Thursday, April 21, 2016

Posisi Seks Favorit Terpopuler #2


Dunia Hawa - Ada banyak posisi seks yang dapat dipilih, informasi dibawah ini adalah posisi seks favorit terpopuler sambungan dari bagian ke-1. Penasaran seperti apa? Langsung aja simak dan praktekkan kalau perlu…

21. Gadis Sapi Terbalik atau Reverse Cowgirl

Yah, itu adalah semacam persilangan antara posisi Doggy Style dan Woman On Top klasik.

Suami terletak datar di tempat tidur dengan kaki menggantung. Istri duduk di atas Suami, tetapi bertumpu di lutut atau paha.

Penisnya sedikit mengarah ke bawah dan biarkan penis Suami memasukkan vagina Istri. Kemudian Istri dengan tugas membolak-balikkan untuk sensasi G-spot.

22. Keadaan Terjepit atau Tight Squeeze

Meskipun posisi ini bisa saja dilakukan di tempat tidur, mungkin lebih baik di lokasi yang lebih spontan, seperti meja, permukaan pekerjaan dapur, kursi, meja dll…

Jika Istri itu duduk di permukaan dengan kakinya melilit pinggang Suami dan Suami itu berdiri menghadap Istri itu dan dia bisa mengunci lengannya di punggungnya agar dirinya tegak.

23. Nafsu Dorongan atau Lust and thrust

Istri berbaring telentang di tepi tempat tidur, dengan menggunakan lengannya untuk memopong berat badannya, dengan kaki menjuntai ke bawah.

Suami sekarang berdiri di depannya, bersandar ke depan dengan tangan di samping pinggul dan, seperti menyodorkan.

24. Selamat Ulang Tahun Pernikahan atau Happy Anniversary

Suami berbaring di tempat tidur dengan gelandangan nya di ujung tempat tidur dan kakinya bertumpu di lantai. Sekarang Istri naik di atas seperti dengan kaki kedua sisi dan geser ke bawah ke Suami.

Istri sekarang memegang kendali, meskipun ia dapat menggunakan kakinya untuk menjaga ritme yang terjadi.

25. Setengah dari tempat tidur atau Half Off The Bed

Sensasi menekan G-spot, Istri hanya berbaring di tempat tidur, dengan kaki Istri di lantai. Suami berdiri dan mulai penetrasi, sementara Istri menghubungkan kaki Suami sepanjang kakinya.

26. Penggiling Organ atau The Organ Grinder

Istri berbaring di tempat tidur dengan kaki Istri terpisah dan melebarkan ke atas. Suami berlutut di depan Istri dan mencondongkan tubuh ke depan di antara kaki Istri.

Suami kemudian menyodorkan bolak-balik dan Istri menjaga kaki di pelukannya.

27. Karpet Membakar atau Carpet burn

Posisi Suami berlutut dan kemudian membawa satu kaki di depannya dan tempat-tempat datar di lantai di depannya.

Kemudian Istri berlutut di depannya dan kearah Suami, meraih pahanya di satu tangan. Istri dapat dorong satu sama lain.

28. Berlutut dan Duduk atau Kneel and Sit

Sang Suami berlutut di tempat tidur. Duduk di pangkuannya dengan kaki kedua sisi tubuhnya dan meluncur untuk penetrasi oleh sang Suami.

Sekarang Istri dapat memindahkan dan meronta dengan keinginan hati Istri dan mengontrol kecepatan saat penetrasi.

29. Sampul atau The Wraparound

Sang Suami duduk di tempat tidur, dengan kaki terentang. Kemudian Istrionaik di atas tubuhnya, dan mengunci kaki Istri di belakang punggungnya.

Sementara Suami menarik Istri ke arahnya. Kemudian Istri bergerak ke atas dan ke bawah dengan kecepatan sesuai dengan keinginan Istri.



30. Lap Cinta atau Lap Love

Suami duduk di tempat tidur dengan kaki ke depan. Sekarang Istri duduk di pangkuannya menghadap ke arahnya dengan kaki kedua sisi tubuhnya.

Sekarang Istri hanya cukup diam dan harus perlahan-lahan mencapai orgasme secara bersamaan.

31. TV Dinner 

Duduk di kursi atau sofa kalian dan bergeser ke depan sehingga Istri duduk cukup dekat dengan tepi. Sekarang Suami untuk berlutut di depan Istri di antara kaki Istri dan perlahan-lahan meluncur untuk penetrasi.

