Wednesday, November 30, 2016

Dirgahayu Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)

DUNIA HAWA - Berdiri pada 1956, UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana), yang terletak di “kota suejuk” Salatiga, Jawa Tengah, ini, menyimpan “sejuta kenangan” tersendiri buatku. Di kampus inilah dulu saya untuk pertama kalinya mempelajari dan “membaca” agama dari perspektif ilmu-ilmu sosial di Program Paskasarjana Agama dan Masyarakat (Sosiologi Agama). 


Kala itu, alasan kuat untuk belajar di UKSW, antara lain, karena saya “agak bosan” belajar Islam dari sudut pandang “Islamic Studies” yang lebih menekankan pada “otoritas teks”. Atau, katakanlah, melihat dan mengkaji Islam dari perspektif teks-teks keislaman dan “ilmu-ilmu keislaman” saja (fiqih, ushul fiqih, tafsir, aqidah, dlsb) tanpa melibatkan perangkat ilmu-ilmu sosial dan humanities (sosiologi, sejarah, antropologi, dlsb). Selama kurang lebih 7 tahun saya belajar Islam dalam bingkai “Islamic Studies” tadi waktu saya kuliah S-1 di IAIN (kini UIN) Walisongo, Semarang, plus beberapa tahun di pondok pesantren dan madrasah.


Alasan lain, saya ingin mengetahui dan melihat lebih dalam “daleman” kelompok Protestan, yang memang waktu itu masih jarang saya “gauli”. Sebelumnya, saya sudah sangat akrab dengan komunitas Katolik di Semarang, dan lama membangun kerja sama antar-agama dengan mereka. Almarhum Romo Pujo (Pujasumarta), mantan Bapa Uskup Semarang, adalah salah satu sahabat karibku. Tetapi dengan umat Protestan belum banyak kenal. UKSW-lah yang menjadi “pintu masuk”-ku mengenal lebih dekat, lebih dalam, dan lebih jauh dengan warga Kristen Protestan. Hingga kini saya menggalang persahabatan dengan mereka dari Sabang sampai Merauke. 


Berbekal “surat rekomendasi” dari (almarhum) Prof. Dr. Ahmad Qodri Azizy (mantan Rektor IAIN Walisongo & Dirjen Kemenag RI), saya nekad melamar program S2 di UKSW dengan modal keuangan ala kadarnya. Maklum, waktu itu saya adalah termasuk golongan “sarjana pengangguran” yang “hidup segan mati tak mau”. Meskipun “kere-njere” (miskin buanget), saya punya tekad baja untuk sekolah. Istilahnya, “biar miskin asal sombong” he he. Pokoknya sekolah, urusan duit belakangan. Setiap sekolah, selama dua tahun, saya naik bus ekonomi bolak-balik dari Ngaliyan, Semarang (tempat saya indekos) ke Salatiga, sampai hafal para pengamen bus yang kadang nyambi jadi tukang copet yang menyebalkan.      

Meskipun megap-megap sekolah karena kendala keuangan sampai tiga semester “utang SPP”, saya akhirnya bisa lulus juga. Alhamdulilah ya bos. Makan saja susah apalagi bayar SPP. Terima kasih kepada sejumlah pihak yang telah berbaik hati “menyelamatkan” saya waktu itu dari “lubang kegelapan”, termasuk Pak John Titaley (Rektor UKSW), Pak Mesach Krisetya, dan almarhum KH MA Sahal Mahfudh (Mantan Ketum MUI dan Rais Am PBNU). 

Terlepas dari “problem keuangan” yang saya hadapi waktu itu, yang jelas UKSW adalah kampus yang memberi kontribusi luar biasa bagi “karir perkembangan intelektualku”. Melalui UKSW, saya bisa dan menjadi terbiasa menganalisis persoalan sosial-keagamaan dari berbagai sudut pandang. UKSW pula yang “melengkapi” pemahamanku dalam “membaca” dan “mengkaji” Islam dan keislaman, yang tidak melulu dari perspektif “Islamic studies” tadi tapi juga dari kacamata ilmu-ilmu sosial sehingga lebih “terbuka dan komprehensif”. Kelak, saya memperdalam lebih lanjut dasar-dasar ilmu sosial yang saya peroleh di UKSW ini waktu studi program doktor di bidang Antropologi di Boston University, Amerika Serikat.

Selamat ulang tahun ke-60 UKSW. Semoga engkau tetap jaya sepanjang masa mengawal agama, bangsa, dan negara Indonesia tercinta.        

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Begini Pembelaan Ahmad Dhani Mengenai Tuduhan Hina Jokowi

DUNIA HAWA - Ahmad Dhani sempat mengeluarkan perkataan kontroversialnya saat orasi dalam unjuk rasa 4 November lalu. Sepertinya semua pembaca sudah tahu apa isi orasinya. Buntut dari perkataan tersebut membuat Perwakilan Laskar Rakyat Joko Widodo (LRJ) dan Pro Jokowi (Projo) melaporkan Dhani karena diduga melecehkan kepala negara dan menyerahkan bukti visual berupa video.


Namun Dhani mengatakan dia tidak bermaksud menghina Presiden Joko Widodo. Menurutnya, unjuk rasa itu bertujuan meminta pemerintah menuntaskan proses hukum terhadap Gubernur nonaktif DKI Ahok terkait dugaan penistaan agama Islam. Ditemani oleh wakil ketua DPR Fadli Zon, Ahmad Dhani mengatakan orasinya justru bertujuan mengedukasi peserta. “Saya ingin bilang ****** tapi tidak boleh. Saya ingin bilang **** tapi tidak boleh,” katanya saat mengulangi petikan orasinya. Ia mengaku ingin mengedukasi massa demonstran yang berteriak melontarkan hinaan kepada Jokowi. Ia menyebutkan orasinya hanya untuk mengingatkan orang-orang di bawah podium untuk tidak berkata seperti itu.

Saya PAUSE sebentar.

Saya sempat bingung membaca statement ini. Saya sempat berpikir cukup lama bagaimana statement tersebut bisa mengedukasi masyarakat. Saya juga sudah melihat videonya, dan terus berpikir dengan cara seperti apa pernyataan tersebut bisa memberikan sebuah pelajaran. Apakah dia ingin memberi edukasi dengan menghina Presiden, lalu lantas diproses hukum, sehingga semua orang bisa melihat dan tahu beginilah akibatnya kalau menghina kepala negara? Mungkin pembaca bisa membantu saya memberikan opini untuk ini.

Lebih lanjut lagi, Dhani tidak akan tinggal diam dan akan melakukan perlawanan jika pada akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Salah satu faktornya adalah dia sempat dihubungi ahli pidana yang diperiksa penyidik, dan menurut ahli tersebut pernyataan Dhani tidak mengandung unsur pidana. Selain itu Fadli Zon juga membela Dhani dengan mengatakan, “(Dhani) tidak sebut nama, Presiden mana, Presiden Zimbabwe atau Presiden Kuba? Secara pidana itu tidak ada. Tidak perlu ada kriminalisasi terhadap kasus seperti ini.”

Saya STOP di sini.

Saya tidak akan men-judge apa yang dilakukan Dhani karena saya bukan Hakim atau Jaksa. Biarlah ini menjadi urusan pihak kepolisian. Sekarang saya akan membahas pelajaran penting di balik ini. Kita tutup pembahasan mengenai dia.

Andaikan saya melontarkan hinaan kepada Presiden seperti itu, apakah itu etis? Jika saya tanyakan kepada para pembaca, saya yakin semua akan menilai saya keterlaluan atau salah besar. Hinaan, apalagi kepada seorang Presiden tentunya sangat tidak sesuai dengan norma-norma adat ketimuran. Bahkan setahu saya, orang barat saja tidak sembarangan mengeluarkan statement berupa hinaan dengan kata-kata kasar pada kepala negara.

