Wednesday, April 27, 2016

Singapura, Musuh Dalam Selimut


Dunia Hawa - Singapura adalah negara yang sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Karena lokasi negara yang satu ini berbatasan langsung dengan Indonesia. 

Selain itu singapura juga menjadi destinasi wisata Masyarakat Indonesia, Tempat belanja, Berobat, dan tak kalah terkenalnya adalah Singapura surga para Koruptor. Banyak penjahat penjahat kerah putih dari Indonesia yang melarikan diri ke negeri bergambar singa tapi kelakuan kaya tikus got. Seharusnya singa itu ganas dan pemburu bukan seperti tikus got yang selalu sembunyi sembunyi. 

Negara singapura tidak mempunyai sumber daya alam maka bagi mereka Koruptor yang dilindungi adalah investasi.

Indonesia sebagai negara besar sudah terlalu lama membiarkan negara kecil ini menginjak - injak kedaulatan dan harga diri suatu bangsa. Mereka berani seperti itu karena merasa terbekingi atau menjadi sekutu amerika dan inggris. 

Singapura seperti Israel. Apabila Indonesia tidak sigap dalam propaganda singapura yang ingin mengatur indonesia maka indonesia bisa dikendalikan singapura.

Pengusaan zona terbang yang dimiliki singapura yang mencakup wilayah Indonesia adalah salah satu bukti bahwa singapura merendahkan kita. Seharusnya yang besar yang mengusai bukan si kecil yang mengatur. Indonesia setiap walau terbang di wilayah sendiri harus lapor ke otoritas penerbangan singapura. 

Membiarkan pesawat negara lain hilir mudik apalagi pesawat militer sudah menginjak injak harga diri bangsa.

Pengusaan secara ekonomi juga mulai di gunakan Singapura dalam mengatur indonesia. Bagaimana Indosat saat itu dibeli Temasek yang di Tukangi oleh singapura membuat luka yang paling dalam di hati ini. Bagaimana Bank - bank Singapura mulai mengepakkan sayap nya ke indonesia sedankan Bank kita dipersulit membuka cabang di Singapura serta Bagaimana arus barang melalui laut juga dikontrol penuh oleh pelabuhan singapura.

Yang jelas singapura juga mulai tidak nyaman dengan kondisi yang seperti itu ada ketakutan kalau sampai indonesia bangkit dari tidur panjangnya. Dan ketakutan singapura di antisipasi dengan penguatan anggaran militer. Bagaimana singapura gila - gila membeli peralatan tempur dari negara sekutunya amerika dan Inggris.

Saat ini Indonesia adalah idola baru didunia investasi bukan lagi singapura, Jokowi sekarang menyiapkan semua hal yg bisa menyaingi singapura, pelabuhan barang sei mangke di sumut akan membuat pelabuhan singapura bangkrut total, singapura tak akan menjadi tujuan utama bongkar muat kapal2 barang di selat malaka. 

Saat ekonomi negri ini bangkit maka akan diikuti kekuatan militer yg mumpuni. Dgn keadaan yg serba terbatas saja kita sudah menjadi negara dgn kekuatan militer terkuat di Asean dan No 12 di Dunia, bisa dibayangkan kalau sampai dana pengampunan pajak yg ditafsir senilai 4.000T di singapura belum lagi yg di swis, panama dll yg katanya mencapai 11.450T andai benar bisa dibawa kembali ke Indonesia mgkn akan membuat pertumbuhan ekonomi dalam negri mencapai 10% pertahun mengalahkan India dan Cina.

[Sanji Ono]

Singapura, Riwayat Mu Kini.....


Dunia Hawa - Baru kita tahu ternyata bahwa Indonesia ini sebenarnya sangat kaya.

Barulah terbuka dengan jelas bahwa ada sekitar 4 ribu triliun rupiah uang orang Indonesia yang parkir hanya di Singapura saja. Pantaslah Singapura negara kecil yang kaya raya, karena berhasil menarik banyak uang orang Indonesia kesana. 

Uang yang ditaruh di Singapura itu bukan hanya uang yang disembunyikan supaya bebas pajak saja. Tetapi juga uang2 haram dr illegal logging, illegal fishing dan banyak illegal lainnya termasuk uang korupsi. Pemerintah Singapura sejak dulu membuka negaranya untuk menerima uang haram dr Indonesia dan mengelolanya. 

