Sunday, July 17, 2016

Pokemon Go Bahayakan Keamanan Negara, Pakar: Itu Mengada-ada


Dunia Hawa - Booming game Pokemon Go yang belum dirilis secara global memunculkan banyak reaksi. Bahkan ada yang menilai penggunaan kamera di permainan ini bisa membahayakan keamanan negara.

Permainan Pokemon Go sendiri memadukan video yang ditangkap smartphone (ponsel cerdas) dengan grafik komputer atau dikenal dengan istilah Augmented Reality (AR). Di sinilah sumber ketakutannya. Teknologi tersebut dianggap bisa memetakan lokasi-lokasi penting di Indonesia yang seharusnya tidak diketahui. Namun bagi pakar keamanan siber dan komunikasi, Pratama Persadha, kekhawatiran tersebut sangat mengada-ada.

"Ada yang berkomentar teknologi yang digunakan Pokemon Go bisa dipakai Niantic selaku pengembang untuk memetakan tempat-tempat di Indonesia. Ini kan mengada-ada, karena Pokemon Go itu kan mengambil datanya dari Google Street, jadi memang sudah ada data base-nya tanpa harus dipetakan oleh Pokemon Go," ujar Pratama Persadha, di Jakarta, Sabtu (16/7/2016).

Kekhawatiran lain adalah apabila mencari Pokemon di tempat penting atau fasilitas militer sambil mengaktifkan kamera. Hal itu bagi Pratama juga kekhawatiran yang tidak perlu.

"Tanpa masuk ke rumah atau tempat tertentu, kita juga masih bisa kok menangkap Pokemon. Saya sendiri masih tetap bisa bermain Pokemon Go tanpa harus keluar dari mobil. Kalau tidak mau kameranya on terus, tinggal mematikan fungsi AR-nya saja. 

Jadi sebetulnya game ini biasa saja, tidak seperti yang ditakutkan orang-orang," papar Ketua Lembaga Riset Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) tersebut.

Justru uang lebih penting untuk diperhatikan adalah cara bermain game tersebut. Jangan sampai karena keasikan berburu Pokemon sambil menatap layar smartphone, kita jadi lengah dengan kondisi sekitar.

"Yang dikhawatirkan karena terlalu serius menatap layar smartphone dan tidak memperhatikan kondisi sekitar, kita bisa rentan menjadi korban pencopetan atau kecelakaan. Jadi kembali lagi pada penggunanya, tidak boleh lengah saat bermain," pesan Pratama.

Pokemon Go adalah permainan dengan menggunakan kamera di smartphone. Gamer akan melihat langsung animasi pokemon di layar HP, tetapi background (latar layar) tetap gambar nyata lokasi.

Saat ini beredar pesan berantai supaya permainan ini tidak dimainkan di dalam kesatrian militer/mes/kompleks militer.
Alasannya secara tidak langsung pemain--yang tidak sadar--bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi berupa lokasi melalui gambar/video yang menjadi background di dalam permainan.

[Herman/beritasatu]

Analisa: Kudeta Militer Palsu Turki Bumerang Bagi Erdogan


Dunia Hawa – Pengamat politik muda Ahmad Zainul Muttaqin yang sangat aktif menulis tentang geo politik di Timur Tengah dalam akun facebooknya membongkar sinetron dan dagelan Kudeta Militer di Turki, berikut tulisannya:

KUDETA (PALSU) TURKI AKAN JADI BUMERANG BAGI ERDOGAN

Sungguh menyakitkan ketika kemarin saya baca di media The Independent bahwa para Tentara yang melakukan “kudeta” militer kemarin ternyata tidak menyadari bahwa mereka adalah bagian dari aksi kudeta. Dari hasil interogasi terungkap keterangan bahwa mereka tidak menahu dengan kudeta, yang mereka tahu bahwa mereka hanya diperintahkan para komandannya untuk melakukan “manuver militer” di perkotaan sebagai bagian dari latihan. Apa yang anda pelajari dari pengakuan ini? (Baca: Kronologi Kudeta Militer di Turki)

Melihat fakta ini rasanya sangat menyakitkan bahwa keluguan para tentara muda berpangkat rendah yang tidak tahu menahu soal politik ini sedang dimanfaatkan untuk bidak-bidak catur untuk melakukan “kudeta” sporadis tak terkonsolidasi oleh kalangan elite yang coba menaikkan popularitas seorang Erdogan untuk memberinya alasan untuk melakukan pembersihan terhadap faksi-faksi militer yang tak sejalan dengannya.