Presiden adalah seorang kepala negara. Kita sebagai warga negara ibarat anak yang sesudah seharusnya menghormati kepala negara yang dalam hal ini ibarat orang tua kita. Anak seperti apa yang memaki orangtuanya sendiri, apalagi di depan umum dan dilihat banyak orang? Seburuk apa pun seorang Presiden, toh beliau dipilih oleh lebih dari sebagian besar rakyat Indonesia. Mau mengkritik diperbolehkan. Negara tidak melarang seseorang untuk berunjuk rasa, mengkritik pemerintah dan menyampai aspirasi. Mengkritik silakan, tapi kalau memaki-maki dan mengatai dengan kata-kata kasar? Jujur saja, Indonesia termasuk negara yang memberikan kebebasan bagi warganya untuk menyatakan aspirasi, tapi sayangnya makin hari makin parah dan menjadi-jadi. Bebas malah disalahartikan bisa sesuka hati seolah Indonesia adalah milik sendiri. Mungkin hanya Indonesia satu-satunya negara di mana warganya bisa bebas sesuka hati mem-bully, mencaci, bahkan menghina Presiden. Di negara lain kita tidak bisa bebas seperti itu. Bahkan di beberapa negara, kalau kita menghina dan memaki kepala negara, kita akan babak belur bahkan lenyap dari peredaran Bumi.

Bagaimana kalau hal-hal seperti ini terdengar oleh dunia internasional? Bukankah yang malu adalah diri kita sendiri. Tentu saja akan timbul opini bahwa pemerintah kita memble, tidak berwibawa dan dijadikan bulan-bulanan warganya sendiri. Bagaimana kalau kita keluar negeri, lalu ditanya di mana kita berasal dan kita menjawab Indonesia, mereka akan teringat seperti ini, “Oh, Indonesia, ya? Yang Presidennya sering di-bully dan dihina itu, kan?” Bagaimana perasaan kita? Yang malu juga kita sendiri.

Hal seperti ini pasti akan menyebar dengan mudah, bagaimana kalau hal-hal seperti ini dipelajari anak-anak? Mereka sedikit banyak pasti akan berpikir bahwa menghina kepala negara adalah wajar-wajar saja. Seperti itukah edukasi yang ingin kita berikan? Kalau TIDAK SUKA pada Presiden, silakan kritik, silakan unjuk rasa. Kalau SANGAT TIDAK SUKA, jangan pilih lagi pada Pilpres berikutnya. Tapi tolong jangan pakai makian dan lontaran kata-kata kasar.

Bagaimana menurut Anda? Silakan beri komentar!!
(Perbedaan pendapat adalah hal biasa. Jika tidak setuju, mari berdebat dengan sehat. Tunjukkan pada pembaca lain bahwa di Seword, perbedaan pendapat ditindaklanjuti dengan debat yang positif, membangun dan edukatif, bukan saling hujat dan caci).

Salam Entahlah,

@xhardy


Secangkir Kopi Sasetan

DUNIA HAWA - Akhirnya terpenuhi juga rasa penasaran untuk ngopi bersama Ahok kemaren pagi...

Diantara riuhnya suara yang datang memenuhi rumah Lembang, mata saya mencari-cari karakter Ahok yang asli. Kemana dia pergi? Ah, penasaran ingin kugali lagi...


Dan aku merasa berhasil, melihat daya ledaknya yang masih tinggi. Auranya mendominasi sehingga siapapun yang berada didekatnya terdiam dan berusaha mendengarkan..

Aku hanyut dalam pemikiran, menikmati semua kata kata yang dilontarkan dan berusaha tersadar, bahwa Ahok sebenarnya sudah bukan milik Jakarta lagi. Ia sudah menjadi sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Ahok - mungkin - tanpa ia sadari, sudah menjadi representasi etnis, ras dan agama yang selama ini terpinggirkan. Ia menjadi wakil dari suara suara yang selama ini merasa minoritas, bukan hanya dalam skala statistik saja tapi juga dalam masalah kesempatan.

Ahok menjadi paramater harapan bagi mereka yang ingin mendapat perlakuan yang sama dalam demokrasi. Ia juga sekalian ujian, mampukah kita yang selama ini berteriak keadilan menerapkannya dalam sebuah tindakan?

Sudah waktunya Ahok menyadari itu...

Ia sudah harus berfikir lebih besar dari hanya sekedar wilayah Jakarta. Ia seharusnya sudah menyadari bahwa dirinya sekarang adalah Duta kebhinekaan. Ia seharusnya sudah mengamati bahwa banyak orang menggantungkan harapan padanya bukan hanya karena apa yang sekarang ia kerjakan, tapi seberapa bisa ia menjadi wakil yang mereka harapkan.

Dan seorang wakil tentu mempunyai standar yang jauh lebih tinggi dalam perilaku dan tindakan...

Jika Ahok memahami ini, tentu ia tidak harus terdiam, yang terlihat seperti transformasi yang dipaksakan. Ketika ia memahami ini tentu ia tidak harus melawan keras dirinya sendiri tetapi berfikir ke arah yang jauh lebih luas bahwa ia punya kewajiban sebagai seorang yang lebih menenangkan, seorang yang bijak yang bukan hanya pandai berperang tetapi juga mampu membuat suasana lebih tentram.

Rangkullah semua elemen ras, etnis dan agama untuk berperang bersama, karena tidak ada yang mampu menang sendirian. Libatkan semua untuk berfikir bersama bahwa perang melawan budaya salah yang selama ini dipelihara, tidak harus selalu dengan pedang, tetapi yang lebih penting dengan ajakan.

Sekali sekali duduklah dengan tenang dan dengarkan apa yang ingin mereka sampaikan. Tenang bukan diam, tetapi mengatur ritme dengan kontrol diri yang penuh penguasaan.

Jika sudah memahami dan mencapai level ini - saya yakin - tidak tertutup jalan untuk menjadi orang nomer 1 negeri ini suatu hari nanti. Jika bukan dirimu, setidaknya apa yang kau lakukan sekarang, bisa menjadi pondasi generasi muda nanti.

Dan jika dirimu berhasil bertransformasi dengan benar, aku sendiri yang akan datang membawakan kopi asli medan dan bukan lagi kopi sasetan.

Sudah sasetan, ngutang lagi. Sungguh mengharukan...

Terimakasih sudah mengundang kami di rumahmu tadi. Salam hormat dari kami anak Medan..

Nb :

Besar kali rumah itu, sempat ku pegang pegang tadi. Teringat pulak omak yang jadi inang inang. "Mak o mak.. mampirlah kesana.. kita jualan nanti disitu... rame kalipun.."

@denny siregar


Melindungi Para Ulama

DUNIA HAWA - Pada waktu diskusi buku di rumah Lembang kemarin, ada bahasan menarik...

Seperti pernah kita bicarakan di status, bahwa salah satu pola yang dijalankan untuk menjadikan Indonesia seperti Suriah adalah dengan pengkotakan ulama.


Dibalik video parodi "Jangan ditiru.." yang sempat viral beberapa waktu lalu, saya sebenarnya ingin menyampaikan pesan yang dalam terhadap pernyataan "Sesalah sakahnya ulama adalah sebaik-baiknya kita..".

Pernyataan itu tidak salah, yang harusnya ditanyakan adalah ULAMA yang mana?

Karena di dalam Islam sendiri ulama dikenal berada pada 2 kategori, yaitu ulama pewaris Nabi dan ulama su' atau ulama jahat.

