Sunday, April 3, 2016

Haji Kecil


"Kalau kau punya mimpi, Tuhan membuatkan jalan yang menghubungkan engkau dengan mimpimu itu. Kau tak perlu payah-payah membuat jalannya. Kau hanya perlu mencarinya dengan teliti. Boleh jadi ia tersembunyi di balik semak-semak berduri. Kau hanya perlu menyibakkannya. Atau ia berupa jalan mendaki, kau hanya perlu bersabar dalam mendakinya. "

Aku sangat menyukai panggung kecil itu. Jangan bayangkan sebuah pentas. Tak ada apa-apa di situ. Hanya aku. Duduk di tengah kerumunan orang, di sebuah kenduri. Orang-orang memandangku dengan kagum. Karena sebelumnya mereka sudah pernah melihat aku melakukannya. Jadi mereka sudah kagum sebelum aku mulai lagi.

Ku tarik napasku pelan. Tak ada gugup, karena aku sudah terbiasa. Lalu aku mulai. „Allahuma inna nas’aluka salamatan fi din…………..”

Ya aku mulai membaca doa. Itulah pertunjukanku di panggung kecil itu. Mungkin kau akan heran, apa pula istimewanya orang membaca doa sampai perlu dikagumi. Nah, itulah kau. Kau tak tahu siapa aku. Aku anak berusia empat tahun. Sudah pandai baca doa. Di kampungku, orang tua pun tak banyak yang pandai baca doa.

Aku sebenarnya tak pernah belajar baca doa. Emak lah yang sebenarnya sedang belajar, baca doa selamat. Ia belajar dari sebuah buku berhuruf Arab-Melayu, dibimbing oleh Ayah. Nah, Ayahku imam mesjid. Dia banyak hafal doa-doa. Doa selamat, doa arwah, bahkan doa yang panjang macam doa rasul pun dia hafal.

Emak belajar, mebaca doa itu keras-keras. Tiap lepas magrib dia membaca doa itu, mencoba menghafalnya. Ayah duduk di samping, membetulkan bacaan Emak kalau dia keliru. Tapi tak selalu begitu. Kadang Ayah mengajar Emak sambil berbaring di tempat tidur, melepas lelah. Ayah sering begitu. Kalau mengajari kami mengaji dia juga tak selalu duduk di samping kami. Dari atas tempat tidur dia mendengar, lalu membetulkan kalau bacaan kami keliru. Sepertinya Ayah hafal apa yang kami baca.

Begitulah, hari-hari aku mendengar Emak belajar membaca doa. Tanpa aku sadari aku yang lebih dahulu hafal. Emak terkesima.

Kalau ada kenduri aku selalu ikut Ayah. Ayah selalu diundang, karena dia imam mesjid. Tak ada dia mungkin tak ada kenduri. Karena dia lah yang membaca doa. Ada orang lain, satu dua orang yang juga bisa. Tapi orang kampung biasanya lebih suka meminta Ayah membaca doa.

Di suatu kenduri, Emak juga ikut. Ayah duduk di ruang depan, bersama banyak hadirin yang laki-laki. Para perempuan biasanya duduk di ruang dalam. Kadang sambil membantu menyiapkan hidangan yang hendak dikirim ke ruang depan. Aku duduk di dekat Emak. Tak kuduga akan Emak minta sesuatu padaku.

“Bacalah doa.” pintanya.

Terkejut aku. “Apa? Doa apa?”

„Doa. Doa selamat yang sudah kau hafal itu.“

Aku pikir Emak memintaku menggantikan Ayah. Dan itu tak patut. Tak patut anak kecil membaca doa. Tapi Emak menatap mataku, dan berkata sekali lagi, “Bacalah doa tu.”

Aku patuh. Lalu aku baca doa selamat itu.

“Allahumma nas’aluka salamatan fi diin……….”

Aku baca dengan mantap. Emak tersenyum. Aku suka melihat senyum itu. Aku lanjutkan bacaan dengan suara lebih keras. Orang-orang di sekitarku mulai sadar bahwa aku sedang membaca doa. Mereka yang tadinya larut dalam berbagai perbincangan, sontak diam, mendengarkan bacaanku. Aku makin semangat. Aku baca doa yang panjang itu sampai selesai.

