Wednesday, April 20, 2016

Ruhut Cekcok dengan Kader PKS Gara Gara Habieb Rizieq


Dunia Hawa - Perang mulut mewarnai rapat Komisi III DPR dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di kompleks parlemen, Rabu (20/4). Cekcok itu melibatkan anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrat, Ruhut Sitompul dengan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsy.

Cekcok itu berawal ketika Ruhut menyebut pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab dengan cara kasar. Dalam rapat itu Ruhut meminta Kapolda Metro Jaya yang baru, Irjen Pol Moechgiyarto  agar jangan terlalu lembek terhadap para demonstran. Ia mencontohkan ketika Habib Rizieq berunjuk rasa di depan gedung KPK.

"Aku sedih. Kemarin FPI demo di Kuningan sampai menutup jalan, masuk ke gedung KPK. Ada istilah orang pacaran PDKT dong, kasih sadar Rizieq, saya tak menyalahkan," kata Ruhut.

Pernyataan Ruhut soal Habib Rizieq ternyata memicu ketersinggungan Aboe Bakar Alhabsy. Ia langsung mengancungkan tangan untuk interupsi.

"Interupsi pimpinan. Saya keberatan Ruhut ngomong Rizieq begitu saja. Dia itu ulama, jangan sembarangan. Sembarangan ngomong Rizieq, ngomong kasar kayak begitu, saya keberatan," ujar politikus yang akrab disapa dengan panggilan Habib Aboe itu.

Ruhut pun langsung bereaksi. Dengan nada tinggi, ia mengaku lebih mengenal Habib Rizieq ketimbang Aboe. Sebab, Ruhut sudah tahu soal Habib Rizieq sejak politikus nyentrik itu masih menjadi pengacara.

"Saudara Aboe. Saya labih mengenal Rizieq dibanding saudara.  Bagaimana ketika mendampingi Wiranto (di pengadilan HAM kasus Timor Timur, red). Anda belum mengenal Rizieq. Anda masih di Kalsel," tegasnya.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman yang memimpin rapat langsung mematikan mikrofon untuk mengakhiri cekcok antara Ruhut dengan Aboe. Namun, Ruhut terlihat masih kesal. Benny yang juga kolega separtai dengan Ruhut pun berupaya meredamnya.

"Kalau bisa, boleh berapi-api tapi tetap disiplin, tetap hargailah. Ya kita lebih berhati-hati, lebih santunlah dalam berkata-kata," pintanya.

Ruhut memang terkenal vokal di komisi III dan tak tanggung - tanggung melontarkan kritik - kritiknya. Sebelumnya Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul buka suara terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) RS. Sumber Waras yang diwacanakan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Menurut Ruhut, pembentukan pansus dinilai kurang tepat. Pasalnya, terlalu jauh persoalan RS Sumber Waras dibawa-bawa ke DPR. DPR tidak hanya Gerindra tetapi terdapat 9 fraksi lainnya.

“Fadli Zon harus sadar, DPR itu bukan hanya Gerindra, ada juga fraksi lain. Kenapa sih Fadli Zon dendam kesumat dengan Ahok, kader yang meninggalkan Gerindra? Semakin Kau begitukan Ahok makin kinclong dia,” kata Ruhut ketika dihubungi, Selasa (19/4/2016).

Selain itu, menurut Ruhut, juga tidak ada pembicaraan di Komisi III DPR terkait RS Sumber Waras.
“Belum dibicarakan sama sekali (di Komisi III). Kalau begitu terus sikap Fadli Zon itu lama-lama Partai Pak Prabowo habis ditinggal kadernya,” kata Ruhut.

Politikus Demokrat itu meminta Fadli tidak menggunakan lembaga DPR untuk membalas sakit hati Gerindra ke Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
“Lama-lama kecebong dan kodoknya pak Jokowi di Istana Bogor tertawa sama Fadli Zon. Ha ha ha,” imbuhnya. 


