Tuesday, April 5, 2016

Bodoh Penyebab Islamphobia


Dunia Hawa - Adalah KEBODOHAN oknum Muslim sendiri yang menyebabkan "Islamophobia" (fobia terhadap Islam). Di satu sisi, marah tidak terima Islam dikaitkan dengan terorisme, tapi di sisi lain memanggil Nusrah, ISIS, Abu Sayyaf sebagai "Mujahidin".

Berikut ini adalah SCREENSHOOT headline media-media Wahabi seperti Arrahmah, Voaislam, Panjimas & Kiblat menyebut Abu Sayyaf "Mujahidin" (pejuang Allah)
https://postimg.org/image/ayopqvuht/


Ini adalah PARADOKS karena di satu sisi menolak Stigma "Islam agama teroris" tapi di sisi lain merayakan pembunuhan keji yang dilakukan Al-Qaeda, ISIS, Abu Sayyad bak "pahlawan".. apa ini kalau bukan bodoh?

Analogi mudahnya seperti ketika seorang ayah yang punya anak pencuri, alih-alih menasehati anaknya agar tidak mengulangi, sang ayah malah menyemangati anaknya untuk mencuri lagi, lalu marah besar saat ada yang menyebut anaknya "Pencuri" <= #Bodoh

Ilmuwan Albert Einstein pernah berkata, "Cerdas itu ada batasnya, tapi dungu tak mengenal batas.", sangat cocok untuk menjelaskan situasi seperti ini.

STOP BIKIN PERBANDINGAN BODOH

Kedunguan kedua yang dilakukan oknum muslim ketika berhadapan dengan situasi terorisme, bukannnya mengakui memang ada masalah internal islam, malah berpolemik membuat perbandingan bodoh seperti..

"Siapa yang mulai Perang Dunia 2 ?"
"Siapa yang jajah Palestina duluan?"

Ini sama saja memberikan justifikasi (pembenaran) MENGAKUI bahwa yang dilakukan oleh para teroris "Sudah Benar" dalam rangka aksi pembalasan. Sama sekali tidak membantu mengurangi "Islamophobia", sebaliknya malah hanya akan membuatnya bertambah parah.

Apapun alasannya terorisme itu TIDAK BENAR. Mengapa? Karena Al-Qaeda, Nusrah & ISIS tidak pasang bom di Gedung Putih, tidak pasang bom di Kantor PBB, tidak pasang bom di Markas NATO, tidak pasang bom di gedung Uni Eropa, simbol-simbol "imperialis barat".

Al-Qaeda, Nusrah & ISIS pasang bom di pusat keramaian yang di dalamnya tidak ada satu pun orang yang bertanggung jawab akan apa yang terjadi di Palestina, Afghanistan atau Irak, malah membunuh wanita & anak-anak sipil TAK BERDOSA.

Ini sudah cukup alasan untuk mengutuk terorisme meskipun mereka seiman.

GLORIFIKASI TERORISME LEWAT
"MATI TERSENYUM JASAD WANGI"

Kedunguan ketiga adalah ketika secara sadar atau tidak sadar melakukan Glorifikasi. Glorifikasi adalah sikap pemujaan, memberikan pujian, memberikan penghargaan & meninggikan nilai.

"Subhanallah, matinya tersenyum"
"Masyaallah, jasadnya masih wangi"

Berapa kali kita sudah dengar puja-puji semacam ini? Berapa artikel yang diterbitkan oleh media-media Wahabi tersebut di atas yang bertajuk seperti ini? Tak terhitung banyaknya. 

Sayangnya ditelan mentah-mentah oleh oknum Muslim yang tidak cukup cerdas untuk mencerna ini adalah bentuk GLORIFIKASI, memberikan pujian, penghargaan & meninggikan nilai dari aksi terorisme.

Memuja muji jasad teroris yang telah mati hanya akan memperparah fobia terhadap Islam karena secara tidak langsung kita menganggap teroris adalah pahlawan.

AKUI ADA MASALAH INTERNAL

Ratusan jiwa telah melayang akibat serangan teror dari tragedi Bom Bali sampai Sarinah Jakarta. Hanya BINATANG BIADAB yang akan menyebut semua itu hanya "rekayasa" tanpa peduli perasaan keluarga korban yang ditinggalkan.

