Monday, July 11, 2016

Jokowi dan Isu PKI


Dunia Hawa - Belakangan ini ada satu isu menjadi perbincangan publik yaitu bangkitnya PKI. Isu ini tiba tiba muncul begitu kencang. Lini massa dan pemberitaan media penuh dengan isu bangkitnya PKI. Kivlan Zen jenderal gaek adalah orang yang paling getol meniupkan isu PKI bangkit.

Tiada hari kita membaca ocehan Kivlan yang berusaha meyakinkan publik atas bangkitnya arwah pentolan pentolan PKI seperti Aidit, Untung dan Nyono.

Kivlan mencoba meyakinkan kita bahwa sosok hantu PKI itu sedang membangun kekuatan. Ada 15 juta pengikut PKI sedang menyiapkan barisan. Belum lagi kantor megah mereka yang berada di Kramat Raya katanya sedang dalam renovasi. Begitulah Kivlan berkoar koar setiap hari.

Kivlan sepertinya penganut setia teori Goebel ahli propaganda Hitler yang bilang jika kebohongan terus menerus diucapkan kebohongan itu akan menjadi kebenaran. Tebarkan cerita teror dan horor agar mereka takut. Ketika takut engkau akan mudah menguasai mereka. Itu teori Kivlan.

Pada awalnya saya tidak begitu "ngeh" dengan ocehan PKI bangkit. Saya anggap itu siulan orang lagi kejepit pintu saja. Paling matahari terbenam siulan itu akan berhenti. Bukankah saat pilpres lalu isu Jokowi antek PKI juga terdengar kencang?

Itu hanya caper dari jenderal gaek yang sedang post power syndrom. Gak punya kerjaan lagi ujungnya buat kasak kusuk, mainkan isu nakut nakuti, lalu dapat perhatian publik. Ibarat anak kecil merengek guling guling agar dibelikan permen karet.

Belakangan isu PKI bangkit ternyata makin kentara tujuannya. Lama kelamaan isu ini bermetaformosis bukan lagi tentang munculnya hantu tokoh PKI Aidit yang sedang membangun barisan 15 juta anggota. Tapi isu bangkitnya PKI ini diarahkan kepada sosok Presiden Jokowi sebagai tokoh PKI itu sendiri.

Mulailah dibangun jahitan benang hitam sambung menyambung menjadi satu bahwa Jokowi itu PKI. Satu tujuan bahwa targetnya jelas. Jokowi antek PKI.

Buktinya dicocokilogi bahwa Jokowi sedang membangun kemesraan dengan Pemerintah Tiongkok. Bukti kedua Jokowi sedang membangun kemitraan strategis dengan Vladimir Putin pemimpin Rusia.

Bukti lain yang disebarkan penganut halusinasi PKI bangkit adalah kebijakan Presiden Jokowi yang membuka terwujudnya rekonsiliasi nasional atas peristiwa pembantaian korban kekejaman pembantaian warga sipil yang dituduh anggota PKI tahun 1965.

Dibangunlah cerita interkoneksi bahwa Jokowi berada di balik bangkitnya PKI ini. Media media afiliasi kampreters lalu serentak menyebarkan kebohongan ini.

Akun akun kampreters tiba tiba bangkit dari tidurnya. Menyanyikan lagu sumbang berestafet dari kampret hitam sambung menyambung ke kampret abu abu. Menjadi satu tujuan, Jokowi harus jatuh. Mainkan isu PKI. Buat persepsi publik bahwa Jokowi itu tokoh PKI.

Apakah Jokowi tahu ini? Ya jelas. Tapi mengapa tiada reaksinya? Ya, begitulah watak genuine Jokowi. Tidak bereaksi bukan berarti tidak memahami persoalan. Persoalannya apa perlu bereaksi membalas nyanyian Kivlan jenderal gaek yang semakin paranoid itu? Apa perlu menanggapi gendang gendut tali kecapi kenyang perut senanglah Kivli?

Jokowi adalah ketegasan tanpa ragu. Kita tahu itu. Menantang coba coba ketegasan Jokowi itu sama saja buta dan tuli sejarah. Bisa seperti Prabowo yang kesepian ditinggal sendiri konco konco KMPnya. Mendadak jomblo tiada kawan.

Saat meliput Konferensi Asia Afrika di JCC April tahun lalu, saya melihat ekspresi percaya diri tanpa rasa takut seorang Jokowi yang menantang PBB. PBB dinilainya lemah dan lembek pada negara besar. Sedang pada negara kecil PBB nampak kencang.