[Jpnn.com/Suara.com]

Tentang Kebaikan dan Perbedaan Iman


Dunia Hawa - Ada sebuah tulisan yang beredar secara agak viral, berisi dialog antara seorang kiyai dengan seorang liberal. Tulisan ini berisi dialog imajiner. Karena imajiner, maka tentu saja dibuat, oleh penulisnya yang anti-liberalisme, dengan setting kiyai cerdas dan liberal bodoh. Di akhir dialog si liberal tak lagi bisa membantah sang kiyai. Maka kaum liberal sudah dikalahkan.

Dialog diawali dengan gugatan si liberal soal orang kafir yang meski berbuat baik tidak akan mendapat surga. Ini tidak adil. Kiyai menjawab dengan analogi seorang mahasiswa. Orang kafir dalam analogi itu adalah mahasiswa yang tidak terdaftar di suatu kampus. Jadi, meski dia pintar, dia tidak akan pernah lulus dalam ujian.

Analogi di atas sangat sempit. Boleh jadi mewakili sempitnya akal penulisnya. Doktrin Islam yang mungkin dianut oleh penulis di atas menyatakan bahwa orang muslim, betapapun buruknya, selama tidak menyekutukan Allah, pada akhirnya akan masuk surga. Ia akan dihukum dulu di neraka atas berbagai dosanya, tapi pada akhirnya ia akan masuk surga. Jagal-jagal ISIS yang bengis itu, bila mereka bersyahadat, akan masuk surga. Sementara pekerja sosial yang mereka tangkap dan mereka sembelih, akan masuk neraka.

Bila bersyahadat, mengakui ketuhanan Allah dan kenabian Muhammad, dianalogikan sebagai “terdaftar sebagai mahasiswa”, maka sang mahasiswa boleh saja tidak mengerjakan soal ujian, membuat onar di kelas, mengganggu orang yang sedang belajar dan ujian, melecehkan dosen, tapi tetap saja pada akhirnya ia bisa jadi sarjana. Pertanyaan saya, universitas macam apa itu?

Sebaliknya, orang-orang baik seperti Bunda Teresa, atau orang cerdas seperti Newton, adalah orang-orang yang beramal saleh. Dalam analogi tadi, mereka adalah orang-orang yang sebenarnya lulus ujian. Tapi bukan di Universitas A tempat jagal ISIS terdaftar, tapi di Universitas B. Bagi Universitas A, mereka memang tidak lulus, dan universitas itu tidak akan mengeluarkan ijazah. Mereka akan mendapat ijazah sebagai lulusan Universitas B.

Bahkan ada orang seperti Einstein. Ia tidak terdaftar di Universitas A maupun B. Ia tidak terdaftar di universitas mana pun. Ia tidak mengakui universitas itu ada. Ia tidak menganggap ujian yang dilakukan kedua universitas itu sah. Ia tidak menganggap ijazah itu penting. Ia hanya belajar dan berpikir, lalu menghasilkan Teori Relativitas Umum. Pentingkah bagi kita di universitas mana Einstein terdaftar, dan berapa nilai di transkripnya?

Tulisan seperti yang saya bahas itu menggambarkan bagaimana banyak orang yang gagal memahami perbedaan iman. Banyak orang menilai amal orang lain dalam kerangka iman dia sendiri. Kalau mau dianalogikan lagi, ibarat orang nonton pertandingan bola tangan, tapi dalam pikirannya ia merasa sedang menonton pertandingan sepak bola. Ia akan berteriak-teriak melihat wasit membiarkan para pemain memegang bola, menuduh telah terjadi hands-ball. Padahal tidak. Lucu bukan?

Bagi saya ini menyedihkan. Orang gagal memetakan kebaikan dan keburukan, oleh karena iman. Maka tak heran kalau John Lennon kemudian mengajak kita,”Imagine there’s no heaven. And no religion too."