Sekarang Suami bisa ambil Istri dan Suami bisa menariknya ke Istri namun hal ini bisa sangat cepat orgasme.

32. Di Tangga atau On the Stairs

Istri duduk di tangga dan bersandar di dinding. Dapatkan Suami untuk berdiri di depan Istri, tetapi dengan kakinya beberapa langkah lebih bawah dari Istri.

Istri harus angkat kaki ke luar dan relax, saat Suami mulai penetrasi. Sekarang Istri dapat mendorong dari dinding ke pada Suami dan Suami bisa menggunakan tangga dan kaki Istri untuk mendorong saat penetrasi.

33. Gaya Kucing atau The Cat 

Suami terletak di atas dengan cara yang sama seperti posisi misionaris saat penetrasi, tapi kemudian Suami bergerak tubuhnya ke atas Istri secara perlahan-lahan.

Sampai Suami setinggi Istri bisa tanpa menyakiti dirinya sendiri. Ini bagus untuk Istri, karena klitorisnya didorong dengan dasar oleh penis.

34. Jembatan atau The Bridge

Istri mulai dengan duduk di atas Suami, menggunakan tangan untuk menenangkan diri sendiri, Suami mengangkat satu kaki di atas tubuh Istri dan mengubah ke arah samping.

Berikan beberapa dorongan dan kemudian terus berputar sampai Istri menghadap jauh dari Suami.

35. Kaki di Bahu atau Legs on Shoulders

Istri hanya berbaring telentang dan Suami berlutut di antara kaki Istri. Lalu Istri cukup mengangkat kaki Istri ke pundak Suami.

36. Menari Kotor atau Dirty Dancing

Lupakan tentang kamar tidur, posisi ini dapat dilakukan hampir di mana saja. Dan jika kalian membutuhkan lebih banyak dukungan Istri dapat melakukannya di meja atau ditempat lainnya.

Perlu bersandar pada dinding yang menghadap Istri, memeluknya. Istri berjingkrak ke pada Suami dan dapat menggunakan satu kaki mengaitkan sekitar kakinya atau pinggul untuk keseimbangan.

37. Tikungan atau Back Bend

Berbaring di tempat tidur dengan kaki ke tepi dan bergeser ke depan sampai pantat Istri juga di bagian akhir. Sekarang Suami bertugas untuk berlutut di depan Istri dan memulai penetrasi.

Sekarang Istri perlu untuk mendorong pada jari-jari kaki Istri dan melengkungkan punggungnya Istri dan Suami untuk memegang bokong Istri dan mulai dorong.

 38. Menyelam Dalam atau The High Dive

Di mana saja baik untuk posisi ini, meskipun kalian mungkin menemukan lantai yang lebih baik karena memberikan dasar yang lebih kokoh untuk berbaring, dalam teori ini akan memberi kalian orgasme lebih kuat!

 39. Bahu Berdiri atau The Shoulder Stand

Istri berbaring telentang dan Suami berlutut di depan Istri. Mengunci kaki Istri di sekelilingnya dan biarkan Suami mengangkat Istri supaya Suami bisa mulai penetrasi.

 40. Gaya Anjing atau Doggy Style 

Posisi ini merupakan salah satu posisi favorit pria karena dengan ini mereka bisa dengan mudah menemukan G-spot wanita. Dan dengan sedikit usaha saja, kalian bisa orgasme berulang kali.

Penetrasi dari samping ini bisa menyentuh G-spot wanita dari berbagai sudut. Selain itu doggy style secara alami dapat membuat kalian dan pasangan lebih liar dalam bercinta.

Yusril Professor, tapi Perilakunya Seperti Preman


Dunia Hawa - Siapa yang tak kenal dengan Yusril Ihza Mahendra. Dia adalah ahli hukum khususnya di bidang Tata Negara. Keahliannya dibidang hukum mengantarkannya meraih gelar Professor Doctor, dan sempat menjabat sebagai Menteri pada pemerintahan 3 Presiden yaitu zaman Presiden Gus Dur, Megawati Soekarno Putri dan SBY.

Dari sekian banyak pengalamannya sebagai pejabat publik maka sudah sewajarnya Yusril memiliki sifat dan perilaku sebagai seorang negarawan. Namun demikian apa yang kemudian terjadi setelah dirinya tak lagi bisa tampil sebagai pejabat negara, Yusril kembali menekuni profesi semula yaitu sebagai Pengacara atau Penasehat Hukum.