Di saat dunia masa bodoh dengan Palestina, Jokowi bicara Palestina harus merdeka. Di depan pemimpin Asia Afrika Jokowi pidato bahwa dunia berhutang pada rakyat Palestina. Pemimpin Asia Afrika berikan aplaus tepuk tangan atas pidato Jokowi ini.

Saya berada di ruang Media Center bersama jurnalis dari seluruh dunia menonton dari layar besar Media Center JCC. Beberapa jurnalis asing turut memberi aplaus pujian atas pidato Jokowi.

Jokowi tidak merasa takut berhadapan negara negara kuat seperti Amerika, Tiongkok, Rusia, Francis dan Inggris. Itu sudah dibuktikan Jokowi saat ditekan Sekjen PBB Ban Ki Moon yang meminta Jokowi membatalkan hukuman mati terpidana mati narkoba setahun lalu.

Jokowi juga mengabaikan permintaan pengampunan atas warga pemimpin dunia yang akan dihukum mati dari PM Inggris Cameron, Presiden Francis Hollande dan PM Australia Tonny Abbot.

Saat itu, dengan gesture wajah mengeras dengan sorot mata tajam Jokowi bicara " Kamu lihat hampir 50 anak muda kita mati karena narkoba setiap hari. Kamu pergi lihat ke panti rehab. Berapa banyak anak bangsa sakaw, gila dan putus masa depannya?" tegas Jokowi ekspresif.

" Siapa yang bertanggung jawab atas kematian dan hilangnya masa depan mereka?". Segera eksekusi!! Sikat habis pengedar narkoba !!

Dorrr...puluhan gembong narkoba meregang nyawa di Nusa Kambangan. Menyusul puluhan terpidana mati dlm waktu dekat akan segera dieksekusi.

Jika menghadapi PBB yang terkesan lembaga pembela negara kuat saja Jokowi tidak takut, lalu bagaimana mungkin Jokowi takut sama jenderal gaek itu? Jokowi bukanlah penakut seperti SBY yang punya prinsip zero enemy. SBY berprinsip lebih baik merangkul musuh meski kekayaan negara habis dirampok.

Jokowi beda prinsip dengan SBY. Jauh banget. Jokowi pasang pedang terhunus terhadap musuh rakyat. Sedang SBY lembut senyam senyum dengan mereka. Jokowi bukanlah penakut seperti sangkaan orang selama ini karena tubuhnya cungkring.

Jokowi yang di sangka plonga plongo malahan menjadi momok menakutkan buat mafia ikan. Mafia ikan itu habis digulung dibabat habis tanpa ampun. Sepuluh tahun di masa SBY berkuasa, para mafia illegal fishing ini bebas semaunya merampok kekayaan laut tanpa batas.

Jokowi tanpa rasa takut menghajar mafia ini hingga terkencing kencing minta ampun ampun. Perintahnya singkat padat dan tegas kpd Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

"Bu Susi..segera tenggelamkan semua kapal asing pencuri ikan". Darrrr...ratusan kapal mafia ikan diledakkan tenggelam hancur berkeping keping. Dunia melongo dibuatnya.

Jokowi juga menjadi hantu menakutkan bagi mafia migas. Sosok Riza Chalid penguasa migas nasional dicukur kumisnya. Dicungkil taringnya. Riza Chalid penguasa Petral dipaksa enyah dari dalam negeri. Petral yang begitu berkuasa dibubarkan. Mafia migas digulung hingga keakarnya.

 Masih meragukan keberanian Jokowi?

Suatu hari di bulan desember tahun lalu, saya ngobrol ringan dengan Kolonel Maruli Simanjuntak. Maruli adalah pengawal Presiden Jokowi. Kebetulan saya ikut acara BaraJP NTT yang dihadiri Presiden Jokowi.

Di hotel tempat Presiden Jokowi menginap, Kolonel Maruli cerita mengawal Presiden Jokowi itu penuh tantangan berat. Kami harus tegas mengamankan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Presiden tapi disisi lain harus menjaga agar Presiden tidak berjarak dengan rakyat.

Beberapa kali saya bertemu Jokowi, Jokowi tampak tidak pernah punya rasa takut. Ia begitu ringan dan enteng menerima uluran tangan rakyatnya. Ribuan orang disalamnya tanpa rasa lelah dan capek.

Tiada rasa khawatir dan rasa takutnya mungkin ada orang yang menyusup bakal mencelakakan dirinya. Jokowi melepas perisai perlindungannya. Ia percaya Tuhan dan rakyat yang dicintainya yang akan melindunginya.

