Monday, June 13, 2016

Ahok Mencari Royal Flush


Dunia Hawa - Sebenarnya tidak penting apakah Ahok tetap menggunakan jalur independen atau parpol. 

Yang penting adalah apakah Ahok mampu tetap independen ketika menggunakan jalur parpol. Kalau melihat posisi tawar saat ini, Ahok tentu sudah bisa menaikkan kartu trufnya, bahwa dia bisa berada di mana saja ada atau tidak ada parpol yang mengusungnya.

Sesudah lelah kesana kemari, PDI-P pasti mulai menurunkan syaratnya. Akal sehat bekerja ketika tidak ada lagi calon yang layak menantang Ahok di pentas DKI. Jalan terbaik adalah duduk bersama. Yang masih menjadi perdebatan internal adalah apakah Ahok yang di dukung parpol atau parpol yang mengusung Ahok?

Ini lebih kepada masalah gengsi... Masalah "usung" dan "dukung"..

Dua-duanya sedang tarik ulur siapa mendukung siapa, karena ini berkaitan dengan citra. Ahok harus menjaga namanya sebagai seorang petarung, sedangkan PDI-P mempunyai kepentingan untuk menjaga sampai menaikkan perolehan kursinya di pemilu mendatang.

Sejatinya bagi masyarakat Jakarta keberadaan Ahok untuk tetap sebagai Gubernur DKI inilah yang terpenting, entah itu melalui jalur independen ataupun parpol. Karena jika jalur independen adalah "pukulan telak" bagi parpol, Ahok sudah mengajari mereka bagaimana cara bertarung dengan benar. Jadi tidak perlu lagi pengakuan bahwa Ahok adalah pemberani atau bukan. Bukan disana poin pentingnya...

Tapi memang kurang menarik ketika Ahok akhirnya diusung oleh PDI-P. 

Ibarat tinju, Ahok itu adalah Muhammad Ali sedangkan lawannya adalah Ellyas Pical ( eh kemana orang itu yah.. ). Beda kelas dan pertarungan ini sudah antiklimaks sebelum harinya.

Ahok hanya berusaha bagaimana supaya pertandingan tetap menarik ketika ia tetap memilih jalur independen. Jalur yang banyak likunya. Dan ujian selanjutnya yang lumayan berat adalah verifikasi. Dan jika ia memilih itu, ia menaikkan pertaruhannya. Dalam poker, kartunya sudah flush sebenarnya tetapi ia mencari straight flush, bahkan pasangan kartu yg gada tandingannya Royal Flush.

Apakah tidak beresiko?

Sangat beresiko, terutama ketika ternyata lawan memegang kartu Full House. Ahok bisa dijegal di KPU jika tidak mau bekerja sama untuk "menyelamatkan muka" bidadari dari bikini bottom yang lelah mencari siapa yang pantas menjadi lawan. 

Jadi nikmati saja pertarungannya dan tidak perlu ada yang merasa kecewa berlebihan ketika Ahok akhirya memang harus berdamai supaya tetap meneruskan programnya untuk Jakarta. Terkadang untuk memenangkan pertarungan, strategi jalan memutar jauh lebih baik daripada perang berhadap-hadapan.

Seperti kata Don Corleone dalam film mafia klasik The Godfather, " Its just business, nothing personal.."

Yang artinya, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, cowok di... halahhhhhh, dia lagi dia lagi... 

Tuhan, apakah ini yang dinamakan cinta?

[dennysiregar.com]

Berbagi Pekerjaan Rumah


Dunia Hawa - Kalau saya memamerkan masakan di Facebook, masih ada saja yang heran dan bertanya,"Kok suami yang masak? Emang istrinya ngapain?" Kemarin di salah satu posting teman saya juga ada orang yang komentar,"Masak itu urusan perempuan."

Beberapa teman pernah mengeluh pada saya soal suaminya yang sama sekali tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga. "Padahal kami sama-sama kerja. Tiba di rumah sama-sama dalam keadaan lelah, dia sama sekali tidak mau membantu. Bahkan untuk sekedar kopi untuk minum dia sendiri, dia tidak mau membuatnya."

Begitulah. Banyak orang yang menganggap bahwa pekerjaan rumah tangga bukan urusan lelaki.

Bagi saya rumah itu tempat kita hidup bersama. Maka apapun kebutuhan di rumah itu adalah tanggung jawab bersama. Tanggung jawab itu dibagi bersama anggota rumah tangga. Bagaimana pola pembagiannya, tidak ada aturan baku. Itu terserah kesepakatan anggota rumah tangga tersebut. Tapi prinsip dasarnya semua orang harus berperan.