Nah, yang berbahaya adalah klaim "Ulama pewaris Nabi" pada ulama ulama yang sebenarnya sama sekali tidak mencerminkan perilaku Nabi. Ulama yang ketika berbicara sangat kasar, kehidupannya sangat duniawi, yang selalu memprovokasi dan jauh dari ketentraman. Orang orang muda yang seperti ini yang malah dijadikan "ulama" dan diikuti semua perkataannya..

Sedangkan ulama yang sebenarnya, malah dicaci maki ketika mengatakan sesuatu yang benar menurut ilmu agama yang dimilikinya.

Ini sudah masuk pada sinyal merah, tanda bahaya. Peristiwa pencacian terhadap ulama karismatik NU seperti KH Mustofa Bisri ( Gus Mus ) dan KH Maemun Zubair ( Gus Maemun ) oleh orang orang yang bahkan ilmu agamanya masih secetek got mampet, itu sudah menjadi alarm yang keras.

Beruntung NU sigap dan langsung mengamankan para pencaci dalam bentuk menegur sampai membawanya bertemu kepada para sepuh itu untuk minta maaf. Ini sangat penting, karena ada pesan keras yang harus disampaikan kepada khalayak luas "Ulama mana yang selayaknya diikuti.."

Perlindungan terhadap para ulama menjadi bagian penting dari sebuah perang proxy sesudah beberapa waktu lalu kita melihat KH Said Agil Siradj dan KH Quraish Shihab sempat difitnah sebagai Syiah dan dicaci maki pula.

Disinilah saya sangat menghargai NU yang tanggap akan situasi berbahaya ini. Bahkan Banser sudah menyiapkan 112 ribu personel yang siap mengamankan situasi ini berdasarkan UU ITE baik itu di darat maupun di dunia maya.

Hal yang - maaf - justru belum saya temui di Muhammadiyah ketika ulama mereka Buya Syafii Maarif di hina-hina. Kemana Muhammadiyah? Kenapa banyak petinggi di dalamnya tidak melindungi beliau?

Memang perlu diwaspadai situasi ini karena ini bukan kecelakaan, tetapi memang sudah dirancang jauh sebelumnya. Aura kebencian pada ulama yang benar dan kefanatikan pada ulama yang salah, sudah dibangun sejak lama salah satunya melalui jaringan televisi.

Perhatikan siaran agama di televisi televisi nasional. 

Benarkah siaran agama itu benar benar murni dari ide produser acara stasiun itu sendiri? Ataukah ada yang membeli slot slot acara supaya pembeli bisa mengatur dan mengarahkan, siapa ustad yang ditampilkan dan bagaimana dakwah diberikan?

Sebagai contoh acara pada waktu itu Khazanah di Trans TV yang mengatakan Maulid Nabi itu bidah.

Pernyataan ini sempat menimbulkan gejolak dan mengarahkan pandang Islam sesuai versi pembeli slot acaranya. Meskipun ada permintaan maaf dari pihak televisi, coba fikirkan.. benarkah semua itu hanya kesalahan belaka atau memang bagian dari sebuah rancangan untuk mengarahkan persepsi pemirsa yang rata rata awam terhadap agama Islam?

Sungguh Indonesia ini darurat sertifikasi ustad dan ulama. Jangan serahkan lagi gelar ini kepada masyarakat, karena masyarakat kita masih belum paham mengklasifikasikan mana yang benar benar ulama.

Semoga NU menjadi yang terdepan dalam menyikapi ini demi keutuhan negara kita. 

Jangan sampai ulama ulama yang benar di negeri ini bernasib seperti Syaikh Ramadhan Al Bouthi di Suriah, yang harus dibungkam dengan bom bunuh diri hanya karena berkata tentang persatuan...

Mari kita angkat cangkir kopi ini..

@denny siregar


Botol Air Mineral Disangka Miras Ramai Dibahas di Medsos

DUNIA HAWA — Netizen sedang ramai membahas botol air mineral lokal bermerek Equil di media sosial. Berwarna hijau dan berbahan kaca, botol tersebut disangka botol minuman keras.


Setidaknya, beberapa orang memiliki persepsi demikian sehingga menjadi pembahasan panjang dan masuk trending topic Twitter wilayah Indonesia, Selasa (29/11/2016).

Semua bermula dari foto dokumentasi rapat jelang Final Piala Presiden di Balai Kota DKI Jakarta pada pertengahan Oktober 2015. Rapatnya memang sudah setahun lalu, tetapi fotonya diangkat kembali oleh seorang netizen sehingga jadi ramai.

Rapat itu dihadiri Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal (sekarang Kapolri) Tito Karnavian, dan Ketua Steering Committee Turnamen Piala Presiden 2015 Maruarar Sirait.

Ketiganya tampak sedang mengobrol santai. Di meja mereka tersaji makanan dan minuman botol berwarna hijau. Lantas ada netizen yang berasumsi bahwa minuman botol itu tak lain adalah minuman keras.

"biar foto yang berbicara...
atas ketidak adilan yang terjadi di Indonesia. 
acara minum2 MIRAS bersama. akibat sering gaul sama aHOK.
.
hukum hanya tajam kebawah
tumpul keatas."


Begitu kutipan status Facebook akun bernama Jack. Status itu sendiri diunggah pada Kamis (24/11/2016) pekan lalu, pukul 17.08. Screenshot status tersebut kemudian disebar ke ranah media sosial lain, salah satunya Twitter.

Asumsi Jack nyatanya keliru, sebab botol yang ada di atas meja Ahok, Tito, dan Maruarar saat itu tak lain adalah botol air mineral Equil. Air minum tersebut memang kerap menjadi standar dalam rapat pejabat pemerintah.

Saat Susilo Bambang Yudhoyono masih menjabat Presiden RI, Equil sudah setia menemani rapat kabinet. Foto dokumentasinya pun masih ada dan dibagi ke Twitter oleh seorang netizen bernama @wito_karyono. 

Pengguna akun @wito_karyono heran karena pada zaman SBY tak ada yang bilang bahwa Equil itu botol miras. Paling tidak, status semacam yang dikeluarkan "Jack" seharusnya tak muncul di ranah maya.

Bukan cuma @wito_karyono yang heran dengan anggapan Equil sebagai botol miras. Netizen lainnya berbondong-bondong menulis status soal keprihatinan dan keheranan mereka. Ada pula yang melontarkan kicauan bernada sindiran yang berbau guyonan.

Ada pula yang berusaha menjelaskan bahwa Equil itu bukan miras. Salah satunya ditulis oleh pengguna akun @hansdavidian, "Ada yg tetep ngotot tu Equil miras soalnya tutup botolnya kuning bukan putih. Mas, mbak itu kuning penanda jenis sparkling".

Setelah ramai disebutkan bahwa Equil itu bukan miras, ada yang mengganti topik dengan menyayangkan penggunaan produk impor. Padahal, Equil sendiri merupakan produksi dalam negeri, tepatnya dari daerah Sukabumi, Jawa Barat.

Klaim tersebut pun langsung ditanggapi para netizen di Twitter. Salah satunya dikicaukan oleh Yulia Suryan. "Aer mineral Equil itu sumber aernya dr gunung salak, pabriknya di cimelati, sukabumi kampung gw, kl libur2 mau maen sana gw anter deh," tulis Yulia di akun @Yuliaa007.

Kicauan-kicauan seputar topik air mineral "hijau" ini masih ramai berseliweran di Twitter. Untuk melihatnya, silahkan cari dengan kata kunci, equil miras dan equil sukabumi di search.twitter.com.