Dalam satu kesempatan, para pembatunya memberi nasihat agar Presiden Jokowi mengurungkan niatnya berkunjung ke Kabupaten Nduga Papua. Nduga adalah daerah merah rawan yang menjadi basis OPM.

Jokowi bukannya takut. Jokowi melenggang kesana dengan tenang dan anteng. Jokowi tahu ketidakadilanlah yang membuat rakyatnya terluka. Jokowi tahu ketidakadilan selama inilah yang membuat rakyatnya melawan. Akibat ketidakadilan akan membangkitkan pemberontakan. Kemarahan. Perlawanan.

Jokowi sadar dengan memberikan rasa adil akan menghentikan pemberontakan. Menghentikan perlawanan. Menghentikan kemarahan.

Ia pergi ke Nduga bukan untuk menangkap pemberontak tapi membangun kesejahteraan. Menyapa dan berbicara kepada rakyatnya dengan jujur dan tulus. Jokowi datang untuk membangun jalan yang selama ini mengisolasi Papua. Membangun kereta api yang selama ini tidak dimiliki Papua. Memartabatkan rakyat Papua. Memanusiakan manusia Papua.

Jokowi tahu hanya berpihak kepada rakyat dan membela kehidupan rakyatnya akan membawa bangsa pada persatuan, perdamaian dan berkeadilan. Membodohi rakyat dengan menipu dan mengancam dengan senjata adalah pengkhianatan atas darah para pahlawan bangsa. Pengkhiatan atas janji setianya kepada republik.

Jokowi berani menantang seluruh mafia di republik ini yang selama puluhan tahun duduk manis menghisap dan melahap rakus bin tamak kekayaan bangsa negara.

Jokowi berani menantang kelompok manapun di republik ini yang berani coba coba menjatuhkannya dengan cara culas dan licik. Jokowi tiada sedikitpun punya rasa takut atas semua ancaman itu. Jokowi hanya takut pada Allah. Jokowi hanya takut atas sumpah setianya kepada rakyat.

Jadi, jika jenderal gaek dan gerombolannya itu ingin mendongkel Jokowi dengan memainkan isu bangkitnya PKI sungguh sangat salah kaprah. Sungguh buta membaca genetika karakter Jokowi.

Jokowi adalah anugerah bagi bangsa yang menjalankan takdir sejarah hidupnya untuk membawa bangsa negara kepada kebanggaan, kehormatan dan martabat sebagai bangsa yang besar.

Mari jenderal Kivlan... Saya tuangkan kopi Sidikalang untukmu agar semakin terbuka akal sehat anda bahwa rakyat Indonesia berada dibelakang Presiden Jokowi.

[birgaldo sinaga/ barajp/ kompasioner]

Tukang Sate yang Dibela Fadli Zon dan Jonru Ternyata Pedofilia, Kini Dipenjara


Dunia Hawa - Polisi menangkap pria bernama M. Arsyad, 26 tahun, karena membawa gadis di bawah umur berinisial F, 10 tahun, ke vila di kawasan Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Minggu, 10 Juli 2016. Tersangka bisa dibekuk sebelum sempat melakukan pelecehan seksual terhadap korban.
‎Kepala Kepolisian Resor Kota Depok Komisaris Besar Harry Kurniawan mengatakan tersangka membawa korban ke kawasan Puncak dengan iming-iming jajanan di minimarket. Arsyad, kata Harry, bertemu dengan F di kawasan Paragon, Kecamatan Cilodong, Depok, Jawa Barat, Minggu kemarin.

"Awalnya tersangka bertemu dengan anak itu di Paragon. Lalu tersangka menawarkan jajan ke Alfamart. Tapi korban diajak ke Alfamart di kawasan Puncak, lalu dibawa ke kamar vila di sana," kata Harry, Senin, 11 Juli 2016.

Tersangka diciduk polisi karena anak yang diculiknya terus menangis di dalam kamar mandi. Tangisan F didengar warga. Mereka ramai-ramai mendatangi vila yang disewa tersangka.‎ "Warga yang datang mengetuk pintu kamar vila itu karena curiga. Akhirnya tersangka ditangkap warga," ujarnya.

