Wednesday, March 9, 2016

Jadi Muslim Itu Repot Ya ?



Dunia Hawa - Kau bilang umat Islam itu bersaudara tapi kenapa kau musuhi saudaramu sendiri? Kenapa kau hujat dan caci-maki saudara-saudaramu? Kenapa kau rusak dan jarah properti milik saudaramu? Kenapa kau usir saudaramu? Kenapa bahkan kau dengan suka-rela membunuh dan memerangi saudaramu? Kenapa? Kenapa?  

Kau bilang umat Islam akan selamat kelak di akhirat tapi kenapa kau sesatkan mereka? Kenapa kau kafirkan mereka? Kenapa kau musyrikkan mereka? Kenapa kau "luruskan" mereka? Kenapa kau "najiskan" mereka? Kenapa? Kenapa?  

Kau bilang kaum Muslim itu umat yang sudah mendapat "hidayah" tapi kenapa kau anggap Muslimah tak berjilbab belum mendapat hidayah? Kenapa kaum Muslim lain yang hanya berbeda pemikiran & pakaian dengan kalian dianggap belum mendapat hidayah? Kenapa? Kenapa? 

Kau bilang umat Islam itu akan masuk surga tapi kenapa kau justru nerakakan meraka? Maumu itu apa? Islam yang bagaimana? 

Tidak punya jenggot kau suruh berjenggot. Sudah berjenggot kau bilang kurang panjang. Sudah berjubah kau bilang kurang cingkarng. Kau suruh Muslimah berjilbab. Sudah berjilbab kau bilang kurang "syar'i". Maumu itu apa? Islam yang bagaimana?

[Catatan: Orang bodoh sedang bertanya, silakan bantu jawabannya...]

[prof.sumanto al qurtuby]


Agama Itu Untuk Manusia Bukan Untuk Tuhan



Dunia Hawa - Untuk siapakah agama itu "diturunkan"? Jelas untuk manusia, bukan malaikat, binatang, tumbuhan, gendruwo, tuyul gundul, apalagi untuk Tuhan. Watak agama itu "antroposentris" (berpusat pada manusia) bukan "teosentris" (berpusat pada Tuhan). Dengan kata lain, manusialah, bukan Tuhan, yang menjadi sasaran dan tujuan utama sebuah agama karena jelas Tuhan tidak membutuhkan agama. Tuhan tidak butuh disembah. Tuhan bukanlah sosok "tuan raja feodal" yang butuh sembah dan sesembahan. Meskipun seluruh umat manusia dan mahluk hidup tidak menyembah-Nya, Dia tidak galau, tidak "petheken". Karena manusialah, agama itu ada atau diadakan. Karena banyak manusia-manusia yang berotak dan berperilaku seperti "demit sontoloyo" itulah agama hadir atau dihadirkan di muka bumi.     

Simaklah dengan seksama: ada segunung ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang bertutur tentang kemanusian bukan ketuhanan, tentang manusia di bumi ini bukan di alam paska kematian, tentang aksi-aksi sosial bukan rutinitias ritual dan seterusnya. Kalaupun Al-Qur'an berbicara tentang Tuhan, alam kubur, dan ritual, itupun hanya sebagai "sarana" bukan "tujuan": medium agar manusia berbuat kebaikan dengan sesama mahluk di muka bumi ini. Ingat: bukankah Nabi Muhammad yang agung itu diutus ke muka bumi ini untuk menyempurnakan ahlak manusia, bukan untuk mengislamankan jagat raya?

Tapi sayang seribu sayang, banyak umat beragama di dunia ini yang justru sibuk memikirkan Tuhan lupa sesama manusia, sibuk "memburu surga" lupa berbuat baik dengan sesama, sibuk mengumpulkan pahala akhirat lupa "pahala dunia", sibuk dengan ritual-ritual individual lupa aksi-aksi sosial-kemanusiaan dan seterusnya. Jika dulu agama itu untuk masyarakat non-agama, sekarang saya melihat banyak umat beragama yang justru membutuhkan agama itu sendiri...

[prof.sumanto al qurtuby]


Hajar Mereka, Bung Ahok !!!



Dunia Hawa - Selamat siang bung Ahok... Saya panggil bung saja ya, boleh? Kata2 bung mengingatkan saya terhadap panggilan pada masa pra kemerdekaan, dimana masih banyak orang ber-integritas yang mempunyai tujuan sama, yaitu melawan penjajahan.