Berteori konspirasi serangan-serangan teror adalah "rekayasa" juga hanya akan menimbulkan KEBENCIAN terhadap Islam, karena mencitrakan umat Muslim sebagai binatang biadab yang tak mampu bersimpati, tak mampu berempati.

Sudah waktunya kita umat Muslim berhenti menyalahkan faktor eksternal di luar Islam, dan MENGAKUI memang ada masalah di internal Islam, yakni adanya aliran ekstrim yang dianut oleh Al-Qaeda, Nusrah, ISIS, Boko Haram.

AKUI masalah tersebut nyata adanya, lalu bersama-sama KUTUK & TOLAK Terorisme. Tolak aliran ekstrim yang mengajarkan menghalalkan darah orang seenaknya, mengkafir-kafirkan seenaknya, karena mengkafirkan adalah AKAR TERORISME.

Hanya dengan ini, umat Muslim bisa membebaskan Islam dari Stigma "Agama Teroris". KECUALI bila memang diam-diam di dalam hati mengakui Al-Qaeda, Nusrah, ISIS sebagai "Mujahidin" (pejuang Allah).. 

Bila demikian adanya, JANGAN MEWEK kalau islam selalu dikaitkan dengan terorisme.

Ustad Abu Janda al-Boliwudi
Muslim Aktivis Anti Terorism

Muslim Pemenang vs Muslim Pecundang


Dunia Hawa - Masih ada saja orang yang mengomeli Bung Hatta karena pencoretan 7 kata "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya" dari naskah Pancasila. Ketika naskah disiapkan, di saat terakhir, ada keberatan yang konon berasal dari kalangan non-muslim dari Indonesia Timur. Bung Hatta melihatnya sebagai bibit disintergrasi. Maka ia mengambil inisiatif mencoret 7 kata itu.

Langkah ini kemudian disesalkan oleh banyak kalangan dalam Islam. Pencoretan itu membuat Indonesia tak lagi menjadi negara Islam, begitu keluh mereka. Akibatnya, sulit untuk memasukkan berbagai regulasi berdasar syariat Islam. Akibatnya, Islam menjadi semakin menjauh dari Indonesia. Dalam keluhan-keluhan itu tak sedikit yang kemudian mencaci Bung Hatta sebagai biang kerok masalah ini.


Benarkah ada pihak non-muslim yang keberatan sehingga Bung Hatta bersikap begitu? Entahlah. Bagian ini masih menjadi kontroversi. Pada pembicaraan sebelumnya sudah dicapai kesepakatan untuk menjadikan Piagam Jakarta sebagai naskah pembukaan UUD 1945. Boleh jadi memang masih ada ganjalan dari kalangan non muslim. Tapi boleh jadi juga inisiatif pencoretan itu datang dari Bung Hatta sendiri, setelah ia mempertimbangkan potensi konflik di masa depan.

Namun ada hal yang sengaja dilupakan oleh para perengek itu. UUD 1945 tidak selesai sampai di situ. Ada upaya perumusan UUD melalui konstituante hasil Pemilu 1955. Dalam forum itu soal dasar negara kembali dibahas, apakah Indonesia akan dijadikan negara Islam atau bukan. Perdebatan panjang tak kunjung mencapai kata sepakat, sampai akhirnya Soekarno mengeluarkan dekrit yang menghentikan pembahasan itu. 


Pada titik ini jelas terlihat bahwa Hatta bukanlah masalahnya. Umat Islam sendiri tidak bersuara bulat soal menjadi negara Islam atau tidak. Yang keberatan dengan negara Islam itu tidak hanya non muslim, tapi juga dari kalangan Islam sendiri.

Tapi klimaks ceritanya tidak di situ. Pada amandemen UUD pasca runtuhnya rezim Soeharto Piagam Jakarta kembali diangkat ke permukaan untuk dimasukkan sebagai bagian dari konstitusi. Tapi sekali lagi, usul ini ditolak. Majelis tanpa intervensi pihak luar memutuskan bahwa ruh UUD kita adalah UUD tanpa syariat Islam. Selesai dan final. Tidak perlu lagi ada perdebatan maupun rengekan.

