Saturday, May 21, 2016

Mengungkap Dalang Dibalik Peristiwa Mei 1998 part1


Mulanya, 4 Perwira Polisi Hilang Misterius 

Dunia Hawa - Bulan Mei 1998, sejarah dunia mencatat gejolak di Indonesia. Gejolak yang berujung pada jatuhnya Presiden Soeharto. Aksi kerusuhan massa, penjarahan, dan pemerkosaan juga berlangsung dengan brutal. Reformasi terus bergulir, namun pemicu kerusuhan yang sebenarnya masih bersembunyi di balik debu. Laporan investigasi Susan Berfield dan Dewi Loveard dari Asiaweek mengungkap, kerusuhan itu memang ada yang mendalangi. Keduanya menyimpulkan, kerusuhan itu adalah hasil sebuah aksi yang terencana rapi. Berikut intisarinya. 

‘’SEPULUH hari yang mengoyak Indonesia.’’ Begitu majalah berita terkemuka di Asia itu menyebut huru-hara yang menimpa Indonesia selama Mei lalu. Kisah ini dimulai bergeraknya jarum jam pada 12 Mei. Jarum jam itu berhenti ketika 4 mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, ditembak mati oleh oknum aparat keamanan.

Dalam tempo 24 jam, insiden penembakan itu membakar amarah massa. Di tengah situasi itu pula, sebuah program anti-Cina dilancarkan. Api pun melahap Jakarta. Warga keturunan Cina berlarian meninggalkan ibu kota. Jakarta tidak ubahnya sebuah ‘’zona perang.’’ Ujung-ujungnya, Presiden Soeharto pun dipaksa mundur. Tetapi, arah nasib bangsa ini pun belum jelas. 

Sampai detik terjadinya kerusuhan –batu merajam bangunan mewah dan api melahap mobil-mobil–, rakyat semula banyak mengira itu sebuah spontanitas massa. Massa yang marah terhadap penguasa yang terlalu lama memerintah. Tetapi, apakah bangsa ini sudah sedemikian brutal? 

Sejarah Indonesia memang beberapa kali mencatat noda hitam aksi kekerasan. Namun, siapa penggeraknya, hampir tidak pernah diidentifikasi secara jelas. Itulah sosok-sosok ‘’pemimpin bayangan’’. Siapa mereka, tidak seorang pun berani membuka mulut. Sebab, mereka adalah orang-orang superkuat, yang hukum pun seolah anti menjamahnya. 

Kali ini, insiden Trisakti itu memberikan gambaran riil. Dua orang oknum polisi diajukan ke pengadilan militer sebagai pesakitan. Tetapi, benarkah mereka pelakunya? Jujur saja, sebagian rakyat Indonesia percaya bahwa para terdakwa itu hanya ‘’kambing hitam’’. Pengadilan militer itu hanya bagian sebuah upaya melindungi kepentingan militer yang lebih besar. 

Hasil investigasi sebulan penuh Asiaweek –termasuk wawancara dengan beberapa perwira militer, pengacara, aktivis hak asasi manusia (HAM), para korban, dan saksi mata– menyimpulkan, penembakan Trisakti, kerusuhan, penjarahan, dan aksi pemerkosaan terhadap para wanita Cina itu benar-benar sudah direncanakan. 

Di antara bukti yang didapat selama investigasi itu adalah hilangnya empat perwira polisi lengkap dengan seragamnya beberapa hari sebelum penembakan itu terjadi. Lagi pula, peluru yang diambil dari tubuh korban Trisakti itu bukanlah peluru resmi milik kepolisian. 

Belum cukup di situ. Bukti lain menyatakan bahwa dua orang lelaki, yang kini dalam persembunyian, mengakui bahwa mereka sengaja direkrut untuk memancing kerusuhan. Bahkan, sumber-sumber militer mengatakan bahwa untuk kali pertama mereka berhasil menyadap arus komunikasi beberapa markas AD di Jakarta dengan kelompok-kelompok provokator pada 14 Mei lalu. 