Operasi false flag, ya sejauh ini saya sudah 75% percaya bahwa ini adalah operasi false flag seperti yang dilakukan Adolf Hitler pada era 1940-an. Mungkin anda berpikir operasi tipu-tipu kok sampai menghancurkan gedung Parlemen sendiri dan menewaskan ratusan orang? Kalau anda lihat sejarahnya Hitler juga dulu menghancurkan gedung Parlemennya sendiri, bahkan tragedi WTC yang terindikasi kuat false flag pun dilakukan walau menjadikan ribuan nyawa warganya sebagai tumbal.

Ya, Semua demi pretext untuk aksi yang lebih besar. Jika USA dulu melakukan false flag demi alasan untuk menginvasi Timur Tengah, maka tidak mustahil Turki hari ini melakukannya sebagai alasan untuk menaikkan reputasi Erdogan yang redup di dalam negerinya sendiri, sebagaimana yang disampaikan jurnalis senior Turki Selim Caglayan semalam di TV One bahwa reputasi Erdogan di dalam negeri itu redup karena kasus korupsi, isu kemitraan bisnis dengan ISIS, pembredelan pers, sampai isu Ijazah palsu yang menimpanya. Belum lagi tentang pemulihan hubungan rezimnya dengan Israel dan politik kotornya di Suriah. Walau belum sampai pada kesimpulan akhir, indikasi ini memang sangat kuat. (Baca: Kudeta Militer di Turki Telah Diramalkan Sebelumnya)

Ya, jika memang terbukti bahwa kudeta kemarin hanyalah “false flag” dari rezimnya, setidaknya itu sudah berhasil karena sejak kejadian kemarin popularitas Erdogan melonjak, permainan “playing victim” yang dilakukannya sukses mendatangkan simpati padanya, simpati dari negara-negara luar berdatangan.

Obama langsung melakukan pernyataan pers mengutuk kudeta dan mengajak seluruh pihak di Turki untuk bersatu mendukung Erdogan, bahkan dua kekuatan regional yang saling berseteru yaitu Israel dan Iran menyampaikan penolakan yang sama pada aksi kudeta kemarin. Termasuk tokoh oposisi Erdogan seperti Fethullah Gulen yang ia tuduh mendalangi kudeta tersebut juga turut mengecam aksi kudeta sporadis itu. Tujuan skenario “kudeta” tampaknya sukses. Dan satu lagi, ia sekarang punya alasan kuat untuk bersikap tangan besi dengan melakukan pembersihan besar-besaran pada seluruh stakeholder di Turki yang berseberangan darinya. Dan sekarang tidak ada yang mampu menghentikannya untuk mendapatkan lebih banyak power di negara prakarsa Mustafa Kemal Ataturk tersebut, selain Tuhan.

Saya masih teringat dulu saat Erdogan terpilih pada pemilu 2014 kemarin dengan perolehan suara 52%, ia langsung berpidato, “Saya tidak hanya akan menjadi Presiden bagi 52% pemilih saya, tapi saya akan menjadi Presiden bagi seluruh 77 juta rakyat Turki.” Dan kita lihat hari ini ternyata semua itu tak lebih dari sekedar ungkapan pencitraan. Dalam beberapa bulan saja Erdogan telah melakukan “pembersihan” terhadap para oposisinya, 2000 warga telah ditangkap karena dianggap menghina dirinya baik itu yang sekedar membuat status mengkritiknya di medsos sampai yang membuat meme lucu-lucuan menyamakannya dengan Gollum. Dan hasil tangkapan besar di “kudeta” kemarin, ia menjebloskan 2.893 Tentara yang dituduh terlibat kudeta dan memburu 2.745 hakim di seluruh Turki yang tak berpihak pada Rezimnya. Inilah perang sipil yang sebenarnya, dan ini belum akan berakhir.