Mengapa Hatta berani mengambil inisiatif mencoret kata-kata penting itu? Apakah dia anti Islam? Apakah dia musuh Islam? Bah, kalau ada yang berani menuduh Hatta anti Islam atau musuh Islam, dia patut disembur pakai air zamzam sebanyak 33 kali.

Sikap Hatta itu adalah sikap seorang muslim yang sangat dewasa, seorang muslim pemenang. Seorang pemenang adalah seorang yang yakin dengan prinsipnya. Ia tidak goyah dengan prinsip itu, di mana pun ia berada. Hatta yakin bahwa orang-orang Islam tetap akan menjalankan syariat, meski tak ada hukum negara yang mengatur. Bersyariat itu kebutuhan bagi seorang muslim pemenang. Ia tidak berislam karena dipaksa negara. 

Apa yang dituntut oleh sebagian kalangan Islam kepada negara? Tegakkan hukum syariat. Contohnya, larang minuman keras. Lho, kenapa negara perlu melarang? Bukankah sudah tegas larangannya dalam Quran? Kalau sudah tegas, seorang muslim yang yakin seperti Bung Hatta tidak akan minum, meski ia direndam dalam bak berisi minuman keras. Karena prinsip sudah dia pegang. Jadi tak ada soal bagi orang Islam bahwa minuman keras tetap boleh dijual untuk kalangan non muslim. Orang Islam tidak akan pernah menyentuhnya.

Apa lagi? Beberapa peraturan daerah yang dibuat oleh orang-orang yang mengaku ingin menegakkan syariat itu isinya adalah hal-hal yang mencengangkan, seperti kewajiban salat jamaah bagi karyawan pemda. Ha? Tidak cuma itu. Ada yang sampai menyediakan hadiah mobil bagi yang rajin salat. Ha? Ironisnya, penggagas program itu sempat jadi tersangka kasus korupsi. Sekali lagi, muslim seperti Bung Hatta tidak memerlukan peraturan pemerintah untuk menjalankan salat berjamaah.

Bung Hatta adalah teladan yang terus dikenang. Ia bersih, jujur, dan amanah. Ia tidak mau ikut hiruk pikuk perebutan kekuasaan. Ia yakin nilai-nilai Islam itu tegak melalui perilaku diri sendiri, bukan dari pemaksaan terhadap orang lain. Islam tegak menjadi penyinar, menjadi kekuatan positif yang membangun bangsa bersama nilai-nilai yang dianut orang lain. Ia adalah muslim pemenang.

Adapun muslim pecundang adalah muslim yang selalu takut kalah. Orang muslim macam ini selalu curiga, di sekelilingnya ada kaum lain yang siap menerkam dan memangsa. Ia tidak percaya diri bahwa ia akan menang. Maka ia selalu berusaha membungkam, sebelum musuh fantasinya menyerang. 

Muslim pecundang tidak yakin akan bisa melaksanakan ajaran agama kalau tak dibuatkan lingkungan yang mendukung. Ia tak sanggup puasa bila orang-orang di sekitarnya tak puasa. Ia akan tercebur ke maksiat kalau di sekitarnya banyak maksiat. 

Karena itu ia selalu tampil memusuhi, dan memaksa.

Anda mau jadi muslim yang mana? Pemenang atau pecundang?

[http://abdurakhman.com]

Dunia Lain: Antara Film dan Kitab Suci


Dunia Hawa - Bagaimana seandainya kita pada akhirnya menyadari bahwa apa yang kita lakukan sehari-hari dari mulai bangun tidur di pagi hari sampai kembali ke peraduan di tengah malam sebenarnya disaksikan dan diawasi serta dikontrol oleh pihak lain yang berada di luar dunia kita? 

Ide ini yang coba disodorkan oleh para produser film di Hollywood. Bermula dari Jim Carey yang hidup dalam dunia yang diciptakan oleh seorang produser film dalam The Truman Show (1998). Semua gerak-gerik yang dilakukan Jim Carey dari mulai bayi sampai dewasa menjadi semacam reality tv show. Mereka yang membuat skenario dalam dunia tempat Jim Carey berada bisa mengirimkan hujan halilintar ataupun musim kemarau hanya dengan menyentuh satu tombol. Belakangan Jim Carey mulai menyadari kepalsuan dunia di sekitarnya dan hendak pergi ke dunia luar. Di akhir cerita ia berhasil meninggalkan dunia palsu dan masuk ke dunia sebenarnya.

