Saturday, December 31, 2016

Omri L Toruan ; Lonceng Kematian Bagi Tukang Fitnah dan Penebar Kebencian

DUNIA HAWA - Sangat disesalkan, kebebasan berpendapat yang sudah kita dapat di era keterbukaan sekarang, dengan ditopang oleh kemudahan media komunikasi, ternyata tidak selalu digunakan untuk tujuan yang positif. Bahkan, tidak sedikit pihak-pihak yang berlindung di balik kebebasan berpendapat untuk menyebar berita bohong, fitnah dan ujaran kebencian.


Juga tidak sedikit media-media online, demi kepentingan ekonomi dan politik mereka dengan sengaja membuat dan menyebarluaskan berita provokatif yang sudah sampai taraf meresahkan. Dan siapapun bisa menjadi korban. Tidak terkecuali dengan Presiden Jokowi, yang bahkan ikut menjadi korban penghinaan, fitnah, dan ujaran kebencian yang sudah sangat keterlaluan.

Entahlah jika hal itu dilakukan secara terstruktur dan sistematis, atau karena disatukan oleh kebencian. Upaya mengadu domba, serta memecah belah bangsa begitu mudah ditemukan di media sosial. Ujaran kebencian dan permusuhan, hingga pernyataan kasar begitu sering dilakukan, bahkan dengan mengatasnamakan agama. Sungguh sangat keterlaluan!

“Penegakan hukum harus tegas dan keras. Kita harus evaluasi media-media online yang sengaja memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas, dengan judul yang provokatif dan mengandung fitnah,” akhirnya  Presiden Jokowi angkat bicara. Dan memang, para pelaku seakan tidak pernah merasa bersalah dan juga tidak henti-hentinya menyebar fitnah.

Ahmad Dhani, dengan begitu pedenya mengata-ngatai Kepala Negara dengan perkataannya yang kasar dan tidak pantas. Politisi, hingga ulama yang menyebar hasutan berbau SARA.  Dugaan rencana makar yang  membaur antara kepentingan politik dan kebencian, serta banyak hal senada yang terus berseliweran di media.

Dan yang terbaru, penulis buku Jokowi Undercover, yang sudah ditangkap dan ditahan seakan mengkonfirmasi, bahwa tidak boleh lagi ada lagi toleransi bagi para pelaku fitnah dan penyebar kebencian. Sepertinya memang, kebebasan kita bisa mundur selangkah.

Namun, resiko itu jauh lebih baik daripada kebebasan yang kebablasan tanpa disertai dengan tanggung jawab yang justru akan membuat kita mundur sangat jauh, dan bisa jadi berubah menjadi bangsa yang terbelakang.

Sebagaimana yang bisa kita saksikan dengan apa yang terjadi di beberapa negara di Timur Tengah. Di mana dan seakan-akan, semua pihak merasa paling benar, paling berhak untuk berkuasa, dan boleh melakukan cara apa saja guna mewujudkan apa yang menjadi kemauan mereka, sekalipun itu berakibat kehancuran.

Presiden Jokowi pantas geram dan marah, walaupun semua orang tahu bahwa Presiden Jokowi itu sangat pemaaf, dan juga rendah hati. Namun, menimbang keutuhan kita sebagai bangsa sedang terancam dengan kondisi yang berkembang saat ini, kepala negara harus berani tegas.

Jika tidak, para pelaku fitnah dan penyebar kebencian akan semakin menjadi-jadi. Mereka tidak perduli dengan akibat yang timbul, yang penting agenda mereka bisa tercapai. Dan sangat mungkin, ada agenda pihak tertentu yang hendak diwujudkan, yang ditumpangkan melalui apa yang dilakukan oleh para penyebar hoax dan kebencian ini.

Hal ini bisa terlihat dari beberapa modus fitnah dan isu SARA yang disebarkan begitu massif seperti TKA asal Tiongkok, rush money dan denominasi Rupiah baru yang menyerupai Yuan, hingga pahlawan kafir, yang kesemuanya itu sangat merusak keutuhan kita sebagai bangsa yang majemuk.

Terlalu berbahaya jika ancaman besar ini disepelekan, apalagi atas nama kebebasan berpendapat. Berpendapat tentu tidak dilarang, sepanjang tidak menghasut dan menyulut permusuhan dan kebencian. Apalagi menyebarkan fitnah dan kebohongan yang dilakukan dengan sengaja, tentu untuk hal demikian tidak perlu lagi ada toleransi.

Dan akhirnya,  Presiden Jokowi tiba pada satu kesimpulan untuk tidak lagi toleran pada pelaku fitnah dan penyebar kebencian. Tentu, sikap Presiden ini sangat menggembirakan. Presiden memang sudah seharusnya bersikap demikian, tidak lagi diam dan melakukan pembiaran, walaupun ia seorang pemaaf.

Sebab ada kalanya, aparat penegak hukum terlihat gamang dalam bertindak jika tidak didahului oleh sikap Presiden sebagai landasan bagi mereka untuk mengambil tindakan. Dan juga, dua tahun yang sudah berlalu sangat cukup bagi Presiden untuk menyimpulkan batas kebebasan dalam berpendapat yang masih bisa ditoleransi.

29 Desember 2016, dalam ratas kabinet, akhirnya Presiden Jokowi menarik tali lonceng peringatan, dan membunyikannya untuk didengar oleh mereka yang selama ini selalu menyebarkan fitnah dan hasutan kebencian untuk segera berhenti. 

Presiden Jokowi tentulah tidak bermain-main dengan lonceng yang dibunyikannya. Dengan demikian, siapapun tidak bisa lagi berpura-pura dan seakan tidak mendengarnya. Sebagaimana kita bisa melihat kejadian sebelum-sebelumnya, dengan begitu entengnya para pelaku  mohon maaf dan mengaku khilaf.

Dan juga, apa sih manfaatnya sesuatu yang didapat dengan fitnah, dengan cara menjatuhkan orang lain? Apalagi jika dikaitkan dengan agama dan keyakinan, bukankah kita sangat meyakini bahwa kita akan diganjari menurut apa yang kita sudah perbuat?

Atau, masihkah kita hendak berspekulasi? Seakan-akan, kita bisa membohongi semesta dengan kelihaian dan kemampuan kita mengatasnamakan agama, massa, atau dana demi ambisi kita.

Kita bisa saja membohongi orang lain, namun tidak dengan diri kita dan juga semesta. Dan bisa saja, kita lolos dari lonceng yang dibunyikan oleh Presiden Jokowi, namun tidak dengan lonceng kematian oleh semesta. Satu ketika, lonceng itu akan dibunyikan untuk memanggil setiap kita pulang.

@omri l toruan


Sumanto Al-qurtuby ; Gus Dur sebagai Teladan Bangsa

DUNIA HAWA - Jasad Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid boleh terkubur, tetapi spiritnya tidak pernah terkubur. Gus Dur tak pernah mati. Ia selalu "hidup" dan terus memberi penghidupan banyak orang meskipun raganya sudah dikebumikan. Tengoklah ke Jombang. Makamnya tak pernah sepi. Bahkan menjelma menjadi tempat wisata reliji yang selalu ramai dikunjungi banyak orang, baik Muslim maupun bukan. Gus Dur selalu memberi berkah baik saat ada maupun tiada. 


Dulu, ketika belum menjadi almarhum, Gus Dur selalu menjadi kontroversi: dibenci sekaligus dicinta. Bagi yang membenci, Gus Dur dianggap sebagai kiai dan tokoh Muslim yang pro-Kristen, pro-Konghucu, pro-Syiah, pro-Ahmadiyah, pro-minoritas, dan seterusnya. Ia dianggap lebih membela non-Muslim ketimbang Muslim. Anggapan itu keliru besar.

Bagiku, Gus Dur bukan membela Kristen, Konghucu, Syiah, Ahmadiyah, dan minoritas agama atau etnik lain, tetapi membela orang-orang tertindas. Siapapun yang tertindas, tidak peduli mayoritas atau minoritas, Muslim atau bukan, pasti akan beliau bela. Beliau ingin memanusiakan manusia dan tidak rela jika ada manusia tapi tidak dianggap sebagai manusia oleh sebagian kelompok manusia. Proses dan praktek dehumanisasi itulah yang terus dilawan oleh Gus Dur sejak zaman Orde Baru dulu. Dalam konteks ini, maka Gus Dur adalah seorang humanis sejati yang menghargai manusia dan kemanusiaan. 

Gus Dur juga seorang pluralis sejati karena membiarkan "taman" Indonesia dipenuhi oleh aneka ragam "tanaman dan bunga agama dan kepercayaan" yang warna-warni sehingga indah dipandang mata. Gus Dur juga seorang nasionalis sejati karena mengabdikan hidupnya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia sebagai "rumah bersama" berbagai etnis, suku, dan agama. Pula, Gus Dur adalah seorang pacifis sejati karena terus-menerus membangun spirit perdamaian dan dialog konstruktif dengan berbagai kalangan demi mewujudkan Indonesia damai. 

Demi mewujudkan spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme itulah, Gus Dur selama hidupnya, baik melalui tulisan maupun tindakan nyata, selalu melawan berbagai kelompok (baik kelompok politik maupun agama) yang arogan dan intoleran yang ingin "mengebumikan" humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme atas nama ideologi tertentu, partai tertentu, agama tertentu, mazhab tertentu, dlsb. 

Karena spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme yang begitu kuat itu pulalah, Gus Dur dituduh tidak Islami dan anti-Islam. Padahal, justru karena Gus Dur sangat Islami dan mencintai Islam itulah, beliau menjadi sosok humanis, pluralis, nasionalis, dan pacifis sekaligus.  