„Aduh pintarnya........“ seorang ibu di dekatku memuji.

„Iya, pintar benar. Awak yang tua ini pun tak pandai berdoa.”

“Betul. Kalah kita oleh budak kecil ni.”

Sekarang aku tahu mengapa Emak menyuruhku baca doa.

Begitulah berulang-ulang. Di setiap kenduri, Emak menyuruhku baca doa. Dan orang-orang memuji. Tak hanya memuji. Orang-orang memberiku uang. Sepuluh dua puluh rupiah. Bahkan ada yang memberi seratus. Senang betul aku. Selanjutnya Emak tak perlu lagi menyuruhku. Orang-orang biasanya langsung memintaku. Aku turuti permintaan mereka. Aku suka duduk di tengah panggung itu, dengan orang-orang duduk di sekeliling, mendengar aku membaca doa.

Ayah dan Emak senang betul kalau aku diminta membaca doa. Dan Emak tahu, di kenduri orang akan mencari aku. Meminta aku duduk di tengah-tengah, lalu aku membaca doa. Emak tak mau anaknya tampak lusuh. Dia belikan aku baju bagus. Juga peci bagus. Lengkaplah aku, duduk di panggung dengan peci yang bagus.

Ah, aku harus ceritakan ini. Emakku seorang pedagang. Ia berdagang baju, kain sarung, batik. Juga obat, bedak. Macam-macam lah. Semua yang tak dijual di toko Cina di kampung kami dijual Emak. Hampir tiap bulan Emak pergi ke kota untuk membeli barang dagangan. Lalu menjualnya di kampung.

Maka tak sulit bagi Emak untuk membelikan baju untukku. Teluk belanga kecil, warna putih. Juga kain sarung berukuran kecil. Lengkap dengan peci kecil. Hampir tak ada anak di kampung yang punya itu. Mereka semua memakai sarung orang dewasa, yang tentu saja terlalu besar untuk mereka. Hanya aku yang pakai sarung kecil, yang pas benar untukku.

Kelak Emak menambah sesuatu yang membuatku makin senang. Peci haji. Peci putih, yang biasanya hanya dipakai oleh pak haji. Ayah, meskipun imam mesjid tak memakai peci itu, karena belum haji. Tapi aku memakainya. Alangkah senangnya.

Sejak itu orang tak lagi memanggil namaku saat meminta aku membaca doa. Pak Haji Kecil, itulah panggilanku.

“Pak Haji Kecil, mari duduk di sini, baca doa untuk kami.”

“Pintar betul budak, ni”

“Tak usah heranlah. Ayahnya pintar.”

“Kelak kalau besar mesti dia juga akan pergi sekolah ke kota, macam abang-abangnya.“

Itulah omongan orang di sekitarku yang sering aku dengar, usai aku membaca doa. Abangku memang sekolah di kota. Tak banyak orang kampung kami yang sekolah, apalagi sampai ke kota. Umumnya anak kampung kami hanya sekolah sampai kelas dua atau tiga. Sesudah itu dia sudah cukup umur untuk diajak bekerja di ladang atau kebun kelapa. Jadi tak perlu sekolah. Hanya sedikit yang mau sekolah sampai tamat kelas enam. Dan hampir tak ada yang menyambung ke SMP. Karena kalau menyambung harus ke kecamatan atau ke kota.

Aku tahu kalau kelak aku tamat SD aku akan menyambung ke kota. Emak sudah berjanji pada kami anak-anaknya. Semua akan menyambung. “Biar nanti kalian bisa jadi pegawai.” begitu kata Emak.

Aku suka benar membayangkan kalau kelak aku sekolah ke kota. Sesekali aku pernah ikut Emak ke kota. Aku suka sekali. Banyak mobil, becak, honda. Semua itu tak ada di kampung kami. Karena itu tak banyak anak kampung yang pernah melihatnya. Aku pernah melihatnya berkali-kali. Jadi aku sering bercerita kepada anak-anak kampung tentang ini.