@tekno.kompas


Tuesday, November 29, 2016

Dongeng Kangen Water

DUNIA HAWA - Sudah lama saya ditanyai soal khasiat kangen water. Baru sekarang sempat menulis jawabannya. Pertama, cara membacanya adalah kan-gen, bukan kangen yang artinya rindu dalam bahasa Indonesia. Kan-gen ditulis 還元 dalam bahasa Jepang. Artinya kembali ke asal.


Produk ini sama sekali tidak mencerminkan mereknya. Kalau yang dimaksud asal adalah air alami, produk ini sama sekali tidak alami. Air yang alami adalah air yang disusun dari molekul H2O, dengan pH 7. Adapun air ini, ia diolah dengan eletrolisis, menjadikannya banyak mengandung ion OH-, sehingga pH-nya naik, sampai 8-9. Cuma itu.

Air yang diionisasi (sering disebut alkaline water) ini diklaim berkhasiat baik untuk tubuh. Di antara khasiatnya adalah, mencegah kanker. Katanya, sel kanker tidak bisa tumbuh dalam lingkungan basa. Sebenarnya, semua sel tubuh tidak bisa tumbuh dalam lingkungan basa. pH normal dalam tubuh kita adalah 7,35 - 7,45. Bila terjadi ketidak seimbangan, maka tubuh kita akan melakukan penyesuaian, sampai tercapai lagi kondisi itu.

Tapi, apa yang terjadi bila kita minum air dengan pH 8? Tidak ada. Air yang kita minum akan berinteraksi dan bereaksi dengan zat-zat lain dalam tubuh kita, seperti air liur dan cairan tubuh. Ia akan diubah menjadi air dengan pH 7,35 sampai 7,45 tadi.

Kangen water ini hanyalah teknik marketing, dengan jargon-jargon ilmiah yang sama sekali tidak ilmiah. Ini disebut pseudoscience. Perlu dicatat bahwa penjual mesin ionisasi air ini tidak hanya Kangen, tapi ada banyak merek lain seperti Esentia, Eternal, dan sebagainya.

Artinya, kalau Anda beli air ini, Anda membeli air dengan harga yang sangat muaaahaalll.

@hasanudin abdhurakhman, phd


Ideologi-Psikologi Konflik Israel-Palestina

DUNIA HAWA - "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. QS. al-Baqarah (2) : 120."


“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga kaum muslimin memerangi orang-orang Yahudi dan membunuh mereka sehingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, kemudian batu dan pohon berkata, ‘Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Orang Yahudi ini di belakangku, kemarilah, bunuhlah dia!” Kecuali gharqad, karena ia adalah pohon orang Yahudi.” 

Dua dalil itu adalah pegangan utama kaum muslim dalam memandang konflik Israel-Palestina. Termasuk muslim Palestina sendiri, utamanya yang berada di Gaza, yang dikuasai Hamas. Israel adalah Yahudi, musuh abadi. Konflik ada di sekitar Baitul Maqdis, yang dalam keterangan lain merupakan ciri konflik akhir zaman.

Intinya, bagi muslim tidak ada perdamaian dengan Yahudi. Lawan terus sampai menang, atau sampai mati. Tidak ada kompromi. Juga tidak perlu pilih-pilih. Militer atau bukan, tetap Yahudi yang layak dibinasakan.

Saya tidak tahu bagaimana ayat-ayat kitab suci Yahudi yang dipakai Israel dalam melihat konflik ini. Tapi mereka paham betul soal ideologi-psikologi tadi. Maka pihak Israel juga tidak memberi ampun. Mereka berhadapan dengan orang-orang yang bertekad membasmi mereka. Apa yang bisa dilakukan selain bertindak tanpa ampun? 

Maka kita selalu melihat pertunjukan berulang. Hamas menembakkan roket ke wilayah Israel. Lalu Israel membalas dengan serangan brutal. Rumah-rumah penduduk juga dihajar sampai luluh lantak. Kenapa? Karena roket juga ditembakkan dari pemukiman sipil.

Lalu ada melodrama mengutuk Israel yang katanya keji itu. Keji? Ya, memang keji, karena mereka menyerang secara brutal. Tapi pernahkah kita juga berpikir bahwa yang berniat menghabisi umat lain itu juga sangat keji? 

Yang dilakukan Israel memang membuat kita mesti geleng-geleng kepala. Mereka membangun tembok batas, memeriksa setiap orang, menangkap dan memenjarakan orang. Keji. Tapi adakah pilihan lain ketika mereka berhadapan dengan orang-orang yang berniat memusnahkan mereka? 

Maka konflik itu tidak akan pernah reda. Perdamaian tidak akan pernah ada. Ironisnya, orang-orang Islam terus meratapi korban-korban muslim yang berguguran. Tapi mereka tak mau menyadari bahwa korban-korban itu gugur akibat cara pandang kaum muslim juga. Itu adalah ongkos yang harus dibayar karena mereka mengimani dalil-dalil di atas.

Makanya saya katakan, saya akan meninggalkan dalil, kalau iman saya terhadap dalil-dalil membuat hidup saya atau hidup orang lain menderita.

@hasanudin abdurakhman, phd


Fitnah Terbaru : Kapolri Minum Miras Bersama Ahok

DUNIA HAWA - Hadoooh kubu anti Ahok ini kok parah betul ya kadar pengetahuannya.


Di media sosial, beredar gambar Kapolri sedang ngobrol dengan Ahok.

Foto ini dikomentari karena di meja terlihat ada botol berwarna hijau.

Si komentator anti Ahok ini dengan heroik menulis: 

"biar foto yang berbicara.
atas ketidakadilan yang terjadi di Indonesia.
acara minum2 MIRAS bersama, akibat gaul sama AHOK" 

MIRAS?


Hmmmm ternyata botol yang ada di foto itu adalah botol Equil.
Hmmmm Equil adalah air mineral.


Sekian ceritanya.

@ade armando

Dituduh Dibayar Ahok Rp 1 M, Penulis Ini Justru Ikut Menyumbang

DUNIA HAWA - Seorang penulis, Denny Siregar, bercerita kepada calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tentang tuduhan orang terhadap dirinya. Di media sosial, dia sering disebut buzzer yang dibayar Rp 1 miliar oleh Basuki atau Ahok.


"Pak Ahok kan saya dibilang buzzer nih, dibayar Rp 1 miliar. Saya mau nagih nih, Pak, sekarang he-he-he...," ujar Denny bergurau di Rumah Lembang, Menteng, Selasa (29/11/2016).

Ahok pun tertawa mendengar Denny. Namun, ternyata itu semua hanya gurauan. Denny justru ingin menyumbang hasil penjualan bukunya untuk membiayai kampanye Ahok.

Ahok sempat menolak uang tersebut jika diberi dalam bentuk tunai. Ahok pun menyampaikan, dia suka heran dengan orang-orang yang menuduhnya membayar buzzer.

"Rata-rata orang itu lucu ya, yang bela saya di sosial media pasti dituduh dibayar Ahok. Padahal sekarang Ahok dibayar sama Bapak Ibu lewat sumbangan," ujar Ahok.

Kata Ahok, bahkan mobil yang dia gunakan sehari-hari disewakan oleh Teman Ahok dengan menggunakan uang sumbangan. Menurut dia, ini merupakan esensi dari partisipasi masyarakat.

Ahok bercerita adanya seorang ibu yang ingin sekali menyumbang meski hanya Rp 10.000.

"Orang bertanya 'kok bisa ya orang yang ekonominya lemah, masih mau sumbang kamu?'. Saya bilang, kalian enggak ngerti. Rakyat kita yang paling bawah pun mengerti sekali arti gotong royong," ujar dia.