Mungkin Yusril termasuk di dalam deretan Pengacara profesional papan atas di negeri ini. Sudah tak terhitung berapa banyak perkara yang dimenangkan di berbagai sidang pengadilan.

Tak ada yang menyangkal bila profesi seorang Pengacara adalah sangat terhormat dalam kedudukannya membela pihak yang sedang berperkara. Dan tak perlu di pertanyakan lagi perihal honor yang diterima dalam membela kliannya apalagi bila telah memang, tentu Success Fee yang diterimanya juga tidaklah sedikit, mengingat kasus yang ditanganinya bukanlah kasus-kasus sederhana, dan para kliennya pun bukan orang-orang biasa.

Meski tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara, popularitas Yusril sebagai profesional dibidang hukum tidak serta merta pudar. Bahkan sebalinya Yusril makin sering dapat tawaran kasus yang nilai jasanya mungkin hingga milyaran rupiah per kasus.

Entahlah apakah karena gemerlap pundi-pundi kekayaan yang membuat silau mata dan hatinya ketika Yusril memutuskan untuk membela orang asing dalam kasus pencurian ikan (ilegal fishing) beberapa waktu lalu. Sedemikian intens-kah Yusril dalam membela klien yang nota bene orang asing tersebut melawan pemerintah Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti.

Apa yang ada dibenak Yusril saat memutuskan untukmembela orang asing melawan bangsanya sendiri? Kemanakah perginya semangat nasionalisme yang sudah seharusnya dimiliki oleh semua insan yang lahir di bumi pertiwi? Akankah gelora api semangat kebangsaan di hatinya telah padamdan terkubur olehbesarnya honor sebagai pengacara?

Memang sebagai Pengacara profesional, Yusril berhak membela siapapun, namun apakah dengan kebebasan haknya tersebut hingga sampai membuatnya melanggar batas etika?

Tampaknya setelah sekian lama berselang, Yusril mulai rindu ingin jadi pejabat publik lagi. Mungkin pundi-pundi kekayaan yang tersimpan di gudangnya sudah terlalu menumpuk, sehingga tak perlu lagi mencari-cari. Dan kini dia kembali masuk ke pusaran politik di negeri ini.

Yang sedang hangat-hangatnya disorot publik saat ini adalah keinginan Yusril yang menyala-nyala untuk ikut 'bermain' di arena Pilkada DKI Jakarta.

Apakah benar, Yusril ingin jadi Gubernur DKI?

Itu pertanyaan yang ada di hati banyak orang, mengingat seorang profesional sekaliber Yusril, yang dulunya sempat berkali-kali menjadi menteri, kini hanya 'melamar' jadi Gubernur DKI. Bukankah dari jabatan Menteri ke Gubernur secara organisasi kenegaraan adalah 'turun level'?

Apa sebetulnya yang dicari oleh Yusril? Apakah memang niatnya menjadi Gubernur DKI adalah benar-benar ingin membangun Jakarta, atau kah karena frustasi karena ambisinya untuk menjadi Presiden sedikitpun tak pernah tercapai?

Ataukah ada niat lain terkait dengan pejabat Incumbent adalah AHOK yang non muslim, keturunan Tionghoa, dengan karakter yang keras dan kasar serta menurut banyak orang arogan? Apakah Yusril juga termasuk salah satu dari pendukung paham 'ASAL BUKAN AHOK'?

Saya rasa tak ada perlunya membahas niat yang ada di hati orang lain, salah-salah saya dinilai jadi orang yang suudzon (berprasangka buruk) terhadap Prof. Yusril. Tapi terus terang, saya sangat sulit untuk mengacuhkan Yusril sebab setiap hari ada saja kabar tentang dirinya yang mengisi halaman-halaman berita di media cetak, online maupun televisi. Bahkan di ranah dunia maya, akun sosmed Yusril pun tak pernah berhenti memproduksi status.

Namun sayang apa yang tertulis pada statusnya itu membuat saya semakin bertanya-tanya, sesungguhnya Yusril ini termasuk jenis manusia yang bagaimana?.

Untuk ukuran seseorang yang cerdas dengan gelar Profesor Doktor, mungkin di negeri ini tak ada yang mampu menandingi keahliannya di bidang hukum Tata Negara. Tak perlu di proklamirkanpun, publik tentu juga tahu bahwa Prof. Yusril-lah yang terhebat.