Sangat demokratis bukan? Jangan lupa semua yang ia bersihkan itu semua adalah warga Turki asli. Jangan anda bandingkan dengan Presiden Suriah Bashar al Assad yang memerangi puluhan ribu pemberontak yang mayoritasnya militan asing yang “berjihad” di Suriah dengan disponsori dan dipersenjatai negara-negara Barat dan Teluk. Sekarang perhatikan, walau hanya menghadapi jumlah pemberontakan yang jauh lebih sedikit dan jauh lebih lemah dibanding para misionaris yang melawan Assad, Erdogan sudah melakukan pembersihan kepada para oposisinya sendiri yang notabene warganya sendiri dengan membabi-buta. (Baca: Rakyat Suriah Kompak Gagalkan Mimpi Erdogan Jadi Khalifah Baru Dinasti Ottoman)

Kudeta militer “jadi-jadian” telah gagal, namun jika Erdogan merespon moment bersejarah ini dengan cara yang salah, jangan kaget bila ini justru akan menghasilkan kudeta demokratis yang sebenarnya dalam waktu dekat.

Jangan lupakan juga fakta bahwa Erdogan pada pemilu 2014 kemarin hanya meraih 52% suara. Artinya suara rakyat tidak mutlak memilihnya, ada hampir setengah Turki yang tidak menjatuhkan pilihan padanya. Beda dengan Assad di Suriah yang meraih suara mutlak 88.7% suara rakyat. Bila ia terus bertangan besi dan bermain kotor di kawasan, jangan salahkan bila kemenangannya yang sedikit itu tak akan banyak menolong.

[ahmad zainul muttaqin/facebooker]

Singapura Jegal Tax Amnesty Program Jokowi


Dunia Hawa – Ekpektasi besar pemerintah Indonesia menarik dana WNI dari Singapura melalui program tax amnesty sepertinya akan menemui kendala. Sebab pemerintah Negeri Singa itu telah menyiapkan sejumlah skema untuk menahan uang WNI yang disimpan di bank-bank Singapura.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, bank di Singapura tidak tinggal diam menghadapi program tax amnesty dari pemerintah Indonesia. Sadar ada potensi penarikan dana cukup besar dari pemilik modal dari negara tetangganya, perbankan negeri Singa itu menawarkan paket pembayaran pajak gratis.

Tawaran paket pembayaran pajak secara gratis atas deklarasi dana pemilik modal asal Indonesia oleh perbankan Singapura itu tentu saja ada syaratnya. Fasilitas itu akan diberikan dengan syarat dana yang tersimpan di bank negara itu tidak ditarik dan dipindahkan ke Indonesia.

”Iya tadi saya dapat kabar dari teman dan informasinya sudah cukup santer juga. Bank-bank di Singapura coba memengaruhi orang yang ikut repatriasi. Dengan cara mereka kasih penawaran duitnya jangan ditarik, tapi dengan cara dia yang bayarin repatriasi 4 persen (tebusan deklarasi tax amnesty, red),” ungkap Hariyadi saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), tadi malam (15/07).

Hariyadi menganggap wajar kekhawatiran bank di Singapura itu. Sebab, hal itu bisa memengaruhi likuiditas di negara itu. Itu juga sekaligus membuktikan bahwa program tax amnesty memang menarik dan berpotensi dimanfaatkan oleh pemilik dana asal Indonesia.

”Menurut saya memang menarik programnya. Hanya orang kurang cerdas yang bilang tidak menarik. Kalau tidak manfaatkan ya salahnya sendiri,” tegasnya.

Hariyadi merasa semakin hari semakin optimistis program pengampunan pajak itu akan berjalan sukses. Padahal di awal sempat kurang yakin partisipasinya akan sesuai ekspektasi pemerintah. ”Awalnya saya lihat punya keyakinan mungkin antara Rp 2.000 triliun sampai Rp 3.000 triliun, yang repatriasi Rp 700-an triliun, sisanya deklarasi. Tapi semakin ke sini kok semakin optimis ya,” akunya.

Asumsi awal itu juga didasari hasil survei Apindo terkait tax amnesty. Survei dilakukan ke lingkungan keluarga besar Apindo dan yang terkait. Hasilnya ditemukan potensi partisipasi sekitar Rp 2.000 triliun, baik repatriasi maupun sekadar deklarasi.

Jangankan sekelas taipan. Hariyadi menilai pemilik dana level profesional dan kelas perorangan saja diyakini ikut program tax amnesty. ”Profesional di keuangan, dokter, itu banyak yang melaporkan SPT (surat pemberitahuan)-nya tidak betul. Itu lumrah kok. Apalagi yang awam. Maka sosialisainya juga harus ke sana,” ujarnya.

