Saturday, June 25, 2016

Hidayat Nur Wahid Lugu Banget, Bilang Ahok Tidak Konsisten


Dunia Hawa - Hidayat Nur Wahid seperti politikus kemarin sore aja, bicara tentang konsistensi. Kalau saja Hidayat Nur Wahid politikus keamrin sore, mungkin saya bisa maklum dengan pernyataannya yang lugu seperti itu.

Tapi Hidayat Nur Wahid adalah petinggi PKS, yang sudah matang, politikus yang sudah malang melintang di Indonesia.

Saya menduga, Hidayat Nur Wahid sudah kehabisa peluru seperti haters yang lainnya, jadi ngomong asal njeplak aja. Hanya demi menyerang Ahok dan TA saja, dia rela mengumbar pernyataan seakan akan lugu.

Kalau kita bicara konsistensi, sekarang tunjukan sebagai contoh, siapa politikus di Indonesia yang konsisten!!!

Tunjukin dong buat contoh, partai mana yang konsisten...!!!

PKS konsisten? PAN? Demokrat? Golkar? PDIP? Gerindra? PPP? PKB?

Hadeeeehhhhhhh.............. Mikir atu Oom...... Mikir sekali lagi mikiiiiiiiiirrrrrrrr...

Masa mesti diajarin lagi, bahwa politik itu dinamis, tergantung kepentingan.

Mana ada politik yang statik, meneng terus tidak ngikutin arus...!

Jangan asal ngomong doang atuh, tar bisa malu sendiri... Bisa menampar muka sendiri...

Benar, sampai saat ini Ahok belum secara tegas belum menentukan pilihannya, mau maju lewat jalur independen atau lewat parpol, karena Ahok mempunyai dua tiket untuk maju pilkada.

Ingat sekali lagi ya, AHOK PUNYA DUA TIKET UNTUK MAJU PILKADA.

Ini yang ga dimiliki satupun calon lainnya yang cuma bisa koar koar doang. Jangankan satu tiket, sampai saat ini BELUM ADA SATUPUN PARTAI YANG BERANI MENENTUKAN CALONNYA.

SEKARANG COBA TUNJUKIN MANA CALON LAWAN AHOK? ADA?

TUNJUKIN DONG PARTAI MANA YANG SUDAH MENENTUKAN CALONNYA BUAT MAJU PILKADA MENGHADAPI AHOK? ADA?

Hadeeeehhhhhhhhh.............

PDIP pun yang bisa menentukan calon sendiri, sampai sekarang masih mencla mencle ketakukan. Masih kasak kusuk dengan Gerindra dan parpol lain buat koalisi. 

Dan gilanya lagi, PDIP masih tega teganya menggembosi Teman Ahok.

Mikiiiiiiiiiirrrrrrrrr...!!!

PDIP jangan juga pengecut, ga ngaku menggembosi TA. Terbukti sudah mereka menyusup dan diam diam merekrut orang keluaran dari TA dengan iming iming THR...

Tapi saya maklum ini politik yang memang keras, tidak boleh ada celah sedikitpun untuk dimasuki lawan. Ini pelajaran penting buat TA...

Ya udah lah, saya cuma ingin ngeluarin uneg uneg ini aja...

Karena lagi weekend dan ada tugas negara, saya ga bisa panjang kali lebar lagi...

Salam Damai....

[grace adelicia/ kompasioner]

Pospera Tuntut Teman Ahok Minta Maaf, Memangnya Siapa Loe?


Dunia Hawa - Lalu Adian pun meminta agar Teman Ahok meminta maaf kepada Pospera. Sebagai senior relawan, Pospera merasa punya lebih banyak pengalaman dibanding Teman Ahok.

Akhirnya Dalang mantan Teman Ahok, mereka yang menyusupkan pemalsu KTP, pengkhianat Teman Ahok, muncul dengan sendirinya ke permukaan, Sudah kepalang basah, telanjur telanjang bulat-bulat, Adian 'bodat' Napitupulu, langsung mengultimatum Teman Ahok segera minta maaf kepada Pospera karena posisi Pospera sebagai Senior relawan yang punya pengalaman lebih banyak.

Menggelikan, belum lebaran sudah memaksa Teman Ahok minta maaf. Apa tidak terbalik? Mustinya Adian 'bodat' Napitupulu lah yang minta maaf mencium kaki Teman Ahok sambil meraung-raung menangis. Yang merecoki siapa? apakah Teman Ahok pernah usil terlebih dahulu ke Pospera?, lantas kenapa Pospera menyusupkan penipu ke Teman Ahok? kalau kalah bersaing merebut dukungan rakyat, janganlah malu-malu sebagai Senior relawan belajar menimba ilmu ke Teman Ahok. Tidak mesti yang lebih Senior itu punya ilmu lebih, apalagi sekelas Adian 'bodat' Napitupulu yang dulunya anggota Forkot (Forum Kota) yang tak jelas asal usul sekolahnya, jangan-jangan lulusan sekolah preman.

Tuduhan-tuduhan, dari pengumpulan dana yang tak transparan, pemalsuan data KTP, dan sponsor di belakang Teman Ahok bukan urusan Pospera apalagi Adian 'bodat' Napitupulu. Sudah ada penegak hukum dan KPU DKI Jakarta yang kelak akan memverifikasi itu semua. Bila ada pidana maka itu akan menjadi domain penegak hukum. Untuk apa Pospera dan Adian 'bodat' Napitupulu ikut cawe-cawe?, alangkah baiknya bila Pospera mengurus kasus pidana anggota DPR maling.

Semua sudah bisa membaca, Pospera dimanfaatkan Partai Politik yang tidak rela Ahok maju lewat jalur perseorangan, Motor utamanya adalah PDI Perjuangan dan beberapa Partai Politik lainnya yang tidak mendukung Ahok. PDI Perjuangan punya motif Ahok dipisahkan dari Teman Ahok kemudian kembali menghadap si mbok untuk mengemis dukungan PDI Perjuangan. Ini kampungan. Jika hendak merebut Ahok kembali dari Teman Ahok, maka PDI Perjuangan bisa mencontoh Partai NasDem, Hanura dan Golkar yang terbukti mampu membaca situasi politik ke depan dengan piawainya. Kini tak ada jalan bagi PDI Perjuangan bisa membajak Ahok dari ketiga Partai Politik itu dan juga dari Teman Ahok.