Apa yang bung lakukan dengan menetapkan diri berada di jalur independen, patut saya angkatkan secangkir kopi. Tidak mudah berada pada situasi bung, apalagi di masa ketika banyak orang mengemis kepada partai2 untuk dijadikan calon mereka. Dan kita semua tahu, disana ada negosiasi siapa dapat apa dan dimana posisi mereka. Partai adalah mesin politik, mereka butuh uang sebagai pelumasnya.

Tapi bung tidak. Bung menempatkan diri sejajar dengan mereka. Gua butuh elu, lu juga butuh gua. Tapi jangan minta2 apa2, ini amanah, bukan peti harta.

Berapa banyak orang seperti bung di Indonesia ? Hampir tidak ada. Bung memporak-porandakan semua tradisi maling yang selama ini terjaga. Kericuhan yg bung ciptakan adalah bukti bahwa disanalah sarang mereka. Bung dikeroyok, dihantam dan bertarung sendirian. Mereka meraung, bung memaki. Mereka menghujat, bung mendamprat. Serigala lawannya harimau bukan kambing.

Pertanyaannya sekarang, seberapa kuat bung bertahan ?

Ijinkan saya sedikit bercerita tentang sejarah Islam kepada bung. Ada sahabat Nabi Muhammad Saw yang bernama Abu Dzar al Ghiffari. Ia dulu seorang perampok sebelum bertobat. Ia berperang dengan gagah berani, hingga ketika Nabi wafat, ia sangat kehilangan panutan.

Masa sesudah Nabi adalah masa kekacauan. Korupsi, nepotisme menjadi kebiasaan. Abu Dzar muak, tetapi ia teringat nasehat Nabi, “berperanglah dengan lisan, sarungkan pedang..” Dan begitulah yang terjadi. Ia datangi pusat pemerintahan, ia memaki. Ia dibuang ke daerah, disana ia kembali mendatangi pemerintahan dan memaki. Gerah dengan perilaku Abu Dzar, mereka sepakat mengasingkannya. Ia dibuang tanpa makanan. Ia, sahabat Nabi yang selalu berperang di sisinya, meninggal karena kelaparan. Nabi sudah meramalkan, “Abu Dzar berjalan sendirian, meninggal sendirian dan dibangkitkan sendirian..”

Dan dengarlah ucapan Abu Dzar bung, pada akhir nafasnya, “Kebenaran tidak meninggalkan pembela bagiku…”

Begitulah, bung pun berjalan sendirian. Memang itu sudah takdir mereka yang berada di jalan yang benar. Itu sudah suratan. Sudah saatnya kebenaran berada pada posisi berbeda, ia tidak membutuhkan dukungan partai, karena selalu ada yang namanya sahabat, teman dan relawan.

Tidak ada kata kalah dalam perjuangan, bung. Kedudukan hanyalah alat, tidak pantas diperebutkan. Kemenangan ada di proses dan bung sudah menunjukkan dan mengajari kami tentang itu. Bung merobek semua sekat ras, agama dan budaya. Buat bung ini tentang kebenaran dan kesalahan, bukan tentang siapa berkulit apa.

Yakinlah bung, ada ribuan generasi muda yang sedang tumbuh mengamati apa yang bung lakukan. Sama seperti bung yang dulu belajar dari kearifan Gus Dur dan keteguhan Baharudin Lopa. Apakah mereka kalah, bung ? Tidak. Itulah kemenangan yang sebenarnya. Ketika apa yang mereka lakukan menjadi inspirasi, motor penggerak. Kekalahan itu adalah ketika seorang berada pada kekuasaan dan sekejap ia menjadi hewan beringas.

Tidak perlu statistik dalam berjuang. Biarlah mereka meng-kalkulasi kursi, bukan itu tujuannya. Tujuan bung adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Itulah yang dinamakan keadilan. Keadilan bukan semua mendapat porsi yang sama. Berjuanglah bung dan biarkan Tuhan yang mengerjakan sisanya.

Saya di belakang bung… Saya berperang pada sisi yang saya bisa. Saya harus berpihak, karena netral hanyalah bentuk keraguan.

Bung Ahok, anda adalah salah satu guru yang mengajari saya bagaimana menjadi manusia. Semoga ketika semua selesai, ketika bung sudah tua dan lelah, sudilah kiranya duduk dan minum kopi bersama. Terkadang, pahitnya kopi jauh lebih jujur dari seorang manusia.