Tapi sebagai seorang negarawan dan sangat paham tentang ilmu ketatanegaraan, Yusril tampaknya terlupa atau mungkin tak sadar bahwa disamping memiliki kecerdasan intelektual, seorang mantan pejabat negara yang akan mencalonkan diri menjadi pejabat negara lagi seharusnya juga memiliki kecerdasan emosional dan menjadi sempurna ketika kecerdasan spiritual secara sekaligus dimilikinya.

Saya menyarankan kepada Yusril agar memanfaatkan sebagian waktu luangnya untuk sejenak merenung dan bercermin pada perilakunya sendiri, yang menurut saya tidak menunjukkan adanya tingkat kecerdasan emosional yang cukup tinggi.

Apa yang menjadi alasan saya adalah dengan mengamati perilaku dan pernyataan-pernyataan yang menyerang AHOK dengan mengandalkan keahliannya dibidang hukum.Mungkin bukan saya saja yang merasakannya, sebab secara kasat mata dalam menulis status pada akun SosMed (Twitter), Yusril semakin hari semakin lepas kontrol, sebagaimana yang tertulis pada status akun Twitter-nya sbb :

1. @basuki_btp kalau anda gentlemen ayo keluarkan Surat Perintah Penggusuran kpd masyarakat Luar Batang

2. Jangan cuma lempar batu sembunyi tangan pakai camat pakai walikota

3. Setelah anda @basuki_btp teken Surat Perintah Penggusuran/pembongkaran, ayo kita berhadapan di pengadilan

4. Kita akan lihat nanti siapa yang akan memenangkan pertarungan di pengadilan

Wah.. wah.. wah.. dari tulisan YUSRIL tersebut jangan disalahkan bila saya bertanya, apa maksud Yusril dalam rangkaian status terakhirnya itu?

Terlepas dari permasalahan yang ada, Yusril sudah tidak lagi menggunakan etika dalam membuat pernyataan. Apakah pantas seorang YUSRIL IHZA MAHENDRA menulis status yang bernada menantang dan mengancam seperti itu? Rasanya nada seperti itu biasanya datang dari para preman atau orang-orang 'uneducated', yang tidak punya banyak waktu untuk sekolah.

Apakah ketika menulis itu Yusril dalam keadaan sadar dan sehat wal afiat? Sadarkah bahwa dia adalah mantan pejabat negara dan sedang mencalonkan diri menjadi pejabat negara lagi?

Kalau ternyata sifat aslinya telah dia tunjukkan ternyata seperti itu, maka apakah mungkin publik akan memberi kepercayaan kepada Yusril sebagai Gubernur DKI?

Apa sebenarnya yang terjadi pada para pejabat dan mantan pejabat di negeri ini? Mengapa begitu banyak orang yang sebenarnya tak punya moral tapi bisa lolos dan dipercaya menjadi pejabat negara.

Sangat memprihatinkan memang. Republik ini sungguh sedang mengalami krisis moral yang luar biasa, hingga sangat sulit mencari pejabat yang benar-benar mampu memenuhi harapan rakyatnya.

Bilapun ada, tentu kita semua dengan susah payah menemukannya sebagaimana mencari sebatang jarum di dalam tumpukan jerami.

Selamat berduka untuk negeri tercinta..

Pasal Selundupan di Draf Revisi Peraturan KPU untuk Jegal Ahok?


Dunia Hawa - Untunglah cepat ketahuan, kalau terlambat, bisa jadi semua kerja keras Teman Ahok akan sia-sia, hak demokrasi sebagian warga DKI terabaikan, dan Ahok pun tak mungkin lagi bisa maju lewat jalur perseorangan/independen.

Ternyata, diam-diam dan tiba-tiba di dalam draf revisi kedua Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah, muncul tambahan satu ayat, yang isinya mensyaratkan setiap formulir pernyataan dukungan kepada calon perorangan di pilkada serentak 2017 harus bermeterai! Padahal, sebelumnya, ketentuan seperti ini belum pernah ada.

Tentu saja, ketentuan yang tiba-tiba muncul di Pasal 14 ayat 8 draf Peraturan KPU itu jika disahkan akan sangat merugikan Teman Ahok, para pendukung Ahok yang sudah mendaftarkan KTP-nya, dan Ahok sendiri. Betapa tidak, saat Teman Ahok sudah berhasil mengumpulkan 630.834 KTP pendukung Ahok (data yang tercantum di www.temanahok.com sampai dengan tulisan ini dibuat), atau sudah melebihi syarat batas minimal KTP bagi calon gubernur DKI untuk maju di pilkada DKI 2017, dan di saat batas waktu pendaftaran calon perorangan itu sisa kurang dari tiga bulan lagi, yaitu 13-17 Juli 2017, tiba-tiba muncul draf ketentuan itu.  