Setelah ditangkap, tersangka diserahkan ke Kepolisian Sektor Cisarua, Bogor. Dari Polsek Cisarua, kasusnya kemudian dilimpahkan ke Kepolisian Resor Kota Depok karena orang tua korban melaporkan kejadian itu, Minggu, pukul 16.00 di Depok. "Kasusnya masih didalami," tuturnya.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Depok Ajun Komisaris Elly Pandiansari mengimbuhkan, tersangka diduga mengidap pedofilia. Soalnya, tersangka dua kali melakukan perbuatan yang sama. "Dua bulan lalu, tersangka melakukan kasus yang sama. Tapi orang tua korban mencabut berkasnya karena anaknya sudah pulang," ucapnya.

‎Menurut dia, tersangka membawa F dari tempat bermainnya sekitar pukul 22.00 dari Depok dan sampai di Puncak sekitar pukul 24.00. Tersangka, kata Elly, mengaku mengajak anak tersebut karena sayang. "Kami akan mengetes kejiwaannya."

‎Dari kamar tersangka, polisi menemukan koleksi gambar anak kecil. Polisi menduga tersangka mengidap pedofilia karena menyukai anak kecil. "Kami akan melakukan visum. Sementara tersangka dijerat Pasal 338 KUHP tentang penculikan anak kecil," ujarnya.‎

Ajun Komisaris Elly Pandiansari berujar tersangka juga pernah ditangkap aparat kepolisian lantaran menyebarkan meme Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri berupa konten pornografi saat pemilihan presiden 2014. "Saat itu, Arsyad dilepaskan," katanya.‎

Saat ditangkap, muncul kritikan pedas dari kader PKS, Jonru Ginting.

Wakil Ketua Fadli Zon bersama Ny. Mursidah, ibunda M. Arsyad

"Ada pria yang Ditangkap Mabes Polri Setelah Membully Jokowi? Berita ini kemarin bikin heboh di mana-mana. Orde baru jilid dua telah hadir! Kata banyak orang," tulis Jonru Ginting dalam akun facebooknya Jonru, Rabu (29/10).

Jonru menyangsikan beberapa kejanggalan yang dia temukan dalam berita yang mengulas kasus itu. Dia tak percaya terhadap pekerjaan Imen sebagai tukang tusuk sate.

"Disebutkan bahwa profesi pria tersebut adalah tukang tusuk sate. Hm... baru tahu nih, ada profesi tukang tusuk sate. Kalo tukang sate sih, saya sudah lama tahu," terang dia.

Bahkan Fadli Zon  pun memberi bantuan hukum dan bantuan uang buat si tukang sate ini. 

[beritateratas]

Kisah Ibunda Jokowi dan Nenek Jonru yang Masuk Neraka


Dunia Hawa – Ibu adalah tema yang sesuci sumber sumber agama. Tidak ada satu agama di bumi yang melecehkan peranan ibu. Tidak ada dalam garis sejarah serta peradaban tercatat di mana seseorang sebagai ibu dilecehkan karena menjadi ibu.

Tentara atau para perampok boleh jadi dikabarkan pernah membunuh bayi dan ibunya, menembaki anak dalam kandungan yang sekaligus membunuh sekaligus ibunya, tapi tentara tidak pernah melakukannya untuk secara langsung mengecam konsep ibu.

Dengan demikian menyerang, meneror, mempertanyakan konsep ibu, adalah menjadi hal yang paling sangat sangat sangat sangat rendah pada kualitas kemanusiaan seseorang. Walau mempertanyakan, menyerang, menyakiti seseorang dengan cara menyebut-nyebut ibunya sering jatuh dalam ekspresi mundane (dilakukan iseng, bosan, sekilasan) yang tanpa sengaja, dan kadang berakhir dengan ucapan permaafan, dan rasa menyesal.

Tapi, apa yang dilakukan oleh Riah Ukur aka Jonru menyerang dan mempertanyakan seorang Ibu dalam konsep ibu, ditujukan secara sadar demi keuntungan politik dan tujuan melukai hati seseorang agar mendapatkan respon politik  terkapitalisasi, yang dalam hal ini Ibu presiden Indonesia, Joko “Jokowi” Widodo. 

Dalam postingan laman Facebook nya, Jonru kembali menyerang Jokowi menggunakan ibunya. Dia menjelaskan bahwa silsilah presiden penting, kejelasan dia keturunan siapa penting. Sekilas itu satu pernyataan yang baik. Dan Jokowi pun telah memperkenalkan Ibunya Sujiatmi kepada publik.

Namun, yang menjadi masalah di sini bukan lantaran Jokowi tidak punya ibu, menyembunyikan silsilah dan sejenisnya. Melainkan Jonru dengan bebal menolak dan menuding Ibu yang diperkenalkan Jokowi kepada masyarakat sebagai bukan ibunya.