Sementara Presiden Joko Widodo terus mengajak para pengusaha untuk memanfaatkan tax amnesty ini. Dia mengatakan, momen tax amnesty saat ini sangat tepat. Sebab, awal 2018 nanti akan berlaku kewajiban keterbukaan informasi keuangan di seluruh dunia. Dengan demikian, dana-dana yang selama ini disimpan atau disembunyikan di negara-negara surga pajak akan ketahuan.

“Jadi, daripada tidak ikut (tax amnesty), lalu nanti 2018 ketahuan (aparat pajak). Nah, saya nggak nakut-nakuti lho,” ujarnya saat sosialisasi tax amnesty di Grand City Convention Hall, Surabaya, tadi malam (15/7).

Dalam rangkaian roadshow sosialisasi tax amnesty yang pertama ini, hadir pula Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri BUMN Rini Soemarno, Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, Gubernur Jatim Soekarwo, serta Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Respons positif pun terlihat di Surabaya, yang dipilih sebagai kota pertama untuk roadshow tax amnesty. Sebanyak 2.700 kursi dalam convention hall penuh terisi oleh para pengusaha. Bahkan, sebagian terpaksa berdiri di belakang karena tidak kebagian tempat duduk. Banyaknya peminat sosialisasi ini diapresiasi Jokowi. “Saya kaget saat masuk, penuh sekali. Saya dibisiki, yang hadir 2.700 pengusaha, padahal saya mintanya 2.000 saja,” katanya.

Kepada para pengusaha, Jokowi mencoba membangkitkan kesadaran untuk menjadi wajib pajak yang taat. Menurutnya, dengan mengikuti program tax amnesty ini, berarti para pengusaha dan wajib pajak telah berperan dalam membangun bangsa.

“Inilah kesempatan bapak ibu semua untuk berpartisipasi pada negara,” bebernya disambut tepuk tangan meriah pengusaha.

Sementara itu, terkait teknis pelaksanaan tax amnesty, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa pelaporan dalam formulir tax amnesty dibuat sangat sederhana.

Misalnya, untuk deklarasi aset seperti properti, saham, maupun obligasi, para peserta tax amnesty hanya cukup menuliskan jenis dan besaran asetnya saja. Tidak perlu menyertakan bukti seperti sertifikat maupun bukti kepemilikan surat berharga. “Jadi, bapak ibu tidak perlu repot-repot foto copy sertifikat,” jelasnya.

Jokowi mengakui, tax amnesty bukan perkara gampang. Di beberapa negara lain, pelaksanaannya gagal. Di Indonesia, tax amnesty yang pernah dijalankan pada 1964 dan 1984 juga gagal. Namun, kali ini, dia optimistis tax amnesty akan berhasil karena didukung momentum keterbukaan finansial pada 2018 mendatang. “Jadi, saya akan awasi sendiri pelaksanaan tax amnesty ini,” ucap Jokowi. Karena itu, selain hotline yang disiapkan Ditjen Pajak, Jokowi juga membuka hotline khusus pengaduan tax amnesty di nomor 08112283333.

Staf Khusus Wakil Presiden bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin mengatakan, tahun ini memang  momentum tepat pemberlakuan tax amnesty. Salah satunya, karena pada 2018 nanti bakal berlaku prinsip bank secrecy yang memungkinkan semua negara untuk mengakses data perbankan, termasuk di luar negeri. ”Bagi pemilik dana, daripada nanti ketahuan juga di 2018, lebih baik melaporkan sekarang dan membayar pajaknya,” ujarnya. 

Sebagaimana diketahui, 2018 nanti akan berlaku Common Reporting Standard (CRS) atau istilah formalnya adalah Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information, yakni standar pertukaran otomatis informasi akun keuangan. Dengan begitu, untuk mengetahui rekening seseorang di bank yang ada di negara lain, aparat bisa mengaksesnya secara langsung tanpa harus melalui permohonan yang sulit dan berbelit.