Pertanyaannya, bila kerusuhan itu sengaja digerakkan, tentu pasti ada dalangnya. Identitas si dalang ini memang tidak pernah gamblang. Namun, salah seorang yang disebut-sebut terkait dengan serangkaian aksi kerusuhan itu adalah menantu Soeharto, Letjen TNI Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat Pangkostrad. Bahkan, beberapa kalangan menilai, keterlibatan Prabowo itu sudah kelewat jelas. 

Namun, Fadli Zon –aktivis muslim yang dekat dengan Prabowo– menilai, sang letjen itu hanyalah korban ‘’pembunuhan karakter’’. Beberapa hari setelah kerusuhan itu, Prabowo menyangkal terlibat dalam kerusuhan itu. Lewat perantaranya, Juni lalu dia menyatakan siap diwawancarai Asiaweek. Tetapi, sampai kini janji wawancara itu tidak pernah terwujud. 

Mengapa harus Prabowo? Banyak alasan yang mendukung tudingan itu. Prabowo sudah luas dikenal sebagai sosok ambisius. Dia memiliki berbagai sarana untuk menyulut kerusuhan itu. Dengan posisinya, dia juga mampu memerintahkan beberapa pemuda yang tak berdaya melawan perintah, termasuk beberapa oknum dari organisasi paramiliter yang dikenal jago menyulut kerusuhan. 

Para preman, gangster, oknum paramiliter, dan beberapa perkumpulan pemuda melaksanakan saja apa yang dia perintahkan. Beberapa di antaranya, seperti Pemuda Pancasila, memang sudah mapan. Sumber-sumber militer mencurigai bahwa keterlibatan organisasi lain dalam kerusuhan di Jakarta itu tidak lebih dari sebuah jaringan lokal yang dikepalai para preman yang direkrut dari berbagai provinsi untuk mengacau ibu kota. 

‘’Prabowo terobsesi keyakinannya bahwa satu-satunya cara bisa memerintah Indonesia adalah dengan tipu muslihat militer. Dengan cara itu, dia yakin bisa meraih kekuasaan seperti mertuanya meraih kekuasaan dari Soekarno,’’ ujar salah seorang perwira militer senior. 

Dia menjelaskan, Prabowo sengaja menciptakan kerusuhan itu dengan harapan rivalnya, (saat itu) KSAD Jenderal TNI Wiranto, tidak mampu memulihkan keadaan. Harapan Prabowo adalah Soeharto, yang ketika kerusuhan terjadi berada di Mesir, memberlakukan undang-undang darurat. Sebagai panglima Kostrad, satuan inti siap tempur, Prabowo sangat yakin dialah yang bisa mengendalikan situasi. Inilah teorinya. 

Teori lain mengatakan, Prabowo sengaja menciptakan kerusuhan itu untuk menarik simpati Soeharto bahwa Prabowo mampu mengendalikan situasi yang tidak menentu. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? 

Prabowo kehilangan pelindung sekaligus komandonya. Negaranya menanggung kerugian yang jauh lebih besar. Setidaknya 1.188 orang tewas, sekitar 468 wanita diperkosa, 40 mal dan 2.470 toko ludes dimakan api, serta tidak kurang dari 1.119 mobil dibakar atau dirusak. 

Bagaimana sebenarnya peristiwa pilu ini terjadi? Mari kita telusuri sepuluh hari yang mencekam dan mengguncang ibu kota itu. 

12 MEI: Sekitar pukul 10.30 WIB, mahasiswa mulai berkumpul di pelataran parkir di luar kampus Universitas Trisakti yang megah dengan bentuk M berlantai dua belas itu. Ini merupakan demo terbesar pertama yang dilaksanakan Trisakti. Mahasiswa yang ikut pun berasal dari bermacam golongan dan strata sosial. Ada anak-anak birokrat, pengusaha, diplomat, dan bahkan anak orang militer. 

Areal parkir, biasanya dipenuhi Kijang, Toyota, dan Peugeot, siang yang panas itu benar-benar dijejali mahasiswa yang protes. Beberapa saat sebelum jarum jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, bendera Merah Putih dikerek setengah tiang. Sementara itu, mahasiswa dan dosen menyanyikan lagu kebangsaan. Lalu, mereka mengheningkan cipta sesaat sebelum akhirnya berteriak meminta Soeharto mundur. 