Tapi bagaimana kalau dunia yang kita anggap merupakan dunia yang sebenarnya ini juga sesungguhnya hanyalah dunia yang diciptakan, diawasi, dikontrol dan disaksikan oleh pihak lain yang berada di tempat yang berbeda?

Pramoedya Ananta Toer dulu menulis Rumah Kaca untuk menggambarkan apapun yang dilakukan Raden Mas Minke, tokoh utama dalam novelnya, selalu diawasi oleh pihak penjajah Belanda sehingga ia bagaikan hidup di rumah kaca. Dalam dunia nyata, pihak produser tidak kehabisan akal dan membuat semacam "rumah kaca" dimana apapun yang dilakukan penghuni rumah akan bisa disaksikan mereka yang berada di luar. Ini seperti memakai gaun yang transparan: tertutup tapi bisa dilihat. Muncullah acara Big Brother untuk mewujudkan konsep "rumah kaca" ini. Acara menonton tingkah laku orang lain ini sukses besar dimana-mana (termasuk versi 'uncut'-nya). 

Tidak berhenti di sana, muncul pula gagasan: bagaimana kalau sejumlah orang secara misterius dikirimkan ke sebuah lokasi secara bertahap dan mereka harus berusaha untuk bertahan hidup di lokasi tersebut. Ini mirip gagasan kejatuhan Adam dan Hawa dari surga ke Bumi. Nenek Moyang kita itu terperangkap di bumi dan tidak bisa kembali lagi ke surga. Hollywood membuat film Maze Runner (2014) untuk menggambarkan mereka yang dikirim dan terjebak di lokasi tertentu. Ada aturan yang mereka harus buat, termasuk memilih pemimpin dan pembagian tugas, agar mereka bisa bertahan hidup. Belakangan mereka bisa keluar dan menyadari bahwa mereka hanyalah sebuah proyek eksperimen belaka. 

Bagaimana rasanya kalau perjuangan kita untuk bertahan dari segala macam persoalan di tempat kita tinggal ternyata hanyalah sebuah eksperimen belaka? Novel trilogi, Divergent, yang kemudian difilmkan dalam 2 tahun terakhir, juga berkisah seputar tema ini. Tris dan Four yang sudah berhasil melewati hadangan tiran yang berkuasa akhirnya berhasil menerobos tembok pembatas dan keluar menuju dunia baru hanya untuk menyadari bahwa ternyata kehidupan mereka di Chicago hanyalah eksperimen belaka dari pihak luar yang terus menerus mengawasi dan mengontrol kehidupan mereka.

Dunia yang lama sudah rusak dan guna menyelamatkan nasib bumi selanjutnya maka dilakukanlah eksperimen untuk mendapatkan tunas unggul. Bumi membutuhkan spesies unggulan yang bisa memperbaiki kerusakan dan menciptakan peradaban baru. Tris bukan saja divergent tapi ia merupakan spesies yang murni, sementara yang lain dianggap spesies yang telah rusak.

Bagaimana kita memahami film-film Hollywood di atas? Spesies unggul dalam Kitab Suci disebut sebagai khalifah. Adam diciptakan menjadi penguasa bumi, setelah sebelumnya bumi ini rusak akibat pertentangan makhluk sebelumnya. Itulah sebabnya malaikat sempat bertanya apa gerangan maksud Allah menciptakan manusia sebagai khalifah yang diciptakan dalam bentuk yang sempurna. Tidakkah manusia akan mengulangi kesalahan yang sama merusak dunia ciptaan Allah? 

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'" Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (QS 2:30)

Walhasil, Adam dikirim ke Bumi dan hidup dalam pengawasan Allah dan para malaikatNya. Tak ubahnya Bumi sebagai "rumah kaca" dimana hidup kita selalu dimonitor dari kejauhan. Bumi bukan saja merupakan ujian tapi juga eksperimen belaka (kitab suci dalam QS 57:20 menyebutnya sebagai la'ibun wa lahwun). Bumi adalah tempat kita berjuang memerankan peran kita sebagai khalifah sebelum kita kembali ke akherat, kampung kita yang abadi dan sebenarnya. Bumi ini cuma tempat sementara. Ada dunia lain yang menunggu kita. 