[hasanudin abdurakhman]

Wah, Sukses Lu Sekarang


"Apa ukuran sukses dalam pandangan abang ?"

Dunia Hawa - Pertanyaan dari seorang teman ini mengusik-ku dari banyaknya inbox yang belum sempat terbaca, apalagi terbalas.

Dulu sekali, ukuran sukses bagiku bersifat materi. Mobil, aksesoris, pekerjaan dan semua ukuran2 yang mudah diukur oleh manusia. Yang diharapkan tentu pujian, "Wah sudah sukses lu ya sekarang.." Pujian itu selangit dan biasanya orangnya kutraktir sesudah itu. 

Tidak berhenti sampai disitu, kesuksesan itu harus diketahui oleh lebih banyak orang. Maka ku-upload-lah foto2 yang menonjolkan kesuksesanku beserta harapan2 akan kesuksesan yang lebih besar. Meeting dengan orang2 ternama, sampai di hotel mana aku berada, semua orang harus tahu. Untuk apa ? Tentu untuk menunjukkan seberapa sukses diriku dan dengan itu - dalam hati kecil - aku ingin mengundang pujian.

Lucunya, ketika akhirnya di puji, akupun pasang tampang pura2 malu, "Ah, biasa ajalah.." Malu2 sumringah. Atas malu, bawah basah. 

Seiring waktu berjalan, proses hidupku berjalan dengan banyak ujian. Kalau diingat2, entah apa aku mampu melewati semua ujian itu, tapi ternyata bisa. Ilmu semakin bertambah dan aku mulai mengerti banyak rahasia dalam hidup.

Sekarang, sungguh aku merasa malu dengan semua kelakuan yang kekanak2an itu. Pamer adalah sifat anak kecil yang selalu ingin lebih hebat dari sekitarnya. Dan aku berada pada fase itu. 
Baru kupaham, itu sama sekali bukan kesuksesan. Itu adalah sebenar2nya kebodohan. Hidupku terjajah. Terjajah oleh batasan2 yang kubuat sendiri untuk menyenangkan pemikiran orang lain. Sungguh berat ransel di punggungku pada waktu itu, hanya aku tidak pernah menyadarinya.

"Lalu apa ukuran kesuksesan dalam sudut pandang abang ?" Temanku mendesak supaya aku menjawabnya. 

Untuk menjawab ini, rasanya aku harus minum kopi dulu. Serupuuutttt...

Kesuksesan bagiku adalah ketika aku mampu memahami sebagian dari rahasia2 hidup. Bahwa penderitaan adalah bagian dari pengikisan dosa. Bahwa diterimanya taubat itu mempunyai pola. Dan banyak lagi hal lain yang tidak pernah aku ketahui seumur hidupku. Itulah kesuksesan bagiku. Dan memahami itu jauh lebih berharga dari semua yg ada di dunia ini, ketika kita akhirnya tahu bahwa dunia bersifat sementara,

Dulu ada yang pernah bilang, "Aku tidak bertambah tua. Aku hanya bertambah bijaksana". Baru sekarang2 ini aku mengerti bahwa usia sifatnya tidaklah abadi. Tetapi kebijaksanaan abadi. 

Kebijaksanaan itu membuat kita mampu melakukan hal-hal baik yang akan membuat kita dikenang dari apa yang kita lakukan, bukannya siapa kita. Dan itu adalah kesuksesan yang besar. Orang2 datang dan pergi di dunia ini, tetapi karya mereka tidak akan pernah terlupakan, karena mereka pergi meninggalkan "nama".

Memang ukuran kesuksesan setiap manusia itu berbeda, tergantung dia berada pada tingkatan pemahaman materi atau spiritual. Dan keduanya tidak bisa dicampur, itu adalah pilihan. Tetapi ketenangan jiwa, sedikitpun tidak akan pernah dicapai oleh banyaknya materi yang ada. Dan jiwa yang tidak tenang adalah sebesar2nya kerugian di dunia.