Pada pukul 12.30 WIB, sekitar 6.000 mahasiwa bergerak menuju jalan raya di sekitar kampus. Mereka bertekad melakukan long march menuju gedung DPR/MPR. Tiga wakil Trisakti –Dekan Fakultas Hukum Adi Andoyo Sutjipto, Kepala Satpam Kampus Arri Gunarsa, dan Ketua Senat Mahasiwa Julianto Hendro–melakukan negosiasi dengan aparat keamanan. Saat itu jarum jam sudah mendekati pukul 13.00 WIB. 

Perwakilan Trisakti itu meminta aparat mengizinkan mereka berjalan ke gedung wakil rakyat sejauh 5 km. Tetapi, permintaan itu tidak dikabulkan. Mahasiwa kecewa dan duduk-duduk sambil terus beraksi di jalanan. Julianto mengungkapkan penyesalannya karena keinginan bertemu wakil rakyat itu tidak terkabul. 

Aksi mahasiswa masih bertahan. Orasi, lagu kebangsaan, dan pekik protes terus berlangsung meski hujan mengguyur. Beberapa demonstran malah dengan akrab meletakkan bunga di pelatuk senapan para polisi yang berdinas. Sampai akhirnya terdengarlah kabar dari Golkar, kelompok yang merajai di DPR, bahwa tidak seorang pun sanggup menerima mereka. Berdiri tegak di tengah polisi dan rekan-rekannya, Julianto menyeru kepada mahasiswa yang kecewa. Meski kecewa, janganlah menyulut aksi kekerasan.

[AsiaWeek]


Selanjutnya

Sekilas Dari Bang Denny Siregar


Dunia Hawa - Mereka anarkis, menunggu untuk di hantam aparat. Kemudian sesudah di hantam teriak tetiak bahwa aparat anarkis.. Model yang sama yang diterapkan Ikhwanul Muslimin ketika di hantam di Mesir.

Mereka melempar dengan batu, merusak fasilitas negara, membuang motor polisi ke kali... ketika di kejar tereak, "Emakkkk... aku dipukuli makkk...

denny siregar

Boleh Nggak Kami Tukaran Gubernur dan Pinjam Ahok?


Dunia Hawa - Hari ini, Aliansi Masyarakat Jakarta Utara (AMJU) melakukan aksi
demo di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (20/6). Mereka melontarkan kata-kata kasar berisikan SARA dan meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk mundur dari jabatannya. Demonstran kebanyakan adalah anak-anak berusia belasan tahun. Mereka melakukan aksi mendorong pintu gerbang di depan Gedung DPRD DKI Jakarta. Aksi yang dilakukan AMJU ini, juga sempat melempar botol plastik ke arah petugas.

"Hari ini kita meminta DPRD untuk menurunkan Ahok." Demikian orator meminta keseriusan DPRD menurunkan Ahok. M.Taufik pun menandatangani surat yang meminta anggota DPRD DKI mengadakan rapat paripurna untuk menurunkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam waktu satu pekan.

Saya tidak habis pikir  dengan kejadian ini, terus terang saya adalah pendukung Ahok. Sejak DKI dipimpin oleh Ahok, banyak perubahan nyata sudah dirasakan oleh warga DKI. Apalagi dalam soal kecepatan menanggapi keluhan warga, Pak Ahok tidak ada duanya. Gubernur Ahok menyediakan tiga nomor SMS pengaduan untuk warga yakni : 0811944728, 081927666999, 085811291966. 

Bila warga DKI merasa dipersulit oleh pejabat DKI, tak usah ragu, segeralah melapor ke nomor tersebut, pasti akan ditanggapi jika pengaduan itu benar. Ada banyak kisah bagaimana tanggapan warga mendapat respon yang sedemikian cepat hingga membuat mereka kaget bahwa ternyata Pak Ahok serius menanggapi pengaduan mereka.

“Beda sekali ya dengan gubernur kita, nasib, nasib! Bisa-bisanya kami ini  dua periode dapat gubernur nggak kayak Pak Ahok.” Demikian  Pak Jepta Pelawi, warga Desa Saentis, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara menyampaikan keluhannya. Bagaimana tidak, sudah dua kali periode gubernur Sumatera Utara harus berurusan dengan KPK. Dan pejabat gubernur saat ini merupakan wakil dari eks Gubernur Gatot Pujo Nugroho yang tidak lagi melanjutkan jabatannya karena harus menyelesaikan "program tiga tahun" dengan "beasiswa penuh" dari KPK. 