Tema novel dan film di hollywood sebenarnya ada korelasinya dengan gagasan pokok di kitab suci --terlepas dari mereka menyadarinya atau tidak. Jadi, membaca novel atau menonton film sebenarnya juga bagian dari cara kita memahami ayat-ayat suci.

[Nadirsyah Hosen-Monash Law School]

Mahasiswa yang Lugu, Khilafah yang Khilaf


Dunia Hawa - Kira-kira apa yang ada di dalam pikiran para mahasiswa "unyu-unyu" ini? Mereka demo memperjuangkan sistem "Khilafah" sementara pada saat yang bersamaan menolak sistem demokrasi. Sepertinya mereka ini adalah para cheerleaders Hizbut Tahrir, sebuah organisasi politik transnational pan-Islam berhaluan Sunni yang didirikan tahun 1953 di Palestina oleh Taqiuddin al-Nabhani yang memimpikan pendirian kembali sistem politik-pemerintahan khilafah Islam. 

Tidak ada salahnya demonstrasi model beginian yang sebetulnya sudah sangat sering di Indonesia. Tetapi menjadi sangat lucu jika pada saat yang bersamaan para cheerleaders ini menolak dan bahkan memaki-maki sistem demokrasi. Para elit HTI ini pura-pura berlagak pilon kalau demokrasi-lah sebetulnya yang membuat mereka bebas berkeliaran dan mengekspresikan pendapatnya. Karena itulah "orpol" ini bisa eksis dan unjug gigi di Indonesia, Amerika, Australia, Inggris, atau Kanada. Di belahan dunia lain, organisasi ini dilarang atau dibekukan. 

Menurut catatan "Islam Watch", organisasi ini dilarang di mayoritas negara-negara Arab dan Timur Tengah, termasuk Saudi, Tunisia, Mesir, Libia, Qatar, dlsb. Mereka juga dilarang beroperasi di negara-negara bekas Uni Soviet yang berbasis Muslim di Asia Tengah seperti Kazakhstan, Kirghistan, Uzbekistan dan tan-tan yang lain. Sejak 2003, Hizbut Tahrir juga dilarang di Rusia dan sejumlah negara lain seperti Jerman, Belanda, Bangladesh, Singapore, dlsb. 

Pada masa Pak Harto, mereka bersembunyi atau "ngumpet" karena kalau menampakkan batang hidungnya pasti sudah "didor" atau disel. Maka sangat naif jika setelah Pak Harto melengserkan diri dan demokrasi pelan-pelan menyapa kembali Indonesia, para cheerleaders ini bukannya berterima kasih malah memaki-maki demokrasi, Pancasila, NKRI, dlsb sebagai "kapir" lah, "lampir" lah. Bukannya insaf dan menyadari kekhilafannya, mereka malah seenak-perutnya sendiri berkoar-koar mau menegakkan sistem politik "zaman batu" yang sudah porak-poranda...

[ prof.sumanto al qurtuby]




Bila Ilmu Disikapi Dengan Iman



Dunia Hawa - Dari waktu ke waktu saya perhatikan orang-orang yang hobi memaki-maki dan mengafir-sesatkan saya karena sejumlah tulisanku di buku, artikel jurnal, kolom media, atau postingan Facebook ini karena mereka menyikapi keilmuan dengan keimanan. Oleh karena itu sering kali tidak nyambung dan bawaannya marah-marah melulu dan akhirnya menuduh sana-sini, menghakimi ini-itu. 