Wijayanto menyebut, tax amnesty bisa menarik minat pemilik dana karena insentif yang ditawarkan. Selain itu, dengan dilaporkan, pemilik dana bisa lebih leluasa memanfaatkan dananya untuk berbisnis di dalam negeri. ”Ibaratnya, tax amnesty akan mengubah dana abu-abu menjadi dana halal secara hukum,” ucap pria yang lama berkecimpung sebagai investment banker tersebut.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim Alim Markus mengatakan, pihaknya merasa ada optimisme yang tinggi dari pengusaha. Menurut dia, hal ini adalah inisiatif yang bagus dari pemerintah untuk mendorong penerapan tax amnesty di daerah. “Kami dukung 200 persen,” ujarnya yakin. Menurut dia, tax amnesty akan membantu ekspansi perusahaan. Bahkan meski ekspansi tersebut baru akan dilakukan dua hingga tiga tahun ke depan.

Wakil Ketua Dewan Pembina Real Estat Indonesia (REI) Teguh Kinarto menambahkan, momen tax amnesty sangat tepat untuk membantu produktivitas pengembang. Sebab kekurangan jumlah rumah tahun ini saja mencapai 13 juta unit.

Dirut PT Wismilak Inti Makmur Tbk Ronald Walla menambahkan, dukungan pengusaha terhadap UU Pengampunan Pajak sangat tinggi. Hanya tinggal menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tax amnesty keluar. Sebab, awalnya PMK itu bakal diumumkan pada minggu ini, namun diundur menjadi minggu depan. “Peraturan teknis itu penting. Kita inginnya penerapan yang jelas dan konsisten,” tuturnya. (SFA)

[salafynews]

Wahabi KW dan Wahabi Ori


Dunia Hawa - Salah satu fenomena sosial yang saya perhatikan beberapa tahun terakhir ini adalah munculnya sejumlah kelompok Islam yang saya sebut sebagai "Wahabi KW", yaitu sekelompok kaum Muslim di Indonesia yang berdandan, berpikiran, dan berperilaku "mengimajinasikan" diri sebagai "Wahabi". 

"Wahabi" ini adalah sebuah "sekte keislaman" minoritas tapi berkuasa karena "ngupil" dengan kekuasaan (pemerintah), khususnya di Saudi dan Qatar. Nama "Wahabi" ini dinisbatkan kepada pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang reformis-puritan dari Najd, Arabia, pada abad ke-18, meskipun sebetulnya para pengikut Wahabi sendiri jarang atau bahkan tidak pernah menyebut diri mereka sebagai "Wahabi". 

Menariknya, para cheerleaders Wahabi di Indonesia atau "Wahabi KW" tadi cukup berbeda secara signifikan dengan para "Wahabi Ori" atau "Wahabi asli" di Saudi maupun Qatar yang saya amati. Para "Wahabi KW" ini saya lihat jauh lebih militan, konservatif, tertutup, puritan, intoleran, dan bahkan lebih morak, urakan dan tak tahu diri. Dengan kata lain, para "Wahabi KW" ini jauh lebih "Wahabi" ketimbang kaum "Wahabi Ori" itu sendiri. Misalnya saja, para "Wahabi KW" ini setengah mati mengharamkan rokok, musik, film, atau bahkan gambar/foto karena dianggap membahayakan "eksistensi" Tuhan. Musik/film dipandang sebagai media "perangkap setan" yang membayakan iman. Padahal, para "Wahabi Ori" biasa saja nonton film, dengerin musik, dan foto-foto, dan "udad-udud" (merokok). Ya tentu saja tidak semuanya. 

Kemudian, para "Wahabi KW" ini juga "kolot" sekali sikapnya dengan kaum perempuan. Misalnya, kaum perempuan hanyalah sebatas "pelayan lelaki" (sumur-dapur-kasur) yang agak mirip-mirip dengan "budak lelaki" (tapi bukan "budak-budak" dalam Bahasa Malay ce he he). Tidak lebih-tidak kurang. Padahal di Saudi (apalagi Qatar), pandangan laki-laki terhadap perempuan sudah sangat berubah drastis. Kini, kaum perempuan di kawasan Arab Teluk sudah mengalami kemajuan sangat pesat di dunia pendidikan, bisnis, pekerjaan, politik, dlsb. Kaum lelaki bahkan saya amati sudah merasa mulai "terancam" dengan eksistensi kaum perempuan di "ruang publik" yang cukup fenomenal. Emansipasi perempuan kini sudah menjalar di berbagai kawasan Arab Teluk. 