Kualitas keislaman seseorang bukan diukur dari fasihnya berbahasa Arab, mahirnya membaca kitab, banyaknya salat dan haji, putihnya gamis, panjangnya jenggot, hitamnya jidat, dlsb. Tetapi dari sejauh mana ia memperlakukan umat lain, sejauh mana ia memanusiakan orang lain, sejauh mana ia menghargai dan menghormati komunitas lain. Inilah makna dari Islam sebagai "rahmat bagi seluruh alam", dan saya melihat dan membaca sosok Gus Dur bak "rahmat untuk alam semesta" yang melampaui batas-batas primordial etnis dan agama. Disinilah Gus Dur merupakan teladan hidup yang luar biasa bagi kita semua. Semoga beliau damai di alam baka...

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Permadi Arya ; Netizen Lawan Radikalisme

DUNIA HAWA
Strategi Tahun 2017:

"Bersama NU, Netizen Lawan Radikalisme" , mari kita jadikan tahun 2017 sebagai tahun perlawanan orang-orang baik yang tadinya diam, karena media sosial adalah medan pertempuran, dan DIAM SUDAH BUKAN PILIHAN.


NU mengajak Netizen dengan langkah sbb:


1. SHARE, SHARE, SHARE! Klik tombol share sebisa mungkin pada setiap berita positif, tulisan kritis, meme, dll.. pegang prinsip "syarat kezaliman untuk menang adalah orang baik diam". Jadi saat anda ragu menshare, radikalisme telah menang

2. UNFRIEND/BLOCK. Salah satu alasan orang baik ragu menshare status positif adalah karena ingin menghindari cekcok dengan kawan. Orang yang memusuhi anda atas status positif anda, artinya ia BUKAN kawan anda. Jangan ragu unfriend / block bila anda tidak suka berdebat

3. TURN BACK HOAX. kenapa Indonesia darurat HOAX? karena penyebar HOAX sadar akan filosofi "kebohongan bila dilakukan secara massif, lama-lama akan dianggap kebenaran". HOAX yang dishare puluhan ribu bisa mempengaruhi orang. Lawan ini dengan SHARE klarifikasi HOAX sebanyak-banyaknya

4. RAMAIKAN TAGAR TWITTER. Bagi pemilik akun twitter, NU mengajak para Twits untuk bantu mencuitkan TAGAR (Hashtag) yang nantinya diberikan melalui page ini.. Karena tagar twitter sering terbukti mampu menggerakkan media, jadi headline berita media.

5. COPAS & LEMPAR. Saat anda membaca tulisan bagus dari pegiat medsos seperti Denny Siregar, Kang Hasan, Prof. Sumanto, dll. kali ini tak cukup hanya kasih jempol & klik share saja.. COPY PASTE juga lalu lempar di grup WA. Broadcast WA / BBM terbukti bisa mempengaruhi massa

6. BIKIN GRUP CHAT. Bersama kawan-kawan sepemikiran, bikin grup chat WA / BBM, lalu pantau topik yang sedang viral / trending di media sosial. Gerakkan kawan-kawan untuk laporkan massal status intoleran di facebook, twitter, IG, dll. Tanya kawan yang mengerti cara melaporkan

7. JANGAN DIAM. Media sosial terbukti punya pengaruh mengerikan bila disalah gunakan untuk tujuan-tujuan tidak baik. Diam anda bisa dibayar mahal oleh bangsa. Maka jangan diam.. Lakukan sesuatu! Share, Copas tulisan, broadcast di grup WA/BBM, laporkan massal

INGAT.. kenapa postingan HOAX dan hasutan SARA sering dishare sampai ribuan? karena kelompok radikal paham akan filosofi "kebohongan bila dilakukan secara massif, lama-lama akan dianggap kebenaran". 

Kasus Equil dan Sari Roti adalah BUKTI suksesnya penerapan filosofi ini. Orang dibuat percaya air mineral Equil adalah "miras". Massa pun mampu digerakkan untuk boikot Sari Roti.

Kini waktunya untuk orang baik MELAWAN. Bersama NU Netizen lawan Radikalisme di media sosial. Anda, saya, kita semua warga dunia maya facebook, twitter, IG, dst..

Kalau bukan kita siapa lagi?
Kalau tidak sekarang kapan lagi?
Bersama NU, Netizen Lawan HOAX!

Karena HOAX adalah Radikalisme
Karena HOAX adalah Terorisme

@permadi arya

 Muslim Nahdliyin 

Denny Siregar ; Pakde, Jangan Sampai Merah di Bendera Kita Diganti Warna Hijau

DUNIA HAWA - Penyelidikan bantuan IHR ke Suriah terus bergulir. Polisi sekarang melibatkan pihak interpol untuk menyelidiki kemana bantuan itu disampaikan, sesudah ribut ribut ditemukannya bantuan RI di tangan pemberontak di Aleppo. Kasus ini terus bergulir untuk terus mengejar siapa-siapa saja yang berada di balik bantuan yang "salah alamat" itu.



Sebenarnya saya sangat yakin pihak polisi sudah tahu sejak dahulu, bahkan sejak awal perang Suriah banyak orang sini yang mendukung pemberontak. Hanya memang pernah ada keraguan di pihak kita tentang dimana pihak yang benar, karena propaganda dari media internasional yang begitu massif menyebarkan kebohongan.

Darimana ciri bahwa mereka pendukung pemberontak Suriah? Dari benderanya..




Bendera Suriah yang sah sampai sekarang adalah berwarna Merah, Putih dan Hitam dengan 2 bintang di tengahnya. Sedangkan bendera yang di populerkan pemberontak dengan nama Free Syrian Army atau FSA adalah Hijau, Putih dan Hitam dengan 3 bintang di tengahnya.


Bendera warna hijau, putih dan hitam inilah yang terus menerus disematkan dalam spanduk spanduk permintaan donasi untuk Suriah oleh para pendukung pemberontak. 

Jadi disini sudah jelas, untuk siapa bantuan itu sebenarnya?

Ini sekaligus membungkam pernyataan IHR Indonesia dan sejawatnya yang mengatakan bahwa mereka menyalurkan bantuan kepada rakyat Suriah. Rakyat yang mana? Wong, yang membuat rakyat susah juga para pemberontak.

Sebelum ada para pemberontak, rakyat Suriah hidup tenang dan aman. Sesudah pemberontak masuk dan ingin mengubah semua dasar negara, maka terjadi pembantaian dimana-mana dengan konsep "syariat Islam".

Jelas sekali bahwa bantuan yang dikumpulkan dari Indonesia atas nama "rakyat Suriah", sangat berpihak kepada pemberontak. Pemberontak itu juga mengatas-namakan "rakyat Suriah" dan mereka merasa lebih berhak di suplai untuk perjuangan daripada rakyat sebenarnya yang kelaparan.

Berbahayakah situasi ini bagi Indonesia?

Sejak lama saya sudah menulis betapa berbahayanya situasi ini bagi Indonesia. Hubungan yang terjadi antara para donatur di sini dengan para pemberontak Suriah adalah hubungan simbiosis mutualisma. Pemberontak di Suriah didukung penuh dari sini dan - satu saat - mereka akan mendukung penuh para donatur di sini untuk memberontak.

Berdasarkan situasi ini, sebenarnya cukup pemerintah Indonesia meminta kerjasama dengan pihak pemerintahan yang sah Suriah untuk melakukan identifikasi terhadap siapa-siapa saja mereka yang di Indonesia yang selama ini mendukung pemberontak dengan mengirimkan bantuan kepada bendera Hijau, Putih dan Hitam.

Untung saja para pemberontak itu kalah, jika mereka menang dan menguasai Suriah anda bisa mengira-ngira apa yang akan terjadi? Pemberontakan yang sama di Indonesia dengan mengatas-namakan rakyat Indonesia dan Islam untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah.

Dan bendera mereka jelas akan berbeda dengan kita, bukan lagi Merah Putih tetapi bisa jadi Hijau Putih yang menandakan "Islam dan Suci" versi mereka. Indonesia bersyariah..

Mengerikan, bukan ?

Pasti. Saya saja sejak lama sudah membayangkan kengerian itu. Karena kengerian itulah tidak ada lelahnya saya menulis untuk membuka pemahaman kita bersama dan menelanjangi siapa mereka semua.

Paling mudah adalah dengan menelusuri siapa ustad BN dan apa hubungannya dengan Khilafah Islamiyah yang selalu dicanangkan oleh Hizbut Thahrir Indonesia..

Seruput kopi dulu, ustad...


@denny siregar

Friday, December 30, 2016

Fahri Heryawan ; 10 Alasan AHY Tidak Pantas Jadi Gubernur

DUNIA HAWA - Pencalonan putra sulung SBY Agus Harimurti Yudhoyono membuat publik bertanya-tanya. Ada apa di balik pencalonan AHY sebagai gubernur DKI Jakarta. Pencalonan dirinya telah diusung oleh koalisi Cikeas dari Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN. Pasalnya, koalisi tersebut dipimpin oleh partai Demokrat yang dipimpin langsung oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebagian masyarakat bertanya-tanya mengapa SBY mengusung putra sulungnya itu untuk mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta.


Dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta hanya AHY yang belum memiliki rekam jejak di politik. Pencalonanya sebagai gubernur DKI Jakarta terkesan memaksakan. Ketika AHY diperintahkan oleh ayahnya SBY untuk ikut bertarung di bursa calon gubernur DKI Jakarta, dirinya masih berpangkat sebagai Danyonif Mekanis 203 / Arya Kemuning di bawah jajaran Kodam Jaya. Ironisnya, ia sama sekali tidak mengetahui bahwa dirinya dipilih untuk ikut bertarung dalam Pilgub bahkan saat itu ia sedang bertugas di Australia.