Jika ketentuan itu lolos (diberlakukan), berarti Teman Ahok harus bekerja super ekstra keras lagi, 630 ribu lebih KTP yang sudah berhasil dikumpulkan itu terancam kembali mubazir, dan nyaris harus mulai dari awal lagi! Karena semua formulir dukungan yang disertai fotokopi KTP itu harus diulangi dengan menempelkan meterai disertai tandatangan masing-masing pemilik KTP!

Jika ketentuan itu jadi diberlakukan, bisa jadi Teman Ahok akan mengalami frustrasi dan depresi, karena sebelumnya mereka juga sudah berhasil mengumpulkan 730 ribu lebih KTP dukungan terhadap Ahok dalam kurun waktu sekitar satu tahun,  tetapi menjadi mubazir, karena ternyata harus disertai dengan nama calon wakil gubernur juga. Sehingga pengumpulan KTP dukungan terhadap Ahok itu harus diulangi lagi dari nol, dengan menyertakan nama Heru Budi Hartono sebagai calon wakil gurbenur DKI pendamping Ahok.

Dalam konteks ini, timbul pertanyaan di benak saya, dalam kurun waktu satu tahun Teman Ahok mengumpulkan KTP dukungan buat Ahok itu, kenapa dari KPU tidak memberi petunjuk bahwa pengumpulan KTP tersebut harus disertai juga dengan nama pasangan calon kepala daerah juga? Kok, sepertinya KPU sengaja diam, membiarkan kekeliruan Teman Ahok yang sedang bekerja keras mengumpulkan KTP dukungan tersebut agar Ahok bisa maju lewat jalur perorangan.

Untunglah Yusril Ihza Mahendra yang nota bene adalah calon lawan Ahok di pilkada dKI 2017 itu mau memberi petunjuk tersebut.

Keberadaan ketentuan wajib meterai bagi setiap formulir dukungan calon pasangan kepala daerah tersebut baru diketahui saat draf revisi kedua Peraturan KPU itu dibahas dirapat KPU, Senin, 18 April 2016.

Tentu saja, kemunculan draf ketentuan tentang wajib bermeterai itu menimbulkan rasa curiga bahwa ketentuan itu sengaja disusupkan dengan maksud untuk menjegal Ahok yang sudah memutuskan maju lewat jalur independen bersama Heru Budi Hartono, karena terkesan kuat muncul secara diam-diam dan tiba-tiba, di saat Teman Ahok yang sudah berhasil mengumpukan KTP dukungan untuk Ahok melampui batas minimal, dan semakin dekatnya batas waktu pendaftaran bagi calon perorangan.

Jika ketentuan tersebut disahkan (diberlakukan) dalam beberapa minggu ke depan, maka akan menjadi sangat sulit bagi Teman Ahok untuk mengulangi lagi dari awal pengumpulan KTP dukungan terhadap Ahok bermeterai itu sampai mencapai batas minimal (532.000 KTP dukungan), mengingat batas waktu pendaftaran calon perorangan yang kian dekat (13-17 Juli 2016).

Apakah draf ketentuan itu memang disengaja baru disisipkan di saat batas waktu pendaftaran calon perorangan sudah sangat dekat, dengan maksud agar Teman Ahok tidak punya cukup waktu lagi untuk memenuhi persyaratan tersebut?

Siapakah yang mempunyai inisiatif tiba-tiba “menyusupkan” ketentuan kewajiban menggunakan meterai di setiap formulir pendukung calon perorangan di draf revisi Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 itu? Apakah itu inisiatif KPU sendiri? Tetapi, bukankah KPU sendiri mengharapkan pilkada serentak di 2017 itu harus berjalan dengan cepat, efektif, efesien, dan berbiaya seminimal mungkin? Ketentuan tentang wajib formulir dukungan bermeterai itu tentu akan menjadikan pilkada lewat jalur perorangan itu tidak murah, tidak efektif dan efesien.