Lalu, para "Wahabi KW" juga antipati dengan batu nisan, kuburan, ritual-ritual kematian, atau patung-patung dan peninggalan keagamaan-kesejarahan. Padahal, kaum "Wahabi Ori" biasa-biasa saja. Tidak ekstrim banget. Dulu berpuluh-puluh tahun yang lalu memang iya, mereka super ekstrim dalam hal "dunia kuburan" dan "ritual kematian" tapi kini sudah mulai berubah. Meski ritual dan bacaanya cukup singkat (dibanding tahlilan ala NU yang cukup panjang dan "menganakkonda"), tetapi sebetulnya mereka juga mendoakan orang-orang yang wafat di kuburan. Mereka juga seperti "menyesali" perbuatan masa lalu mereka yang menghancurkan peninggalan-peninggalan kesejarahan. Kini, mereka minta bantuan UNESCO untuk menyelamatkan situs-situs sejarah yang sudah porak-poranda untuk dikembangkan menjadi "turisme spiritual".

Hal lain, para "Wahabi KW" ini saya amati juga sangat memusuhi setengah mati dan bahkan memaki-maki para "kiai Nusantara" dan ulama-ulama Sunni lain. Betul-betul urakan dan tidak tahu diri. Sementara, ironisnya, pada saat yang sama mereka memuji-muji dan memuja-muja "junjungan" dan "tuan" mereka para ulama Wahabi di Saudi dan sekitarnya. Padahal, kini saya bersama sejumlah ilmuwan sosial Wahabi Saudi sedang bekerja keras meneliti, menulis, dan mendokumentasikan para ulama Nusantara di Arabia yang memiliki kontribusi luar biasa bagi pengembangan keilmuan keislaman dan dunia pendidikan di Jazirah Arab. 

Sepertinya memang dimana-mana "anjing herder" itu jauh lebih galak daripada pemiliknya. Para "jongos" juga merasa lebih memiliki rumah ketimbang "tuan rumah"-nya itu sendiri. Begitu pula sikap para "Wahabi KW" yang jauh lebih norak ketimbang "Wahabi Ori".

[prof.sumanto al qurtuby]

Apakah Upaya Kudeta di Turki Rekayasa Erdogan Kukuhkan Kekuasaan?


Dunia Hawa - Jika menilik lagi catatan sejarah Ottoman dan Republik Turki Modern (yang didirikan tahun 1923 oleh Mustafa Kemal Ataturk), kudeta bukan hal baru. Telah terjadi beberapa kali kudeta dan upaya kudeta dalam sejarah Turki Modern, yakni di tahun 1960, 1971, 1983, 1990, 1993, 1997 dan kini tahun 2016. Tanyakan juga pada orang-orang yang mengetahui sejarah Turki mengenai 3 sosok paling terkemuka dalam sejarah kepemimpinan di sana. Kemungkinan jawaban terbanyak yang sering Anda dengar ialah Enver Pasha dan Mustafa Kemal Pasha (seorang mantan pejabat militer yang berkomitmen pada pembentukan pemerintahan berhaluan nasionalisme demokratis dan sekularisme garis keras yang kini disebut Kemalisme). Bagaimana Enver Pasha sampai ke puncak? Melalui kudeta militer. Dan bagaimana dengan Ataturk? Kudeta militer juga. Pada kenyataannya, kapanpun para politisi atau partai pro-Islam di Ankara mencoba menegakkan hukum syariah Sunni, para jenderal Istanbul melakukan berbagai cara untuk menangkalnya.

Presiden Turki berkuasa, Racep Tayyip Erdogan, sebenarnya sedikit banyak berperan dalam mendorong terjadinya kudeta. Pertama, ia selama ini tampak lebih mendambakan sebuah negara yang mirip Mesir di bawah Morsi daripada negara Turki di bawah kepemimpinan Attaturk sehingga sekelompok rakyatnya (yang berseberangan pendapat) tidak menyukai atau sepakat dengan kecenderungannya dalam menakhkodai negara itu. Kedua, Erdogan juga sudah mengeluarkan pernyataan-pernyataan pedas yang menyerang Israel yang isinya menuduh negeri itu sebagai sarang teroris dan mencemari hubungan internasional. Ketiga, Erdogan juga sudah menembak jatuh pesawat-pesawat Rusia, mengadakan kampanye perlawanan terhadap suku Kurdi dan secara diam-diam mendukung ISIS dan pihak-pihak Sunni lainnya yang bertarung di Suriah dan Irak. Keempat, sang presiden berulang kali mencoba meredam pengaruh para jenderal di jajaran tertinggi dengan cara memecat atau mengirimkan mereka ke pos-pos yang kurang strategis.