@megapolitan.kompas


Qatar, “Negara Muslim” Tanpa “Lembaga Ulama”

DUNIA HAWA - Jika Libanon adalah negara mayoritas Muslim dengan struktur pemerintahan yang unik karena mengikuti “sistem konfesionalisme” untuk bagi-bagi kekuasaan antara Sunni, Shiah, Kristen, dan berbagai kelompok agama lain dalam struktur pemerintahan, maka Qatar memiliki keunikan sendiri, yakni negara ini tidak memiliki “lembaga ulama kolektif” (semacam MUI di Indonesia) maupun “Grand Mufti” (seperti di Saudi atau Yarusalem). 


Sepertinya Qatar (Daulat Qatar), yang berbatasan dengan Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Iran ini, tidak begitu menganggap penting dengan lembaga ulama. Meskipun Qatar yang dipimpin oleh “Dinasti Al Thani” (anak-cucu Shaikh Jassim bin Muhammad Al Thani) “formalnya” mengikuti “Wahabisme” tetapi prakteknya cukup “liberal-sekuler”. Dengan kata lain, “de jure” agamis (misalnya, Hukum Islam dijadikan sebagai salah satu basis sistem perundang-undangan, selain “hukum sipil”), de facto “sekuler.” Karakter masyarakatnya agak mirip-mirip dengan Turki. 

Perempuan sangat maju disini dan menjadi tokoh di berbagai bidang. Perempuan juga boleh menyetir mobil dan pergi sendiri tanpa harus ditemani muhrim. Perempuan di Qatar mengenakan abaya dan hijab tetapi abaya dan hijab yang sangat modis dan modern. Mereka juga tidak mengenakan cadar (burqa, niqab, atau himar). Pemerintah juga membolehkan warga non-Muslim untuk mengonsumsi alkohol (beer, wine, tequila, dlsb) dan daging babi. Berbagai pertunjukan dan gedung seni serta museum seni kelas dunia bertaburan di Qatar. 

Menarik untuk dicermati bahwa Kementerian Islam dan Wakaf baru dibikin 22 tahun setelah Qatar merdeka pada 1971. Sementara fakultas-fakultas syariah yang jumlahnya tidak seberapa di Qatar, mahasiswanya didominasi oleh kaum perempuan yang kelak menjadi guru atau pegawai pemerintahan ketimbang menjadi “ulama” (clergymen/clergywomen) atau sarjana agama. Para “sarjana agama” kebanyakan menempuh karir sebagai hakim agama (qadi) di berbagai lembaga peradilan agama. 
Karena minimnya “kampus agama” di Qatar, maka para calon “sarjana agama” yang akan menjadi calon hakim agama itu pada umumnya belajar Islam di Mesir (Universitas Al-Azhar), bukan di Saudi (seperti Universitas Islam Madinah atau Imam Muhammad bin Saudi Islamic University). Kampus-kampus di Qatar kebanyakan adalah “kampus-kampus sekuler” yang mengfokuskan pada bidang-bidang keilmuan non-agama (sciences, engineering, komputer, bisnis, dlsb). Qatar juga menjadi rumah bagi kamapus-kampus Barat. Banyak universitas-universitas di Barat yang membuka cabang disini (Goergetown, Texas A&M University, Northwestern University, Carnegie Mellon University, dlsb.)  

Sementara itu, sekolah-sekolah agama di Qatar berada di bawah Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Islam dan Wakaf. Menariknya lagi, para staf dan pengajar sekolah-sekolah agama ini juga bukan warga Arab-Qatar. Begitu pula para ulama atau sarjana agama tadi juga umumnya dari India, Pakistan, atau Arab non-Qatar. Warga Arab-Qatar sendiri kurang tertarik menekuni profesi “ahli surga” ini. Qatar memang salah satu negara dengan populasi migran terbesar di kawasan Arab dan Timur Tengah jadi wajar kalau banyak kaum migran yang dipekerjakan di berbagai sektor. Para elit Qatar hanya mengontrol politik-pemerintahan.  

Karakter Qatar yang “agamis tapi sekuler” ini tersyirat dari pernyataan salah satu ulama Qatar, Shaikh Abdul Hamid Al Ansari: “Saya menganggap diriku sebagai Wahabi tetapi ‘Wahabi modern’ yang memahami Islam dengan cara terbuka atau ‘open-minded’ karena dengan mentalitas keterbukaan inilah umat Islam akan bisa menghadapi dunia yang terus berkembang.”

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Monday, November 28, 2016

Surat untuk Fadli Zon


DUNIA HAWA

Pak fadli zon, wakil ketua DPR RI


Saya sangat memahami bahwa apa yang ada dipikiran anda akan selalu berseberangan dengan pemerintahan saat ini karena mungkin presiden anda juga Prabowo. Saya juga memahami bahwa sampai saat ini anda belum sanggup move on karena kekalahan presiden anda pada pilpres dua tahun yang lalu. Tapi saya juga memahami bahwa di dalam hati kecil anda, anda tahu apa yang dilakukan pemerintahan saat ini, yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, sedang berada di jalur yang tepat untuk pembangunan bangsa ini ke arah yang lebih baik tapi karena gengsi dan lingkungan membuat anda malu mengakuinya. Jujurlah.

Apa yang dilakukan Presiden Jokowi sepertinya anda anggap hanya sebatas pencitraan. Pencitraan dan cara kerja itu beda pak. Kalau pencitraan itu biasanya tidak akan bertahan lama. Sementara jika dilihat dari dulu, cara kerja Presiden Jokowi memang seperti itu. Jujur dan tidak dibuat-buat. Dan sekalipun itu adalah pencitraan, menurut saya tetap tidak masalah selama hal yang diucapkan sejalan dengan apa yang dilakukan.

Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi mendatangi Kemenhub karena ada operasi tangkap tangan (OTT) terkait pungli. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi, sebenarnya kedatangan Presiden adalah untuk melihat langsung sekaligus memperbaiki pelayanan publik di sana. Tidak bisa dipungkiri bahwa pungli seperti sudah mendarah daging bagi kebanyakan pejabat publik di negeri ini. Mereka seperti tidak pernah kenyang. Seharusnya rakyat tidak tertekan ketika berhadapan dengan pejabat pelayanan publik. Kedatangan Presiden setidaknya menunjukkan bahwa beliau serius memperbaiki pelayanan publik dan sekaligus sebagai simbol perlawanan terhadap pungli. Bukankah seorang Presiden sebagai pimpinan tertinggi memang seharusnya memastikan bahwa rakyat mendapatkan pelayanan yang baik? Dan hal itu pun anda katakan sebagai pencitraan karena kehadiran Presiden sama sekali tidak ada urgensinya.

Bagaimana bisa pungli yang sudah mendarah daging itu anda katakan tidak ada urgensinya? Saya yakin anda juga tahu kalau pungli-pungli masih banyak terjadi di pelayanan publik yang lain. Ini kan urusannya rakyat. Anda sendiri katanya wakil rakyat. Harusnya apa yang dilakukan Presiden ini anda dukung, terlepas sekalipun beliau bukan presiden anda. Janganlah anda langsung berpikiran negatif. Menurut saya hal tersebut bukan sama sekali ingin menutupi kasus yang lain. Presiden sendiri mengakui bahwa beliau mendapatkan banyak sekali laporan mengenai pelayanan publik yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, termasuk banyaknya pungli. Saya yakin suara lantang Presiden Jokowi yang mengatakan “stop pungli!” akan mampu mendobrak hati pejabat-pejabat publik yang selama ini masih suka “bermain” untuk setidaknya berpikir beberapa kali untuk melakukan pungli.

Untuk pak fadli zon, tetaplah seperti itu karena seperti bahasa sebuah iklan, “ga ada lo ga rame”.