Prinsip berbagi kerja ini tetap harus berlaku meski kita punya pembantu rumah tangga. Punya pembantu bukan berarti kita boleh membebankan semua urusan rumah tangga kepada dia. Ada orang yang begitu. "Saya kan sudah bayar gaji dia, ngapain saya mesti kerja lagi," begitu prinsipnya. Maka kadang ada pembantu yang bekerja laksana budak, tidak berhenti dari pagi hingga malam.

Di rumah kami biasa berbagi pekerjaan. Bangun pagi kalau istri saya membersihkan rumah, maka saya akan sibuk di dapur, menyiapkan sarapan. Bisa pula sebaliknya, kalau istri saya menyiapkan sarapan, saya mengambil inisiatif membersihkan rumah. Anak-anak juga mendapat tugas, sesuai kemampuan mereka. Menjelang makan masing-masing mendapat tugas menata piring dan makanan di meja. Selesai makan mereka membersihkan meja, dan ada yang bertugas mencuci piring. Tak ada pembagian khusus mana yang harus dikerjakan oleh anak laki-laki atau anak perempuan. Anak-anak juga biasa membantu menjemur dan mengangkat cucian. Atau membantu menyapu dan mengepel, atau cuci mobil.

Di hari kerja waktu saya dan anak-anak terbatas, karena sebagian besar dihabiskan di kantor dan sekolah. Tapi tetap saja kami berbagi. Tugas rutin saya setiap pagi adalah menjemur cucian. Tempat jemur kami kebetulan di lantas atas. Membawa pakaian basah ke atas memang agak berat bagi istri saya. Maka setiap pagi saya melakukan. Siang ketika pakain sudah kering dan ringan, anak-anak mengambilnya. Malam hari selesai makan kami berbagi tugas membersihkan meja dan cuci piring.

Saya memang suka memasak. Tapi tidak setiap saat saya masak karena suka. Kadang dalam keadaan lelah dan tidak ingin, saya tetap masak, karena harus ada yang masak. Ketika sedang dalam keadaan itu saya bangkitkan rasa suka, sehingga pekerjaan itu tidak jadi beban. 

Mengapa masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga meski istri tidak bekerja di luar? Karena ini rumah kita bersama, maka harus kita kelola bersama. Di samping itu hal ini penting bagi pendidikan anak-anak. Anak-anak harus terbiasa punya tanggung jawab dan kepedulian. Jangan sampai terjadi ibu sibuk di dapur anak-anak asyik nonton TV atau main game, tanpa ada kepedulian untuk membantu. Intinya, jangan biasakan anak-anak jadi bebal, bisa santai tidak peduli saat orang lain di sekitarnya sibuk mengerjakan sesuatu. Apalagi yang dikerjakan itu untuk kepentingan bersama.

Hal terakhir, mengerjakan pekerjaan rumah tangga itu membahagiakan. Saya punya prinsip, getting things done is happines. Menyelesaikan sesuatu itu adalah kebahagiaan. Melihat rumah kotor, piring bertumpuk, cucian menggunung, adalah siksaan. Kita malas untuk mengerjakannya, tapi kalau dibiarkan juga tidak enak. Maka lapangkan hati, ringankan tangan, kerjakan. Ketika semua selesai, rasanya menyenangkan. Walau kecil, itu membahagiakan.

[abdurakhman.com]

Kisah Unik Seorang Pengajar Al-Qur’an


Dunia Hawa - Kisah ini disampaikan oleh salah seorang pengajar al-Quran al-Karim di salah satu masjid di Makkah al Mukarramah. Ia berkata: “Telah datang kepadaku seorang anak kecil berusia tidak lebih dari sepuluh tahun yang ingin mendaftarkan diri dalam halaqah. Maka aku bertanya kepadanya: ‘Apakah engkau hafal sebagian dari al Quran?’

Ia berkata: ‘Ya.’ Aku bertanya kepadanya: ‘Bacakan dari juz 'amma!’ Maka kemudian ia membacanya. Aku bertanya lagi: ‘Apakah kamu hafal surat tabaarak (al Mulk)?’ Ia menjawab: ‘Ya.’ Aku pun takjub dengan hafalannya dalam usia yang masih dini.”

Aku bertanya kepadanya tentang surat an Nahl. Ternyata ia hafal juga, maka semakin bertambah kekagumanku atasnya.