Kritik atas wacana keagamaan dianggap menghina agama. Menyajikan fakta empiris dinilai melecehkan dogma. Mendiskusikan sejarah dan tradisi keagamaan dipandang melawan kehendak Tuhan. Mengkritik pandangan dan tindakan sejumlah kelompok ekstremis Muslim dituduh menghina Islam. Menjelaskan tentang keragaman tafsir teks-teks keislaman dituduh "kesurupan" ideologi sekuler Barat. Menghadirkan fakta-fakta sejarah harmoni Muslim-non-Muslim dinilai mengada-ada. Ngomong tentang penyerapan Islam terhadap tradisi dan kebudayaan non-Muslim dituduh menghina Nabi Muhammad. Menulis tentang toleransi dan pluralisme agama dianggap "agen remason" (eh salah, freemasonry) dan antek "Wahyudi-Mamarika". Begitu seterusnya. 

Itulah dampak dari umat beragama yang "terlalu beriman" tetapi "kurang berilmu". Padahal dalam Islam, ada segunung ayat, Hadis, dan teks-teks keislaman serta praktek kenabian yang menjelaskan tentang pentingnya mengoptimalkan akal-pikiran untuk menyikapi problem kemanusiaan, perkembangan zaman, dan menyingkap aneka misteri atau tabir alam ciptaan Tuhan yang luar biasa ini. Karena akal dan pengetahuanlah, dulu umat Islam mampu menjadi "kampium dunia" dalam hal keilmuan, peradaban, dan kebudayaan. Jauh sebelum munculnya sarjana-sarjana beken Barat, Islam telah melahirkan para ilmuwan hebat yang karya-karyanya bisa kita saksikan hingga dewasa ini. 

Berpikir memang sulit karena itu banyak orang lebih suka mengafirkan, mengfitnah, menuduh, menghakimi, dan menyumpahserapahi orang lain. Jika anda menemui orang-orang yang hobinya seperti ini, maka bisa dipastikan mereka bukan dari golongan orang-orang yang berfikir. Yuk, mari kita perbanyak berfikir, jangan cuma "berzikir," supaya bisa memahami dan menikmati segala ciptaan dan anugerah Tuhan. Sayang kan sudah dikaruniai otak oleh Tuhan kok gak pernah dipakai...

[prof.sumanto al qurtuby]



Perempuan Suci Dari Sevilla


Dunia Hawa - Kawan, pernah ku ceritakan padamu mengenai seorang perempuan suci dari Mesir, Sayyidah Nafisah, guru dari Imam Syafi'i. Kali ini, perkenankan aku, masih dalam keadaan berwudhu, untuk bercerita tentang seorang perempuan suci dari Sevilla (sebuah kota di Spanyol), yang merupakan guru dari al-Syekh al-Akbar Ibn Arabi (1165-1240). Ini kisah lebih dari 750 tahun yang lalu. 
Namanya Nunah. Atau lengkapnya Syaikhah Nunah Fatimah binti Ibn al-Mutsanna. Lahir di Cordoba Spanyol, namun kemudian beliau pindah ke Sevilla, dan bertemu dengan Ibn Arabi yang masih remaja saat itu. Syaikhah Nunah sudah berusia 90-an tahun, namun saat Ibn Arabi menatap wajahnya, Ibn Arabi melihat pancaran sinarnya yang begitu menakjubkan. Begitulah dunia spiritual itu, yang tua sinarnya bisa menyilaukan seperti terlihat masih muda, dan yang muda aura-nya bisa terlihat seperti orang tua penuh wibawa.

Syaikhah Nunah selalu ceria meskipun ia hidup dalam kondisi serba papa. Dan ketika muridnya bertanya, gurunya menjelaskan, "Aku merasa sangat senang karena Allah swt selalu memperhatikanku. Terlebih karena Dia telah menjadikanku sebagai salah satu kekasihNya. Siapalah aku ini sampai Allah memilihku. Aku heran dengan mereka yang mengaku mencintai Allah tapi tak bisa merasa gembira dengan apapun yang Allah berikan padaNya [baik suka maupun duka]." Rasa bahagia berdekatan dengan Allah telah mengalahkan segala duka dan nestapanya. 

Pada titik ini, saya teringat ungkapan sufi yang lain: "bahkan jika Allah menyodorkan racun pahit untuk aku minum, akan aku terima dengan bahagia bagaikan meminum anggur termahal". Ah....jauhhh...masih jauhhh diri ini mengikuti para kekasihNya.