@alfian pandia



SBY Provokasi Lagi, 212 Terancam Rusuh Seperti 411

DUNIA HAWA - Menjelang demo 2 Desember, hari ini 28 November SBY kembali melakukan provokasi. Berbeda dengan sebelumnya yang menggelar keterangan pers, kali ini SBY hanya menuliskannya. Dari analisis Pakar Mantan, SBY tidak melakukan keterangan pers seperti sebelumnya untuk menghindari dari serangan bully terhadap dirinya. Hal ini sempat dicurhatkan oleh SBY dalam catatannya:


“Saya masih ingat ketika saya melakukan klarifikasi atas informasi yang sampai ke pusat kekuasaan bahwa seolah Partai Demokrat terlibat dan SBY dituduh membiayai aksi damai 4 November, saya diserang dan dihabisi tanpa ampun.”

Ya, mayoritas rakyat Indonesia membenci SBY karena keterangan persnya lebih banyak bermuatan provokasi, bukan klarifikasi.

Jadi sekarang masuk akal kenapa SBY tak berani menggelar konferensi pers lagi, sebab pasti akan dibully. Sebab apa yang disampaikan SBY juga sama-sama berisi provokasi menjelang 2 Desember. Untuk itu SBY memilih menuliskan catatan dengan harapan tak terlalu dibully, sementara pesan provokaatifnya bisa sampai pada massa militan SBY yang selama ini berada di bawah naungan majelis dzikir. Cerdas sekali, kalau tak mau disebut licik.

SBY kembali memprovokasi dengan menyatakan bahwa apa yang dijanjikan oleh Jokowi dan JK dalam kasus Ahok akan diproses dan diselesaikan secepatnya, dinilai terlambat.

“Nampaknya sudah terlanjur terbangun mistrust (rasa tidak percaya) dari kalangan rakyat terhadap negara, pemimpin dan penegak hukum. Sudah ada trust deficit,” tulis SBY.

Kalimat provokatif ini merupakan tuduhan tidak mendasar yang kemudian dikemas dalam bentuk opini atau klaim. Liciknya, SBY juga terlihat sangat memahami para pendemo yang dikatakannya tidak surut dalam menuntut keadilan. Sementara kondisi sosial menurut klaim SBY sudah meningkat.

Dalam tulisan panjang kali lebarnya, SBY tidak sedikitpun punya niat menenangkan masyarakat yang sudah terpovokasi. SBY sama sekali tidak membahas bahwa Ahok sudah jadi tersangka dan meminta rakyat menahan diri atau mempercayakannya pada penegak hukum. Tidak ada.

Hanya sedikit saja disinggung bahwa kita diminta tidak melibatkan dunia internasional dan pelanggaran HAM terhadap Ahok. “biarlah para penegak hukum bekerja secara profesional, adil dan obyektif. Jangan ada pihak yang mengintervensi dan menekan-nekan,” tulis SBY. Pernyataan yang kontra dari sebelumnya karena mengklaim bahwa pendemo tidak surut, tapi kemudian meminta tidak ada intervensi. SBY ini mirip playboy cap kambing, menyatakan cinta pada Isyana tapi pada Jessica mengaku tidak bisa mencintai Isyana. Lihatlah, SBY beropini bahwa pihak pendemo tidak surut dan tetap mau berdemo, tapi di sisi lain mengharap tak ada intervensi. Coba bantu rakyat mengerti, sedikit saja. Sebenarnya SBY maunya apa?

Kalau SBY mau tak ada intervensi hukum, seharusnya opini yang disampaikan adalah mengharap pendemo tidak perlu turun pada 2 Desember nanti. Sebab Ahok sudah jadi tersangka, dan kalau masih ada demo berarti ada upaya intervensi. Bukan malah menggambarkan seolah-olah pendemo pantang mundur apapun yang terjadi. Apalagi mengompori bahwa rakyat sudah tidak percaya dengan Presiden dan penegak hukum, ini jelas perilaku sapi-sapian.

Bagaimanapun, pernyataan SBY ini mungkin biasa saja bagi kita. Sebab sebelumnya lebih provokatif. Sebagai rakyat kita hanya bisa percaya kepada Polri dan TNI bahwa negara ini tidak akan krisis. Tapi bagi Polri dan TNI, catatan SBY ini harus disikapi serius.

Kita harus ingat sebelum 4 November lalu, sebenarnya tensi politik sudah menurun setelah Jokowi mendatangi Prabowo. Namun kemudian memanas lagi setelah SBY memberikan keterangan pers “Sampai lebaran kuda massa tak akan berhenti demo.” Sekarang setelah Ahok dijadikan tersangka, tensi politik juga sudah jauh berkurang. Banyak masyarakat sudah mulai sadar bahwa mereka hanya dimanfaatkan oleh FPI.

Tapi sekarang SBY menuliskan catatan yang tak kalah provokatifnya menjelang 2 Desember. Artinya ada potensi kerusuhan kembali dan pengerahan massa yang dipelopori oleh FPI dan yang secingkrangan dengannya. Potensi itu harus diperhitungkan, jangan sampai lengah. Jika sebelumnya mereka menuntut Presiden Jokowi turun dan mau menduduki Istana serta gedung DPR, 2 Desember nanti ada kemungkinnan upaya-upaya seperti itu lagi.

Polri dan TNI tidak boleh terlalu percaya dengan orang-orang cingkrang. Mereka bilang damai, faktanya usil dan rusuh. Mereka bilang hanya menuntut proses hukum, faktanya mereka mau Jokowi lengser.

Begitulah kura-kura

@alifurrahman


Jelang Aksi 2 Desember, Densus 88 Tangkap Teroris Yang Akan Bom Gedung DPR

DUNIA HAWA - Densus 88 Antiteror Polri menangkap tersangka teroris bernama Rio Priatna (RPW) di Majalengka, Rabu (23/11/2016). Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Pol Rikwanto mengatakan, teroris asal Majalengka tersebut berniat melancarkan aksi di tempat-tempat sentral pemerintah.


Lokasi yang dia incar antara lain Gedung DPR, Mabes Polri, dan Markas Komando Brimob Polri. "Pada waktunya, sasaran akan ditujukan ke Gedung DPR, Mako Brimob, Mabes Polri, kedutaan tertentu, stasiun TV, tempat ibadah, dan kafe," ujar Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/11/2016).

Rencananya serangan akan dilakukan akhir tahun 2016. Rikwanto mengatakan, RPW dan jaringannya sengaja menyasar tempat-tempat yang berpengaruh di Indonesia.

Tujuannya, jika tempat-tempat itu berhasil diledakkan, maka mereka mendapat sorotan. "Seperti bom Thamrin kemarin, mereka menyasar keramaian, mereka berani meledakkan, dan berani mati, itu gemanya mendunia. Jadi, ada efeknya," kata Rikwanto.

Berdasarkan pemeriksaan sementara, para teroris sengaja mengincar simbol demokrasi. Rikwanto mengatakan, Gedung DPR merupakan simbol demokrasi.

Mabes Polri dan Mako Brimob mewakili tempat penegak hukum yang merupakan bagian dari demokrasi. "Karena kelompok radikal itu sangat antidemokrasi," kata Rikwanto.

RPW meracik sendiri bom itu di laboratorium kecil di rumahnya. Bahan-bahan kimia tersebut bisa didapatkan dengan mudah dengan harga yang terjangkau.

Saat Densus 88 menangkap RPW di rumahnya, berbagai bahan kimia turut disita. "Tinggal dikombinasikan dengan ditambah booster dan paku bisa menciptakan bom yang dahsyat," kata Rikwanto.

Pembuatan bahan peledak itu dilakukan berdasarkan pesanan dari anggota kelompoknya sendiri. RPW merupakan anggota kelompok teroris yang dipimpin oleh Bahrun Naim. Pemesan tersebar dari Pulau Jawa, Sumatera, hingga Nusa Tenggara.