Hal ini berkaitan dengan kekecewaan Pak Jepta Pelawi beserta warga atas kehadiran PT. Permata Hijau Palm Oleo di pemukiman masyarakat,di wilayah Kawasan Industri Medan II yang dikelola oleh PT. (Persero) Kawasan Industri Medan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan bidang usaha jasa pengelolaan Kawasan Industri. Kawasan ini didirikan pada tanggal 7 Oktober 1988, dengan komposisi sahamnya terdiri dari Pemerintah RI (pusat) 60%, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 30%, dan Pemerintah Kota Medan 10%.

Sejak kehadiran perusahaan ini, warga di sekitar perusahaan,  hidupnya menjadi “terganggu” oleh aktivitas perusahaan.

Di awal pengerjaan proyek ini saja sudah menelan korban, Marthin (10 th) anak Dusun XIX Desa Saentis yang mati tercebur ke dalam galian PT. PHPO yang tidak diberi tanda-tanda bahaya dan  pengamanan. Kemudian saat pengerjaan penimbunan lahan, penanaman "paku bumi" yang membuat rumah warga retak, dan penyedotan air tanah yang sangat besar oleh perusahaan  sudah mengeringkan sumur masyarakat dan terpaksa harus membeli air jerigen. Hingga tahap uji coba mesin yang tanpa dipasangi peredam, benar-benar sangat mengganggu kehidupan warga sekitar.

Entah sudah kemana saja mereka mengadukan persoalan mereka. Sebelumnya sudah ada rapat koordinasi terkait  keberatan warga atas kebisingan suara mesin dari pabrik PT Permata Hijau Palm Oleo (PT PHPO), Kamis (21/4) dilaksanakan rapat koordinasi di aula Kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, Medan. Rapat koordinasi tersebut dihadiri perwakilan warga Medan Deli, PT PHPO, Pemda Medan Deli, PT KIM, BLH Sumut, BLH Deli Serdang dan lain-lain. 

Memang selaku pengembang kawasan Industri, PT KIM hanya penyedia lahan serta sarana dan prasarana, namun semestinya sedari awal mereka sudah mengetahui bahwa mengalokasikan lahan untuk pendirian pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di sekitar pemukiman warga akan menimbulkan masalah.

Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara juga sudah merekomendasikan pada tanggal 2 Mei 2016 agar : UNTUK SEMENTARA TIDAK BOLEH ADA KEGIATAN MESIN APAPUN DI PABRIK PT PHPO -- MENGINGAT ADA KEBERATAN MASYARAKAT DAN PERIZINAN PT PHPO JUGA BELUM MEMILIKI KEJELASAN.

Kapolres Belawan juga sudah bolak-balik turun ke lapangan untuk mengambil tindakan. Terakhir, setelah Rapat Dengar Pendapat di Komisi A DPRD Sumatera Utara atas laporan warga Dusun XIX yang mempersoalkan mesin pabrik PT PHPO yang tetap dihidupkan dan tidak ada tindakan; Kapolres Pelabuhan Belawan turun ke lokasi pabrik, namun sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa, selain hanya memberi saran, yang juga tidak dilaksanakan oleh pihak perusahaan.

Kamis 19/5/2016, Pak Jepta S Pelawi beserta warga mengadu ke DPRD Kab. Deli Serdang,  diterima oleh wakil ketua, Bapak Apoan Simanungkalit dan ketua Komisi B, Bapak Tolopan Silitonga, dan juga dihadiri oleh Dirut PT. KIM ( Persero) R. Rully Adi. Sementara PT. PHPO hanya diwakili oleh bagian humas perusahaan. Kesimpulan rapat, Komisi B akan secepatnya meninjau langsung PT. PHPO, dan akan segera memanggil ulang seluruh pihak terkait.