Jika meterainya harus ditanggung oleh pihak calon pasangan perorangan, tentu akan memberatkan juga bagi yang bersangkutan. Untuk pilkada DKI Jakarta, dengan harus memenuhi minimal 532.000 dukungan, berarti calon pasangan perorangan itu harus menyediakan paling sedikit hanya untuk meterai anggaran sebesar 532.000 x Rp. 6.000 = Rp. 3.192.000.000.

Jika Teman Ahok berhasil mengumpulkan satu juta lebih KTP dukungan, maka dana yang harus disipakan untuk meterai saja menjadi lebih dari Rp. 6 miliar!

Padahal tanpa meterai pun, bukankah KPU pasti akan melakukan juga klarifikasi langsung kepada satu per satu pemilik KTP dukungan itu?

Keberadaan ketentuan “penyusupan” tersebut antara lain dipublikasikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, yang sekaligus mempertanyakan alasan KPU tiba-tiba mengadakan ketentuan itu.

Setelah keberadaan ketentuan itu diketahui publik, barulah KPU menyatakan akan menghapus ketentuan tersebut dari draf revisi.  Ketentuan menggunakan meterai hanya diwajibkan pada surat pernyataan dukungan per desa/kelurahan saja. Hal itu dipastikan oleh Komisioner KP Hadar Nafis Gumay di aula KPU, Selasa, 19 April 2016, katanya: "KPU telah putuskan bahwa penggunaan meterai itu cukup per desa saja."

Kalau bukan KPU yang punya inisiatif mengadakan ketentuan konyol tersebut, lalu siapa?

Maka, patut kita curigai bahwa diam-diam ada pihak lain lawan Ahok yang telah berupaya mengintervensi KPU dengan menyisipkan ketentuan yang berpotensi membuat Ahok gagal maju melalui jalur perorangan itu.

Ini diduga kuat merupakan salah satu cara yang sangat tak patut dari sekian cara menghalalkan segala cara haram dari para lawan Ahok, yang sudah nyaris frustrasi dan kalap untuk menemukan formula yang tepat menjatuhkan dan menggagalkan Ahok untuk meneruskan jabatan gubernurnya lewat pilkada DKI 2017, setelah mereka memastikan bahwa melawan Ahok lewat cara-cara yang bersih dan sportif merupakan hal yang sia-sia, karena pasti kalah telak dari Ahok.

Maka itulah segenap sumber kekuatan pun mulai mereka kerahkan, termasuk dengan mengerahkan kubu mereka di DPR-RI untuk ikut mengintervensi berbagai kasus di Provinsi DKI Jakarta, setelah DPRD DKI Jakarta pun tak berdaya melawan Ahok.

Partai-partai politik di DPR pun rela melakukan deparpolisasi, dengan ikut campur tangan dalam urusan yang sebenarnya merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta dengan partnernya di DPRD DKI Jakarta, yaitu ikut melawan Ahok lewat semakin mempolitisasi kasus hukum pembelian RS Sumber Waras dan reklamasi pantai utara Jakarta.

Sementara itu, upaya menjegal Ahok lewat jalur formal pun masih terus dilakukan di DPR, yaitu melalui revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dengan semakin memperberat syarat bagi calon perorangan.

Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan syarat bagi calon perorangan di pilkada adalah 6-10 persen dari jumlah penduduk di daftar pemilih tetap (DPT), bukan dari jumlah penduduk keseluruhan dari daerah yang bersangkutan, demi untuk mempermudah dan memenuhi hak demokrasi warga negara yang ingin maju lewat jalur perorangan, tetapi setelah Ahok memutuskan maju di pilkada lewat jalur perorangan, dan dengan mudah memenuhi syarat tersebut, yang sebenarnya karena besarnya kepercayaan warga DKI terhadapnya, parpol-parpol di DPR pun menjadi panik, lalu ingin menjegal Ahok lewat revisi UU Pilkada itu. Syarat bagi calon perorangan ingin mereka revisi dan perberat menjadi antara 15-20 persen dari DPT.

Itulah semangat deparpolisasi yang dilakukan parpol-parpol itu sendiri demi menjegal Ahok. Di sinilah kelihatan sekali, betapa parpol-parpol itu selelalu lebih mengedepankan kepentingannya sendiri daripada mengakomodasi aspirasi rakyat. Hanya untuk menjegal Ahok, dan mengantisipasi munculnya calon perseorangan serupa di kemudian hari, mereka tanpa risih sedikitpun memanfaatkan kewenangan mereka di DPR untuk memperberat syarat calon perorangan itu.