Memimpin kota Jakarta bukanlah perkara yang mudah, Jakarta yang notabenenya jantung negara Republik Indonesia mempunyai problematika yang sangat kompleks. Pemimpin yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah di DKI Jakarta, harus mempunyai program-program yang jelas demi memecahkan permasalahan di tengah-tengah masyarakat Ibu Kota. Pencalonan dirinya dirasa belum layak sebab ada beberapa alasan yang mencakup integritasnya dalam mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta. Di antaranya :

Pertama, penunjukan dirinya yang terkesan dadakan. Ketika AHY dicalonkan sebagai gubernur DKI Jakarta, ia tidak mengetahui apapun. Sebab, saat itu ia sedang bertugas di Australia mendapat telpon dari ayahnya SBY untuk ikut bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta. dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada tanggal 22 september 2016 Muhammad Qodari mengatakan, SBY sudah mempersiapkannya sejak tiga minggu yang lalu. Perihal tersebut juga diamini oleh Wakil Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi yang mengatakan bahwa nama Agus sudah muncul sejak tiga minggu yang lalu.

Meskipun demikian, pada dasarnya pencalonan AHY terkesan dadakan dan menjerumuskan. Sebab, tanpa sepengetahuan dirinya SBY mendadak mengumpulkan partai-partai koalisinya di Cikeas. Ibu Kota Jakarta membutuhkan pemimpin yang memilki track record yang jelas bukan hanya mengumbarkan janji-janji.

Kedua, pangkat militer yang masih menengah. Di karir kemiliteranya AHY belum memiliki jabatan yang strategis. Jabatan yang dimilikinya hanya sebagai Danyonif Mekanis 203 / Arya Kemuning di bawah jajaran Kodam Jaya. Jabatan tersebut didapatkanya karena prestasinya di bidang akademis, ia mendapatkan IPK sempurna 4,00 dari George Herbert Walker School di Webster University dalam program Master di bidang Leadership and Management.

Ketiga, rekam jejak AHY dalam bidang politik. Minimnya pengalaman yang dimiliki AHY dalam birokrasi di pemerintahan membuat keraguan di hati masyarakat. Dalam memimpin Jakarta butuh keahlian khusus untuk tata kelola ruang, mengatasi kemacetan, mengatasi banjir dan kesenjangan sosial.

Keempat, waktu yang singkat. Majunya AHY dalam pilgub DKI Jakarta terhitung memiliki waktu yang sangat singkat, semenjak diusung oleh koalisi Cikeas Agus terlihat masih belum mengetahui tingginya tingkat permasalahan di Ibu Kota Jakarta.

Hal itu terlihat ketika Agus menghadiri acara di Mata Najwa yang terkesan gelagapan menjawab sejumlah pertanyaan tajam dari Najwa Shihab seorang pembawa acara di acara tersebut. Sejak saat itu, Agus terus menghindar dari beberapa acara yang diselenggarakan oleh televisi nasional. Bagaimana dapat memimpin Jakarta, jika untuk hadir dalam sejumlah acara perdebatan untuk mempromosikan sejumlah program saja tidak menghadirinya.   

Kelima, ketidakjelasan visi-misi dalam pencalonanya sebagai gubernur DKI Jakarta. Pasangan Agus-Sylviana ini menyadari lemahnya kinerja pemerintah daerah dalam mengatasi segala permasalahan di Jakarta. ketidakjelasan visi-misi Agus-Sylviana yang dipaparkan dalam visi-misinya membuat masyarakat ragu terhadap kepiawayanya dalam memimpin Jakarta. KPUD Jakarta telah merilis visi-misi dari ketiga calon di situs resminya http://kpujakarta.go.id/.

Keenam, pengetahuanya dalam mengatasi kesenjangan sosial. Agus tidak memiliki investasi di bidang Politik. Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang ada, butuh pengetahuan yang telah dibangun sejak dini. Pengetahuan Agus dalam hal tersebut disinyalir tidak dimilikinya. Sebab, Agus merupakan akademisi militer. Meskipun Wakilnya Sylviana Murni memiliki pengalaman di birokrasi. Akan tetapi, pengalaman tersebut hanya sebatas pengalaman birokrasi PNS.

Ketujuh, programnya yang kurang realistis dalam mengatasi banjir. Dalam kedatanganya di Gedung Kompas Palmerah, Jakarta Barat. AHY menjelaskan bahwa untuk mengatasi banjir tidak harus menggusur rumah-rumah di belantaran sungai. Akan tetapi, banjir bisa diatasi dengan kota mengapung. Menurutnya ide tersebut lebih baik dibandingkan dengan menggusur sejumlah rumah di belantaran sungai.

Coba kita bayangkan, berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun kota terapung tersebut. Selain memboroskan APBD, program itu sangat tidak realistis. Berhubung Jakarta merupakan Kota yang memiliki jembatan-jembatan pendek dan volume kendaraan yang tinggi. Sebenarnya, salah satu cara yang paling cocok adalah dengan cara normalisasi sungai.

Kedelapan, ketidakmampuan AHY dalam mengatasi kemacetan. Kemacetan di Jakarta memang sudah mencapai titik nadir. Bagaimana tidak, Jakarta merupakan jantung ekonomi di Indonesia dan pusat pemerintahan. menurut Agus dirinya akan melanjutkan program tranportasi massal yang dianggap cukup relevan dalam mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Pasalnya, program tersebut telah dijalankan oleh gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Program tersebut merupakan program yang digagas oleh Ahok, terlihat dalam hal ini Agus tidak memiliki gagasan untuk mengatasi kemacetan.

Kesembilan, mengandalkan sosok ayah. Penunjukan AHY oleh ayahnya SBY, seolah merupakan ambisi SBY untuk memerintahkan putra sulungnya tersebut untuk mengikuti jejak langkahnya. Meskipun pepatah mengatakan “Buah jatuh tidak jauh dari pohonya”. Tidak semua keinginan seorang ayah dapat berjalan seiring kemampuan anaknya. Penunjukan dirinya sebagai calon gubernur DKI Jakarta ada indikasi SBY ingin meneruskan dinasti Cikeas pascakepemimpinanya 10 tahun silam.

Kesepuluh, niat kuat untuk memmpin DKI Jakarta. dalam pencalonanya sebagai gubernur DKI Jakarta, kesiapan AHY terlihat sangat minim. Sebab, pencalonan dirinya sebagai gubernur DKI Jakarta tidak lahir dari benak hatinya. Akan tetapi, atas dasar perintah ayahnya. Menjadi pemimpin Ibu Kota Jakarta merupakan panggilan jiwa untuk tulus mengabdi kepada rakyat Jakarta. jika keinginan tersebut tidak lahir dari dalam diri sendiri bagaimana ketulusan itu dapat tumbuh untuk mengabdi di masyarakat. Dalam melakukan sesuatu apapun harus didasari dengan niat, sesuai Qoul Hadits “innamal a’malu binniyat” setiap perbuatan harus didasari dengan niat.

Menjadi seorang gubernur DKI Jakarta harus tangguh dan visioner. Sebab, masyarakat di Jakarta merupakan masyarakat yang rasional. Dalam memilih gubernur, mereka tidak sembarang untuk memilihnya. Sebab, Jakarta dengan kebesaranya memiliki segudang kesemrawutan.

Maka dari itu, kelayakan AHY dalam menyalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta menjadi keraguan yang menyelimuti sebagian masyarakat Jakarta. untuk menjadi pemimpin Jakarta tidak cukup memiliki popularitas yang tinggi. Akan tetapi, membutuhkan program-program yang jelas dan menjadi problem solver.

@fahri heryawan


Bintang Panungkas ; Dampak Feodalisme Partai Demokrat

DUNIA HAWA - Pilkada DKI 2017 sudah mendekati sesi debat resmi yang di selenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta. Sesi debat pertama yang dilaksanakan tanggal 15 Januari 2017 sudah ditunggu banyak pihak, terutama oleh warga DKI mengenai ide & gagasan Agus Harimurti Yudhoyono.


Menurut penulis sangat keliru pendukung AHY menganggap sesi debat yang disiarkan oleh stasiun TV tidak resmi dari KPUD, sehingga tidak wajib menghadiri acara debat cagub tersebut. Ini bukan masalah wajib atau tidak, ini menyangkut uji Kompetensi jauh sebelum AHY harus di latih debat terlebih dulu atau tidak.

Seharusnya, AHY-Sylviana menghadiri acara debat tersebut. Publik sangat menantikan Ide mereka untuk solusi permasalahan DKI Jakarta yang belum diselesaikan oleh petahana, yakni pasangan Ahok-Djarot.

Rakyat membutuhkan politik akal sehat, bukan klarifikasi tidak substantif mengenai ketidak-hadiran mereka di acara debat. Dalam penggalan video AHY yang menjadi viral di media sosial mengenai solusi penanganan banjir sangat mengiris Nalar dan akal sehat penulis.

AHY tidak memberikan solusi teknis mengenai penanganan banjir di Jakarta. Rakyat tidak membutuhkan ilustrasi kota terapung, rakyat membutuhkan tidur nyaman saat hujan deras.

Publik membutuhkan penjelasan secara detail, apabila tidak setuju dengan relokasi, berikan rekomendasi dari relokasi tersebut. Pro-kontra terhadap kebijakan relokasi yang dilakukan oleh Ahok-Djarot itu hal biasa.