”Entahlah jika persoalan ini akan segera berakhir, bolak balik rapat, panggil sana-sini, rekomendasi, entah kapan selesainya.” Pak Jepta Pelawi pun bingung, apa lagi, dan kemana lagi, dia beserta warga harus mengadu untuk bisa mendapatkan kepastian penyelesaian  masalah ini. "Andai gubernur kami adalah Pak Ahok.” Demikian Jepta S Pelawi, emosinya sedikit terpancing melihat berita di TV hari ini, Gubernur Ahok didemo oleh sekelompok warganya di Jakarta.

“Kurang apa lagi orang Jakarta ini ya?  Kalo klen tak mau , kami di Sumut ini, sangat mau sama si Ahok. Tunggulah Pak Jokowi pulang dari Rusia, mudah-mudahan dia cepat pulang, biar dibikinnya Kepres atau Perpu Tukar  Pinjam Gubernur sekalian.” Demikian Pak Jepta S Pelawi mengomel  dengan logat khas Medannya yang masih kental.

Ada benarnya Pak Jepta S Pelawi ini, andai payung hukum untuk Pinjam Pakai Gubernur/Kepala Daerah ada, mungkin tidak perlu satu bulan, masalah yang saat ini mendera mereka bisa saja sudah ada jalan keluarnya. Cukup dengan SMS Pak Ahok, tinggal tunggu pengecekan oleh beliau atau stafnya, persoalan akan segera diresponi. Entahlah kalau Pak Jokowi usai kunjungannya dari Rusia mau memikirkannya.

Aku pun bergurau kepada Pak Jepta, kenapa  beliau tidak mencoba SMS Bupati Deli Serdang atau Gubernur Sumatera Utara. “Nomornya saja kita tak tau, kalau pun tau, memang jamin diangkat? Memang dia kayak si Ahok?” demikian Pak Jepta Pelawi dengan ceplos menjawab.

[pendeta sederhana/ kompasioner]

Ahok, Kebanaran yang Didustakan


Dunia Hawa - Makin dekat ajang Pilgub DKI 2017, perseteruan antara Haters vs Ahokers semakin "memanas". Persoalan sebenarnya ada pada haters, yakni bagaimana supaya Ahok tidak ikut maju di Pilgub DKI 2017. Membaca perkembangan usai Munaslub Partai Golkar, kekhawatiran mereka semakin menjadi-jadi, apalagi setelah Ketua Umum Golkar yang baru memberi sinyal akan mendukung Ahok. 

Di atas kertas, dengan tambahan dukungan Golkar mustahil bisa mengalahkan Ahok yang juga sudah memperoleh  dukungan resmi dari  2 partai lain ditambah dengan Teman Ahok yang optimis akan mampu mengumpulkan 1 Juta KTP. Bahkan tidak mungkin pada akhirnya PDIP akan juga mendukung Ahok, sehingga bisa disebut pertandingan pun selesailah sudah, dan Ahok kembali menjadi gubernur.

Dengan demikian, opsi yang tersisa hanyalah bagaimana supaya Ahok sesegera mungkin dihentikan. Dan yang bisa melakukan itu hanyalah KPK. Berharap kepada DPRD DKI hanya akan menambah sakit hati, melihat situasi yang berkembang di kasus reklamasi, anggota DPRD lebih fokus untuk menyelamatkan dirinya sendiri, sebagaimana ungkapan seorang pendemo Ahok di DPRD, Jumat 20/5 yang sangat kecewa dengan DPRD DKI yang bahkan disebutnya jauh dari mampu untuk bisa mengalahkan seorang bernama Ahok. 

Demo menolak Ahok sepertinya akan semakin gencar dan bakal semakin menguat ke depan, mengingat waktu yang semakin dekat. Jika sampai dengan pendaftaran Bacagub di KPUD, Ahok masih belum jadi tersangka, maka sirnalah sudah segala upaya untuk bisa menghentikan Ahok.

Ahokers juga tidak tinggal diam, selain membela Ahok dari berbagai tuduhan yang dilancarkan oleh para haters, Ahokers semakin gencar memperlihatkan berbagai keberhasilan dan pencapaian Ahok dalam memimpin Ibukota. Sungai atau kali yang semakin jernih, jalanan yang semakin bersih dan rapi , taman kota yang hijau dan asri, dan juga kinerja dan layanan birokrat dan pegawai pemprov yang semakin cepat, ramah dan sigap membuat para haters tambah frustrasi. 