Sruput kopinya dulu, bung… Salam hormat dari saya dan ribuan warga Jakarta yang berterima-kasih kepada anda dan menitipkan satu pesan saja, “Tolong hajar mereka… “

[denny siregar]

Bu Mega, Sudahlah !!!



Bu Mega, Sudalah!!!

Apa yang hilang dari PDI-P sekarang ini? Sebut saja satu kata, Integritas. Integritas adalah konsisten mempertahankan nilai2, dan nilai yang hilang dari PDI-P sekarang ini adalah “membela wong cilik”.

PDI-P lahir ditengah tekanan keras Soehato pada masa orde baru. Soeharto yang tidak ingin ada “sosok” yang melawannya, memecah PDI menjadi dua bagian, PDI versi Soerjadi dan PDI versi Megawati. Dan sebagai sosok yang mengancam, maka Megawati harus disingkirkan dan puncaknya adalah peristiwa penyerangan kantor PDI 27 Juli 1996.

Tekanan2 tersebut membuat nama Megawati berkibar sebagai “tokoh perlawanan” terhadap kepemimpinan Soeharto. Massa yang sudah jenuh dengan Soeharto yg otoriter masuk dan mengisi ruang2 di tubuh PDI Perjuangan. PDI-P lahir sebagai sebuah aksi perjuangan.

Besarnya tubuh PDI-P ternyata tidak membuat jiwa mereka juga besar. Arogansi sebagai partai pemenang kursi parlemen di banyak daerah, membuat mereka bertingkah seperti orang kaya baru. Tindakan2 mereka menjadi aneh di mata masyarakat, berlawanan dengan harapan yang selama ini ditanamkan.

Wong cilik bagi PDI-P bukan lagi menjadi komunitas yang dibela, tetapi dimanfaatkan seluas2nya. Mereka memegang pasar2 kaget dan tempat2 kumuh hanya untuk memperoleh suara sekaligus mengutip setoran2. Yang terjadi di banyak tempat di Indonesia adalah ketidak-teraturan tata kota. Dan ini dibiarkan belasan tahun lamanya.

Kader2 mereka banyak yang bobrok dan berakhir di penjara. Apa yang dulu mereka perjuangkan seakan hilang, diganti dengan ketamakan, arogansi, pemanfaatan dan banyak hal lainnya. PDI-P tumbuh menjadi organisasi yang setara dengan Soeharto dari sisi keganasan-nya.

Kejenuhan masyarakat terhadap PDI-P semakin lama semakin memuncak. Untungnya PDI-P tertolong dengan kemampuannya memainkan kartu dengan mengangkat orang2 yang punya integritas dalam menjabat. Tetapi anehnya, sesudah diangkat mereka juga yang berusaha menjatuhkannya.

Teringat dulu bu Risma yang diusung PDI-P untuk menjabat sebagai walikota, malah mau di-impeach ketika beliau menentang tol tengah kota. Dan salah satu motornya adalah kader PDI-P sendiri. Begitu juga kebijakan2nya di parlemen RI yang bertentangan dengan misi Jokowi, kadernya sendiri, untuk menciptakan pemerintah yang pro-rakyat dengan sibuk memaksakan BG sebagai Kapolri, menyingkirkan Abraham Samad sbg ketua KPK dan menjadi motor revisi UU KPK.

PDI-P ini sebenarnya mau kemana ?

Arogansi PDI-P mereka tampakkan lagi ketika mereka sibuk menentang Ahok yang mereka anggap tidak sopan. Padahal cara mereka mengulur waktu akan melemahkan posisi Ahok sendiri, dan ada kemungkinan itulah yg dilakukan PDI-P, untuk menjatuhkan Ahok, mengingat kader mereka di DPRD DKI selalu bertentangan dengan kebijakan Ahok. Mereka berkata mendukung Ahok sebagai langkah mengulur waktu untuk menaikkan posisi tawar.

Sesudah Ahok paham dan menetapkan dirinya di jalur independen, seperti anak kecil PDI-P sibuk dengan istilah deparpolasi, dimana partai tidak dianggap sebagai partner penting. Mereka tiba2 ribut dengan jalur independen yang dibilang liberal, padahal mereka jugalah yang menyusun dan menetapkan sistemnya.