Bagi Ahok, sebagai politikus yang punya kecerdasan, bila pintu yang satu dipersulit maka bisa melalui pintu lain asalkan Ahoklah yang memegang 'kunci' masuk ke pintu alternatifnya. Sepanjang ketiga Partai Politik itu memberi wewenang penuh ke Ahok maka tak haram untuk menggunakannnya. Yang pasti ditolak Ahok adalah bila dukungan ketiga Partai Politik itu diberi embel-embel konsesi tertentu. Jadi salah alamat dengan apa yang disampaikan oleh Hidayat Nurwahid yang menuduh Ahok inkonsisten, awalnya akan maju lewat perseorangan kenapa naga-naganya kini akan maju lewat Partai Politik? Hidayat Nurwahid semestinya menyalahkan revisi UU Pilkada yang mengharuskan verifikasi faktual terhadap seluruh KTP pendukung. Ini revisi yang muncul dari otak-otak edan anggota DPR asal PDI Perjuangan dan Gerindra. Bayangkan untuk verifikasi faktual terhadap sejuta data KTP hanya tersedia waktu 14 hari! dengan alamat yang ratusan ribu lokasinya apakah ini namanya bukan menjegal majunya Ahok melalui jalur perseorangan?

Yang keliru  diperhitungkan PDI Perjuangan adalah skenario menjauhkan Ahok dari Teman Ahok maka Ahok PASTI akan ke si mbok. Kenyataannya, sudah menjatuhkan nama Teman Ahok melalui para mantan Teman Ahok lewat konferensi pers di Cikini, hasilnya publik malah membenci mereka dan Ahok malah mendapat tambahan dukungan dari Partai Golkar. PDI Perjuangan sebagai sponsor dengan tokoh utama Adian 'bodat' Napitupulu dan Junimart Girsang akan menjadi sasaran tembak paling tidak dari sejuta pendukung Ahok.

Yang seharusnya dilakukan adalah, Adian 'bodat' Napitupulu dan Junimart Girsang segera minta maaf ke Ahok dan Teman Ahok, kalau perlu cium kaki. Tanpa itu, bola salju akan membesar dan PDI Perjuangan akan menuai akibatnya pada pemilu 2019.

[immortal unbeliever/ kompasioner]

Pernyataan Politikus PPP Ruki yang Menyesatkan tentang Kasus Sumber Waras


Dunia Hawa - Mantan pelaksana tugas Ketua KPK, yang kini adalah Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Taufiequrachman Ruki angkat bicara soal kasus pembelian lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) yang telah diputuskan KPK tidak ada unsur pelanggaran hukum dan korupsinya.

Ruki memberi komentar yang pada intinya menyatakan bahwa kasus tersebut sebenarnya ada pelanggaran hukum dan unsur korupsinya.

Pertanyaannya adalah apakah etis seorang mantan pimpinan KPK memberi komentar tentang substansi suatu hasil pemeriksaan KP? Apalagi komentar tersebut adalah komentar yang negatif yang mengarah kepada pernyataan bahwa keputusan KPK itu tidak benar? Padahal dia sendiri mengakui bahwa saat dia menjadi pelaksana tugas Ketua KPK, kasus tersebut masih dalam tahapan penyelidikan, dan dia juga tak mengikuti perkembangannya secara komprehensif.

Lebih-lebih lagi bahwa sekarang ini Ruki adalah seorang petinggi partai politik yang nota bene merupakan lawan politik Ahok terkait pemilihan umum gubernur DKI Jakarta 2017, yang pasti sarat dengan demi kepentingan partainya itu.

Rekam Jejak Ruki

Berdasarkan catatan rekam jejak Ruki ketika menjadi Ketua KPK periode pertama, lebih-lebih di masa dia menjadi pelaksana tugas Ketua KPK pasca Abraham Samad dan Bambang Widjojanto berhasil disingkirkan oleh suatu konspirasi politik busuk terkait kasus Komjen Polisi Budi Gunawan, prestasi Ruki tidak pernah menonjol.

Sebaliknya, di kala menjadi pelaksana tugas Ketua KPK Ruki justru menoreh sejarah kelam KPK, setelah baru dua minggu memegang jabatan itu: Untuk pertama kalinya KPK menyatakan mengaku kalah dari tersangka korupsi (kasus Budi Gunawan), dan untuk pertama kalinya pula sejak didirikan Ketua KPK didemo oleh semua pegawainya (karena dianggap justru menjadi musuh dalam selimut KPK dengan berbagai kebijakan dan keputusannya yang melemahkan KPK dari dalam).

Setelah menyatakan KPK menyerah kalah dari tersangka korupsi (Budi Gunawan), berkat Ruki pula akhirnya berkas pemeriksaan Budi Gunawan di KPK pun dialihkan kembali ke Bareskrim Polri dengan maksud terselubung yang mudah diduga sebelumnya, yaitu supaya pemeriksaan kasus itu bisa dihentikan Polisi (di-SP-3-kan), karena kalau masih di KPK penyidikan terhadap kasus itu harus dilanjutkan (KPK tidak mengenal SP-3).

Padahal, sebelum menjabat sebagai pelaksana tugas Ketua KPK itu, di sebuah acara talk show televisi, Ruki dengan berapi-api pernah menyatakan tidak boleh polisi mengambilalih kasus yang sedang diperiksa KPK (karena tidak ada Undang-Undangnya), kalau sebaliknya itulah yang boleh (berdasarkan UU KPK). 

Untuk menghibur (baca: menipu) publik, Ruki menyatakan alasannya KPK melepaskan kasus Budi Gunawan itu: yakni karena masih ada 36 kasus besar lainnya yang akan terbengkalai jika KPK terlalu fokus pada kasus Budi Gunawan itu, seolah-olah kasus itu hanyalah kasus ecek-ecek.Faktanya, sampai habis masa jabatannya, apa yang disebut 36 kasus besar itu tak pernah jelas, apalagi ditangani KPK.

Komisi III DPR sudah punya rencana akan memanggil Ruki sebagai mantan pelaksana tugas Ketua KPK untuk dimintai pendapatnya tentang kasus Sumber Waras yang sesungguhnya sudah selesai itu setelah KPK sesuai dengan wewenangnya sudah menyatakan tidak menemukan pelanggaran  hukum dan korupsi dalam kasus itu.