Tetapi uji lah manfaat-mudharat hasil dari relokasi, lakukan observasi seberapa besar mudharat yang dihasilkan dari relokasi tersebut. Gunakan data untuk mengkritisi kebijakan relokasi yang dilakukan Ahok-Djarot. Bukan retorika politik atau Ilustrasi kota terapung.

Melalui tulisan ini, penulis berpikir dengan pencalonan AHY di Pilkada DKI 2017 semakin meyakinkan publik bahwa cikeas mengalami syahwat kekuasaan. Muatan Dinasti politik sangat kental, Cikeas mempergunakan partai demokrat untuk terus melakukan manuver politik, walaupun AHY bukan kader demokrat.

Gaetano Mosca, filsuf Italia dalam bukunya The Ruling Class, menyatakan "Setiap Elit pada faktanya menunjukan kecenderungan untuk membangun tradisi yang turun temurun atau untuk menjadi sekumpulan orang seketurunan, jika tidak bisa dalam aturan hukum." Inilah yang coba dilakukan oleh Cikeas.

Apabila kita perhatikan, bagaimana agar dinasti politik tercapai bisa kita kaitkan dengan kecenderungan partai demokrat dan koalisi nya dalam mencalonkan AHY. Hal ini terkesan dipaksakan, pencalonan AHY diluar dugaan. Tidak mencari figur yang memiliki rekam jejak, tetapi orang terdekat (Feodalisme).

Dengan sistem Feodalisme, sebagai ketua umum dan ketua dewan pembina partai demokrat, SBY menggunakan wewenang dan pengaruh nya sebagai mantan Presiden untuk mengakomodir koalisi nya menyetujui pencalonan AHY. Saya yakin bukan atas dasar aspirasi rakyat, ini Ilusi.

Kecenderungan partai demokrat dalam menentukan pilihan politiknya sering bernuansa Pragmatisme. Tindakan walk-out di sidang paripurna, tidak berkoalisi maupun menjadi oposisi pemerintahan Joko Widodo membuktikan demokrat tidak mau menjalankan mesin partai nya secara Professional.

Bagaimana dengan Cikeas? Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pimpinan Cikeas (juga), seperti tidak berniat membangun trust dalam internal partai nya. Jabatan-jabatan penting di Demokrat pun di pimpin oleh keluarga SBY. Demokrat menjelma seperti partai keluarga.

Di mulai dari Pilpres 2014, majunya besan SBY yaitu Hatta Rajasa sebagai wakil presiden nya Prabowo Subianto menjadi indikasi  bahwa SBY tidak mengikhlaskan sepenuhnya kekuasaan politik untuk Pemerintahan selanjutnya. Hal ini berbahaya bagi kelangsungan demokrasi Indonesia.

Demokrasi harus mampu melawan feodalisme dan dinasti politik. Demokrasi menjadi cita-cita bangsa Indonesia pasca-reformasi terlepas dari dinasti politik dan kekuasaan. Dengan pencalonan AHY di Pilkada DKI 2017 menjadi upaya Cikeas dan Partai demokrat selanjutnya untuk menapaki kekuasaan politik di Indonesia.

Dinasti politik tidak melanggar UU, dinasti politik tidak melanggar hukum juga. Tetapi dinasti politik membuka peluang yang sangat besar bagi Stakeholder melakukan abuse of power.

Dan demokrasi tidak memfasilitasi pergantian kekuasaan secara garis keturunan. Upaya membangun dinasti politik sangat rentan dengan korupsi apalagi jika terjadi di Negara berkembang seperti Indonesia.

Dan telah terbukti oleh dinasti politik di era pemerintahan Orde baru Soeharto dan Provinsi Banten di pemerintahan era Ratu Atut. Dan rezim SBY banyak terjadinya kasus mega korupsi, pun banyak kader partainya yang terjerat kasus korupsi.

Majunya AHY memperkuat indikasi upaya dinasti politik Cikeas melalui Pilkada DKI. Partai demokrat tidak mau berjiwa besar seperti yang dilakukan oleh PDIP dan Gerindra. Melalui AHY demokrat melawan prinsi-prinsip demokrasi. Demokrat menyangsikan AHY yang tidak memiliki rekam jejak di Eksekutif.

Demokrat harus belajar pada PDIP dan Gerindra. Gerindra berani mengusung Anies Baswedan yang bukan kader partai dan notabene menjadi lawan pada Pilpres 2014 lalu. PDIP berjiwa besar dengan mengusung Ahok walaupun bukan kader partai.

Membangun trust sangat penting dalam politik. Demokrat tidak mempertimbangkan rekam jejak, ini memperburuk citra Demokrat. Suatu kemunduran bagi demokrat yang sedang memperbaiki citra buruknya.

Penulis berharap, politik saat ini harus segera mengalami perbaikan. Demokrasi jangan menjadi alat untuk syahwat kekuasaan. Demokrasi harus menjadi sistem untuk mendapatkan calon kepala daerah berintegritas, transparan dan professional.

Nasi sudah menjadi bubur, sudah cukup AHY tebar pesona dengan cara melompat ke arah pendukung atau malah ikut-ikutan membuat album lagu. Tinggalkan gaya politik lama tersebut, beri rakyat pendidikan politik yang baik. Jelaskan kepada mereka program kerja, yakinkan mereka dengan visi yang terukur.

Menyusun program dengan menjelaskan solusi teknis akan menjadi angin segar bagi Pilkada DKI dan legacy atas keputusan mencalonkan Agus Yudhoyono mungkin merupakan keputusan tepat. Mengapa mungkin? Karena opini penulis juga belum tentu tepat, tergantung pembaca ada di pihak mana, bukan?


@bintang pamungkas


Fahri Heryawan ; Makna di Balik Lebaran Kuda dan Isu SARA

DUNIA HAWA - Kontestasi Pilkada DKI Jakarta telah menjadi perhatian dan perbincangan publik di seantero tanah air. Setelah mencuatnya isu penistaan agama ke ranah publik, provokasi isu SARA terus disuarakan dengan masif. Pasalnya, provokasi tersebut semakin meresahkan masyarakat. Khawatirnya, isu-isu yang terus disuarakan tersebut dapat memecah-belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Isu tersebut berawal dari wilayah DKI Jakarta yang terus dimunculkan di berbagai media sosial. Isu tersebut membuat masyarakat mudah terprovokasi dengan media-media yang sifatnya berbau SARA tanpa mengkaji ulang validitasnya.

Menurut Arman Salam, seorang peneliti senior Riset Lingkaran Strategis (RILIS), Pilkada DKI Jakarta telah menjadi perhatian publik bukan hanya di Ibu Kota saja, tetapi di seluruh Indonesia. Bahkan sebagian menganggap pertarungan Pilkada DKI Jakarta merupakan jalan menuju RI satu. sejak isu penistaan agama yang disudutkan oleh Basuki Thahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka, keadaan semakin memanas. Sebagai seorang calon gubernur DKI Jakarta Ahok ditekan untuk dipenjarakan terkait isu tersebut.

Sejak saat itu, situs-situs penebar kebencian mulai bermunculan ke ranah publik. Ironisnya, situs-situs tersebut memainkan isu SARA yang dapat memengaruhi pikiran masyarakat ke arah yang lebih ekstrim. Isu-isu tersebut dimainkan demi menurunkan elektabilitas AHOK, terlebih ia adalah double minority yang mencalonkan diri kembali menjadi gubernur. Lawan-lawan politiknya telah menebar isu SARA demi menjatuhkanya agar tidak dapat mencalonkan diri kembali.  

Sekretaris Majlis Tinggi Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, memberi himbauan kepada pendukung Agus Harimurti dan Sylviana Murni agar tidak memainkan isu SARA di Pilkada DKI Jakarta. Amir Syamsuddin juga mengatakan “kami tidak pernah mengakomodir jangan bermain dengan SARA, kami tidak memberi tempat karena itu memecah-belah masyarakat”.

Pidato SBY


Di lain sisi, pidato SBY saat konferensi pers pada Rabu (02/11/2016) di kediamannya Puri Cikeas Kabupaten Bogor Jawa Barat mengatakan, “saya menyerukan setiap orang memilki hak politik yang dijamin konstitusi, yang dalam terminologi politik disebut unjuk rasa. Asalkan tertib, damai, tidak melanggar aturan dan tidak merusak.”

Pidato SBY tersebut disampaikan sebelum terlaksananya aksi damai tanggal 4 november 2016. Dalam pidato tersebut mantan Presiden keenam RI ini mengatakan bahwa unjuk rasa di negara demokrasi adalah unjuk rasa yang tertib dan damai. Unjuk rasa yang bersifat destruktif hanya memicu air mata bangsa ini. Kalau unjuk rasa destruktif maka semua akan menangis. Tidak mudah membangun negeri ini, bertahap dan berlanjut dari generasi ke generasi.

Lebih lanjut SBY mengatakan, “kenapa di seluruh tanah air rakyat melakukan protes dan unjuk rasa. Tidak mungkin tidak ada sebab, maka mari kita lihat dari sebab dan akibatnya.” Menurutnya tidak mungkin rakyat melakukan unjuk rasa untuk bersenang-senang atau jalan-jalan ke Jakarta, melainkan karena pasti ada tuntutan yang tidak didengarkan.

“Tidak ada rakyat berkumpul untuk “happy-happy” atau jalan-jalan ke Jakarta. kalau tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar maka sampai lebaran kuda tetap ada unjuk rasa. Mari bikin mudah urusan ini jangan dipersulit. Mari kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan, itu kuliah semester satu manajemen kepemimpinanya.” katanya   

Mantan Presiden keenam itu juga mengatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta atau Ahok dianggap menista agama, dan penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang di negeri ini. Di Indonesia sudah ada yurisprudensi serta preseden yang menyebut urusan semacam ini, dan yang bersalah sudah diberikan sanksi.