Andai Ahok tidak "dihambat", apa jadinya  DKI?  Semakin melesat jauh di depan, sendirian tanpa lawan. Semakin banyak fasilitas yang dibangun, banyaknya kemudahan dan bantuan yang diberikan Pemprov DKI bagi warga bahkan hibah ke daerah tetangga, perbaikan dan pengadaan  berbagai sarana dan prasarana dan juga kesejahteraan pegawai yang semakin baik.  Dan herannya anggaran yang digunakan atau serapan APBD tidaklah seboros jamannya gubernur yang dulu-dulu, yang selalu nyaris habis tanpa sisa namun tidak terlalu berbekas, menguap entah kemana.

Entahlah harus bagaimana mengungkapkan "perseteruan" ini dengan kata-kata. Meskipun fakta sudah bicara, namun haters tidak akan pernah dan seakan tidak rela untuk percaya. Demikian pula Ahokers, tidak bisa percaya, mengapa haters masih juga tidak mau percaya dengan realita.

Haters berkeras bahwa Ahok adalah dusta yang disamarkan dan beŕusaha untuk dibenarkan, oleh karenanya harus dihentikan. Namun Ahokers membela bahwa Ahok adalah kebenaran yang terus dipaksakan untuk menjadi dusta. Fakta yang terlalu nyata untuk bisa didustakan, demikian Ahokers membantah haters di dunia nyata dan di dunia maya. 

Bagi haters, wajib hukumnya Ahok harus dinyatakan korupsi dan bersalah. Dengan demikian, Ahok harus dihentikan apapun dan bagaimanapun caranya, apapun dan berapapun biayanya. Yang penting Ahok harus segera dihentikan, jangan sampai Ahok ikut bertanding di Pilgub 2017. Bahkan jika KPK pada akhirnya megumumkan bahwa Kasus Sumber Waras tidak ada unsur korupsi, mereka tetap tidak akan terima dan berusaha untuk meminta KPK berpikir ulang. 

Dan jika KPK tetap pada pendiriannya dan mengatakan tidak ada korupsi, mereka tetap akan  memaksa KPK mencari cara agar bisa ada unsur korupsinya. Bahkan mereka bersedia membantu KPK mencari dan menemukannya, atau jika KPK masih keberatan dengan temuan mereka, mereka siap dan bersedia mengumumkannya sendiri. Coba kurang apa lagi mereka membantu KPK?

Bahkan walaupun KPK tetap pada pendirianya tentang kasus Sumber Waras, mereka akan meminta KPK menggunakan kasus lain, yang penting Ahok bisa dinyatakan korupsi dan menjadi tersangka, itu saja sudah cukup bagi mereka guna menyetop laju Ahok. Yang penting Ahok tidak ikutan di Pilgub DKI 2017.

Andai mereka kita tanya:” Jika Ahok tidak ikut, siapa calon yang akan haters dukung di Pilgub DKI?” Tanpa ragu-ragu dan tanpa pikir, mereka akan segera menjawab:” Asal Bukan Ahok. Siapapun boleh,  terserah, asal bukan Ahok.”

Anda sekarang bisa melihat, betapa besarnya kebencian yang menjadi energi bagi haters  untuk terus meyakinkan siapapun agar yang namanya Ahok  jangan sampai ikutan di Pilgub DKI 2017. Bagi mereka yang dikuasai dan hatinya telah dicengkeram oleh kebencian, dusta pun akan dipaksakan menjadi kebenaran, kebenaran akan didustakan. 

Berkàca pada demo-demo menolak Ahok yang mereka lakukan, dan juga segala hal didunia maya yang mereka buat guna  menjatuhkan Ahok, kita akhirnya menyimpulkan bahwa ketakutan dan kebencian menghalangi haters untuk melakukan apa yang benar dan seharusnya. Sebaliknya, apa yang seharusnya tidak dilakukan, justru dilakukan.

Itulah yang terjadi, didorong oleh ketakutan bahwa Ahok pasti akan terpilih kembali, kebencian memaksa haters untuk menghalanginya jangan sampai terjadi. Bahkan mereka akan berusaha meyakinkan orang yang tidak tahu, yang tidak perlu tahu dengan apa yang mereka-mereka ini tahu. Ketidaktahuan mereka yang sama sekali tidak tahu dan sebenarnya tidak perlu dan tidak ada gunanya tahu ini akan mereka “ manfaatkan” supaya akhirnya mereka pun menjadi sama-sama tahu bahwa Ahok itu layak dibenci dan harus dihentikan. Hebat nggak?