Jadi, temanku... Semua tergantung kamu melihatnya, mengukur dirimu sendiri, berada pada posisi mana kamu berada ? Lalu tetapkan tujuanmu setinggi2nya...  

Tapi sebelumnya, bagaimana kalau kita minum kopi dulu ? Seruuupuuttt.... 

"Kesombongan manusia atas dirinya sendiri adalah musuh bagi akalnya.." Imam Ali as.

[denny siregar]

Dosa Atas Nama Agama


Dunia Hawa - Menyambut hari raya Kartini besok 21 April.. Ustad ingin mengutip kata-kata Raden Ajeng Kartini, "Agama memang menjauhkan kita dari dosa.. tapi berapa banyak dosa yang dilakukan atas nama Agama?"

Senada dengan R.A. Kartini, tokoh kemanusiaan Mahatma Gandhi juga pernah berkata, "Kejahatan paling keji & paling kejam dalam sejarah dunia, dilakukan berkedok agama."

Semasa hidupnya Mahatma Gandhi adalah seorang relijius taat yang memperjuangkan kemerdekaan India dari koloni Britania Raya melalui aksi damai.

Cendikia Muslim terjenius dalam sejarah Islam Abu Walid Muhammad bin Rusydi (Ibnu Rusydi) juga pernah berkata, "Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkus yang BATIL dengan agama." 

Ibnu Rusydi hafiz (hafal Al-Quran), menguasai berbagai disiplin ilmu dari kedokteran, hukum sampai matematika. Karya-karya ilmiahnya dihargai dunia barat sampai mendapat gelar "si jenius dari Andalusia".

Menutup rangkaian Kutipan ini adalah mutiara dari Emha Ainun Najib (Cak Nun), "Sekarang sudah tidak ada lagi Setan Bodoh yang menentang Tuhan & Al-Quran.. yang banyak sekarang itu adalah Setan berpenampilan Nabi & bermulut Al-Quran."

WILAYAH, UANG & KEKUASAAN

Karena sepeninggal para Nabi, agama memang telah berubah fungsi dari tuntunan akhlak, adab & perilaku, menjadi SPM (Senjata Pemusnah Massal) yang paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuan politik & ekonomi.

Inilah yang dimaksud oleh R.A. Kartini, Mahatma Gandhi, Ibnu Rusydi & Cak Nun.. yakni Kebatilan yang dilakukan atas nama agama. Manipulasi ayat & dalil untuk menghipnotis massa agar senang hati berbuat keji atas nama Tuhan.

Invasi dinasti Ummayah ke Eropa, Perang Salib ke Yerusalem, ekspansi militer Ottoman, ekspedisi Mughal di India, perang suci Hitler & Nazi membasmi Yahudi, Serbia VS. Bosnia, sampai begal rampok minyak bernama ISIS, semua urusan WILAYAH, UANG & KEKUASAAN, tak lebih tak kurang.

Dalam skala kecil kita telah menyaksikan berbagai sirkus donasi atas nama ibadah, sumbangan dengan dalih perang Suriah yang tak jelas penyaluran nya, ormas Islam membela yang bayar, sampai obral ayat menjelang Pilkada..

Ada yang bilang mereka itu "Beragama tapi tak Bertuhan".. menurut Ustad tidak tepat karena mereka beragama & bertuhan.. yakni beragama DUNIA, dan bertuhankan KEUANGAN Yang Maha Kuasa.

"Agama", "Tuhan", "Nabi", hanyalah Slogan pelayan nafsu ambisi duniawi, sekaligus Meriam yang siap menembakkan peluru-peluru "sesat", "murtad", "kafir" kepada siapa saja yang berseberangan dengan kepentingan pribadi pelaku atau golongan.

[Ustad Abu Janda al-Boliwudi]

Ketika Lebay Adalah Sebagian Daripada Iman


Dunia Hawa - Entah kenapa tadi malam saya nonton video2nya Dr. Zakir Naik.