Jadi kalau ingin negara tidak terbakar amarah penuntut keadilan pak Ahok ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Penegakan hukum juga harus 'transparan dan adil, jangan direkayasa. Jika proses penegakan hukum berjalan benar, adil, transparan dan tidak direkayasa, rakyat juga harus terima apapun hasilnya.

Menurut SBY, semua persoalan terkait persoalan pernyataan Ahok harus diserahkan ke penegak hukum, dan kini bola ada di penegak hukum. SBY juga mencermati adanya anggapan bahwa proses hukum bernuansa politis lantaran Ahok kini tengah berstatus sebagai calon gubernur petahana.

Pendapat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), proses hukum tidak akan mengganggu status Ahok sebagai calon gubernur yang memiliki hak berkampanye. Dia secara pribadi berpendapat, apapun yang terjadi berkaitan proses hukum, Pilkada DKI Jakarta tetap harus diikuti tiga pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU DKI Jakarta. Ketiganya harus diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti kampanye. Dia berpendapat biarkan ketiganya berkompetisi secara adil dan demokratis. “Saya rasa Mas Agus dan Ibu Sylvi, Pak Anies dan Pak Sandi tidak bangga kalau pak Ahok tidak bisa bersaing karena walk out (WO).”

Secara eksplisit, pidato mantan Presiden SBY tersebut membuat tanda tanya besar bagi masyarakat. Ada apa sebenarnya di balik pidato yang dikumandangkan SBY tersebut. Apa karena putra sulungnya mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta, lalu ia harus ikut campur dalam pencalonan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk mengalahkan Ahok.

Ironisnya, SBY dalam pidatonya membuat justifikasi publik bahwa Ahok telah menistakan agama. Padahal, saat itu status Ahok belum ditetapkan sebagai tersangka. Pidatonya menggeserkan opini publik untuk terus menggelar aksi sebelum Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi ia mengatakan bahwa “Kalau tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar maka sampai lebaran kuda tetap ada unjuk rasa”. Dalam pidatonya, seolah-olah dirinya menekankan bahwa Ahok harus ditersangkakan. Jika tidak, maka akan ada aksi-aksi yang selanjutnya sampai kapanpun.

Menurut Joseph A. Devito, dalam buku “The Interpersonal Book” , pembicaraan persuasif menengahkan pembicaraan yang sifatnya memperkuat, memberikan ilustrasi, dan menyodorkan informasi kepada orang lain. Akan tetapi, tujuan pokoknya adalah menguatkan atau mengubah sikap dan perilaku. Sehingga penggunaan fakta, pendapat, dan himbauan motivasinya harus bersifat memperkuat tujuan persuasifnya.

Devito juga mengemukakan, ada dua tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan pembicaraan persuasif. Agar dapat mengubah sikap, perilaku, dan pendapat sasarn persuasi. Pertama, kejelasan tujuan. Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku.

Apabila bertujuan untuk mengubah sikap, maka berkaitan dengan aspek afektif. Mengubah pendapat, maka berhubungan dengan aspek kognitif sedangkan mengubah perilaku maka berkaitan dengan aspek motorik. Kedua, memikirkan secara cermat orang yang dihadapi. Sasaran persuasi memiliki keragaman yang kompleks. Keragaman tersebut dapat dilihat dari sisi demografis, suku bangsa, pekerjaan, dan jenis kelamin.

Apa yang telah dikemukakan oleh Joseph A. Devito, membuktikan bahwa dalam pidato SBY terdapat komunikasi persuasif yang dipandang sebagian masyarakat sebagai ajakan atau seruan untuk melaksanakan aksi demo demi menjadikan Ahok sebagai tersangka karena menista agama. Berangkat dari hal tersebut, isu SARA terus diprovokasi oleh sebagian masyarakat muslim yang fundamental atau sekadar ikut-ikutan saja.

Oleh karena itu, pertarungan Pilkada DKI Jakarta telah menguras tenaga. Opini publik terus dibenturkan dengan adanya isu SARA yang kian masif tersebut. Padahal acuan dalam bernegara adalah Pancasila yang sila pertamanya menjelaskan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.   


 @fahri heryawan


Terungkap Kubu Agus Yudhoyono Membiayai Aksi Rizieq Shihab dkk

DUNIA HAWA - Selama ini memang sudah ada kecurigaan bahwa kubu Agus Yudhoyono mendanai berbagai aksi ‘Bela Islam’ yang dimotori Rizieq Shihab untuk menjatuhkan Ahok.


Kini, kecurigaan semakin menguat.

Hari ini (Jumat) polisi akan memeriksa Gde Sardjana, suami Sylviana Murni (cawagub Agus), terkait dengan dugaan pengaliran dana darinya kepada Zamran, salah seorang tersangka dalam kasus penyebaran ujaran kebencian berbau SARA. Zamran berstatus tersangka bersama-sama delapan orang lainnya (termasuk Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, dan lain-lain) yang diperiksa polisi terkait dengan dugaan makar di awal Desember 2016.

Polisi menyatakan Gde mengalirkan dana kepada Zamran sebelum berlangsungnya aksi 212. Polisi tidak menyebut jumlah dana yang dikirim ke Zamran. Melalui pemanggilan ini, Zamran akan ditanyai polisi soal maksud dan tujuan pentransferan uang tersebut.

Walau tentu harus dibuktikan, pengaliran dana ini memperkuat dugaan bahwa aksi 212 (dan aki-aksi Bela Islam lainnya) telah ditunggangi atau bahkan memang dirancang dnegan tujuan politik menjatuhkan Ahok dan memenangkan Agus Yudhoyono.

Sebelumnya, sudah terungkap fakta bahwa sejumlah motor aksi 212 memang pernah menemui SBY. Begitu juga beredar foto yang menunjukkan Sylvi berpose bersama Riziq.

Mudah-mudahan, kasus ini bisa dibongkar tuntas. Kalau benar ada aliran dana, perlu diketahui siapa saja yang berada di belakang Gde. Siapa sumber dananya? Adakah aliran-aliran dana lain? Kepada siapa saja uang mengalir? Dan seterusnya.

Bila benar aliran dana ini sebenarnya datang dari kubu Agus, dua hal sekaligus terungkap:

Pertama, ini membuktikan aksi Rizieq dan kawan-kawan bukanlah murni untuk Islam. Rizieq dkk bisa saja ditunggangi atau memang sejak awal beraksi untuk kepentingan politik.

Kedua, ini membuktikan kelicikan atau kejahatan kubu Agus. Mereka tahu mereka tidak mungkin mengalahkan Ahok melalui cara-cara objektif dan rasional, sehingga mereka memilih menunggangi kelompok-kelompok Islam untuk kepentingan sempit.

Mari kita lihat perkembangannya.

 @ade armando


Thursday, December 29, 2016

Solusi Banjir, Penjelasan Agus Yudhoyono yang Mutar Mutar

DUNIA HAWA - Tahun 2012 warga DKI memutus amanah dengan Fauzi Bowo, memilih Jokowi-Ahok. Dalam hal kualitas, Fauzi Bowo jelas jauh di atas Agus Yudhoyono. Tapi kenapa sekarang ada yang mau memilih Agus? Karena akidah.


Hehe, akidah. Konon demi akidah akal harus disingkirkan. Inilah contohnya. Orang memilih pemimpin yang ngomong aja muter-muter nggak jelas kayak anjing ngejar ekornya sendiri. Rekam jejaknya minim. Jadi cagub dengan modal ambisi emaknya, dan duit bapaknya.

Semua itu demi akidah.

Dengan segenap hormat pada Agus Yudhoyono, saya rasa dia memang tidak cukup memiliki pengetahuan tentang bagaimana membangun kota Jakarta.

Yang sekarang menjadi viral di media adalah pernyatannya tentang 'kota yang mengapung'. Saya sertakan video penjelasan Agus tentang bagaimana mengatasi soal banjir di Jakarta

Dia bilang kalau bisa menyelesaikan banjir tanpa menggusur, itu akan lebih baik.
Kemudian dia bilang: "Banyak kota di dunia. . . mengapung, . . Artinya tanpa harus digeser jauh-jauh, dibangun lokasinya ... kemudian mencegah banjir juga."

Katanya lagi: 

"Saya akan pelajari ini semua. tapi yang saya tahu, karena banyaknya sedotan air .. tanah.. itu yang menyebabkan menurunnya permukaan tanah.. . Bahkan di beberapa daerah sampai 20 cm per tahun. . . Ini berarti peningkatan permukaan air itu tidak sebanding dengan penurunan tanah. . . Itu yang memperburuk situasi banjir di Jakarta."

Agus terlihat jelas tidak menguasai apa yang dibicarakannya.
Membangun kota mengapung? Maksudnya merombak total Jakarta menjadi semacam Venesia di Italia? Apakah dia sadar bahwa sarana transportasi di sebuah kota terapung adalah kapal? Saat ini memang ada gejala membangun gedung terapung atau semacam kompleks terapung, antara lain sebagai destinasi wisata. Tapi membangun kota terapung sebesar Jakarta????? Tidakkah itu justru akan menggusur jauh lebih banyak warga Jakarta?

Ketika dia bicara tentang menurunnya permukaan tanah, dia juga nampak seperti sekadar bicara. Permukaan tanah di Jakarta memang terus menurun, antara lain karena peningkatan eksploitasi air akibat kepadatan penduduk dan aktivitas industri. Tapi apa yang ia maksud 'sedotan air tanah'?

Mengapa Agus tampak meracau?
Apa dia lelah? Grogi? Tidak tahu harus bilang apa?