"Dalam kegiatannya, dibantu beberapa rekannya yang masih dalam pencarian. Inisialnya sudah ada, tinggal pencarian," kata dia.

@dh©

KPK dan NU Sepakat Korupsi Sama dengan Menistakan Agama

DUNIA HAWA - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia atau Lakpesdam NU menerbitkan sebuah buku berjudul Jihad Nahdatul Ulama Melawan Korupsi. Buku ini hasil kerjasama Lakpesdam PBNU dan Komisi Pemberantasan Korupsi.


Dalam pembahasan bedah buku antara Lakpesdam NU dan Ketua KPK Agus Rahardjo, kepala Lakpesdam NU, Rumadi Ahmad mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama bersama komponen bangsa berkomitmen dalam hal pencegahan korupsi.

Menurut Rumadi, Nahdlatul Ulama sudah memutuskan dan menyerukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan musuh agama dan pada dasarnya seseorang yang melakukan korupsi adalah mereka yang juga menistakan agama.

"Intinya dalam buku ini Nahdlatul Ulama sudah menyerukan bahwa korupsi bukan saja musuh bangsa tapi musuh agama. Pada dasarnya dia sudah menistakan agama," kata Rumadi dalam diskusi bedah buku Jihad Nahdatul Ulama Melawan Korupsi di Gedung PWNU Banten, Jl. Raya Serang-Jakarta, Kota Serang, Banten, Sabtu (26/11/2016).

Menurut Rumadi, seorang muslim semestinya harus tersinggung saat melihat muslim lainnya korupsi karena ia juga sudah menistakan agama.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPK Agus Raharjo sepakat bahwa korupsi adalah bagian dari penistaan agama. Menurutnya, banyak ayat-ayat al Quran dan Hadis Nabi yang memberikan contoh bahwa korupsi betul-betul menzalimi masyarakat dan menyengsarakan.

"Korupsi tak hanya menzalimi masyarakat tapi juga menzalimi dan penistaan agama. Banyak ajaran berupa ayat atau hadis yang mengajarkan tentang larangan korupsi," ujar ketua KPK Agus Raharjo. 

Dalam kesempatan tersebut, Agus Raharjo juga mengajak masyarakat untuk turun tangan langsung dalam hal pencegahan korupsi. KPK menurut Agus, terus berupaya dalam hal pemberantasan korupsi dan menaikkan indeks korupsi negara Indonesia. Walaupun masih di bawah negara seperti Singapura dan Malaysia, menurut Agus, indeks korupsi di Indonesia setiap tahun menunjukkan perbaikan.

"Yang terpenting adalah gerakan masyarakat dalam pencegahan. Untuk penindakan itu urusan aparat penegak hukum. Kita berupaya melakukan pemberantasan tapi perlu dukungan dari masyarakat," kata Agus. 

@dh©

Republik Ini Bukan Cuma Milik FPI

DUNIA HAWA - Kabar tentang dugaan tentang adanya rencana menggoyang pemerintahan Joko Widodo juga menggema di daerah. Di Kabupaten Banyumas, bermunculan berbagai spanduk beruliskan dukungan untuk presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi itu.


Di Purwokerto pun muncul spanduk dukungan untuk Jokowi. Spanduk-spanduk itu terpasang di sejumlah lokasi strategis. Sebagian besar spanduk bertuliskan dukungan untuk Jokowi dengan hastag #pasangbadanutkjokowi.

Dari pantauan Radar Banyumas (Jawa Pos Group), spanduk-spanduk ituterpasang di beberapa titik seperti Simpang Kebondalem, Pertigaan GOR Satria, hingga di Perempatan Kaliputih. Tulisan yang tertera pada spanduk tersebut antara lain Banteng Banyumas Siap Pasang Badan untuk Jokowi dan Republik Ini Milik Semua Golongan bukan Cuma Milik FPI. Semuanya mengusung tanda pagar atau tagar #pasangbadanutkjokowi.

Selain itu juga ada tulisan Ahok Sudah Tersangka Untuk Apa ke Jakarta dari Laskar Cinta Damai Banyumas. Ada pula spanduk bertuliskan desakan agar Ahmad Dhani diproses hukum karena menghina Presiden Jokowi.

Meski demikian, sampai saat ini belum diketahui pemasangnya.  Salah satu warga, Wahyu Indra Kusuma mengatakan spanduk-spanduk itu sudah ada sejak minggu lalu. Namun, dia mengaku tidak mengetahui pihak yang memasangnya.

“Saya lihat di Simpang Kaliputih, kalau tidak salah sejak Jumat lalu (18/11). Tapi ternyata tidak hanya di situ saja. Ada beberapa spanduk serupa di titik-titik lain,” katanya.

Meski demikian, katanya, keberadaan spanduk-spanduk iyu juga tak dipersoalkan warga. Hanya saja dia juga mengatakan, keberadaan spanduk-spanduk itu memang membuat warga bertanya-tanya.

“Tapi bagi yang tidak tahu kan jadi bertanya-tanya sebenarnya ada apa, karena yang lagi ramai kan malah kasus Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama, ted),” ujarnya.

Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPC PDIP Banyumas Jarot C Setyoko mengatakan, tidak ada instruksi mengenai pemasangan spanduk tersebut. Pihaknya juga tidak mengetahui siapa yang memasang spanduk-spanduk itu.

“Secara organisasi tidak ada instruksi dari pusat, sehingga kami juga tidak tahu. Menurut saya sangat wajar kalau spanduk itu muncul, karena basis dukungan massa di Banyumas untuk Jokowi sangat besar,” katanya.

Dia menjelaskan, saat ini di Banyumas memang banyak kelompok-kelompok nasionalis atau relawan pendukung Jokowi. Oleh karena itu, katanya, keberadaan spanduk-spanduk itu merupakan hal wajar.

“Secara historis, Banyumas menjadi kabupaten penyumbang suara terbesar nomor dua di Indonesia untuk Jokowi, khususnya pada tahun 2014 lalu,” jelasnya.

@dh©

FPI Ngotot Sholat Jumat di Jalan Raya, Begini Jawaban Telak Kapolda Metro Jaya

DUNIA HAWA - Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mochamad Iriawan meminta masyarakat tidak melakukan sholat Jumat berjamaah di sepanjang Jalan Sudirman dan Thamrin pada 2 Desember 2016 mendatang.


Ia menjelaskan, jika massa menggelar sholat Jumat di jalan, maka akan mengganggu ketertiban lalu lintas. Sebab, di ruas jalan tersebut banyak masyarakat lainnya yang beraktivitas.

"Sholat Jumat ada tempatnya, jelas para tokoh-tokoh Islam menyampaikan sholat Jumat itu tempatnya di masjid. Enggak pernah ada sejarahnya sholat Jumat di jalan raya. Jalan itu kan dipakai untuk kepentingan umum, ada yang mau bekerja, mau sekolah, mau ke rumah sakit, mau beraktivitas," ujar Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Jumat (25/11/2016) malam.

Iriawan berharap masyarakat memahami hal tersebut. Menurut dia, para tokoh agama juga telah menyarankan agar melakukan sholat Jumat di masjid.

"Ya mereka harus mengertilah, kan semua sudah menyampaikan, siapa lagi yang mau didengar? MUI sudah menyampaikan, NU sudah menyampaikan, Muhammadiyah sudah menyampaikan, ormas Islam sudah menyampaikan, ya sudah lah," ucapnya.

Iriawan meyampaikan, polisi telah menyiapkan langkah antisipasi jika massa tetap bersih keras menggelar sholat Jumat di jalan raya. Salah satu caranya adalah menggiring massa ke masjid-masjid terdekat.