Tapi aku ingin melihat lebih. Di kampong kami ada beberapa orang haji. Kalau hendak pergi haji mereka mengundang kenduri. Tentu, aku Pak Haji Kecil juga hadir, dan membaca doa. Kelak kalau mereka pulang dari haji, mereka juga mengadakan kenduri lagi. Di situ nanti banyak cerita tentang perjalanan haji. Yang aku dengar, orang perlu ke kota untuk pergi haji. Dari situ terus naik kapal terbang ke Jakarta. Lalu ke Mekah. Di Mekah inilah haji dilaksanakan.

„Mak, aku ingin ke Mekah.“ kataku suatu hari pada Emak.

„Bagus lah tu. Kelak Haji Kecil ini pasti jadi haji besar.”

“Bukan cuma naik haji, Mak.”

“Dah tu, nak apa?”

“Aku nak sekolah, Mak. Lepas SD di sini, nanti ke kota. Lepas tu ke Jakarta. Lalu nyambung sekolah ke Mekah.“

Emak tersenyum senang.

„Tentu-tentu. Anak Emak yang pintar mesti sekolah tinggi.”

Sejak itu, usai membaca doa, aku selalu menceritakan rencana itu kepada semua pendengarku. Aku akan sekolah tinggi, sampai ke Mekah!

Akhirnya aku tak sekolah ke Jakarta, tapi ke Yogya. Tak sekolah ke Mekah, tapi ke Jepang. Ke mana pun juga, aku telah mencapai mimpi kecilku dulu. Mimpi yang tercapai, rasanya sangat indah.

[DR.Hasanudin Abdurakhman]



Ciri-ciri Hamil Bayi Laki-laki dan Perempuan


Dunua Hawa - Setelah artikel sebelumnya mengenai menentukan jenis kelamin saat hamil, artikel kali ini adalah mengenai ciri-ciri hamil anak perempuan atau laki-laki. Benarkah jenis kelamin dapat diketahui secara kasat mata?

Menebak jenis kelamin sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang saat masih belum ada mesin USG atau alat medis lainnya. Salah satu cara tradisional yang dilakukan nenek moyang kita untuk menebak jenis kelamin bayi adalah dengan acara nujuh bulanan. Di upacara ini, jika kelapa yang Mama pilih bergambar Arjuna artinya bayi dalam kandungan Mama berjenis kelamin laki-laki, dan bila yang Mama pilih bergambar Srikandi pertanda bayi perempuan. Atau saat Papa membelah kelapa dan airnya muncrat, artinya Sang Bayi berkelamin laki-laki, jika airnya merembes artinya perempuan.

Bukan cuma itu, loh, Ma. Nenek moyang kita, berdasarkan pengalaman dan pengamatan, juga membuat daftar ciri-ciri hamil bayi perempuan dan laki-laki. Hasil pengamatan mereka ini diwariskan turun-temurun hingga ke masyarakat modern sekarang. Beberapa diantaranya pasti Mama sudah sering dengar:




Banyak dari pengamatan ini adalah mitos karena sekadar pengamatan tanpa didukung penelitian medis. Selain itu, pengamatan ini sering berbeda atau bahkan bertolak belakang antara orang yang satu dengan yang lainnya. Jika ditelaah secara rasional, bentuk perut tidak diakibatkan oleh jenis kelamin; karena baik janin perempuan maupun laki-laki memiliki posisi yang sama dalam rahim, yaitu mendekap lutut menjadi bola kecil agar dapat muat di dalam rahim yang sempit. Bentuk perut ditentukan oleh bentuk tubuh dan rahim Mama,

Demikian juga dengan sakit di area pangkal panggul atau pinggang. Rasa nyeri juga tergantung banyak hal, seperti kenaikan berat badan, postur berdiri (kebiasaan membungkuk, suka pakai berhak tinggi, dan lain sebagainya), kurang cairan, ` dan seterusnya.