Ekspresi wajahnya juga menunjukkan ketidakyakinan luar biasa.

Agus Yudhoyono jauh dari pantas menjadi Gubernur Jakarta. Paling tidak, saat ini.

Saya tidak paham kalau rakyat Jakarta memilih dia.



@ade armando



MUI Akan Temui Rizieq, Sikap Bijak apa Ketakutan?

DUNIA HAWA - Terkait soal penistaan agama yang dilakukan oleh Rizieq, rencananya MUI akan melakukan investigasi. Bahkan ketua MUI Maruf Amin berencana menemui Rizieq secara langsung untuk menanyakan dan meminta penjelasan.


“Persisnya nanti kita tanya (Rizieq), kita juga akan coba dengarkan videonya, kemudian kita tanya beliau, apa sih yang sebenarnya dimaksud. Nanti kita adakan investigasi, sehingga kita bisa memberikan pendapat,” kata Maruf Amin.


Lebih dari itu, Maruf Amin juga terlihat kebingungan, sehingga mengatakan suatu hal yang cukup odong-odong, baca; muter-muter. “Meskipun dalam ceramah, kalau betul dia menista kan bisa saja. Ahok kan dia juga ceramah. Tapi saya belum tau apa betul dia menista. Sebab bisa saja itu kan hanya menjelaskan,” tambah Maruf Amin.

Ada yang mengerti dengan penjelasan ketua MUI ini? "Apa betul dia menista, bisa saja itu hanya menjelaskan"? Kenapa jadi rumit ya kalau sudah menyangkut Rizieq? Apa karena klaim keturunan nabi dan punya karomah menyulap pendemo dari 400 ribu jadi 7 juta orang? Apa karena surbannya lebih putih dari Maruf Amin?

Semua rakyat waras di Indonesia pasti setuju dengan saya, bahwa sikap MUI ini sangat tidak adil dan menunjukkan ketakutan. Seperti anak kecil yang terkencing-kencing melihat lawan duelnya dua kali lebih tinggi darinya. Untuk apa MUI melakukan investigasi dan menemui Rizieq? Videonya kan sudah ada! Kenapa tidak langsung saja fatwakan Rizieq menistakan agama, sesuai prosedur, sama persis seperti yang mereka lakukan pada Ahok. Untuk apa memanggil dan melakukan investigasi? Bukankah saat MUI mengeluarkan fatwa Ahok menistakan agama, mereka tidak pernah sekalipun memanggil Ahok? Kenapa sekarang, setelah penistaan agama dilakukan Rizieq, mereka mau memanggil, menanyakan langsung, meminta penjelasan dan menginvestigasinya?

MUI SARA dan tidak adil


Jika melihat perbandingan perlakuan seperti ini, maka tak ada kesimpulan yang lebih logis dari; MUI menunjukkan perilaku SARA. MUI jelas memperlakukan Ahok yang Cina dan Kristen itu secara tidak adil. Mengeluarkan fatwa yang serampangan dan menafsirkan secara ‘takebeer’ bahwa orang = ulama. Sehingga saat Ahok mengatakan “jangan mau dibohongi orang pakai almaidah 51,” kemudian ditafsirkan “jangan mau dibohongi ulama pakai almaidah 51.” Kan titik-titiik.

Selain perilaku tidak adil karena unsur SARA, cara MUI memperlakukan Rizieq yang masih perlu menemui langsung dan menginvestigasi, padahal prosedur MUI katanya tidak begitu, semakin menunjukkan bahwa fatwa MUI kepada Ahok memiliki tujuan-tujuan politis yang berkenaan dengan Pilgub DKI. Sebab Maruf Amin dulunya merupakan Wantimpres bapaknya Agus. Sebab Maruf Amin mendukung Agus-Sylviana. Jadi saat ada ribut-ribut soal pernyataan Ahok di kepulauan seribu, hanya dalam hitungan hari, MUI langsung menyimpulkan bahwa Ahok menistakan agama. Luar biasa karomahnya Cikeas.

Menunggu fatwa informal MUI


Selain fatwa formal yang ditulis dengan bahasa santun dan tertata, ada juga fatwa provokatif MUI yang diucapkan langsung oleh Tengku Zulkarnain terhadap Ahok. Saya masih ingat betul ucapan sadisnya “Ahok ini kalau di dalam Islam harus dibunuh, dipotong kaki tangannya, atau minimal diusir dari negara ini.”

Nah berhubungan dengan penistaan agama yang dilakukan oleh Rizieq, saya sangat menunggu fatwa informal dari Tengku Zulkarnain. Kira-kira MUI berani tidak untuk mengatakan bahwa Rizieq harus dibunuh, dipotong kaki tangannya atau minimal diusir dari negara ini? Saya yakin tidak akan berani, sebab MUI pasti takut dengan FPI.

Hubungan MUI dan FPI


Pada artikel sebelumnya, saya memang menuntut MUI untuk segera keluarkan fatwa. Namun jujur itu hanya tuntutan yang tidak terlalu serius, dalam arti saya pesimis MUI tak akan keluarkan fatwa terhadap Rizieq. Sebab hubungan MUI dan FPI bisa dibilang cukup mesra.

Lihat saja soal fatwa larangan memaksa karyawan muslim mengenakan aksesoris natal, MUI yang fatwakan, FPI yang sosialisasikan dan sweeping ke mall dan perusahaan. Begitu juga dengan fatwa Ahok menistakan agama, MUI yang keluarkan fatwa, FPI yang bentuk gerakan pengawal fatwa. Jadi mereka ini memang partner, kelompok yang membuat negara dalam negara, menyaingi fungsi Polisi, DPR dan hakim.

Kalau sudah begini, mana bisa MUI keluarkan fatwa untuk Rizieq yang merupakan ketua FPI? Ya kalaupun nanti akan mengeluarkan fatwa, minimal Maruf Amin harus menemui Rizieq dulu, meminta penjelasan dan sebagainya. Atau bahkan menanyakan “ini baiknya gimana?” miriplah seperti pacar yang telat datang bulan, harus ditanya dulu apa mau digugurkan atau dilahirkan tapi tak mau tanggung jawab? Harus jelas. 

Logika terbalik MUI


Melihat MUI yang begitu hati-hati menangani kasus penistaan agama yang dilakukan Rizieq, namun sebaliknya begitu serampangan menafsirkan pernyataan Ahok, saya menilai ini merupakan sikap terbalik. Mirip kampret yang tidurnya gelantungan, kepalanya di bawah.

Pernyataan Ahok adalah pernyataan yang menyangkut ummat islam, ummat mayoritas di Indonesia. Apapun yang difatwakan MUI akan berdampak sangat luas. Jika fatwa MUI menenangkan, maka tenanglah negeri ni. Tapi jika fatwanya serampangan, ditambahkan kalimat provokatif oleh Tengku Zulkranain, maka ributlah negeri ini. Sehingga wajar kalau kenyataan memberikan 411 dan 212 atas dasar mengawal fatwa MUI.

Menjadi sesuatu yang sangat aneh ketika MUI justru lebih hati-hati memfatwakan Rizieq, yang menyangkut ummat minoritas. Sementara di sisi lain begitu serampangan memfatwakan Ahok. Ini benar-benar terbalik, aneh!

Tapi terlepas dari semua kekesalan saya pada MUI, yang bersifat politis dan mengeluarka fatwa serampangan, pada akhirnya saya harus sepakat bahwa MUI harus hati-hati mengeluarkan fatwa. Apa yang ingin dilakukan oleh Maruf Amin kepada Rizieq harus menjadi prosedur standar MUI. Janganlah catatan fatwa asal-asalan seperti yang mereka lakukan pada Ahok, bahkan tanpa memanggil Ahok, kemudian diulangi lagi di kemudian hari. Cukuplah Ahok yang menjadi korban legitimasi serampangan MUI yang entah karena alasan apa.

Begitulah kura-kura

@alifurrahman


Berlebihankah PMKRI Melaporkan Rizieq Shihab ke Polisi?

DUNIA HAWA - Polemik tentang haram tidaknya mengucapkan selamat Natal, dan juga aksi sweeping atribut Natal yang sempat terjadi di beberapa tempat, ternyata lumayan menyita perhatian publik kita.  Polemik ini pun akhirnya memasuki babak baru ketika PMKRI ( Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia)  melaporkan Habib Rizieq Shihab ke polisi karena diangap telah menistakan agama Kristen.


Sebelum pelaporan Habib Rizieq dilakukan oleh PMKRI,  sesekali saya bertanya: Sebenarnya, apa sih ruginya mengucapkan selamat Natal? Benarkah mengucapkan selamat Natal bisa merusak aqidah atau membuatnya dangkal? 

Tentu saya tidak akan membahas persoalan aqidah di sini. Namun dan tidak kurang, saya juga ikut tergelitik dengan polemik ini. Seakan- akan ada pihak yang sangat berharap mendapatkan ucapan selamat Natal. Tentu tidak demikian. Dan jujur, saya juga sama sekali  tidak memerlukan (ucapan) itu.

Ucapan selamat Natal tidak serta merta akan membuat hidup saya berubah. Tidak, tidak ada yang berubah dengan mendapatkan ucapan selamat Natal, apalagi ucapan selamat yang dipaksakan. Dengan atau tidak mendapat ucapan selamat Natal, segala hal berjalan sebagaimana adanya. Jadi, tidak usah dipaksakan untuk mengucapkannya.

Kembali ke soal pelaporan Habib Rizieq Shihab oleh PMKRI.