Semangat deparpolisasi itu semakin kian menjadi dengan mulai turun tangannya juga beberapa parpol di DPR RI untuk ikut bergabung dengan lawan Ahok, mempolitisasi kasus-kasus hukum di Provinsi DKI Jakarta, dan cara-cara lainnya apapun metodenya, halal, maupun haram, termasuk menyebarkan kebencian dan fitnah SARA, yang penting Ahok harus dikeroyok, dijegal, dan dijatuhkan secepat-cepatnya.

Namun, seperti yang dikatakan oleh Kompasianer Doni Bastian di akun Twitter-nya: “Orang baik akan selalu dilindungi Tuhan. Difitnah seperti apapun, kredibilitasnya tak akan turun. Itulah Ahok.”

Dan, rakyat Indonesia, khususnya warga DKI Jakarta pun semakin banyak yang pintar dan berwawasan luas, mampu melihat dan menilai secara obyektif dan jujur, siapakah pimpinanya yang layak didukung.
Saat ini, semakin dekat pilkada DKI 2017, semakin banyak kekuatan-kekuatan jahat yang bermunculan untuk menjatuhkan Ahok, fitnah dan menyebarkan kebencian SARA pun menjadi andalan mereka, setelah berbagai upaya lainnya selalu kandas, bahkan berbalik menghantam mereka sendiri, seperti dalam kasus suap reklamasi.

Anggota-angota DPRD DKI Jakarta selalu menyerang Ahok dengan isu suap, terutama dalam kasus pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras, tetapi apa yang terjadi? Justru salah satu anggota mereka, M Sanusi dari Partai Gerindra, yang terkena operasi tangkap tangan KPK, karena menerima suap. Dan, KPK mengindikasi kuat bahwa kolega-kolega Sanusi di DPRD DKI pun bakal menyusul.

BPK dengan hasil audit investigasinya yang diduga dibuat untuk menjatuhkan Ahok pun, kini keadaan mulai berbalik, dengan mulai terbuka borok-boroknya sendiri, di antaranya terkuaknya Ketua BPK Harry Azhar Aziz yang diam-diam punya perusahaan offshore di Panama Papers, dan selama ini tidak pernah melaporkan harta kekayaannya (LHKPN) ke KPK.

Demikian juga dengan upaya menyelundupkan ketentuan di revisi Peraturan KPU tentang wajib meterai untuk setiap formulir pendukung calon pasangan perorangan di pilkada tersebut di atas, terbongkar pula ke publik sebelum itu terlanjur disahkan, dan memaksa KPU untuk menghilangkan syarat tersebut.

Benarlah jika dikatakan bahwa firman Tuhan di Alkitab terjadi di peristiwa-peristiwa ini. Firman yang tertulis di Kitab Roma 12:19: “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.

[daniel h t / kompasioner]

Dokumen Tanpa Meterai Tidak Sah Secara Hukum, Siapa Bilang?


Dunia Hawa - Saya sungguh heran, kenapa KPU sempat mensyaratkan dibubuhkan meterai pada setiap formulir dukungan kepada Calon Independen? Apa dasarnya? "Sebetulnya orang-orang KPU ini ngerti nggak sih, apa gunanya meterai?" kata sebagian kalangan.

Banyak orang yang menganggap bahwa keberadaan Meterai adalah suatu kewajiban yang harus ditempel pada dokumen. Jika tidak ditempel meterai maka tidak sah, padahal sesungguhnya tidaklah demikian.

Ketentuan Hukum Meterai

Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UU 13/1985), yaitu pada Pasal 1 ayat (1) bahwa pada hakikatnya Bea Meterai merupakan pajak atas dokumen tertentu yang dibebankan untuk kas negara.

Sebuah dokumen yang berupa Surat pernyataan atau Surat Perjanjian yang tidak ditempel materai (pada kertas segel)bukan berarti bahwa isipernyataan atau ketentuan pada perjanjian tersebut secara hukum menjadi tidak syah. Namun bila memang dokumen tersebut dimaksudkan untuk dipakai sebagai alat bukti di depan Pengadilan, maka bea materai yang seharusnya dibebankan menjadi terhutang dan harus dilunasi.

Dokumen apa saja yang diperlukan meterai?

Menurut ketentuan dalam UU 13/1985 pada Pasal 2 ayat (1) telah disebutkan dengan jelas, beberapa bentuk dokumen yang dibebankan biaya materai yaitu sbb :

BAB II

OBYEK, TARIF, DAN YANG TERHUTANG BEA METERAI

Pasal 2

(1) Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang berbentuk :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap - rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) :
1) yang menyebutkan penerimaan uang;
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2) Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah).