PDI-P entah maunya apa…

Saya yakin masih banyak orang2 baik di PDI-P yang ingin menyeimbangkan situasi dan menyelamatkan kondisi partai, tetapi mereka kesulitan ketika keputusan akhir ada di tangan bu Mega yang dikelilingi pembisik2 yang punya kepentingan sendiri.

Bu Mega sudah terlalu lama diatas, berkuasa 17 tahun lamanya. Berada pada posisi puncak sekian lama, tentu akan berpengaruh pada psikologis, hal yang sangat manusiawi. Lelah dengan perasaan berkuasa selamanya, membuat beliau begitu mudah dipengaruhi. Belum ditambah kecurigaan2 akan ada yang mendongkel-nya dari orang2 dekatnya. Bagi mereka yang punya kepentingan pribadi, bu Mega terus dipaksa menjadi simbol untuk mengamankan apa yang mereka ingini. Kasian sebenarnya, tapi itu juga yang beliau sukai.

Tanpa sadar bu Mega perlahan2 berubah menjadi Soeharto, orang yang pernah menjadi musuh besarnya. Seperti sebuah karma, kutukan yang tidak bisa dihindari.

Bersyukurlah kita yang masih menjadi manusia biasa dan tidak terus menerus di posisikan sebagai dewa. Karena rasionalitas kita masih terjaga dengan semua kekurangan kita. Butuh secangkir kopi untuk membaca ini, tapi butuh2 bercangkir2 untuk memahaminya.

[denny siregar]


PDIP Jangan Ge'er..



Dunia Hawa - Benar saja, PDI-P sekarang berbalik melawan Ahok. Keputusan Ahok untuk melangkah di jalur independen, membuat Megawati marah. Ia langsung meng-instruksikan partainya untuk melawan Ahok. PDI-P berencana akan mengusung Jarot – wagub sekarang, Risma atau Ganjar Pranowo.

Risma bisa kita keluarkan dari daftar, karena beliau bukan kader PDI-P dan bisa disuruh2 seenaknya utk keluar dr Surabaya. Jarot tidak terkenal. Kemungkinan besar Ganjar Pranowo yang akan dimajukan, dengan catatan beliau bersedia.

Sebagai catatan, syarat untuk mengajukan cagub DKI partai harus memiliki minimal 21 kursi di DPRD, dan berdasarkan itu hanya PDI-P satu2nya partai yg bisa mengajukan cagub tanpa koalisi. Sedangkan Nasdem, partai yg mendukung Ahok hanya punya 5 kursi.

Apakah dengan kekuatan seperti itu PDIP bakalan menang?

Ah, seharusnya PDIP belajar pada Pilgub Jatim tahun 2013 lalu. Dengan pede-nya PDIP mengusung kadernya sendiri Bambang DH, yang sempat menjadi Walikota Surabaya. Dan hasilnya ? Jreeeeennggg…. Cukup 3 persen saja.

Kalaupun PDIP jadi mengusung Ganjar Pranowo atau Risma, buat saya, itu blunder besar. Ganjar dan Risma boleh-lah populer di daerahnya, tetapi pemilih mereka tidak ber-KTP Jakarta. Ini yg harus jadi bahan pertimbangan.

Beda lagi kalau PDI-P mau berkoalisi dengan banyak partai lain utk bersama mengusung Yusril misalnya, Ahok bisa terancam kalah. Tapi, ah, itu bukan tipikal PDI-P yang selalu terjebak pada kebanggaan berlebihan tapi tenaga kurang. Jarang ngaca…

Sayang memang bu Mega orangnya cepat tersinggungan. Mungkin beliau sudah lelah, sehingga lupa merendah dan berpandangan luas. Think again, ibuku sayang… Where do you choice ? *inggrisnya sam din*

Kalau PDI-P mengusung calon sendiri, ini sebenarnya keuntungan besar untuk Ahok. Suara pemilih jadi pecah dan Ahok akan mendapat suara karena ia popular di mata masyarakat Jakarta.

Saya meramalkan ini pertarungan Ahok dan Yusril yang akan didukung partai2 selain PDIP dan Nasdem. Calon PDIP seperti semut di tengah pertarungan gajah. Keinjek2 sampek penyet. Masak dapet 3 persen lagi.. Malu ah..

