parlemen Jerman yang digunakan Hitler sebagai alasan untuk menangguhkan kebebasan sipil dan melakukan penangkapan massal. Mereka menunjukkan ekspresi ini dengan hastag #TheaterNotCoup yang kemudian menjadi viral. 

[salafynews]

Turki Setelah “Kudeta”


Dunia Hawa - Ini bukan analisis ya, cuma meneruskan kabar dari media antimainstream (21stcenturywire). Silahkan menilai sendiri bagaimana sikon di Turki saat ini. Sekali lagi saya tegaskan, menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis lewat aksi militer adalah kesalahan (sebagaimana juga mengirim jihadis untuk menggulingkan presiden di negara tetangga). Tulisan berikut ini sekedar memperlihatkan bagaimana watak pemerintahan Erdogan dan para pendukungnya. Kenapa penting kita ketahui? Karena di Indonesia banyak yang ‘sejenis’ dengan mereka.

Buntut Kudeta Gagal

Buntut dari kudeta-gagal di Turki lebih mengerikan daripada yang diperkirakan. Orang-orang AKP (partainya Erdogan) dan pendukung Ikhwanul Muslimin turun ke jalan untuk menegakkan “keadilan ala-ISIS”. Mereka melakukan aksi-aksi mengerikan, termasuk pemenggalan kepala, terhadap para tentara yang dituduh terlibat dalam kudeta.


Erdogan sendiri melakukan pembersihan besar-besaran terhadap oposisi politik, dimulai Sabtu pagi, dengan perintah untuk mengumpulkan (round-up) minimalnya 3.000 pasukan yang terlibat dalam upaya kudeta, serta merilis 2.700 surat perintah penangkapan untuk HAKIM. Total ada 6.000 orang yang telah ditangkap atas dugaan tuduhan pengkhianatan, dan angka itu diperkirakan akan terus bertambah. 





Erdogan mengatakan, “Pemberontakan ini adalah hadiah dari Tuhan untuk kita karena ini akan menjadi alasan untuk membersihkan tentara kita."

Erdogan dan partainya melalui jaringan mereka, para Imam politik yang berafiliasi dengan masjid-masjid, secara efektif menyerukan agar pendukung AKP dan pengikut Ikhwanul Muslimin turun ke jalan, untuk memburu dan menghukum militer maupun sipil yang dianggap membangkang. Penyiksaan pun terjadi di jalan-jalan dan polisi tidak melakukan intervensi. Seorang tentara Turki dilaporkan telah dipenggal di jembatan Bosphorus Istanbul oleh massa pro-pemerintah. 

[diana sulaeman]

Mengira Latihan, Tentara Turki Mengaku Tak Tahu "Digunakan" untuk Kudeta


Dunia Hawa- Upaya sekelompok militer untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah berhasil digagalkan.

Hampir 3.000 tentara yang diduga terlibat kudeta militer telah ditangkap Pemerintah Turki.

Meski demikian, sejumlah tentara yang ditangkap atas tuduhan kudeta mengaku tidak tahu bahwa mereka berupaya mendongkel kekuasaan Erdogan.

Dilansir dari laman RT, Minggu (17/7/2016), saat diinterogasi, para tentara itu mengaku mengira sedang melakukan latihan militer. Mereka baru sadar apa yang terjadi saat dihadang masyarakat yang menolak kudeta.

"Saat orang mulai naik ke atas tank, kami baru mulai memahami semuanya," ujar seorang tentara, dikutip dari media Turki, Hurriyet.

Sebelumnya, Perdana Menteri Turki Binali Yildirim melaporkan bahwa sebanyak 2.893 prajurit dan perwira telah ditahan atas dugaan upaya kudeta.

Sebanyak 678 tentara dan 10 perwira yang dipimpin seorang kolonel juga ditahan saat berusaha menguasai Bandara Internasional Ataturk.

Setidaknya 265 orang tewas dalam upaya kudeta yang digagalkan dalam semalam itu, termasuk 104 pendukung kudeta. Adapun 1.440 orang terluka di ibu kota Ankara dan Istanbul.

Turki menuding Fethullah Gulen (75), ulama Turki yang menetap di AS, sebagai dalang upaya kudeta.