Dengan kata lain, Jonru menyerang Sujiatmi, dan sekaligus Jokowi.

Jonru menyerang Sujiatmi dan menudingnya bukan Ibu Jokowi, dan Jonru menyerang Jokowi dituding berbohong tentang ibunya.

Lalu pentingkah itu? Tidak. Konsekuetifkah itu dalam situasi perpolitikan Indonesia? Tidak. Lalu cerdaskah? Tidak.

Lalu apa tujuan Jonru? Penjelasan sederhana dia terlihat ingin membuka semua kemungkinan bahwa Jokowi adalah keturunan PKI. Dan tololnya itu dianggap ketahuan dengan cara mencari tahu siapa Ibu dan bapaknya yang barangkali lebih dekat pada gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dan tidak benar bahwa ayah serta ibu Jokowi terlibat PKI. Karena jika benar logisnya hidup Jokowi tidak akan sehebat ini, berat untuk sekolah hingga kuliah, usaha dipersulit, diminta lapor karena tidak bersih, tidak lolos P4 dan seterusnya.

Tapi serius, kenapa dengan PKI? Di sinilah masalahnya, karena rupanya di dunia fana ini masih ada para idiot yang berpendapat bahwa PKI itu sejenis ras, melekat seumur  hidup dan turun temurun secara genetis.

Padahal orang bisa pagi harinya jadi PKI, sorenya jadi Golkar. Siangnya dia masih Marxis, di malam hari dia jadi pendukung khilafah. Hari ini dia teriak teriak hancurkan setan setan desa, besok hari dia bawa proposal dukung pendirian retail market di kampungnya. 

PKI hidup di era masyarakat Indonesia tahunya partai sekedar partai hore hore. Cuma pengen rame-ramean, ikut pesta demokrasi. Jikalau ada lantas permusuhan hingga perkelahian berujung nyawa antara pendukung parpol satu dengan lainnya, memangnya di era Orde Baru dan Reformasi yang macam itu tidak ada? Jika ada ustad yang dibunuhi di era 60 an. Lalu apa di era 80, 90, 2000 tidak ada?

Intinya rasa takut dan phobia orang orang pada PKI, bagai mengajak orang orang phobia pada suatu mode rambut. Karena orang gampang rubah rubah mode sesuka hati. Kalu Anda tuding Jokowi PKI, lalu ternyata Jokowi ikut FPI dan aktif di FPI anda bisa bilang apa? Lalu jika Anda tuding baju Jokowi kesempitan besoknya Jokowi pake baju longgar Anda mau omong apa? Masalahnya dengan demikian hanya mengerucut satu hal, Anda tidak suka pada Jokowi. Apapun yang Jokowi pilih selalu salah. Perbedaannya, orang tidak suka pada Jokowi banyak, ada yang idiot dalam mengekspresikannya, ada yang benar dalam mengekpresikannya.

Toh.. Orang orang waras akan cenderung menyukai kisah perjalanan hidup dibanding kestatisan. Jika benar orang tua Jokowi pernah jadi anggota hore hore PKI, sebagaimana di era itu orang zamannya hore hore an, bukankah normal bila sekarang bukan lagi tim hore PKI, lagipula PKI nya sudah bubar?  Itupun jika benar. Yang artinya jika Jokowi keturunan mereka yang pernah ikut PKI artinya bagus bagus saja tanda di era lalu ada demokrasi, di mana orang ketipu parpol parpol tengik sok sokan bawa Indonesia menuju sejahtera, padahal numpuk periuk nasi sendiri.  lalu orang orang yang ketipu itu ikutan hore horean. Jika tidak benar pun itumah biasa. Lalu di mana masalahnya?

Masalahnya akhirnya mengerucut jadi satu hal, yakni kedunguan yang mengarah pada ketidakpatutan tentang konsep Ibu sebagai urusan domestik orang lain.

Dalam kepatutan masyarakat, apabila seseorang pria setengah baya memperkenalkan gadis muda adalah ibunya, orang orang berhenti di titik itu. Oke itu ibunya. Walau janggal, seorang pria setengah baya memiliki ibu gadis muda. Mereka sepakat, tidak banyak tanya, tidak ingin terlalu selidik, tidak INGIN MENCAMPURI URUSAN DOMESTIK ORANG. Karena tidak ingin dirinya mengalami hal serupa, ditelanjangi dan dipertanyakan, plus dipermalukan ke semua orang urusan domestiknya.