Kemudian aku ingin mengujinya dengan surat-surat yang panjang, aku bertanya: “Apakah engkau hafal surat al-Baqarah?” Ia menjawab: “Ya.” Dan ia membaca surat itu tanpa salah sedikit pun. Kemudian aku berkata: “Wahai anakku apakah engkau hafal al Quran?” Ia menjawab: “Ya.”

Subhanallah, dan apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi! Aku memintanya untuk datang esok hari bersama dengan orang tuanya, sedangkan aku sungguh benar-benar takjub. Bagaimana mungkin bapaknya melakukan hal tersebut?!

Suatu kejutan besar ketika bapak anak tersebut hadir. Aku melihat penampilannya tidak menunjukkan orang yang komitmen kepada as-sunnah. Segera ia berkata kepadaku: “Saya tahu Anda heran kalau saya adalah ayahnya, tapi saya akan menghilangkan rasa keheranan Anda. Sesungguhnya di belakang anak ini ada seorang wanita yang setara dengan seribu laki-laki. Aku beritahukan kepada Anda, bahwa aku di rumah memiliki tiga anak yang semuanya hafal al-Quran.

Dan anakku yang paling kecil, gadis berusia 4 tahun, sudah hafal juz 'amma.”

Aku kaget dan bertanya: “Bagaimana bisa seperti itu?!”

ia mengatakan bahwa ibu mereka ketika mereka mulai bisa berbicara pada usia bayi, maka ia memulainya dengan menghafalkan al Quran dan memotivasi mereka untuk itu.

Siapa yang hafal pertama kali, maka dialah yang berhak memilih menu untuk makan malam hari itu. Siapa yang melakukan muraja'ah (setor hafalan) pertama kali, dialah yang berhak memilih kemana kami akan pergi mengisi liburan mingguan. Dan siapa yang mengkhatamkan pertama kali, maka dialah yang berhak menentukan kemana kami harus mengisi liburan.

Seperti inilah, istriku menciptakan suasana kompetisi (persaingan) dalam menghafal dan melakukan muraja'ah.

Ketika merenungkan dan memikirkan kisah yang penuh pelajaran ini, kami mendapati bahwa seorang wanita shalihah yang senantiasa memperhatikan kebaikan rumah tangganya, maka dialah wanita yang Nabi telah berwasiat pada kaum laki-laki untuk memilihnya sebagai pasangan hidup. Meninggalkan orientasi harta, kecantikan dan kedudukan.

Maka benarlah ketika Rasulullah bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal, karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka dapatkan wanita yang memiliki agama (niscaya kamu beruntung) jika tidak maka kamu akan merugi (hina) .” (HR. Bukhari)

Nabi bersabda:

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

Selamat atasnya (ibu anak tersebut) yang telah menjamin masa depan anak-anaknya dengan menjadikan al Quran sebagai pemberi syafaat kepada mereka kelak di hari kiamat.

Nabi bersabda: “Akan dikatakan kepada orang yang hafal al-Quran pada hari kiamat, bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dalam kehidupan dunia, karena sesungguhnya kedudukanmu (derajat tingkatanmu) adalah pada ayat terakhir yang engkau baca.” (HR. Ibnu Hibban)

Maka bayangkanlah sekarang datangnya hari-hari itu, ketika ibu itu berdiri di padang mahsyar. Ia akan melihat anak-anaknya terus naik dan naik di hadapannya, dan tiba-tiba mereka berada di tempat yang paling tinggi. Kemudian dibawakan kepadanya mahkota al waqaar (kemuliaan) yang diletakkan di atas kepalanya.

Apa yang akan dilakukan anak-anak kita jika dikatakan kepada mereka: “Bacalah!”

Maka kemanakah (hafalan) mereka akan sampai?

Apakah akan diletakkan di atas kepala kita sebuah mahkota?

Jika didatangkan timbangan amal, maka berapa banyak lagu-lagu yang mereka hafalkan?!!

Berapa banyak gambar-gambar porno yang ada dalam HP mereka?

Berapa banyak bluetooth dengan materi menjijikkan?

Semua ini akan menjadi modal dalam timbangan amal kedua orang tua mereka!!.

Rasulullah bersabda : “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin atas manusia adalah pemimpin dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan anaknya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Dan seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhori)

Tidaklah Allah mengaruniakan kepada kita keturunan agar kita memperbanyak orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya. Akan tetapi agar mereka bersyukur dan ingat, apakah anak kita termasuk dari kalangan mereka?

Wahai setiap ibu, wahai saudariku semua!