Tertarik juga kenapa orang sedemikian heboh terhadap sosok ini. Selama ini saya hanya mendapat info dari copasan2, pendapat2 dan baru tadi malam berkesempatan menonton aksinya langsung di youtube.

Dan seperti biasa saya selalu mengosongkan semua "apa yg saya percayai" supaya bisa berlaku adil dan obyektif dalam menilai.

Jujur saya tidak melihat serangan terhadap keyakinan apapun yang dilakukan Zakir Naik. Yang ia lakukan hanya menjawab pertanyaan dari orang yg berbeda agama dengannya, dan jawaban yang dia berikan selalu berdasarkan kitab2nya. Malah kadang saya ketawa sendiri ketika yang bertanya, di kick balik oleh Zakir Naik "apakah ia sudah membaca kitabnya sendiri dengan benar ?" Ternyata belum. 

Seperti seorang wanita Kristen yang berkata bahwa untuk menjadi seorang Kristiani harus mengikuti pendapat gereja. Sama saja dengan di banyak orang Islam yang hanya mengikuti pendapat ulama, tanpa mau membaca kitabnya dan berfikir. Padahal di 2 agama ini, MasyaAllah, banyak banget sektenya. Jadi gereja atau ulama mana yang harus diikuti sebagai patokan kebenaran petunjuknya ? Zakir Naik malah mengajak semuanya kembali ke kitab sucinya. 

Oke, yang lintas agama tidak menarik lagi buat saya. Saya coba yang antar agama, syiah dan sunni.

Dan saya kembali tidak menemukan hujatan Zakir Naik terhadap syiah, hal yang biasa saya dapatkan dari ulama2 yang keras. Malah ia berkata, tidak ada syiah dan sunni dalam Islam, yang ada hanyalah muslim. Lah, itu kan bahasa persatuan ? Trus salahnya dimana ? 

Ternyata salahnya adalah di lebay-nya para penonton Zakir Naik, terutama yang menontonnya lewat youtube. 

Di muslim yg lebay, judul2nya bombastis, seakan Zakir Naik adalah Superman. Dan biasanya dibumbui pernyataan2 "sekian orang masuk Islam..", "Zakir Naik membuat malu Kristen.." seperti itulah, saya hapal sekali model2 begituan.

Beberapa yang Kristen juga lebay. Bereaksi berlebihan terhadap pernyataan2 si muslim yang lebay. Padahal seandainya mereka mau duduk dan mengosongkan dirinya dulu bukan sibuk mendebat, maka ia bisa mulai membaca kitab2nya sendiri dan berdialog dengan pikirannya, bukan untuk pindah agama, tetapi untuk memperdalam petunjuk2 di kitab sendiri.

Yang syiah juga lebay. 

Hanya karena Zakir Naik berpatokan pada hadis2 di sunni, maka ia dicap anti syiah. Lalu men-capnya wahabi hanya karena ia bercelana cingkrang dan berjenggot. Kalau patokannya adalah sejarah Islam, perdebatan itu sdh berlangsung berabad2 lamanya dan bukan hal baru. Zakir Naik bahkan tidak menyerang syiah, ia hanya berpatokan pada sejarah yg diyakininya berdasarkan hadis2 sunni.

Terlalu memuja dan terlalu membenci, itu saja masalahnya sehingga Zakir Naik terbentuk sesuai persepsi dan banyak dari kita menghakimi berdasarkan persepsi orang lain tanpa mau bersusah-payah mencari.

Seperti secangkir kopi. Seandainya banyak orang mengatakan bahwa ia pahit, tentu kita akan berfikir dua kali meminumnya apalagi warnanya hitam tidak menarik. Adil sejak dalam pikiran, begitu kata Pramudya Ananta Toer.

Susah memang dalam prakteknya.. Tapi juga ga perlu lebay kayak alay yang jarang dipakai..

[denny siregar]