Begitulah kebencian, yang benar pun akan dibilang salah. Dan segala hal selalu salah. Jika misalnya ada pejabat DKI yang bobrok, mereka akan segera mengatakan: “ Habis, gubernurnya si Ahok.” Padahal sangat mungkin apa yang dilakukan oleh pejabat tersebut tidak ada urusannya dengan Ahok, namun akan dipaksakan bahwa itu terjadi karena kesalahan Ahok. 

Demikian pula  ketika Ahokers memberi bukti bahwa sungai- sungai di Jakarta sekarang makin bersih, tidak lagi dipenuhi sampah dan bebas bau, maka mereka akan membalas dengan komentar sinis bahwa itu karena pasukan oranye atau pasukan biru yang bekerja, tidak ada peran Ahok sama sekali di sana. 

Anda sudah bisa melihat, betapa lihainya kebencian mendustakan kebenaran. Dan itulah yang sedang terjadi di setiap huru- hara dan aksi para haters menolak Ahok.

Tentu berbeda dengan Ahokers, mereka terdorong oleh simpati, setelah menyadari bahwa Ahok sedang dizholimi. Namanya orang dizholimi, pastilah orang yang memilki nurani akan bersimpati. Bahkan sekalipun yang dizholimi itu adalah mereka yang layak dan pantas dizholimi,  nurani mereka tidak akan pernah membenarkannya. Jika seseorang memiliki nurani, jika melihat haters sekalipun sedang tak berdaya dan perlu ditolong,  dia akan tergerak untuk memberi pertolongan. 

Akan bereda dengan haters, ketika melihat seseorang jatuh di jalanan, lalu setelah melihat orang tersebut memakai kaos “ Teman Ahok”, maka bukannya menolong, yang pertama sekali akan mereka katakan ialah: ” Rasain, mampus lu! Begitu akibatnya kalau dukung Ahok.” Ia pun akan segera berlalu, dan tidak mau tahu dengan orang itu. 

Apakah semua haters tidak memiliki nurani? Tentu tidak begitu, namun jika kebencian terus dipelihara, perlahan dan pasti , ia akan membunuh nurani. Itulah kebencian, ketika ia tidak dibinasakan, maka ia akan minta dipuaskan dan dibalaskan. Dan kebencian yang dibalaskan akan melahirkan dan melipatgandakan kebencian. 

Kebencian tidak akan pernah selesai dengan kebencian, oleh sebab itu jangan pernah membalaskan kebencian dengan kebencian, anda akan menuai akibat dari kebencian yang lebih besar, percayalah! Karena itu, jangan pernah biarkan kebencian berdiam di dalam dirimu, ketika ia datang, bahkan hanya sekedar menumpang lewat, jangan pernah memberi jalan dan tempat untuknya, apalagi sampai membiarkannya menginap dan menetap di dalam jiwamu. 

Apakah semua Ahokers pasti nuraninya baik? Tentu tidak, sangat mungkin beberapa diantara Ahokers berprinsip “Pokoknya Ahok”, tentu tidak begitu seharusnya. Namun setidaknya, mereka tidak memilih sesuatu yang bakal menyusahkan mereka yakni kebencian. 

Lanngkah ini tentu akan menuntun Ahokers untuk membentuk dan membangun nurani mereka tanpa mengotorinya dengan kebencian. Dan aura positif dari Ahok dan Ahokers yang lain akan mentransformasikan pikiran dan jiwa mereka hingga satu ketika bisa menjadi Ahokers sejati, Ahokers tanpa kebencian, True Ahokers. Kita adalah apa yang kita isi didalamnya. Oleh karena itu pikirkan dan  pilihah yang baik, yang benar, sedap didengar, yang disebut kebajikan, apa yang patut dipuji.

Setiap kita adalah mulia, terlalu hina jika kita membiarkan kebencian mewarnai jiwa kita. 


Salam persaudaraan Ahokers,

[pendeta sederhana/kompasioner]