Mulailah dengan mendidik dan memperbaiki anak-anak kalian. Jadikanlah huruf dan ayat-ayat al-Quran sebagai pemberat timbangan amal kalian dan saksi bagi kalian pada hari perhitungan. Hari dimana al-Quran akan memberikan syafaat kepada pembacanya pada hari kiamat. Hari dimana para penghafal al-Quran menempati tempat yang tinggi. Dan akan bersama mereka (orang tua mereka) menempati tempat yang tinggi.

Tentunya risalah ini juga untuk para bapak.

Bayangkan wahai para bapak, jika Anda menjadikan anak Anda hafal al-Quran. Setiap kali ia membaca satu huruf, Anda akan mendapatkan pahala setiap huruf yang ia baca dari al-Quran dalam hidupnya. Maka jadilah Anda dengan menjaga anak Anda untuk menghafalnya dengan pertolongan dari Allah Ta'ala.

Saya memohon kepada Allah agar menjaga putra putri kita, dan menjadikan mereka orang-orang yang memberi hidayah dan mendapatkan hidayah.

[Syaikh Mamduh Farhan Al Buhairi]

Toa Masjid dan "Islam Pamer"


Dunia Hawa - Sudah lama saya memikirkan tentang dampak positif-negatif dari penggunaan toa di masjid-masjid atau mushala. Sebetulnya ok-ok saja memakai toa (load speaker) asal itu digunakan secara wajar, tidak berlebihan, untuk tujuan positif dan demi kebaikan masyarakat luas serta tetap menjunjung tinggi semangat toleransi dan kemajemukan. 

Saya masih melihat sisi-sisi positif penggunaan toa masjid/langgar di kampung-kampung, misalnya--selain untuk azan atau panggilan salat tentu saja--untuk mengumumkan berita kematian, menjenguk tetangga di rumah sakit, kumpulan warga, informasi hajatan, pengumuman kerja bakti, pengumuman bencana atau kasus kejahatan, pengumuman berburu binatang di hutan, dlsb. 

Fungsi toa tentu saja jauh lebih mudah dan efektif ketimbang kentongan misalnya. Dulu, para pamong praja di kampung, harus memukul kentongan berkali-kali kalau ada sesuatu terjadi di kampung. Mereka menabuh kentongan secara berlainan tergantung pada kasus. Metode memukul kentongan tanda ada kematian misalnya akan berbeda dengan cara menabuh kentongan untuk menandai kemalingan misalnya. Jadi agak rumit, kalau salah mendengar kentongan, bisa salah persepsi. Nah, dengan adanya teknologi toa ini menjadi lebih efektif dan mudah.

Masalahnya adalah sering kali umat Islam ini "kurang peka" dengan lingkungan sekitar. Mentang-mentang ada toa, mereka pakai seenaknya tanpa mengenal waktu dan tanpa mempedulikan tetangga kanan-kiri yang sedang sakit, sedang punya bayi, orang-orang tua, atau beda agama (non-Muslim). Apalagi pada waktu bulan puasa seperti saat ini, mereka biasanya sampai larut malam memakai toa secara jor-joran untuk tadarus Al-Qur'an atau pagi-pagi buta bangunin orang sahur. Inilah yang saya sebut dengan fenomena "Islam pamer". Kalau di kompleks pesantren yang cukup "homogen" masyarakatnya, mungkin bisa dimaklumi tapi kalau di daerah-daerah heterogen yang penduduknya warna-warni dari berbagai agama, rasanya kok "kurang etis". 

Itu belum lagi penggunaan toa untuk khotbah-khotbah dan pengajian menebar kebencian, hujatan, makian, dan permusuhan sesama umat dan anak bangsa. Betul-betul memuakkan. 

Saya kira pemerintah, Dewan Masjid, serta tokoh agama dan masyarakat Islam terkait perlu segera menata dan membenahi fungsi toa masjid/mushalla. Kalau dipandang banyak membawa dampak negatif dan menganggu stabilitas sosial dan kenyamanan publik, maka akan lebih baik masjid-masjid dibatasi penggunaan toanya, misalnya hanya untuk "kedalam" atau internal masjid saja tidak perlu keluar ruangan. Atau masjid-masjid dibuat "kedap suara".  

Toh baca Al-Qur'an juga tidak perlu keras-keras bukan? Emang Tuhan tuli? Bahkan ada kesan kalau azan atau baca Al-Qur'an memakai toa, seolah-olah Tuhan itu jaauuuuuh sekali sehingga untuk memanggil-Nya pun diperlukan sebuah toa. Tuhan kan deket di hati dan pikiran, jadi tidak perlu pakai load speaker kan?

[sumanto al qurtuby