Diduga, lewat “kerjasama DPR-Ruki” nanti serangan terhadap KPK akan dilancarkan, indepensi kewenangan KPK akan diguncang mereka, demi meracuni opini publik, bahwa ada sesuatu antara KPK dengan Ahok.

Ruki, seorang mantan Ketua KPK, jabatan yang sangat mejunjung tinggi indepedensi, pantang dipengaruhi kepentingan politik apapun, ternyata selama di KPK itu dia berupaya menahan diri untuk tidak independen, setelah tak lagi menjabat, hasrat kepentingan politiknya itu pun disalurkan dengan menjadi ketua Mahkamah PPP.

Ruki Menyesatkan

Ruki menyatakan, pembelian  tanah dengan menggunakan anggaran negara menggunakan cash and carry, saat tanah itu otomatis milik Pemda DKI saat terjadi pembayaran, tetapi, katanya:

"Sekarang perjanjiannya, dua tahun kemudian baru bisa jadi milik Pemda DKI. Logikanya sudah menyalahi UU Keuangan Negara. Itu yang saya bilang cluetadi. Pembayaran cek kontan. Menimbulkan banyak question mark."

Saya curiga, Ruki sengaja membuat penilaian dan pernyataan seperti ini dengan maksud menyesatkan pikiran publik, sengaja membuat opini publik bahwa memang terdapat keganjilan, pelanggaran hukum, kerugian keuangan negara, dan korupsi di pembelian lahan Sumber Waras itu, seturut dengan strategi politik PPP untuk menyingkirkan  Ahok dari pilgub DKI 2017. Dan, bahwa keputusan KPK itu adalah keputusan yang salah.

Saya heran juga, Ruki kok bisa ikut-ikutan gagal paham dalam memahami transaksi jual-beli lahan Sumber Waras, yang sama dengan gagal paham, atau informasi-informasi pelintiran dari musuh-musuh politik Ahok?

O ya, harap maklum, kan Ruki sekarang petinggi PPP yang nota bene lawan politik Ahok di pilgub DKI 2017, jadi dia pun termasuk lawan politik Ahok, yang pasti akan mengerahkan segala cara untuk menjegal Ahok maju di pilgub DKI 2017 itu.

Siapa bilang dalam perjanjiannya, dua tahun kemudian baru lahan Sumber Waras itu menjadi milik Pemda DKI Jakarta?

Saat pembayaran (31 Desember 2014) dilakukan sesungguhnya lahan tersebut sudah beralih ke Pemda DKI, yang harus dibuktikan dengan telah terjadinya balik nama dalam bentuk sertifikat tanah tersebut atas nama Pemprov DKI Jakarta.

Untuk itu tentu saja memerlukan waktu untuk proses pengurusan dokumen-dokumennya, dan tindakan hukum lainnya yang diperlukan atas lahan tersebut, seperti pengukuran ulang lahan itu oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Semua proses hukum itu sudah selesai dilakukan, dan pada awal Juni 2016, BPN sudah menerbitkan sertifikat tanah tersebut atas nama Pemprov DKI Jakarta. Sertifikat tanah itu sudah ada di tangan Pemprov DKI Jakarta (dalam hal ini Dinas Kesehatan Pemrov DKI).  Artinya, secara hukum, perikatan jual-belinya tidak ada masalah. Jika suatu transaksi atas tanah ada masalhnya, BPN pasti akan menunda penerbitan sertifikatnya.

Duduk Peristiwa yang Sebenarnya

Tentang tenggang waktu dua tahun:

Yang benar, di dalam perjanjian tersebut bukan menentukan peralihan haknya baru terjadi setelah dua tahun sesudah perjanjian/pembayaran, tetapi tenggang waktu dua tahun itu merupakan tengggang waktu untuk memberi kesempatan kepada pemilik lahan yang lama (YKSW) untuk melakukanpengosongan terhadap lahan tersebut.

Klausul ini tentu saja sangat wajar, dan juga lazim ada di dalam perjanjian jual-beli lahan/bangunan pada umumnya, di mana pemilik lama masih menempati lahan tersebut saat perjanjian ditandatangani. Pasti ada klausul tentang tenggang waktu bagi pemilik lama melakukan pengosongan terhadap lahan itu. Tidak mungkin, hari ini perjanjian terjadi, hari ini juga  atau besoknya, pemilik lahan lama sudah harus menggosongkan lahan tersebut.

Pada perjanjian jual-beli lahan Sumber Waras itu tenggang waktu pengosongan dua tahun tersebut adalah sesuatu yang sangat wajar, menginat besarnya rumah sakit itu. Tidak mungkin begitu Pemprov DKI membayar lunas lahan itu, hari itu juga, atau dalam tempo yang tidak masuk akal, pihak YKSW itu sudah harus mengosongkan lahan tersebut.

Tidak mungkin, dalam tempo singkat, rumah sakit yang masih menjalankan operasionalnya harus menghentikan semua kegiatannya, tak mungkin dalam tempo singkat pengosongan sudah harus dilakukan seketika itu juga; semua pasiennya, semua peralatan medis dan lain-lainnya harus dikeluarkan dari bangunan rumah sakit. Semuanya itu pasti memerlukan proses dan prosedur, persiapan-persiapan yang matang.

Waktu dua tahun yang diberikan Pemprov DKI kepada YKSW sebagai pemilik lahan lama itu merupakan tenggang waktu yang masuk akal.  

Direktur Utama RS Sumber Waras Abraham Tedjanegara sudah pernah menjelaskan hal ini, bahwa saat perjanjian pembelian dengan Pemprov DKI, pengosongan bangunan akan dilakukan dua tahun setelah pembelian. Dalam waktu dua tahun itu, RS Sumber Waras masih dapat menggunakan lahan yang sudah beralih kepemilikannya ke Pemprov DKI tersebut untuk sementara.

"Operasional berjalan dari dulu karena dari awal kami sudah bilang bahwa kami enggak akan jual kepada DKI apabila kami enggak dikasih kesempatan melakukan itu," jelas Abraham pada  16 Juni 2016.