Syaikhah Nunah mengingatkan muridnya bahwa Sang Kekasih itu sangat pencemburu. "Sesaat saja aku berpaling dariNya dan tak menyadari kehadiranNya maka aku akan mendapat cobaan yang sebanding dengan kelengahanku." Inilah makna dzikir yang sesungguhnya: selalu mengingat Allah dalam setiap langkah kita, dan sebagai ganjarannya Allah akan selalu menemani langkah kita. Jangan coba-coba berpaling apalagi berkhianat pada Sang Kekasih. Inilah "kontrak" mereka dengan Sang Kekasih. 

Ibn Arabi menuturkan bahwa dalam munajatnya, Syaikhah Nunah mendapat penawaran dari Allah berupa kerajaanNya namun ia menjawab, "Aku hanya inginkan Engkau oh Gustiku. Hanya Engkau. Segala sesuatu selainMu hanyalah kehampaan."

Sebagai gantinya, Allah memberinya hadiah berupa surat al-Fatihah yang senantiasa melayani kebutuhannya. Kata Ibn Arabi, guruku itu "orang yang sangat penyayang terhadap semesta". Mereka yang sudah mampu mengikuti langkah Nabi Muhammad sebagai rahmat semesta alam tentu sangat layak mendapat 'hadiah' langsung dari Allah. 

Ibn Arabi menyaksikan sendiri manakala seorang perempuan mengadu kepada Syaikhah Nunah bahwa ia telah ditinggalkan suaminya yang pergi ke kota lain, maka untuk menolong perempuan yang menderita itu, Syaikhah Nunah membaca surat al-Fatihah. Lalu datanglah surat al-Fatihah menjelma dan berjasad dalam bentuk seperti awan. Maka Sang Syaikhah meminta Surat al-Fatihah untuk membawa suami perempuan itu kembali ke Sevilla. Setelah peristiwa itu terdengar kabar bahwa suami perempuan itu sudah berkumpul kembali bersama keluarganya dalam waktu tiga hari. Sewaktu ditanya, suami itu kebingungan dan tidak mengerti bagaimana hatinya berubah dan kemudian memutuskan kembali ke rumahnya. Inilah salah satu karamah Syaikhah Nunah.

Pernah pula Sang Guru kehabisan minyak untuk pelita tendanya. Lalu Syaikhah Nunah menyuruh Ibn Arabi mengambil bejana berisi air. Dicelupkanlah tangan Syaikhah Nunah ke dalamnya, dan dengan ijin Allah, air pun berubah menjadi minyak. 

Kawan, dari kisah ini kita bisa belajar bahwa baik lelaki maupun perempuan punya hak yang sama untuk mendekati Allah swt. 

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar: itu adalah keberuntungan yang besar. (QS al- Taubah:72)

Para perempuan pun ada yang derajatnya begitu dekat dengan Allah. Dan para lelaki yang paham tidak akan segan-segan belajar dari para perempuan. Ibn Arabi mendapat ilmu, pelajaran dan barakah dengan berguru dan berkhidmat pada Syaikah Nunah, seperti yang diceritakan sendiri oleh Ibn Arabi dalam kitabnya al-Futuhat al-Makkiyyah dan Ruh al-Quds. 

Untuk para perempuan suci yang menjadi kekasih Allah di Timur dan di Barat...al-fatihah....

[Nadirsyah Hosen-Monash Law School]



Al-Tsauri: Samudera Ilmu Dari Kufah


Dunia Hawa - Sufyan al-Tsauri adalah ulama generasi tabi' tabi'in yang luar biasa. Lahir pada tahun 715 dan wafat 778 Masehi -- sekitar 1200 tahun yang lalu.

Beliau ini ternasuk ulama yang paling komplit: dalam bidang tasawuf beliau termasuk 8 waliyullah yang disebut oleh Abu Nu'aim. Dalam bidang Hadis, beliau ini digelari Amirul Mukminin fil Hadis. Dalam bidang Fiqh, beliau ini dianggap sejajar atau bahkan melebihi 4 imam mazhab. Beliau memiliki mazhab sendiri yaitu Al-Tsauri. Dalam bidang tafsir, siapa saja yang membaca tafsir klasik semisal tafsir al-Thabari akan menemui banyaknya kutipan dari Sufyan al-Tsauri.