Sementara ngidam, itu sangat tergantung pribadi Mama. Ada yang tidak ngidam apapun, ada yang justru Si Papa yang ngidam. Dokter dan psikolog menyimpulkan bahwa ngidam lebih merupakan bentuk meredam ketidaknyamanan selama hamil (rasa kurang enak pada lidah atau mual) dan kekhawatiran akan menjadi orang tua bagi bayi baru. Walhasil, Mama (atau Papa) membutuhkan perhatian ekstra yang diwujudkan dalam permintaan makanan yang spesifik. Jenis makanan yang diinginkan tergantung pada selera masing-masing, ada Mama yang lebih suka makanan asin, ada juga yang lebih suka rasa manis, pedas, atau asam. Jadi, ngidam bukan karena perbedaan jenis kelamin bayi, ya Ma.

Secara medis, tidak ada perbedaan signifikan yang dihasilkan oleh janin perempuan dan laki-laki, walau menurut dr. Febriansyah Darus, saat mengandung bayi laki-laki, di dalam tubuh Mama ada kenaikan hormon androgen. Inilah yang menyebabkan warna kulit beberapa Mama menjadi lebih gelap. Tetapi secara umum, tidak ada perbedaan fisik yang dapat dilihat jelas secara kasat mata.

Sesungguhnya, jenis kelamin janin sudah ditentukan sejak pertama konsepsi terjadi. Namun, perbedaan ini baru akan nampak dari genitalia (kelamin) pada umur kehamilan 20 minggu dan lewat pemeriksaan mesin USG pada usia kehamilan sekitar 24 minggu.

Nah yang menarik, ada sebuah tabel untuk menentukan jenis kelamin kehamilan berdasarkan usia saat terjadi pembuahan. Jika Mama tengah hamil dan belum tahu jenis kelamin bayi Mama, coba buktikan kebenaran tabel ini nanti saat bayi lahir.

Usia saat terjadi pembuahan
Bulan saat terjadi pembuahan


F: Female (anak perempuan)
M: Male (anak laki)

Kalau pengalaman aku, pada kehamilan kedua sengaja tidak ingin tahu jenis kelamin bayi. Alasannya? Ingin surprise saja. Toh, aku tidak punya firasat dan tidak ada keinginan khusus. Anak pertamaku perempuan, yang sangat menyenangkan untuk didandani dan menemani ke salon atau berbelanja. Jadi, jika anak kedua perempuan lagi, sudah terbayang serunya. Tetapi, jika anak kedua lelaki, lengkap deh sepasang.

Nah, karena aku tidak ngoyo, sepertinya orang-orang sekitar menjadi lebih penasaran dan berteori sendiri mengenai jenis kelamin bayi di dalam kandungan aku. Hasilnya cukup imbang: banyak yang menebak perempuan karena aku suka merias diri (tentu saja karena saat itu, aku masih aktif shooting sehingga mau tidak mau harus tampil dengan make up). Banyak pula yang menebak jika anak yang kukandung berjenis kelamin laki-laki karena bentuk perutku yang mancung (walau rasanya badanku melebar seperti truk gandeng). Suspense atau rasa penasaran menanti jenis kelamin menambah greget saat menanti kelahiran si kecil. Aku ingat begitu bayi lahir, dokter langsung mengatakan ?bayinya perempuan? kepada suami, ibu dan ibu mertua yang bersama berada di dalam ruang persalinan. Waaah, suatu momen yang begitu berkesan. ?Welcome Nuala,? kataku. Aku memang sudah menyiapkan sepasang nama.

Jika hamil lagi, aku ingin sekali mengulang hal yang sama: merahasiakan jenis kelamin hingga saat melahirkan nanti. Bagaimana dengan Mama?

Nadia Mulya AHLI SEPUTAR GAYA HIDUP MAMA HAMIL


Resep Es Kue Spesial dan Lezat


Dunia Hawa - Aneka jenis es kini mulai banyak ditemukan. Terutama, es dengan tampilan modern lah yang banyak dijual sekaligus banyak disukai masyarakat. Meski aneka jenis es tradisional yang dibuat dengan cara sederhana sudah jarang ditemukan, bukan berarti es jenis ini tidak enak.