Pada perjanjian saat itu, RS Sumber Waras meminta Pemprov DKI memberi waktu pengosongan dan penyerahan lahan agar operasional rumah sakit bisa tetap berjalan dan pasien tetap dapat ditangani.

"Karena kalau kami tidak dikasih kesempatan, terpaksa rumah sakit kami tutup, dan itu bukan konsep kami," tegas Abraham.

Sekarang, juga jelas Abraham, pihaknya sudah mulai melakukan persiapan-persiapan pengosongan terhadap lahan dan bangunan Rumah Sakit yang sudah dibeli Pemprov DKI Jakarta itu, agar pada Desember 2016 nanti, pengosongan sudah bisa dilakukan seluruhnya.

"Oh sudah. Kami sudah siapkan. Pokoknya kami punya target, menjelang Desember kami laksanakan (pengosongan). Kami berkomitmen," ujar Abraham.

Apa masih kurang jelas duduk persoalannya tentang klausul dua tahun tersebut?

Selama ini musuh-musuh politik Ahok, termasuk yang di Kompasiana, memang sengaja menyebarkan informasi-informasi plintiran yang menyesatkan opini publik, sebagaimana yang terjadi di seputar kasus pembelian lahan Sumber Waras itu.

Sampai-sampai tentang klausul dua tahun itu pun diplintirkan seolah-olah Ahok baru bisa membangun rumah sakit kanker -- sebagaimana dicita-citakan itu  -- di atas lahan tersebut paling cepat pada 2018, karena pada tahun tersebut peralihan hak baru terjadi, dan setelah itu masih perlu waktu dua tahun lagi untuk menyelsaikan pembangunan rumah sakit tersebut.

Salah satu kompasiner yang paling sering melakukan pelintiran informasi menyesatkan tersebut adalah pembenci Ahok sejati, Go Theng Shin (GTS). Dalam sebuah artikelnya yang berjudul: Buntung Logika dan Nurani Pendukung AHOK, ia menulis:

“ ...ingat bahwa lahan RS itu hanya diserah-terimakan pada tahun 2018. Jadi sampai dengan diserah-terimakan, tidak akan ada pembangunan RS. Pembangunan sendiri makan waktu bisa 2 tahun, berarti baru tahun 2020 atau paling cepat akhir 2019 akan ada RS Kanker di atas bekas tanah Sumber Waras.”

Faktanya, sebagaimana saya uraikan di atas, saat perjanjian dan pembayaran terhadap lahan Sumber waras itu sudah dilakukan saat itu juga peralihan hak sudah terjadi, sedangkan mengenai dokumen bukti pemilikannya (balik nama di sertifikat tanahnya menjadi atas nama Pemprov DKI) pasti memerlukan waktu untuk pemrosesannya.

Sekarang, proses itu sudah selesai, sertifikat lahan tersebut sudah atas nama Pemprov DKI Jakarta.

Sekarang, pihak YKSW sudah mulai mengadakan persiapan-persiapan awal pengosongan lahan tersebut, agar sesuai dengan perjanjian, Desember 2016 nanti lahan tersebut sudah bisa dikosongkan.

Setelah KPK memutuskan menghentikan penyelidikan terhadap kasus pembelian lahan Sumber Waras itu, Pemprov DKI memperoleh kepastian hukum, untuk sesuai dengan rencananya, akan mulai proses pembangunan rumah sakit kanker di atas lahan itu, pada 2017.  

Ahok sudah memulainya dengan merancang bentuk bangunan rumah sakit kanker itu sesuai dengan yang dicita-citakan, katanya:

“Saya telah selesai membuat desain di atas tanah eks-RS Sumber Waras, yang nantinya akan ada 1.000 ranjang untuk penderita kanker dan 1.026 untuk penderita stroke dan lumpuh otak. Juga akan diabangun apartemen dengan 500 unit kamar untuk pelayanan variatif. Jadi, jika ada pasien tak mampu yang sudah stadium 4, kami takkan kembalikan ke rumah yang tak layak. Kami akan tempatkan di apartemen fan merawat beliau, supaya bisa meninggal dengan terhormat, sebagai orang yang mampu.”

Anggaran pembangunan rumah sakit kanker tersebut diperkirakan akan memakan dana sebesar tiga triliun rupiah, dengan masa pembangunan selama dua tahun.

Karena adanya larangan bagi kepala daerah menganggarkan proyek yang melebihi akhir tahun masa jabatan kepala daerah (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011), maka Ahok berencana membebankan pelaksanaan pembangunan rumah sakit tersebut kepada pihak swasta sepenuhnya, yaitu dengan menggunakan dana yang diperoleh dari kewajiban Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

Rencana Ahok membangun rumah sakit milik Pemprov DKI Jakarta dengan 1.000 ranjang, plus 500 unit kamar apartemen itulah yang membuat akhirnya dia memilih membeli lahan YKSW itu, ketimbang lahan di Jalan Sunter Permai Raya, yang sebelumnya pernah direkomendasikan Kepala Dinas Kesehatan DKI.

Lahan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan itu luasnya hanya 8.000 meter persegi, tentu tidak cukup luas untuk membangun rumah sakit dengan 2.000 ranjang plus 500 unit kamar apartemen itu. Bandingkan dengan luas lahan YKSW yang luasnya 3,64 hektare itu.

Rekomendasi yang pernah disampaikan Kepala Dinas Kesehatan DKI kepada Ahok untuk mendirikan rumah sakit kanker di lahan di Sunter itu juga dijadikan bahan musuh-musuh Ahok sebagai bukti versi mereka bahwa ada niat jahat Ahok di dalam pembelian lahan YKSW itu. Ahok dituduh sengaja mengabaikan rekomendasi tersebut, dan terburu-buru membeli lahan YKSW.

Padahal, kejadian sebenarnya adalah: pada awalnya Ahok sudah menindaklanjuti rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan DKI tersebut, tetapi perkembangan keadaanlah yang kemudian Ahok mengubah rencananya, dengan memutuskan memilih lahan YSKW, bukan lahan di Sunter untuk pembangunan rumah sakit kanker.

Ketika itu, Ahok sudah membuat disposisi kepada Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah untuk menganggarkan rencana pembelian lahan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan DKI itu sesuai dengan aturan yang berlaku.

Rencaan awalnya, lahan di Jalan Sunter Permai Raya itu untuk rumah sakit kanker, dan lahan di dekatnya, Jalan Kesehatan untuk rumah sakit jantung.