Tapi seperti biasa, PDI-P main psywar. Ahok diancam2 akan gagal dalam verifikasi administrasi karena akan dijegal. Ini bisa menjadi catatan Teman Ahok untuk terus merapatkan barisan supaya jangan ada penyusup di internal yg berpotensi memecah dan menjegal.

Sampai sekarang saya masih pegang Ahok sebagai pemenang. Micky Mouse bisa saja mengancam asal sering2 belanja ke pasar.

Dan PDI-P, maaf, anda partai yang kebesaran. Sekali-sekali meihat lapangan dari bumi, jangan dari langit. Kalau acuan PDI-P kemaren menang di pilgub DKI dan Pilpres, itu semata karena Jokowi bukan karena partai pengusungnya. Jangan ke-geer-an.

Sudah malam, sudah habis secangkir kopi. Hutang warkop sudah lunas. Sekarang tinggal cicilan motor 3 bulan. Kayaknya Batman sudah harus alih profesi jadi ojek online...

[denny siregar]


Ahok Dewa Judi



Ahok itu pemberani. Sungguh, ini bukan karena saya memuji berlebihan, tetapi keputusannya untuk tetap bersama Teman Ahok pada jalur independen, adalah keputusan paling berani yang pernah saya lihat.

Ahok sosok populer di mata publik, tetapi sangat tidak populer di mata partai2. Dan ini benar2 pertaruhan tinggi untuknya.

Sementara ini, hanya Nasdem yang benar2 mendukung Ahok. Sedangkan PDIP masih belum memberikan keputusan, apakah memperbolehkan Jarot – wagub Ahok sekarang – untuk mendampinginya. Seandainya PDIP akhirnya mundur, maka otomatis Ahok akan bertarung sendirian.

Ibarat permainan poker, Ahok sekarang memegang kartu 4 of a kind. Kartu yang sangat bagus dan peluang menangnya besar dengan dukungan publik yang kuat. Sedangkan lawannya masih memegang kartu Flush, sekiranya mereka semua bersatu melawan Ahok.

Nah, seandainya PDIP berada di pihak mereka, sangat mungkin lawan2 Ahok memegang Straight Flush, dan Ahok bisa jatuh.

Kemungkinan besar, lawan Ahok akan menaikkan Yusril sebagai rivalitas berat. Dengan jargon “muslim yang pintar”, maka pertarungan Babel 2 akan kembali berlangsung di Jakarta. Dan ini bisa dibilang pertarungan yang kuat, Big Match.

Jadi, kartu tambahan kuatnya sekarang ada di PDIP.

Inilah kenapa saya bilang Ahok sangat berani. Ia bukannya merapat ke PDIP, malah menantang PDIP untuk merapat kepadanya. Dengan mengangkat seorang PNS dari jajarannya sebagai cawagub, Ahok seperti menatap mata PDIP dalam2, membuka bungkus coklat, mengunyahnya pelan2 dan bahasa tubuhnya berkata, “Bagaimana ? Bawa Jarot kesini atau kita akan bertarung berhadapan..”

Berbeda dengan Yusril yang sedang mengemis2 dukungan, Ahok malah menaruh kartunya di depan PDIP, seakan2 tidak butuh mereka. Ia tidak mengkhawatirkan pertarungannya, ia hanya khawatir kalau Teman Ahok tidak siap secara administratif sehingga pencalonannya dijegal di KPU.

Sejak ada Ahok, Pilgub DKI ini semakin panas dan menarik. Wajah2 terkenal bermunculan keluar kandang hanya untuk mengalahkannya. Hanya untuk mengalahkan, itu saja misinya, bukan untuk kesejahteraan kota Jakarta.

Sekarang mereka semua mengelilingi meja besar berkarpet hijau, saling memegang kartu masing2.

PKS seperti biasa celingak celinguk sebagai partai oportunis, mana yang akan menguntungkan mereka secara hitung2an. Gerindra juga bingung, langkah apa yang harus di lakukan. Golkar sedang sibuk dengan internal mereka. Demokrat sudah tidak ada lagi tajinya. Dan partai2 gurem sedang melobi2 supaya dapat jatah meski hanya sebagai pom pom girl dengan hula-hula.

Batman?

Batman sedang sibuk kabur dikejar pemilik warung kopi karena sudah tiga hari tidak bayar. Seekor anjing ikut mengejarnya dari belakang….

[denny siregar]