Misalnya saja seperti es kue yang pernah populer beberapa dekade lalu. Karena sudah jarang ditemukan, maka jika Anda ingin menikmatinya, Anda harus membuatnya sendiri. Cara membuat es kue ini cukup mudah. Bagi Anda yang tertarik, Anda bisa mengikuti resep berikut ini.

A. Es Kue Spesial Coklat

Bahan yang diperlukan untuk membuat :

Bahan utama :

•60 gram tepung hunkwe (biasanya sama dengan setengah bungkus)
•1 bungkus agar – agar bubuk rasa coklat
•250 gram gula pasir
•3 sendok makan cokelat bubuk
•1 liter santan kental dari 2 butir kelapa
•½ sendok teh garam halus

Bahan tambahan untuk hiasan :

•Dark cooking choholate
•Sirup merah
•Es batu serut secukupnya sesuai selera

Cara membuat :

Langkah pertama, buat adonan untuk es kue dari aneka bahan utama yang tersedia. Campurkan tepung hunkwe, agar – agar, gula pasir, cokelat, santan serta garam halus. Aduk – aduk sejenak agar rata. Lalu masak dengan api sedang sambil terus diaduk hingga adonan terasa lebih kental. Setelah adonan kental, matikan api dan angkat.

Kemudian, tuangkan ke dalam pinggan tahan panas yang sebelumnya telah diolesi dengan minyak goreng. Biarkan beberapa saat sampai adonan menjadi dingin.
Jika adonan sudah dingin, potong adonan kecil – kecil sesuai selera. Lalu bungkus dengan plastik.
Simpan adonan es kue ini di dalam freezer selama kurang lebih 5 jam atau hingga es kue ini membeku.
Setelah kue untuk bahan utama es ini jadi, Anda bisa menyiapkan piring atau mangkok atau gelas saji.
Letakkan potongan es kue yang telah membeku ini di atasnya.
Hiasi dengan potongan dark cooking chocholate, kemudian siram dengan sedikit sirup merah. Bisa juga Anda menambahkan dengan aneka buah segar untuk menambah cantik tampilan es kue spesial coklat ini.

B. Es Kue Spesial Nangka

Bahan yang diperlukan untuk membuat es kue spesial nangka :

•120 gram tepung hunkwe siap pakai (satu bungkus)
•250 gram gula pasir
•1200 ml santan kelapa kental
•¼ sendok teh garam halus
•½ sendok teh vanili
•150 gram daging buah nangka yang sudah masak (potong dadu kecil)
•5 sendok teh susu kental manis putih

Cara membuat es kue spesial nangka :

Pertama – tama, buat adonan untuk es kue dari campuran tepung hunkwe, gula pasir, vanili, garam halus dan santan. Aduk rata kemudian panaskan di atas api kecil sambil terus diaduk hingga adonan terasa mengental.
Jika adonan sudah kental, matikan api, lalu masukkan potongan nangka dan aduk sejenak.
Lalu, tuangkan adonan kue nangka ke dalam cetakan berupa loyang datar lebar. Ratakan permukaan adonan menggunakan solet. Biarkan dulu hingga adonan dingin dan kental.
Setelah adonan dingin, potong kue ini kecil dan panjang, lalu bungkus dengan plastik. Masukkan potongan kue ini ke dalam freezer selama kurang lebih 5 jam agar adonan kue membeku jadi es.
Jika es kue spesial nangka sudah jadi, keluarkan dari freezer dan Anda pun bisa langsung menikmati es kue ini.

Mudah bukan cara membuat es kue beraneka rasa ini? Selain mudah, rasa dari dua resep es kue ini pun cukup menarik. Coklat yang terasa manis dan lumer di mulut biasanya lebih disukai oleh anak – anak.

Rasa nangka dari es kue spesial nangka pun tak kalah menarik karena juga terasa manis dan menyegarkan. Anda penasaran seperti apa rasanya? Selamat mencoba dan selamat berkreasi.

[ resep masakan nusantara]