Ketika disposisi itu dibuat YKSW masih tidak berniat menjual lahannya itu.

Tetapi, kemudian pihak YKSW berubah pikirannya, mereka mengirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta Ahok, bersedia menjual lahannya itu kepada Pemprov DKI, lalu terjadilah kesepakatan perjanjian jual beli lahan itu dengan harga NJOP 2014.

Rancangan proyek rumah sakit kanker pun dialihkan ke lahan seluas 3,64 hekater itu dengan konsep perpanduan antara rumah sakit dengan 2.000-an ranjang plus 500 unit kamar apartemen tersebut.

Selain luasnya yang memenuhi syarat pembangunan rumah sakit kanker sesuai dengan konsep Ahok itu, pertimbangan lain memilih lahan Sumber Waras tersebut adalah karena lahan itu berstatus zona suka sarana kesehatan, dan dekat dengan RS Kanker  Dharmais, dan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Kini, lahan di Jalan Sunter Permai Raya itu sudah dibangun Gedung Ambulans Gawat Darurat, dan lahan di Jalan Kesehatan itu telah dibangun rumah sakit spesialis jantung dengan nama RS Tarakan.

Dari uraian ini, terlihatlah siapa sebenarnya yang punya niat mulia demi warga DKI Jakarta, dan siapa sesungguhnya yang punya niat jahat demi terpenuhinya am terpenuhinya ambisi kepentingan politiknya itu.

[daniel h t / kompasioner]

Ahok Begitu Kaya, Bisa “Membeli” KPK dan Pengadilan Tipikor


Dunia Hawa - Fenomena Ahok belum berakhir, ini edisi guyon saja, tidak usah serius bagi yang tidak suka Ahok ya disabar-sabarkan, bagi yang suka dan berharap untuk tetap jadi gubernur juga tidak perlu emosi serta makan hati, yang jelas Jakarta lebih baik dan siapapun atau apapun caranya bukan yang utama. Jakarta lebih baik sebagai tujuan, sebagai gerbang negara namun selama ini memalukan. Lebih memalukan yang dipertontonkan dari Jakarta hanya berebut kebenaran justru oleh elitnya sendiri.

Terbaru ini soal Ahok lagi, secara tidak langsung tapi. Soal reklamasi. Jaksa tipikor membeberkan peran M Taufik di dalam kasus M Sanusi. Berpanjang lebar di sana dikatakan bagaimana M Taufik yang membuat raperda itu sesuai dengan keinginan pengembang. Padahal selama ini yang ditangkap M Sanusi, dan yang diharapkan menyusul adalah Ahok. Kisahnya berubah di tangan jaksa dan malah berbalik arah ke M Taufik.

Rompi yang sudah disiapkan koleganya di bagasai mobilnya eh malah naga-naganya malah dipakai rekan sendiri separtai. Jaksa sudah dibeli. Mau apa lagi, ya sudah kakak beradik saja yang masuk bui barengan.

Dari kisah sebelah juga ada berita panas lagi. Kali ini soal tanah yang itu lagi. Kapan berakhir coba. Kali ini Pak Ruki mengeluarkan jurusnya yang sama dengan BPK. KPK malah memble karena bertolak belakang dengan BPK. Jelas ini KPK kali ini yang menurut salah satu komentar di Kompas.com katanya empat pimpinannya kafir, entah apa kaitannya. KPK edisi ini dibeli Ahok, sehingga KPK pro Ahok dan berlawanan dengan BPK. Padahal kalau mau jernih dan jelas soal mana KPK atau BPK yang jelas memegang aturan bisa dilihat. Belum lagi rekam jejaknya di masa lalu lebih bisa dipercaya mana. Hal ini sudah dikupas beranke pandang sudut dan hampir menyeluruh, semua jadi ahli tiba-tiba.

Menarik adalah Pak Ruki yang digadang-gadang oleh salah satu parpol untuk menjadi kandidat cagub. Belum lagi menjadi pengurus parpol. Apa artinya? Selama ini parpol itu jauh dari kepercayaan masyarakat. Eh Pak Ruki yang menjabat dua kali jadi ketua KPK (meskipun miskin prestasi mentereng) namun bisa metenteng, malah masuk parpol. Dan keraguan itu jauh lebih besar. Pernyataannya yang mengatakan ada kerugian sebagaimana BPK (ingat ini juga orang parpol), dan malah meragukan integritas yuniornya di KPK.

Bola salju liar ini disambar Pak Zon yang lagi-lagi tidak bijak, malah menyatakan ,“Saya menduga KPK diintervensi...” Meskipun tidak menjelaskan dengan gamblang siapa lagi kalau bukan Ahok dan kekuasaan sebagaimana pernyataan sebelum-sebelumnya. Ini tuduhan serius.

Pertama, KPK sudah tersandera oleh BPK yang baik oleh pejabatnya sudah terekam memiliki indikasi kepentingan pribadi, juga secara kelembagaan telah mengeluarkan berkali-kali rekomendasi yang tidak benar. Catatan wajar namun maling juga banyak. Ini perlu tindakan hukum bukan semata-matta politik abal-abal dan akal-akalan.

Kedua,BPK melalui ketuannya bersikukuh auditornya benar dan ada kerugian negara, namun tidak ada tindakan hukum untuk pemrov Jakarta. Nada ngeles hanya menutupi kemaluan sendiri, dengan mengorbankan pihak lain, pemrov DKI (Ahok) dan KPK. Model makan teman seperti ini  bukan lembaga kredibel.

Ketiga, ada lembaga ketiga, bisa kejaksaan dan atau kepolisian sekaligus sehingga KPK dan BPK dipulihkan. Ini negara sudah kritis akut bukan menjadi ajang cari selamat politikus busuk. Istana (Jokowi) pun sudah tersandera dengan dugaan yang bisa diyakini kebenaran oleh pengikut barisan sakit hati.

Keempat, pejabat negara namun mulutnya tidak ada bedanya dengan cah angon,bicara seenak udelnya, menuduh-nuduh, menyatakan ini itu dengan dasar yang sangat lemah. Implikasinya panjang lho ada BPN segala, bukan main-main. Belum lagi menyatakan KPK diintervensi.