Gulen dahulu adalah sekutu dekat Presiden Recep Tayyip Erdogan. Keduanya berseberangan pandangan dalam beberapa tahun terakhir setelah Erdogan mencurigai Gulen akan mendongkelnya dari kekuasaan.



[nasional.kompas]

Lihat Kemana Jonru Berpihak


Dunia Hawa - Memahami peta politik di luar negeri sejatinya akan menambah pengetahuan terhadap peta politik di Indonesia.

Sejak awal perang Suriah di tahun 2011, dunia terbelah menjadi dua kelompok besar. Blok barat dan blok timur. Blok barat diwakili oleh AS, uni Eropa, Turki dan sebagian negara Arab seperti Saudi dan Qatar.

Sedangkan Timur diwakili Rusia, China, Iran, Suriah dan sebagian negara Amerika latin seperti Venezuela.

Perang Suriah sebenarnya membuka dengan jelas siapa saja yang bermain di sana. Hillary Clinton dengan terang benderang mengatakan bahwa merekalah yang membidani kelahiran ISIS, sedangkan Turki yang berbatasan langsung dengan Suriah adalah tempat pelatihan bagi kaum radikal sebelum melepas mereka ke Suriah. Bukti bukti baik melalui dokumen maupun youtube menjelaskan darimana senjata ISIS sampai kendaraan yang mereka pergunakan dan negara mana saja yang menampung minyak curian ISIS dari pemerintah Suriah.

Supaya ga kelihatan, dibuatlah perang-perangan. Blok barat bermain perang yang gak pernah selesai dengan ISIS, sekalian memasok senjata untuk mereka supaya bisa menumbangkan pemerintahan Bashar Assad. Perang betulan baru dirasakan ISIS sesudah Rusia dan Iran - melalui Hezbullah - turun dan menggempur mereka sehingga mereka lari kembali ke Turki dan Eropa menyusup di antara pengungsi. 

Jadi menarik ketika kita tarik ke Indonesia, dimana posisi negara kita ?

Sejak Jokowi mendeklarasikan kemerdekaan Palestina dan Menlu Retno meresmikan konsulat Indonesia di Ramallah - beliau dihalang-halangi Israel masuk Palestina - maka jelaslah posisi Indonesia. Apalagi Menlu Retno secara spontan menolak permintaan Saudi untuk bergabung di aliansi teroris yang mereka buat. 

Menlu Retno sangat paham bahwa yang dimaksud teroris oleh Saudi itu adalah Suriah dan Yaman. Indonesia mau diseret ke arah kepentingan mereka. Menariknya, Indonesia tidak menolak ketika diajak kerjasama menangani radikalisme oleh Rusia.

Indonesia boleh saja menjadi negara non blok atau tidak memihak salah satu blok yang ada, tetapi langkah Indonesia sangat terlihat lebih condong ke blok yang mana. 

Seperti prediksi saya sebelum pilpres 2014, bahwa pilpres pada waktu itu adalah pilpres yang berbahaya karena dua kepentingan luar negeri beradu. 

Dan kita melihat dengan waras, kenapa Jokowi selalu saja salah di mata mereka. Pertarungan arah politik luar negeri masih berlangsung. Kalau perlu, mereka ingin mengkudeta Jokowi. Tinggal Jokowi mau dituding apa supaya rakyat mudah diprovokasi? Kalau Bashar Assad yang sunni dituding syiah, Jokowi lebih mudah dituding sebagai PKI. Dan itu pas, karena Rusia dan China dulu dikenal sebagai negara komunis.

Jadi jangan pernah naif dan berkata, " Sudahlah urus saja negara kita sendiri. Jauh amat ngurusin kudeta Turki.." Kalau tidak paham situasi luar negeri, maka anda akan terseret karena ketidak-tahuan terhadap situasi dalam negeri dan kemana mereka akan membawa kita..

Mudah mem-filternya. Fansnya Prabowo, biasanya juga ada dalam barisan pendukung Saudi dan Erdogan Turki. Mereka benci banget ma Jokowi apalagi Ahok.

Sekali-sekali seruputlah secangkir kopi, untuk menghadapi fans Erdogan yang galak galak. 

Seperti kata pepatah, untuk melihat yang benar dan mana yang salah, lihat kemana Jonru berpihak dan pilihlah lawannya...

Eaaaaaaa...

[denny siregar]