Mirip ikan kecil remora yang selalu menempel pada ikan hiu. Ada simbiosis mutualisma antara konglomerat dan pejabat hitam di Indonesia dengan negara kecil Singapura.

Dan sekarang Singapura terancam...

RUU pengampunan pajak atau tax amensty sedang digerakkan oleh Jokowi. RUU itu ketika di-sahkan DPR akan seperti buah simalakama bagi mereka yang punya uang di luar negeri. "Lu mau masukin duit lu ke Indonesia dan kami kasih ampun, atau kami tangkap karena penipuan pajak.." Tegas dan tanpa ampun.

Ketegasan ini memang perlu, karena Indonesia sangat butuh modal untuk membangun infrastruktur berskala massif. Kebutuhannya sekitar 500 triliun per tahun. Dan daripada ngutang mulu, mending korek2 aja apa yang kita punya.

Jadi bisa bayangkan ketika uang 4 ribu triliun rupiah itu ditarik dari Singapura. Yang jelas Singapura akan mengalami kekeringan likuiditas. Ekonomi mereka pun akan anjlok pada titik terendah. 

Belum lagi ketika infrastruktur Indonesia sudah selesai, maka mimpi Singapura untuk menjadi negara tempat investasi terbaik di ASEAN pada 2020 hancur sudah. Lha gimana, mereka sebenarnya ga punya sumber daya apa2. Bandingkan dgn Indonesia yang luasnya gak kira2. Jokowi seperti menghisap darah mereka habis2an sampai mereka butuh transfusi nantinya.

Singapura pun melawan...

Mereka aktif merayu org Indonesia yg menyimpan uangnya disana supaya menjadi warga negara Singapura dengan segala kemudahan dan fasilitasnya. Nah, ini ujian hebat bagi orang2 kaya itu, tetap di Indonesia atau pindah jadi WN Singapura saja. Bodoh banget kalau mereka disana, Indonesia itu masa depan.. Singapura itu bentar lagi tinggal kenangan.. 

Bukan itu saja. Ada indikasi Singapura pun sedang berusaha melobi DPR supaya tidak men-sahkan RUU tax amnesty. Mereka juga menyewa LSM yg terus berteriak bahwa UU tax amnesty itu akan membuat jalur korupsi baru. Apa saja mereka lakukan, karena memang situasi sedang lampu kuning di sana.

Jadi kita mulai paham bahwa pemerintahan Jokowi ini bukan saja mengancam para koruptor, tetapi juga mengancam negara yg selama ini meindungi koruptor... Sudah berapa tahun kita di injak2 sama si kecil buntet yg kaya dengan mengorek2 kelemahan sistem kita.

Mungkin sekarang para pejabat Singapura sedang menempelkan foto Jokowi di dinding dan melemparnya dengan anak2 panah kecil sambil menggeram, "Kenapa bukan Prabowo aja sehhh yang kepilih... Kita kan ga pucing pala ampe botak geneehh..." 

Dan Jokowi santai duduk di teras depan istana sambil menyeruput kopi, "Kecil aja belagu lu... Kapok gw pites tes.." Senyum Jawanya mengembang sambil nembang. "Bengawan solo.... Riwayatmu kini...."

[denny siregar]

Doa Politikus, Doa yang Menyesatkan


Dunia Hawa - Pada suatu acara halal bi halal di rumahnya, Adhyaksa Dault bercerita. "Selama bulan Ramadan ini saya bertafakkur dan bermunajat kepada Allah. Ya Allah, saya ini sudah berbuat banyak untuk bangsa dan negara. Tapi rasanya tidak ada yang peduli pada saya. Alhamdulillah, tak lama kemudian Allah menjawab doa saya. Presiden menganugerahkan Bintang Mahaputra," katanya.

Banyak orang berdoa agar hasratnya terkabul. Peliknya, hasrat manusia itu tak selalu baik. Ketika kemudian yang terjadi adalah hal yang sesuai atau dekat dengan hasrat tadi, orang akan merasa bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Tak hanya bahagia, ia akan mengira bahwa hasratnya telah direstui Tuhan.

Dalam konteks ini doa telah menyesatkan manusia. Tadinya mungkin masih bimbang, apakah permohonan yang ia buat itu baik atau buruk. Tapi ketika doanya "dikabulkan", maka ia menjadi yakin bahwa hasratnya sudah sesuai dengan kehendak Tuhan.