Kelima,lha memangnya Ahok itu lebih kuat dari Pak Beye apa, bisa membeli KPK dan akan datang suara beli jaksa tipikor segala nanti.  Berarti Ahok sekuat Soeharto yang bisa menguasa RI-1 dan jajarannya. Apakah nanti Zon dan Fahri juga dibelinya?

Keenam,negara ini besar namun malah dipancung dan dikerdilkan sendiri oleh pejabatnya. Bagaimana mereka mencari untung sendiri dengan membiarkan rakyat menderita di atas kebahagiaan mereka di dalam mencari keuntungan sendiri.

Ketujuh, hukum yang masih bebal dan tumpul membuat pejabat bisa seenal udelnya sendiri. Bicara baru mikir dan tidak ada pertanggungjawaban sama sekali. Ngeles demi ngeles, maling masih bisa promosi lagi.

Kedelapan, tidak ada kebenaran itu dua. KPK dan BPK harus mengadakan pengusutan ulang dengan lebih obyektif dan menyeluruh bukan dengan adanya kekurangan demi kekurangan seperti selama ini. Kerugian ini  bukan Ahok, atau lembaga negara, namun semua bangsa dan negara ini karena dikelola dengan main-main dan malah mencari kesempatan maling demi maling.

Negara yang dikuasai oleh maling yang dikelola dengan opini. Apakah akan begini terus-terusan?

[susy haryawan/ kompasioner]

Andai Indonesia Punya 5 Ahok Saja


Dunia Hawa - Sekali-kala perlu juga nongkrong di kedai tuak tak jauh dari rumah. Ya setor muka, namanya juga hidup bermasyarakat. Sekaligus numpang baca koran lokal ditemani segelas teh hangat dan rokok. Obrolan di kedai tuak ternyata enggak jauh beda Kompasiana. Kalau dulu yang sering dibicarakan adalah Jokowi kini berganti dengan Ahok. Tak dipungkiri Ahok memang trending topic maker.

Gaung Ahok sampai ke daerah, bukan milik warga Jakarta lagi. Nggak ada yang nggak tahu Ahok. Bayangkan saja, kemarin seorang abang penarik becak mesin saja omongannya sudah seperti pengamat politik. Saya cukup jadi pendengar yang baik saja. ternyata asyik juga diikuti perbincangan yang sebagian besar menggunakan bahasa Batak Toba itu. Bapak-bapak itu bicaranya lantang dan ekspresif khas sekali.

Ada yang menarik ketika mereka semuanya akur bahwa Indonesia ini butuh pemimpin seperti Ahok, khususnya Sumatera Utara. Nggak ada lagi PNS-PNS yang malas-malasan bekerja kalau nggak mau dipecat tentunya. Nggak ada lagi pungli-pungli kalau ngurus dokumen hdi kelurahan. Penyakit yang sudah kronis di sini. Pelayanan public bisa seperti Jakarta, seperti kisah-kisah yang didengar dari kerabat mereka yang ada di Jakarta yang sudah merasakan langsung hasil kerja Ahok.

Nggak ada lagi nepotisme-neportismean, hal yang biasa berlaku di sini. Orang bisa bekerja di pemerintahan bukan karena batak, melayu atau Jawa. Orang bisa jadi kepala ini dan itu bukan karena ia masih dalam kekerabatan marga. Semuanya didasarkan atas kompetensi.

Mereka membandingkan prestasi pemimpin-pemimpin Sumatera Utara yang prestasinya cuma dalam urusan korupsi saja. Gimana mau maju coba? Lalu salah seorang berpendapat: andai Indonesia punya 5 Ahok pasti akan jauh lebih baik. Orang-orang terdiam, berpikir lalu mengamini bahwa Indonesia perlu orang-orang seperti Ahok.

Ups…kebayang nggak sih kalau Indonesia punya 5 pemimpin seperti Ahok?

Indonesia bakal geger! lah koq? gimana nggak geger dan terguncang. 1 Ahok saja sudah bikin ramai seindonesia. Masyarakat jadi bingung, “Ahok” dari provinsi mana yang mau diikuti sepak terjanganya. Ahok dari Jakarta atau Ahok yang di Sumut?

Keguncangan melanda daerah-daerah. Perang dunia maya antara lover dan hater semakin masif. stasiun-stasiun TV beritanya hanya soal soal Ahok A sampai Ahok E saja. Majalah dan Koran Tempe sampai kebingungan Ahok mana yang akan dijadikan Headline dan sampul depan.

Satu yang pastinya ketar ketir terhadap Ahok-Ahok itu adalah partai politik. Bisa tinggal nama saja PDIP nantinya, apalagi partai seperti Perindo. Lalu disusunlah siasat-siasat hitam guna menggulingkan para Ahok tersebut. Intrik-intrik dilancarkan, aksi pembunuhan karakter dengan isu-su SARA digulirkan.  Disusupkannya pion-pion untuk membuat buruk citra para Ahok. Wakil-wakil rakyat yang berasal dari parpol pada bingung gimana caranya nutupin biaya kampanye mereka. Lubang untuk cari proyek nggak ada lagi.

Demonstasi terjadi dimana-mana.  Ibu-ibu lupa ngurusin anak-anak sebab mereka karena lebih memilih ikut demo yang jelas ada  duitnya. Anak-anak sekolah pada bolos demi ikut demo. Lumayan duitnya bisa buat main game di warnet. Polisi-polisi tiap hari kerjaannya hanya ngurusin aksi unjuk rasa. Nggak sempat lagi buat menggelar razia atau membasmi begal.

Untunglah di Indonesia ini Ahok-nya cuman ada satu dan itu pun hanya di Jakarta. Warga Jakarta sebagian besar sudah cukup bijak dalam memilih pemimpin. Lagi pula warga Jakarta tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu SARA dan paham dengan permainan-permainan kotor para barisan sakit hati. Pertanyaannya adalah apakah kedepannya nanti bakal muncul Ahok-ahok lain di daerah? Susah, butuh nyali  10 kali lipat nyalinya Ahok. Bener khan.?

[venusgazer e p/ kompasioner]

Jokowi Serukan Relawannya Untuk Mendukung Ahok


Dunia Hawa -  Presiden Joko Widodo meminta relawannya untuk mendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam Pilgub DKI 2017. Hal itu dinyatakan langsung oleh Ketua Jokowi-Ahok Media Sosial Volunteer (Jasmev), Kartika Jumadi.