Tapi akhirnya saya menemukan suatu jawaban yang menjelaskan banyak hal kenapa Jonru bertindak sedemikian nekat menyerang seorang wanita karena menjadi ibu seseorang, dan menyerang seorang anak karena menyebut seorang wanita sebagai ibu nya. Dalam twitt tragis tertanggal 11 maret 2016. Di sana @jonru menjawab pertanyaan dari @HartoyoMdn

“Perlu kau tahu, nenek kandungku pun mati dalam keadaan kafir, dan dia pasti masuk neraka, padahal aku mencintainya.”

Kalimat singkat itu menjelaskan “ciri kejiwaan” seorang Jonru. Dan bagi kita bisa melengkapi jawaban mengapa ada orang dengan rendahnya menyerang ibu orang lain, karena pada neneknya nya sendiri pun dia tetap “Menjonru” bahkan menulis “PASTI” masuk neraka. 

[salafynews]

Secularphobia


Dunia Hawa - Banyak orang secularphobia. Geram mereka kalau dengar istilah sekuler. Kesal mereka sama yang terang-terangan ngaku sekuler kayak saya. Eneg mereka kalau mendengar kampanye sekularisme.

Mereka takut kehidupan akan seperti di Barat yang penuh maksiat. Yang takut itu kebanyakan belum pernah pergi ke luar negeri, boro-boro tinggal di sana. Barat yang mereka tuduh rusak itu jadi tempat tujuan orang-orang Islam untuk beremigrasi atau mengungsi. Juga tempat tujuan tokoh-tokoh Iskam untuk berlindung, dari kejaran penguasa Islam.

Tapi mereka diam-diam menikmatinya. Coba kita ajak mereka ekperimen pikiran. Nggak mau sekuler, kan? Negara diatur dengan prinsip agama. Agama mana? Agama mayoritas. Maka di Jawa dan Sumatera, diatur dengan Islam. Senang? Puas?

Tunggu dulu. Di Indonesia bagian timur, aturannya adalah aturan Kristen. Mau? Orang Islam harus bayar pajak khusus, pajak kepala. Jumlah dan pembangunan mesjid dibatasi. Dakwah Islam juga dibatasi. Mau? Nggak, deh.

Itu belum seberapa. Orang-orang Islam dibatasi masuk Eropa dan Amerika. Nah, lho. Yang mau sekolah ke luar negeri silakan ke Arab atau Iran. Nggak tahu deh, para pengungsi itu mau ngungsi ke mana? Emang Saudi mau terima? Mau dilanjutin nih, eksperimennya? Nggak sanggup bayangin, kan?

Mereka itu sebenarnya ingin memaksakan aturan saja. Pakai aturan saya, karena pasti baik. Aturan saya paling baik. Isi kitab saya sudah terbukti benar. Pembuktian sudah dilakukan oleh para ilmuwan kafir, hahahahaha.

Saya bahkan nggak yakin kalau orang-orang itu benar-bensr sanggup hidup di bawah sistem Islam seperti di Saudi itu. Ada sebagian yang ingin seperti itu, tapi sebagian kecil saja. Yang lain tidak akan mau. 

Bisa nggak bayangin kalau Indonesia tiba-tiba jadi seperti Saudi? Yang pertama akan terjadi adalah hilangnya emak-emak naik motor metik. Emak-emak akan dirumahkan, nggak boleh lagi pergi belanja ke pasar naik motor. Juga nggak bisa lagi antar anak ke sekolah. Mau, emak-emak?

Kita tidak akan punya lagi tempat hiburan seperti karaoke dan bioskop. Tak ada lagi acara hiburan di TV. Keramaian dengan panggung hiburan dilarang. 

Anak-anak remaja putri tidak lagi bisa kuliah di luar kota, jadi anak kos. Tempat kuliah akan dibatasi. Bahkan jurusannya oun terbatas. Mau?

Lalu ada yang berdalih, Arab Saudi itu bukan sistem Islam yang sebenarnya. Lalu, yang benar yang bagaimana? Kagak jelas. Masih dirumuskan di atas kertas. Masing-masing kubu punya rumusan sendiri. Nanti kalau mau diterapkan, sesama orang Islam akan ribut sendiri. Cakar-cakaran, bunuh-bunuhan. Persis seperti yang sekarang terjadi di Suriah itu. Mau? Nggak, kan?

Makanya, realistis aja. Terima kehidupan sekuler ini. Jangan banyak berkhayal lagi.

[hasanudin abdurakhman]