Cerita Adhyaksa di atas menjelaskan secara telanjang soal hasratnya untum selalu mendapat perhatian dan sorotan. Bukan kebetulan sebenarnya ketika ia mendapat Bintang Mahaputra, karena penghargaan ini memang biasa diumbar oleh presiden kepada para bekas menteri. Tapi Adhyaksa menerjemahkanny sebagai restu Tuhan atas hasratnya.

Bayangkan, seorang politikus berdoa agar ia menang dalam pilkada. Dengan sejumlah uang yang ia dapat dari berbagai cara korup, dan ia mainkan dengan cara kotor, ia akhirnya memenangkan pilkada. Ia menjadi semakin yakin bahwa hasratnya direstui Tuhan, dan cara-cara kotornya mendapat pembenaran.

Itulah sebabnya kenapa kita menemukan begitu banyak koruptor yang sangat rajin beribadah. Menurut saya mereka tidak berpura-pura taat beribadah. Mereka memang taat, dalam ibadah ritual. Mereka hanya mengalami diskoneksi antara zikir dan pikir.

Baik dan buruk dalam politik adalah wilayah pikir. Banyak praktek politik modern yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah nabi dan para sahabat. Dalam bahasa yang sering dipakai kaum agama, tidak ada dalilnya. Bagi mereka ini wilayah abu-abu. Dengan doa mereka bisa menarik sesuatu yang berada di wilayah hitam ke wilayah abu-abu, kemudian memutihkannya.

Seorang politikus tingkat kabupaten mati-matian berargumen kepada saya untuk membenarkan "gratifikasi" yang ia terima. "Ini adalah pemberian, bagi saya ini rezeki dari Allah," katanya. Ia ingat Allah (zikir) saat menerima sesuatu, tapi pikirannya lalai dalam menjelaskan hubungan antara pemberian itu dengan posisi politik yang sedang ia duduki. Itukah yang saya sebut diskoneksi zikir-pikir tadi.

Alih-alih meluruskan, doa para politikus banyak menyesatkan diri mereka sendiri. Ingat, kita yang bukan politikus pun bisa seperti itu.

[DR.Hasanudin Abdurakhman/ abdurakhman.com]

Ketika Jokowi Membongkar Kuburan PKI


Dunia Hawa  - Presiden Joko Widodo benar-benar serius ingin membuka sejarah kelam Bangsa Indonesia. Sebagai titik awal, Jokowi membedah induk tragedi kemanusia yang kemudian kita kenal dengan Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).  Selanjutnya akan ditulis Geger 65 sebagai bentuk netralitas penulis atas peristiwa kelam tersebut.

Presiden Jokowi tidak dalam semangat mencari siapa yang salah, siapa yang benar. Juga bukan sedang mencari siapa pelaku sesungguhnya peristiwa Geger 65. Perdebatan mengenai hal tersebut telah berlangsung puluhan tahun dan sampai hari ini rakyat belum juga mendapatkan titik simpul yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan fakta di lapangan. Pemerintah orde baru mengklaim pelakunya PKI. Namun tidak sedikit dokumen dan juga fakta-fakta yang ada menjelang meletuskan Geger 65, menunjukkan saat itu adanya suatu kondisi yang berbeda. Sadar akan banyaknya pro-kontra dan potensi terjadinya ketegangan sosial di tengah masyarakat,  Jokowi membatasi pembahasan Geger 65 hanya seputar korban yang timbul sebagai ekses lanjutan peristiwa tersebut.

Setelah pemerintah dan Komnas HAM sukses menggelar Simposium 1965 bertajuk “Membedah Tragedi 1965 dari Aspek Kesejarahan” yang dilangsungkan selama dua hari, 18-19 April lalu, di Hotel Aryadhuta, Jakarta Pusat, Jokowi memerintah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan untuk mencari bukti adanya kuburan massal  terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia 1965.

Mengapa hanya kuburan massal  Geger 65 saja yang ‘dicari’. Padahal korban yang jatuh pasca Geger 65 mayoritas adalah orang-orang dicap, dituduh, atau ditengarai sebagai anggota, kader dan simpatisan PKI. Apakah Jokowi pro PKI? Apakah Jokowi keturunan PKI sebagaimana diisukan lawan politiknya menjelang Pilpres  2014 lalu?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada baiknya penulis kutip omongan Luhut Panjaitan secara utuh, “Selama ini berpuluh-puluh tahun kita selalu dicekoki bahwa ada sekian ratus ribu orang yang mati. Padahal sampai hari ini belum pernah kita temukan satu kuburan massal.” 