Jasmev merupakan relawan Jokowi-Ahok saat Pilgub DKI 2012 dan relawan Jokowi pada pilpres 2014. Diakui Kartika, relawan Jokowi Ahok sempat terpecah soal dukungan. Karenanya, siang tadi Presiden Jokowi mengumpulkan para relawan untuk mendukung Ahok.

Pak Jokowi enggak mungkin memberikan instruksi secara eksplisit. Tapi dari perbincangan kami, secara implisit terlihat bahwa pilihan kami sudah benar mendukung Ahok jadi gubernur," kata Kartika di Setia Budi Building, Jakarta Selatan, Jumat (24/6/2016).

Kartika menerangkan, dukungan yang diberikan pihaknya merupakan bentuk komitmen yang selama ini sudah diemban Jasmev. Semula dia merasa tugas sebagai relawan akan berakhir setelah pemilihan gubernur DKI 2012 dan Pilpres 2014 usai.

"Ternyata 2017 pak Ahok maju lagi, jadi ini konsistensi kami," terang dia.

Pada pilgub DKI 2012 dan Pilpres 2014, lanjut Kartika, Jasmev bertugas untuk melakukan kampanye di sosial media untuk menghadapi fitnah dari lawan politik Jokowi-Ahok. Hal serupa juga bakal dilakukan Jasmev jelang Pilgub DKI 2017. Bahkan, Kartika mengaku sudah menyiapkan ribuan konten factory soal Ahok yang siap disebar luaskan di media.

"Kontennya seperti apakah Pak Ahok terlibat kasus Sumber Waras? Kita bisa menjelaskan kepada publik melalui content factory yang sudah kita buat," ujar dia.

Kartika juga meminta para relawan agar tidak menyoal  jalur yang dipilih Ahok untuk maju dalam Pilgub DKI. Baginya, Ahok harus menang dan kembali duduk di kursi DKI-1.

"Mau lewat parpol atau jalur perseorangan yang penting Ahok kita dorong untuk maju," tandasnya.

[beritatetatas]

Teman Ahok Diserang, Yorrys Siap 'Head To Head' dengan Pospera


Dunia Hawa - Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta Yorrys Raweyai memastikan Golkar akan tetap berada di belakang Teman Ahok dalam menghadapi sejumlah isu negatif yang menerpa sekelompok orang yang mengaku relawan itu.

“Kalau ada yang nyerang, saya siap turun tangan. Kami akan berikan dukungan,” kata ketua DPD Golkar DKI Jakarta, Yorrys Raweyai ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (24/6/16).

Bukan tanpa alasan Yorrys berbicara demikian, pasalnya saat ini Teman Ahok tegah dirundung isu yang tak sedap. Mulai dari dugaan aliran duit Rp30 miliar dari pengembang reklamasi, hingga pengakuan bekas anggota Teman Ahok yang menyebut ada manipulasi KTP. Pengakuan bekas teman ahok ini disebut - sebut dari Ormas Pospera yang diketuai Adian Napitupulu.

Ia juga meminta relawan Teman Ahok tak usah memusingkan tudingan manipulasi KTP yang disampaikan lima bekas relawan. “Ya itu mah kecil, enggak usah ditanggapi, lima orang yang datang ngoceh-ngoceh,” kata Yorrys.

“Di internal Golkar sendiri juga sudah biasa ada perbedaan pendapat. Ini (tudingan) hanya dinamika politik jelang Pilkada saja, itu biasa,” terangnya.

[beritateratas]

Orang Kristen Palestina juga bilang Allahu Akbar


Dunia Hawa - "Bagi kami, kata Allah tidak identik dengan Islam. Ini adalah sebuah kata dalam bahasa Arab untuk Sang Pencipta alam semesta," kata Uskup Theodosios. 

Di Indonesia banyak orang salah kaprah membedakan penggunaan kata Allah. Negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar sejagat ini mengklaim Allah (dibaca Alloh) hanya milik orang Islam, sedangkan kaum Nasrani membaca Allah sesuai ejaan. 

Padahal aslinya, kata Allah ini dalam bahasa Arab berarti Tuhan. Sehingga orang-orang Arab Kristen pun menyebut Tuhan dengan kata Allah (dibaca Alloh) seperti sebutan kaum muslim. 

Fenomena serupa juga terjadi di Malaysia. Bahkan negara mengakui Islam sebagai agama resmi itu melarang media Kristen menggunakan kata Allah. 

Uskup Agung Sebastia Theodosios, 49 tahun, dari Kristen Orthodoks membenarkan. Lelaki Palestina bernama asli Atallah Hanna ini satu-satunya uskup Kristen Orthodoks asal Palestina menetap di Yerusalem, sedangkan semua uskup Kristen Orthodoks lainnya adalah orang Yunani. 

Dalam wawancara lewat telepon dengan wartawan Nadezhda Kevorkova dari Russia Today, Theodosios banyak mengucapkan kalimat-kalimat lazim didengar dari mulut seorang muslim, seperti Alhamdulillah, Insya Allah, dan Masya Allah. 

Saat beribadat di gereja pun, menurut Theodosios, orang-orang Kristen Orthodoks juga mengucapkan kata Allah. "Bagi kami, kata Allah tidak identik dengan Islam. Ini adalah sebuah kata dalam bahasa Arab untuk Sang Pencipta alama semesta," katanya. "Jadi ketika kami bilang Allah dalam doa kami berarti Pencipta alam semesta."

Dia menjelaskan komunitas Kristen Orthodoks biasa menggunakan kata Allah. Kami memuji Allah sepanjang waktu. "jadi salah kalau berpikir kata Allah itu cuma dipakai oleh kaum muslim," ujar Theodosios. "Kami orang-orang Arab Kristen mengatakan Allah dalam bahasa Arab sebagai cara untuk menyebut Sang Pencipta dalam doa-doa kami."

Israel sudah beberapa kali memenjarakan dia atau menyetop dia di perbatasan dan paspornya diambil. Di antara semua pemuka agama Kristen di Yerusalem, Theodosios satu-satunya tidak berhak melewati pintu VIP di bandar udara karena dia orang Palestina. "Bagi pemerintah Israel, saya bukan uskup, saya hanya orang Palestina biasa," tutur Theodosios. 