Erdogan kemudian seolah memberi alasan bagi banyak orang untuk membencinya dengan mencetak kinerja ekonomi yang buruk. Turki di bawah kepemimpinannya didera perlambatan pertumbuhan ekonomi. Persentase pertumbuhannya 4% saja dengan tingkat inflasi 6,5%. Kondisi ini diperparah dengan tingginya tingkat suku bunga acuan. Tak ayal lagi, risiko kudeta di ambang mata sebab biasanya kudeta meletus di tengah kelesuan dan ketidakpastian ekonomi. Berita mengenai besarnya anggaran pembangunan istana kepresidenan Turki yang angkanya antara 350 juta hingga 1 miliar dollar AS itu makin memperparah keadaan. Represi kebebasan berpendapat dan pers juga makin terasa di bawah pemerintahan Erdogan. Ia memblokir sebagian akses ke media sosial. Itu semua hanyalah sebagian dari daftar kebijakannya yang dianggap kurang memihak rakyat Turki. Jadi, dapat dikatakan bahwa upaya kudeta militer sekarang ini bukan sesuatu yang di luar logika, bukan juga sesuatu yang terjadi tiba-tiba tanpa alasan nyata.

Awalnya, upaya kudeta militer tersebut berjalan secara cukup pasif, tidak begitu berdarah. Pemberitaan awal juga tidak menyebut adanya korban jiwa yang banyak, misalnya puluhan atau ratusan jiwa. Belum ada baku tembak yang sengit. Sejumlah orang memang dijadikan tawanan oleh pihak militer yang memberontak di kota Ankara. Namun, kejadian semacam ini sudah pernah terjadi di Turki yang sudah kenyang dengan pemerintahan junta militer dalam beberapa periode sejarahnya. Kudeta kemudian berkembang tidak sepasif yang dikira orang karena diberitakan ada kekerasan yang digunakan. Setelah itu, baru diketahui adanya korban jiwa lebih dari 200 orang, ribuan yang terluka dan ribuan lainnya ditahan. Area perkotaan Turki dijaga dengan patroli tank-tank besar dan pesawat jet.

Para pemimpin kudeta yang mengatasnamakan seluruh jajaran Angkatan Bersenjata Turki dan ingin menggulingkan Erdogan menyatakan upaya kudeta itu dilancarkan dengan tujuan melindungi kelestarian demokrasi di Turki. Erdogan memang jauh dari sempurna dalam penegakan demokrasi. Ia dituduh mencekik kebebasan demokrasi dengan memerintahkan penyelidikan pada sejumlah jurnalis asing dan melakukan berbagai cara untuk membungkam pengunjuk rasa. Namun, Erdoğan juga bukan seorang pemimpin yang seburuk kita duga. Ia otoriter, betul. Diktator? Tidak juga, karena ia masih membiarkan adanya media-media oposisi untuk beroperasi.

Meskipun Erdogan bukan seorang presiden yang populer di mata rakyatnya, rakyat juga tidak berarti pasrah jika junta militer memerintah mereka. Sebagian rakyat Turki diberitakan turun ke jalan untuk menghalangi pihak mliter mengambil alih tampuk kekuasaan. Dikutip dari opini seorang warga Turki pengguna situs Quora, Soner Gönül, rakyat Turki menentang upaya kudeta bukan karena mendukung Erdoğan. Tulisnya,"Ini bukan soal penyelematan Erdoğan atau siapapun. Rakyat Turki tahu bagaimana buruknya kudeta militer karena sebelumnya kami sudah mengalami kudeta serupa. Ini lebih karena kami ingin mencegah/ memprotes kudeta ini  dan melindungi kesatuan negara."