Isu adanya kuburan massal korban pembantai orang-orang yang dituduh PKI, memang sudah lama terdengar.  Setelah Presiden Soeharto tumbang, isu itu semakin santer, bahkan menjadi konsumsi publik di dalam dan luar negeri.  Dalam salah satu laporan utama Majalah Tempo yang banyak menukil hasil observasi lapangan Joshua Oppenheimer  dan belakangan difilmkan dengan judul The Act of Killing Art (Jagal), sejumlah tempat disebut sebagai lokasi kuburan massal.  Di antaranya Sonolayu, Lapangan Kaligentong, Jurang Porong, Gunung Butak, Alas Kopen, Lapangan Skeep  dan beberapa dareah lain di sekitar Kabupaten Boyolali, Semarang dan Klaten, Jawa  Tengah.    

Belakangan, Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia (PMS-HAM) juga mengaku menemukan kuburan massal di kawasan Perhutani di Kampung Plumbon, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngalian, Kota Semarang. Menurut PMS-HAM, kuburan massal itu diperkirakan digunakan mengubur 24 jenazah dalam dua lubang.

Kabarnya, kuburan massal juga ada di Jawa Timur, Bali hingga Nusa Tenggara. Belum lagi sungai-sungai yang katanya berubah merah dengan tumpukkan tubuh manusia tak bernyawa.     

Beberapa peserta Simposium 1965 dari kelompok yang mengaku ‘korban’ Geger 65, berkali-kali menyuarakan tingginya angka korban yang dibantai usai Geger 65.  Angka 1-3 juta dianggap sebagai angka ideal. Tidak heran jika angka 500 ribu yang disampaikan mantan anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Letnan Jenderal (Purn) TNI Sintong Pandjaitan, dianggap ‘kekecilan’.

Bertahun-tahun jumlah korban penumpasan PKI menjadi berhala politik yang digunakan berbagai pihak untuk menekan pemerintah Indonesia. Para pejabat, termasuk Presiden Indonesia, saat melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, selalu menyiapkan jawaban diplomatis terkait peristiwa itu karena pasti akan ada pertanyaan dari jurnalis asing yang dibungkus dengan isu HAM. Kita tidak ingin suudzon bahwa pertanyaan itu titipan pihak tertentu, karena faktanya memang pernah terjadi peristiwa pembantaian tersebut, Namun pertanyaan yang terus-menerus, bahkan hingga era Presiden Jokowi, jelas merugikan Indonesia. Bukan rahasia lagi jika pembelian senjata dan kontrak-kontrak bisnis G to G, banyak yang dikaitkan dengan persoalan HAM di tanah air. Bahkan Australia, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa pernah  memboikot Indonesia karena isu HAM.

Jokowi tidak ingin masalah tersebut diwariskan kepada generasi  mendatang. Jokowi  pun mengambil resiko untuk membuka kasus-kasus sensitif terkait pelanggaran HAM di masa lalu. Mencari fakta sebenarnya  terkait jumlah korban pembantaian pasca Geger 65, menjadi sangat penting agar tidak selalu dijadikan isu oleh sekelompok orang untuk mendiskreditkan pemerintah Indonesia.

Dengan mendata jumlah dan mengakuinya, diharapkan semua pihak dapat menerimanya. Bahwa nanti jumlah korbannya ternyata ‘hanya’ 500 ribu atau benar-benar 3 juta, tidak penting lagi. Pemerintah akan melakukan langkah politik tertentu terkait korban Geger 65 agar masalah tersebut selesai. Agar tidak dijadikan berhala- sesembahan kaum sesat. Agar tidak ditumpangi isu lain untuk tujuan-tujuan tertentu di luar urusan HAM, semisal persaingan usaha.  

Perintah kepada Menko Polhukam untuk mencari kuburan massal korban  Geger 65 adalah langkah awal untuk menyingkirkan berhala politik itu. Tentu saja masih akan ada pihak-pihak yang kontra dengan model penyelesaian yang dilakukan pemerintah. Namun gaung mereka dipastikan tidak akan sedasyat manakala pemerintah terus tutup mata, bahkan menyangkalnya,  sementara di luar sana ribuan orang siap bersaksi atas kebenaran peristiwa itu.

[yon bayu/ kompasioner]