(Russia-Today/Al-Balad)
Bukhori Supriyadi Yadi

Melawat ke Markas Mossad


Dunia Hawa - Mossad hanya memiliki hampir 1.200 pegawai, termasuk sekretaris dan sopir. Sejak dibentuk Perdana Menteri David Ben Gurion pada 1 September 1951, Mossad persis organisasi bayangan. Tidak ada acuan apapun mengenai dinas rahasia luar negeri Israel ini dalam anggaran negara. Sebab itu, sangat sulit mencari tahu seperti apa kondisi markas dari lembaga bernama asli Ha Mossad, le Modiyn ve le Taflcidim Mayuhadim (Institut untuk Intelijen dan Operasi Khusus). Moto mereka adalah melalui tipu daya, Anda harus berperang. 

Tapi setidaknya buku By Way of Deception berisi pengalaman mantan anggota Mossad Victor Ostrovsky bisa memberi sedikit gambaran. Lelaki Kanada keturunan Yahudi ini pernah menjadi katsa (agen lapangan) pada 1980-an. Dia keluar lantaran menganggap Mossad keterlaluan dan tidak lagi menghargai nyawa manusia. Buku ini diterbitkan delapan tahun lalu. 

Letaknya di King Sauld Boulevard, Ibu Kota Tel Aviv, Israel. Sebuah gedung beton polos berwarna abu-abu bernama Hadar Dafna Building. Di sanalah Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel) bermarkas. Tapi patut diingat, kantor pusat Mossad dibangun sebagai gedung dalam gedung. Jadi tidak ada papan nama bertulisan lembaga itu. 

Mossad memiliki hampir 1.200 pegawai, termasuk sekretaris dan petugas kebersihan. Semua diperintahkan memberitahu kepada siapa saja bertanya, mereka bekerja untuk Kementerian Pertahanan. Percaya atau tidak, Mossad hanya memiliki 30-35 katsa (agen lapangan) beroperasi di seluruh dunia. 

Alasan utama untuk jumlah sangat sedikit itu lantaran Israel dapat merekrut kader penting dan loyal dari komunitas Yahudi di luar Israel. Ini dilakoni melalui sistem sayanim, yakni para pembantu Yahudi sukarela. 

Sebagai perbandingan, seperti ditulis Nigel West dalam buku Games of Intelligence, markas besar CIA (dinas rahasia luar negeri Amerika Serikat) di Kota Langley, Negara Bagian Virginia, mempunyai sekitar 25 ribu karyawan. Sebagian besar tidak berusaha menyembunyikan jenis pekerjaan mereka. 

Mossad mempunyai akademi pelatihan (midrasha), berlokasi di sebuah bukit menghadap ke arah Country Club, di luar Tel Aviv di jalan menuju Kota Haifa. Ostrovsky bercerita di sebuah ruangan di lantai enam markas Mossad terdapat dinding lipat, lebarnya sekitar 30 meter dan terdapat peta dunia berukuran raksasa – tanpa Kutub Utara dan Antartika – dengan serangkaian panel komputer di bawahnya. 

Dinding itu dibagi menjadi kotak-kotak kecil menyala. Peta itu memuat banyak nama orang. "Bila Anda ingin mengetahui kegiatan sepuluh tokoh utama PLO (Organisasi Pembebasan Palestina), Anda dapat menekan nama mereka dan masing-masing akan muncul dengan warna berbeda," kata Ostrovsky. 

Komputer induk Mossad berisikan lebih dari 1,5 juta nama di dalam memorinya. Mossad menggunakan komputer bermerek Burroughs. Siapa saja pernah dimasukkan oleh Mossad sebagai PLO atau musuh disebut paha, merujuk pada Departemen Paylut Hablanit Oyenet (PAHA) atau sabotase musuh, khususnya PLO. Para pekerjanya sejatinya adalah juru tulis dan mereka salah satu departemen penelitian terbaik di Mossad. 

Di ruang bawah tanah terdapat pabrik kecil dan laboratorium kimia untuk membuat paspor asli tapi palsu. Ahli-ahli kimia menganalisis kertas dari paspor asli dan membuat formula tepat buat menghasilkan kertas meniru apa yang mereka perlukan. Selain paspor, mereka juga memproduksi uang palsu. 

Sebuah ruang penyimpanan besar dijaga suhu dan kelembabannya secara tepat untuk mengawetkan kertas-kertas itu. Rak-raknya berisikan kertas paspor buat sebagian besar negara. Mossad sangat gemar memakai paspor palsu Kanada. Mossad memiliki banyak cap paspor dan tanda tangan buat mengecap paspor mereka sendiri. 

Paspor adalah dokumen paling penting bagi agen Mossad dan ada empat kualitas: top, kedua, operasi lapangan, dan sekali pakai. Bersama tiap paspor dikeluarkan, terdapat satu halaman folio berisi nama dan alamat pemilik asli paspor. Paspor palsu dibawa dalam kantong diplomatik disegel lilin dengan tali di dalamnya. 

Paspor sekali pakai ditemukan atau dicuri dan digunakan bila agen Mossad perlu memperlihatkan sekilas saja. Paspor jenis ini tidak digunakan buat identifikasi. Foto mungkin diubah dan kadang namanya juga, tapi gagasannya adalah mengubah sedikit mungkin. Dokumen seperti ini tidak dapat lolos dari pemeriksaan tuntas. Neviot (agen menyusup, menyelidiki rumah, dan semacamnya) menggunakan paspor jenis ini. Paspor seperti ini juga dipakai dalam latihan atau merekrut di Israel. 

Paspor operasi lapangan dipakai untuk kerja cepat di negara asing, namun tidak digunakan saat melintasi perbatasan. Paspor kualitas kedua sebenarnya adalah paspor sempurna, dibuat sesuai kisah samaran katsa, tapi tidak ada orang sebenarnya sebagai pemilik paspor itu. 

Paspor berkualitas top memiliki cerita palsu dan orang di belakangnya dapat mendukung kisahnya. Paspor ini bakal lolos dari pemeriksaan resmi apapun, termasuk pengecekan oleh negara asal.


[bukhori supriyadi yadi/ ahlulbaitnabisaw]