Lalu apa dampak upaya kudeta militer di Turki ini bagi dunia? Ada dua skenario yang mungkin terjadi. Namun, keduanya sama-sama melibatkan tokoh bernama Fethullah Gülen, yang dielu-elukan sebagai pemimpin muslim yang toleran dan mengedepankan altruisme, kerja keras dan berpendidikan. Sebelum 2013, Erdoğan dan Gülen mesra tapi keduanya menjadi musuh begitu penyelidikan korupsi tahun itu menyeret Gülen. KIni Gülen yang masuk daftar teroris di Turki itu bermukim di AS untuk menghindari upaya ekstradisi oleh rezim Erdoğan.

Skenario pertama, jika kudeta militer ini gagal, dan jika memang Gülen berperan besar di baliknya, artinya langkah apapun yang diambil Ankara untuk menormalkan hubungan dengan pusat kekuasaan dunia di Moskow dan Tiongkok akan tersendat. Untuk Presiden Assad di Suriah, kondisi akan makin sulit. Ankara akan kembali ke kebijakan-kebijakan Atlantisis yang sebelumnya sudah dikukuhkan pemerintah yang berkuasa. Atlantisisme dapat diartikan sebagai kebijakan yang mengarah pada perlawanan agresi Rusia bahkan jika itu artinya harus membuat negeri beruang merah itu murka.

Skenario lainnya yakni bila pemerintah berhasil mempertahankan kekuasaan dan Gülen memang ada di balik ini semua, ia mungkin akan memutus hubungan dengan AS dan ini artinya Turki akan makin dekat dengan poros kekuasaan lain yang menantang hegemoni Barat.

Dengan gagalnya perlawanan militer dalam waktu singkat ini, rasanya tidak akan ada perubahan dalam konstelasi politik dunia yang signifikan. Tak akan ada peperangan besar lagi yang melibatkan banyak negara seperti halnya Perang Vietnam atau Perang Teluk hanya karena kudeta gagal ini.

Tapi hal ini tampaknya sudah dirancang sedemikian rupa untuk menguntungkan posisi presiden berkuasa di Turki. Ia bisa memanfaatkan upaya kudeta itu sebagai kesempatan emas menjebloskan semua penentangnya dengan tuduhan pengkhianatan. Dan tak tanggung-tanggung, sudah ada 1500 orang lebih masuk penjara karena tuduhan itu. Kenyataan bahwa upaya kudeta rontok dalam sekejap juga mengesankan kurang adanya perencanaan matang atau mungkin memang pemerintah sudah mengambil langkah antisipasi yang lebih solid dari oposisi.

Kalau diamati lebih cermat, upaya kudeta militer kali ini memang agak mencurigakan dengan alasan sebagai berikut:

1. Dukungan: Biasanya militer bersatu padu dalam kudeta di bawha komando perwira senior. Tapi kali ini yang mengkomando Kolonel Muharrem Kose, yang dalam hal jabatan belum bisa disebut perwira tinggi. Sebagian jenderal tak mendukungnya. Begitu juga Angkatan Laut Turki.

2. Penangkapan otak kudeta:  Biasanya dalam sebuah kudeta, target kudeta (dalam hal ini Erdogan) mestinya sudah tewas. Tapi ia malah terbang ke Istanbul dan mengeluarkan pernyataan dari sana.

3. Pengendalian media: Kudeta biasanya melibatkan pengendalian media tapi kali ini militer terkesan ceroboh dengan gagalnya menguasai media yang konvensional sekalipun. Militer memang berhasil menduduki kantor CNN Turki tetapi tak berlangsung lama karena polisi menangkapi para prajurit.

4. Kurangnya momentum: Tidak ada kesan serius atau mati-matian dalam kudeta kali ini. Para prajurit militer terlalu cepat menyerah dan ditangkapi. Tampak momentumnya lemah dan meredup begitu cepat.
Ibarat sebuah cerita, upaya kudeta militer Turki ini sebuah kisah tanpa konflik yang berarti sehingga membosankan dan untung saja tidak berlangsung terlalu lama. Karena kalau terlalu lama, siapa lagi yang paling menderita kalau bukan rakyat yang tidak tahu apa-apa? Serdadu militer memang bisa terbunuh kalau gagal. Tapi jika kudeta berhasil, ia memiliki peluang untuk menduduki jabatan lebih tinggi. Apalagi para elit politik. Tak usah dikomentari lagi. Tapi bagaimana dengan rakyat?

[akhlis purnomo]