Jujur, saya sebenarnya tidak melihat tindakan PMKRI dari sudut agama atau keyakinan saya. Dan saya pikir, ada begitu banyak yang sependapat dengan saya, yakni tidak merasa ternista, atau keyakinan saya menjadi nista karena ucapan Habib Rizieq yang sempat menyinggung Tuhan yang beranak dan bidan.

Tentu Habib Rizieq berbeda dalam memahaminya dengan saya, dan perbedaan pemahaman itu sebenarnya lumrah. Dan juga, saya tidak akan pernah mengggantungkan keyakinan saya kepada pendapat orang. Juga, tidak akan mendasarkan atau berusaha mengokohkannya dengan kesaksian seorang pesohor yang pindah agama. Sebagaimana telah menjadi trend dan sangat disukai oleh banyak orang saat ini, di mana keyakinannya sepertinya perlu ditopang atau diteguhkan oleh kesaksian orang-orang yang pindah agama.

Apalagi oleh ucapan seorang Habib Rizieq tentunya, yang mana juga saya sama sekali tidak ada urusan dengan yang bersangkutan dalam hal keyakinan. Berkeyakinan harus mandiri, dan itu urusan saya sendiri dengan yang  saya percaya. Itu juga tidak terjadi begitu saja. Perlu proses atau fase yang sangat panjang dan berliku, dan kita tidak pernah tahu, kelak akan berakhir di mana.

Lalu, apakah pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI sama sekali tidak perlu dan berlebihan?

Tentu kita perlu bertanya, melihatnya dari sisi mana? Jika berangkat dari urusan keyakinan, tentu tidak perlu. Ucapan Habib Rizieq sama sekali tidak bisa merusak keyakinan saya. Keyakinan saya sedikitpun tidak menjadi nista oleh karena ucapan Habib Rizieq.

Namun, saya bisa memahami dan menerima apa yang dilakukan oleh PMKRI dari perspektif  kesetaraan di depan hukum. Karena ternyata, ada banyak orang yang tidak bisa menerima keyakinannya disinggung, namun bisa dengan bebas leluasa menyinggung keyakinan orang lain dan merendahkannya secara terbuka dengan pemahamannya ( yang belum tentu benar) tanpa memperdulikan apa yang sebenarnya diyakini oleh orang lain.

Inilah yang saya lihat sebagai substansi pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI. Dan memang, walaupun hal itu tidak ada kaitan dengan kasus Ahok, namun menjadi berkaitan karena substansi yang menjadi permasalahan menyangkut penistaan agama.

Ahok, yang dengan ucapannya didemo oleh (katanya) jutaan massa karena mengatakan jangan mau dibohongi pakai ayat suci, yang mana substansi penistaannya masih sangat diragukan. Dan juga fakta yang bisa kita lihat, di tempat dan waktu yang lain ayat ini sama sekali tidak dijadikan dasar dalam menentukan pilihan politik oleh umat Islam, sehingga menyimpukannya ( ucapan Ahok) telah memenuhi unsur penistaan agama adalah sangat meragukan.

Habib Rizieq, yang justru dengan ucapannya yang sangat tendensius melecehkan apa yang diyakini oleh umat Kristen, bahwa Yesus itu adalah Tuhan. Allah yang menjelma dengan rupa manusia Yesus, dan juga disebut Emmanuel. Dan Habib Rizieq sangat tahu, bahwa agama Kristen bukanlah agama terlarang di Indonesia. 

Tentu akal sehat sulit menerima jika Ahok dengan ucapan seperti di atas dituduh, bahkan sepertinya dianggap telah menistakan agama, lalu Habib Rizieq dengan ucapannya yang demikian tidak. 

Dan juga, jangan beranggapan bahwa saya sangat senang jika Habib Rizieq celaka atau dipenjara. Tentu tidak. Apalagi supaya Habib Rizieq pindah agama, sama sekali tidak! Saya tidak berkepentingan untuk hal itu.  

Bahkan, seandainya saya bisa mempengaruhi atau dengan pemaksaan membuat seseorang pindah agama, saya tetap tidak bisa menjamin di dunia lain ianya akan seperti apa kelak. Itu menjadi urusan yang bersangkutan dengan Tuhan, bukan urusan saya. Jikalau demikian, untuk apa saya perlu memaksakan apa yang saya yakini kepada orang lain?

Dengan demikian, tidak berlebihan jika PMKRI mempolisikan Habib Rizieq karena ucapannya. Jika tidak, sikap  merasa benar sendiri dan bebas mengusik keyakinan orang lain ini akan semakin menjadi-jadi. Dan tentu, hal ini tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang sangat majemuk.

Seperti apa yang pernah dikataan oleh Yesus: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."

Inilah sebenarnya yang menjadi dasar atau rujukan dalam kehidupan bersama. Dan tentu, akal sehat tidak bisa menerima jika kita menginginkan celaka atau sesuatu yang buruk terjadi kepada diri kita sendiri, pastilah yang baik.

Dan bila itu pun terjadi ( ada orang yang mengingini celaka), negara dengan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum positif tentulah akan mencegahnya; mencegah sesuatu yang buruk itu diperbuat oleh mereka yang akalnya tidak sehat kepada orang lain, demi tegaknya keadilan.

Tentu bila keadilan yang kita maksud adalah yang sifatnya substantif, bukan normatif. Dan jika kita bisa sepemahaman, maka pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI tentulah kita anggap perlu dan tidak berlebihan.

@omri l toruan


Perampokan Pulo Mas dan Orang Batak

DUNIA HAWA - “Heii Japikir…kau belikan dulu rokok gudang garam merah di kedai mamakmu..” ujar Tulang Surung sambil memberikan uang receh kepadaku.


Aku bingung. Siapa si Japikir? Namaku Birgaldo. Bukan Japikir. Mengapa aku dipanggilnya Japikir?
“Ya tulang” jawabku sekenanya. Aku cuek saja. Mungkin Tulang Surung sudah pikun. Namanya juga masih bocah umur 6 tahun, tidak banyak tanya ini itu, mengapa begini mengapa begitu.

Aku berlari ke kedai kelontong mamak. Kami tinggal di rumah asrama polisi Jalan Jati Medan. Rumah sederhana itu disulap jadi kedai kelontong.

Sore hari aku melapor sama emak. “Mak siapa Japikir…masak aku dipanggil Japikir sama tulang Surung?”, tanyaku ingin tahu. Emak tertawa. Sambil mengupas kulit bawang emak cerita.

Adalah Japikir Sinaga, di era tahun 1970-an, memadu asmara dengan Santi Boru Butar butar di wilayah Simalungun, pinggiran Siantar.
Saking cintanya, Japikir tidak rela kehilangan kekasih hatinya ini.

Japikir memutilasi Santi Butar butar. Ia lalu memasak organ tubuh kekasihnya. Memakan jantung dan hatinya dan sebagian daging dan sop tubuh pacarnya diberikannya ke tetangga sekitar.

Ujung kisah cinta di kebon kelapa sawit pinggiran Pematang Siantar Sumatera Utara akhir tahun 1972 itu menjadi kisah pembunuhan terheboh di tanah air. Indonesia geger saat itu apalagi Sumatera Utara.

Imbas dari peristiwa pembunuhan yang dilakukan Japikir Sinaga berujung olok-olok. Semua marga Sinaga dipanggil Japikir. Nama Japikir mendadak ngartis. Mirip kisah Sumanto kanibal pemakan mayat atau dukun AS di Deli Serdang.

Sejak saat itu, sebutan Japikir identik dengan marga Sinaga. Di lapo lapo tuak cerita Japikir jadi trending topik istilah jaman sekarang. Kisah cinta paling tragis sepanjang sejarah yang berujung semua marga Sinaga terkena getahnya. Padahal apa hubungannya si Japikir dengan aku bocah kecil yang tidak tahu menahu? Aneh.

Beberapa hari lalu Indonesia mendadak heboh. Pasalnya hampir satu keluarga di Pulomas tewas dibunuh komplotan perampok. Kondisi korban mengenaskan. Mereka dikurung di kamar mandi sempit.

Keenam korban tewas yakni: Ir Dodi Triono, Diona Arika Andra Putri (16), putri Dodi, Dianita Gemma Dzakfayla (8), anak ketiga Dodi, Amel, teman anak korban, Yanti, sopir Dodi dan Tarso (40)

Tidak sampai duapuluh empat jam, polisi berhasil meringkus para pelaku. Keduanya dilumpuhkan di Bekasi. Dua pelaku pembunuhan bernama Ramlan Butarbutar alias Pincang dan Erwin Situmorang.

Tak kalah heboh dengan peristiwa peumbunuhan ini, kehebohan netizen Batak semakin menambah bumbu peristiwa tragis ini. Kontan orang Batak yang kebetulan bermarga Situmorang dan Butarbutar merasa malu dan terpukul. Kutuk sumpah serapah membahana di medsos.

Seorang pemuka Batak yang cukup dikenal tulisannya Suhunan Situmorang seperti kehilangan akal melihat ada dongan tubunya bisa berlaku biadab seperti itu.

Ia bahkan mengecam keras dan meminta maaf sesedih sedihnya kepada keluarga korban. Padahal mungkin Pak Suhunan bukanlah keluarga si pembunuh, hanya karena terikat kekerabatan semarga dari nenek moyang.

Hampir semua netizen Batak mengumpat dan mengutuk perbuatan jahat mereka. Lebih ekstrim lagi caci maki itu dilampiaskan dengan hujatan caci maki seraya bilang bikin malu orang Batak. Bikin malu marga. Tak pantas hidup. Bagusnya ditembak mati saja. Dilenyapkan.

Sumpah serapah juga mengalir deras memenuhi ruang dinding kita dari banyak orang. Netizen yang non Batak juga mengolok olok dengan ekspresi kebencian. Isu Sara berkeliaran. Memancing emosi dan debat kusir yang jika tidak bijak dikelola bisa memantik permusuhan antar suku.