(3) Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah) atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan :

a. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula;

(4) Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 500,- (lima ratus rupiah), dan apabila harga nominalnya
tidak lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tidak terhutang Bea Meterai.

Keterangan : Tarip Meterai disesuai dengan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

Selain ketentuan diatas, terdapat surat lainnya yang menyangkut masalah pribadi atau rumahtangga dan surat-surat lainnya yang pada awalnya tidak dibebankan biaya Meterai sesuai dengan tujuannya, namun bila dipakai untuk keperluan lain atau dipakai oleh pihak lain, maksudnya berbeda dengan tujuan semula, dan kemudian akan dipakai untuk pembuktian secara otentik di muka pengadilan, maka harus dibebankan juga Bea Meterai (sesuai Pasal 2 ayat 3 Undang Undang No 13 tahun 1985).

Oleh sebab itu, tidak semua surat-surat atau dokumen wajib ditempel meterai atau diatas kertas segel, sebab dokumen yang dibebankan biaya Meterai adalah seperti yang telah disebutkan diatas. Demikian halnya untuk dokumen yang digunakan oleh perusahaan apalagi yang sangat sering digunakan (formulir, nota dll) yang jumlahnya sangat banyak maka tidak perlu lagi digunakan meterai, sebab tentu saja akan sangat memberatkan keuangan perusahaan atau instansi tersebut.

Sekali lagi saya sampaikan bahwa penggunaan Meterai hanya diperlukan apabila sebuah dokumen akan digunakan sebagai alay bukti yang sah di muka pengadilan.

Apakah sebuah dokumen tanpa meterai tidak sah secara hukum? Siapa Bilang?

Segala dokumen dan surat-surat yang dibuat adalah syah secara hukum walaupun tidak ditandatangani diatas meterai Rp. 6.000,-. Tetapi dokumen atau surat-surat tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Lalu, bagaimana bila ada dokumen yang akan dijadikan alat bukti yang sudah terlanjur ditandatangani namun tidak diatas materai? Mengenai hal ini, ada ketentuan hukum yang mengaturnya, yaitu dengan cara dilakukan Pemateraian Kemudian (Nazegelen).

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.03/2002 pada Pasal 1 a tentang Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Pemeteraian jo. Keputusan Menteri Keuangan no. 476 tahun 2002, bahwa perihal pemeteraian kemudian dapat dilakukan terhadap dokumen yang pada awalnya tidak terhutang Biaya Meterai tetapi kemudian akan dipakai sebagai alat pembuktian di dalam acara pengadilan. Pemeteraian kemudian (Nazegelen) juga diterapkan pada dokumen yang telah ditandatangani di luar negeri, yang kemudian akan dibunakan pada acara pengadilan di dalam negeri yaitu sesuai dengan Pasal 1 c Keputusan Menkeu No. 476 Tahun 2002.

Nazegelen harus dilaksanakan oleh pemilik dokumen dengan menempelkan Meterai atau Surat Setoran Pajak (SSP) yang kemudian disyahkan oleh Pejabat Pos (Ps. 2 ayat 1 dan2 Keputusan MennKeu No. 476 Tahun 2002.)

Besar Biaya Meterai yang harus dibayar adalah sesuai dengan Biaya Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu ketika dilakukan Nazegelen atau pemeteraian kemudian (Ps. 3 a Keputusan MenKeu No. 476 Tahun 2002).

Pemeteraian kemudian (Nazegelen) terhadap dokumen yang akan dijadikan bukti di pengadilan dapat dilakukan di Kantor Pos terdekat dengan biaya yang sama dengan nilai Meterai tempel yang seharusnya.

Dengan demikian dokumen atau surat-durat yang tidak ditempel Meterai memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan dokumen atau surat-surat bermeterai. Tetapi agar dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, maka secara administratif harus memenuhi syarat yaitu dengan cara Nazegelen (Pemeteraian Kemudian) guna melunasi Biaya Meterai yang terhutang.

Terkait dengan penggunaan materai pada formulir dukungan kepada Calon Independen yang dipersyaratkan KPU, apakah memang KPU buta hukum, atau hanya sebagai upaya untuk mempersulit keberadaan AHOK yang akan dicalonkan menjadi Gubernur DKI 2017?

[doni bastian/kompasioner]