Lahir di Kufah, dari keluarga ulama, semula ia belajar pada Ja'far As-Shadiq. Diriwayatkan pada mulanya Sufyan bermazhab Syi'ah namun setelah ia pindah ke kota Basrah, ia mengikuti paham ahlus sunnah wal jama'ah.

Imam Ahmad bin Hanbal menyebut Sufyan sebagai ahli fiqh. Ulama lain mengatakan Sufyan ini lebih alim dalam soal fiqh daripada Abu Hanifah dan lebih alim soal Hadis daripada Imam Malik --yang disebut terakhir ini konon pernah berguru pada Sufyan tapi saya belum cek kebenaran info ini.

En toch meskipun begitu hebat ilmunya, Sufyan al-Tsauri sangat berhati-hati mengeluarkan fatwa. Tidak jarang orang menunggu berhari-hari karena Sang Imam sedang menelaah ulang catatannya sebelum mengeluarkan fatwa atau meriwayatkan hadis.

Sayangnya kitab fiqh yang ditulisnya tidak sampai ke generasi selanjutnya. Mazhab Tsauri pun punah tidak lagi ada pengikutnya. Kenapa? Salah satu sebabnya karena ia hidup bersembunyi dari kejaran penguasa, yaitu Khalifah Mansyur (754-775) dan Khalifah al-Mahdi (775-785) dari dinasti abbasiyah. Ulama besar ini menolak hadiah dari khalifah karena menganggap harta khalifah itu syubhat alias tidak jelas halal-haramnya.

Khalifah al-Mahdi pernah memanggil Sufyan dan mengangkatnya sebagai Gubernur Mekkah. Surat pengangkatan diterima Sufyan tapi sesampainya ia di sungai dajlah, surat itu dibuangnya, dan ia melarikan diri tidak sudi mengabdi pada seorang Tiran meski pakai embel-embel khalifah. Sampai wafatnya ia hidup dalam pelarian. Itulah salah satu sebab mazhabnya tidak berkembang. 

Beberapa pendapat fiqhnya seperti diriwayatkan Ibn Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid sebagai berikut:

1. Dalam cuaca dingin, berwudhu dengan mengusap sepatu sebagai ganti membasuh kaki hukumnya sah.

2. Berwudhu secara tertib sesuai urutan itu hanya sunnah, bukan kewajiban. Jadi boleh memulai wudhu dengan membasuh kepala atau tangan terlebih dahulu.

3. Apabila ada ahli fiqh dan ada qari' maka yang didahulukan menjadi imam adalah yang qari'.

Bagaimana dengan tafsirnya? Catatan terserak Sufyan al-Tsauri tentang ayat al-Qur'an ditemukan dalam bentuk manuskrip oleh seorang ulama dari India dan sudah diterbitkan sejak tahun 1983 dengan judul Tafsir Sufyan al-Tsauri.

Kitab Tafsir ini karena hanya berupa catatan maka tidak seperti kitab tafsir lainnya yang membahas runtut ayat per ayat. Isinya lebih fokus pada riwayat Sufyan al-Tsauri akan sejumlah frase atau penggalan ayat Qur'an. Jadi tidak runtut per ayat. Meski tetap dikelompokkan per surat.

Namun demikian tetap saja ini kitab tafsir yang sangat bermanfaat karena bukan saja memudahkan kita melacak pandangan beliau yang selama ini tercecer, kita juga harus ingat baik-baik saat membacanya bahwa ini adalah catatan dari seorang ulama yang dianggap samudera ilmu dalam bidang tafsir, hadis, fiqh serta seorang waliyullah.

Khazanah klasik Islam itu merupakan harta umat Islam yang amat berharga. Mereka yang alergi dengan kitab kuning itu biasanya mereka yang salah paham disangkanya isi kitab kuning itu tidak bersumber dari al-Qur'an dan Hadis atau mengira para santri itu mempertuhankan para ulamanya. Ah...yang bilang begitu biasanya gak pernah belajar isi kitab kuning. Rugi deehhhh pakai alergi segala....saya saja yang mengajar di Australia selalu berusaha merujuk ke kitab kuning sebagai perwujudan sikap ilmiah saya.

[Nadirsyah Hosen-Monash Law School]