Orang Batak memang punya budaya khas. Budaya Batak itu diikat oleh falsafah dalihan na tolu. Ikatan kekerabatan antar marga yang saling kait mengkait. Setiap orang Batak memiliki family name atau nama keluarga.

Contohnya saya adalah keturunan nomor 17 Sinaga dari cabang Bonor Pande. Berarti generasi ke 17. Ayah saya generasi ke 16. Semua marga Sinaga tentu akan merasa dekat bila bertemu meski secara kekerabatan sudah jauh. Orang Batak menyebutnya dongan tubu atau kawan satu darah dari moyang Sinaga pertama.

Kekuatan falsafah dalihan na tolu ini membentuk tata nilai masyarakat Batak yang menjaga adat dan istiadat tetap lestari.

Dimanapun orang Batak berjumpa, entah di Amerika atau Rusia, mereka akan mudah akrab mesra apalagi jika satu marga. Pembicaraan akan di mulai dengan cerita asal usul atau tarombo. Dari cerita silsilah itu akan tahu di mana bertemu garis keturunan nenek mereka. Hebat bukan?

Nah itu sisi baiknya. Sisi buruknya tentu saja seperti yang aku alami saat masih bocah. Cap atau stempel seperti Japikir tiba tiba menempel di wajahku. Padahal apa urusannya si Japikir yang tinggal di luar kota Medan dengan aku yang tinggal di Kota Medan? Kenal saja tidak. Jumpa saja tidak pernah. Ujug ujug hanya karena ada embel embel marga Sinaga di belakang namanya apakah otomatis aku seperti si Japikkir? Sebel tau!!

Andai si pelaku bernama umum tanpa ada marga tentu lain ceritanya. Misalnya  Juanda si pelempar bom molotov yang membakar bayi Intan Olivia di Gereja Oikumene Samarinda dua bulan lampau. Kita mengutuk dan mengecam dengan keras atas perbuatan si Juanda. Tapi siapa yang tahu siapa Juanda? Sukunya apa? Tidak ada orang yang merasa malu dan bersumpah serapah atas perbuatannya seperti orang Batak kasus Pulomas sekarang. Juanda hanya dirinya sendiri.

Atau juga kisah Sumanto kanibal mayat. Atau kisah dukun Ahmad Suradji seorang pelaku pembunuhan terhadap 42 orang wanita yang mayatnya dikuburkan di perkebunan tebu di Desa Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dari tahun 1986 hingga 1997.
Siapa mereka? Apa sukunya? Tidak ada sumpah serapah caci maki seperti umpatan orang Batak pada kasus Pulomas ini.

Dari sini seharusnya kita bisa belajar bahwa tercorengnya muka akibat perbuatan jahat pelaku pembunuhan yang kebetulan semarga dengan kita tidaklah harus lebay. Boleh marah dan berekspresi mengecam dan bersimpati kepada keluarga korban. Namun hujatan sumpah serapah menuding orang Batak bla bla bla juga salah.

Kejahatan itu lintas suku dan agama. Ia ada karena memang begitulah manusia. Pembunuhan pertama sejak manusia diciptakan itu sudah tercatat di kitab suci. Kain membunuh adiknya Habel hanya karena cemburu Tuhan lebih dekat Habel.

Memaki maki bikin malu orang Batak dan marga serta mengolok oloknya lalu meratapi seakan akan, seolah olah, bukanlah ekspresi bijak yang menyelesaikan persoalan. Saya adalah korban stigma yang tidak adil. Dicap dan distempel sama seperti si Japikkir si pembunuh yang memakan organ jantung hati pacarnya Santi Butarbutar.

Kejahatan itu individual dan tidak terkait dengan suku, agama, keyakinan dan golongan. Tidak fair rasanya dengan pelaku kejahatan lain yang juga brutal dan sadis tapi tidak punya embel embel nama keluarga.

Yang terpenting dan terbaik bisa kita lakukan adalah mendidik anak anak kita dengan nilai nilai kebaikan dan kemanusiaan.
Dari sanalah akan lahir penghormatan akan sesama manusia sehingga setiap anak akan hidup untuk menjaga kehidupan. Merawat kehidupan. Menyiram kehidupan dengan cinta.

Turut berduka cita yang sedalam dalamnya buat keluarga korban. Semoga Tuhan menguatkan dan memberi penghiburan.

Salam

@birgaldo sinaga


Dosa Dosa FPI

DUNIA HAWA - Masuknya ideologi radikalisme di berbagai belahan dunia telah membuat kegaduhan di sebagian negara khususnya di Indonesia. Pemahaman keagamaan yang fundamentalis dan radikalis menjadikan cara berpikir yang kaku. Misalnya, melihat orang yang tidak sependapat dengan pemahamanya akan mendapat respon penghakiman dan justifikasi publik, terhadap hal-hal yang buruk mendapatkan respon dengan jalan kekerasan seperti penghancuran tempat-tempat yang dianggap sumber maksiat. Ironisnya, “senggol bacok” menjadi tradisi dalam dakwahnya. 


Di Indonesia, salah satu organisasi yang berpaham dan bertindak radikal adalah Front Pembela Islam. Pemahamannya yang radikal menimbulkan kegaduhan dan keonaran di tengah keberagaman masyarakat. Alih-alih berdakwah di jalan ajaran Islam, justru tindakanya jauh dari nilai-nilai keislaman. Tindakan kekerasan menjadi kontra dari prinsip ajaran Islam. Dalam beberapa kasus FPI telah banyak merugikan negara dan melanggar hukum.

Tindakan Anarkis FPI


Beberapa tindakan FPI dalam mencegah kemaksiatan membuat resah bagi sebagian masyarakat. Pasalnya, tindakan mereka sangat anarkis. Dalam beberapa aksi yang digelar membuat kaum-kaum yang tidak bersalah menjadi korban. Rumah-rumah mereka ikut disweeping oleh para anggota FPI. Ironisnya, mereka menghancurkan tempat-tempat warga yang tak bersalah tanpa tahu mereka bersalah atau tidak. FPI telah merugikan sebagian masyarakat yang tidak bersalah. Di antaranya :

Pertama, pada tahun 2004 tanggal 22 Oktober FPI melakukan perusakan café dan keributan di Kemang.

Kedua, pada tahun 2005 tanggal 22 Agustus melakukan penutupan paksa Gereja Pasundan Dayeuhkolot di Bandung.

Ketiga, pada tahun 2007 tanggal 12 September FPI merusak rumah tempat berkumpulnya aliran Wahidiyah karena dianggap sesat.

Keempat, pada tahun 2008 tanggal 1 Juni massa FPI menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) yang sebagian besar terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak di Monas. Massa AKK-BB waktu itu sedang merayakan Hari Pancasila.

27 aktivis AKK-BB yang berdemo memprotes surat keputusan bersama Ahmadiyah mengalami luka-luka dianiaya massa FPI. Tak hanya memukul orang massa FPI juga merusak mobil-mobil yang terparkir di sekitar lokasi tersebut.

Kelima, pada 2010 tanggal 8 Agustus ratusan massa FPI menyerang jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Indah Timur pukul 9 pagi di Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya Kota Bekasi Jawa Barat.

Keenam, pada tahun 2011 tanggal 4 Maret massa FPI membakar rumah makan yang pemiliknya anggota jemaah Ahmadiyah di kota Polewali, kabupaten Sulawesi Mandar, Sulawesi Barat.  

Ketujuh, pada tahun 2011 tanggal 12 Agustus masaa FPI merusak warung makan milik restoran topaz Makassar.

Kedelapan, pada tahun 2011 tanggal 14 Agustus Massa FPI merusak warung makan milik seorang ibu di Ciamis.

Kesembilan, pada tahun 2011 tanggal 28 Agustus Massa FPI merusak mobil Daihatsu Luxio di kawasan Senayan Jakarta Pusat. Mobil tersebut diduga milik seorang penjual minuman keras di Matraman Jaya Cempaka Putih, dan saat itu juga massa FPI bentrok dengan pemuda.

Kesepuluh, pada tahun 2011 tanggal 23 September Massa FPI ancam serang pernikahan yang sedang berlangsung di gereja Pantekosta Jatinangor.

Kesebelas, pada tahun 2012 tanggal 21 Februari Massa FPI mengepung ruko yang sedang mengadakan pengobatan gratis.

Keduabelas, pada tahun 2013 tanggal 10 April motor diambil paksa FPI serbu leasing.

Ketigabelas, pada tahun 2013 tanggal 18 Oktober Massa FPI mendobrak ruang kerja Wali Kota Depok.

Keempatbelas, pada tahun 2014 tanggal 22 Maret Massa FPI kota Bekasi kepung gereja Katolik St. Stanislaus Kostka.

Kelimabelas, pada tahun 2015 tanggal 12 Juni Massa FPI dan warga memukuli Jemaah Ahmadiyah di tebet.

Oleh karena itu, organisasi masyarakat Islam garis keras semacam FPI harus lebih meminimalisir cara-cara kekerasan dalam membasmi kemaksiatan. Karena Indonesia merupakan bangsa yang dibesarkan dengan keramahanya bukan dengan kekerasanya.

Sebagaimana Qoul Ulama “Basyiruu Walaa Tunaffiru” yang bermakna berilah kabar baik dengan cara yang baik dan jangan membuat keonaran dalam melakukan kebaikan.

Artinya, dalam mengajak kebaikan harus dengan kebaikan bukan dengan keonaran yang malah membuat kerusakan untuk sesuatu kebaikan.

@ari rahman