"Kami akan melakukan penyekatan untuk kita arahkan ke masjid," kata Iriawan.

Adapun aksi pada 2 Desember 2016 mendatang adalah aksi lanjutan yang akan dilakukan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) bersama organisasi masyarakat lain.

Aksi tersebut rencananya digelar di sepanjang Jalan Sudirman hingga Jalan MH Thamrin. Sebelum melakukan aksi, pedemo akan menggelar shalat Jumat dengan posisi imam dan khatib di Bundaran Hotel Indonesia.

Tujuan aksi ini adalah meminta kepolisian menahan tersangka kasus dugaan penistaan agama, Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

@kompas

Terkait Pembubaran FPI, Ini Jawaban Tegas Kapolri Tito Karnavian

DUNIA HAWA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut pembubaran organisasi masyarakat (Ormas) tidak bisa dilakukan begitu saja. Menurutnya, perlu alasan kuat termasuk legitimasi hukum atau legitimasi publik untuk membubarkan ormas yang dirasa meresahkan.

Kapolri Minta Dukungan Masyarakat Indonesia untuk Bubarkan Ormas Garis Keras

DUNIA HAWA - Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, kunci pembubaran organisasi masyarakat garis keras ada dua, yaitu adanya legitimasi hukum dan legitimasi publik.


"Perlu ada dua langkah, satu ada legitimasi hukum dan legitimasi publik. Apakah ada aturan-aturan yang memang perlu ormas ini dibubarkan," kata Tito menjawab pertanyaan peserta Kongres XVII Muslimat NU di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (25/11) 

Dalam membubarkan suatu ormas garis keras, menurut Tito, ormas tersebut harus melanggar hukum. Setelah itu, masyarakat juga harus mendukung apapun sanksi yang diberikan kepada ormas, dari sanksi ringan hingga pembubaran.

"Ini dilematis, kita ingin tegas, tapi tolong dukungan dari masyarakat. Kita cari fakta-fakta apakah ormas ini melakukan pelanggaran hukum atau tidak, dan perlu dukungan kuat dari publik," kata Tito.

Tito bercerita, dalam kasus orasi Ahmad Dhani saat demo 4 November lalu, polisi memanggil beberapa saksi termasuk dari pihak Front Pembela Islam. Tapi, kata Tito, polisi mendapatkan sorotan negatif dari pemanggilan itu.

"Kemarin kasusnya Ahmad Dhani, kita undang beberapa FPI untuk bersaksi, tapi tidak datang. Tersebar di medsos katanya ini kriminalisasi umat Islam. Padahal ini baru saksi kan," pungkasnya. 

@detik-cnn

Terjepit Karena Fitnah, Akhirnya SBY Ungkap Skenario Penjatuhan Jokowi

 DUNIA HAWA - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyoroti aksi sebagian umat muslim yang menuntut keadilan atas kasus Basuki Tjahaja Purnama. SBY juga melihat masalah itu kini malah mengarah ke Presiden Jokowi.


"Saya mengikuti berbagai spekulasi yang menurut saya menyeramkan. Apa itu? Muncul sejumlah skenario tentang penjatuhan Presiden Jokowi," kata SBY dalam keterangan yang, Senin, 28 November 2016.

SBY mengemukakan bahwa pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian tentang rencana makar menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Dia pun mengungkapkan informasi yang ia dengar tentang skenario pendongkelan Jokowi.

"Di samping ada pihak di luar kekuasaan yang berniat lakukan makar, menurut rumor yang beredar, katanya juga ada agenda lain dari kalangan kekuasaan sendiri," kata SBY.

Menurut SBY, skenario yang kedua itu digambarkan sebagai akibat dari adanya power struggle (perebutan kekuasaan) di antara mereka. Namun, ia mengaku kurang percaya.

Pertama, kata SBY, saat ini tak ada alasan yang kuat untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Kedua, dia mempertanyakan apakah sebegitu nekat gerakan rakyat yang tidak puas itu sehingga harus menjatuhkan Presiden dengan cara makar?

Dan ketiga, jika ada pihak di lingkar kekuasaan yang sangat berambisi dan tidak sabar lagi untuk mendapatkan kekuasaan, SBY juga bertanya apakah mereka kini sudah gelap mata sehingga hendak menjatuhkan Presiden, pemimpin yang mengangkat mereka menjadi pembantu-pembantunya.

"Memang sekarang ini namanya fitnah, intrik, adu domba dan pembunuhan karakter luar biasa gencarnya. Termasuk ganasnya ‘kekuatan media sosial’ yang bekerja bak mesin penghancur," kata SBY.

Akibat media sosial itu, lanjut SBY, banyak orang menjadi korban, termasuk dirinya. Dia juga mengungkapkan banyaknya bisikan maut, bahkan termasuk spanduk, yang mengadunya dengan Jokowi.

"Sebagai veteran pejuang politik saya punya intuisi, pengalaman, pengetahuan dan logika bahwa banyak fitnah yang memanas-manasi Presiden agar percaya bahwa SBY hendak menjatuhkan Presiden, tidak selalu berasal dari pihak Pak Jokowi. Luar biasa bukan?" kata SBY

@dh©

Sunday, November 27, 2016

Ahok Menempati  Urutan Teratas Disurvei , Link  Polling di HMI Dihapus

DUNIA HAWA - HMI membuat survei tentang pilkada DKI di website resminya, dengan alamat pbhmi.or.id. Entah mengapa tiba-tiba link dimana polling tersebut tiba-tiba menghilang, karena otak otak saya waras walaupun Cuma dikit, saya berani bilang, link polling dihapus.


Mengapa polling tersebut dihapus?, nah itu yang harus kita cari tahu, sebelumnya saya sebagai pengamat kelas coro pernah mencari tahu apakah pendukung Ahok di DKI menurun pasca Ahok menjadi tersangka, karena banyak kabar berlalulalang di medsos elektabilitas Ahok menurun, dan data yang saya dapatkan ternyata tetap Ahok unggul, itu dapat dilihat ramainya warga saat Ahok datang

Kita langsung saja ke mengapa link polling di website resmi HMI yang berjudul : Siapa Gubernur DKI Pilihan Anda ?. Jika dipikir secara nalar dan menggunakan akal sehat menurut para pembaca mengapa link tersebut dihilangkan? Jika menurut saya, kemungkinan karena hasil polling tidak sesuai dengan seperti yang mereka harapkan.

Mengapa saya berani berkata demikian?, karena saya melihat dari kejadian aksi damai yang dilakukan pada tanggal 4 November 2016, dimana ada anggota HMI yang ditanggkap karena melakukan provokasi pada aksi damai 411  tersebut. Dari situ dapat kita simpulkan sendiri keinginan terbesar HMI apa.

Yuk kita langsung saja ke link dimana polling tersebut sebelumnya dibuat yaitu di www.pbhmi.or.id/polling-pilgub-dki-jakarta , maka disitu akan muncul eror 404 page not found, karena link sudah dihapus.

Walaupun link sudah dihapus tetapi kita bisa melihat data tersebut di cache, bisa teman-teman lihat disini, maka akan ada tampilan seperti gambar dibawah ini, dimana dibawah tombol vote ada tulisan view results, maka jika diklik akan menampilkan hasil dari polling tersebut, dan kira-kira apa yang terjadi?



Ternyata benar hasil perolehan pasangan Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful menempati urutan pertama atau memperoleh hasil yang paling tinggi, diikuti oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada urutan ke duua, lalu pada urutan ketiga ditempati oleh pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

Dari total votes 17.441, Pasangan Ahok-Djarot mendapatkan 93,29% ( 16.271 votes), sedangkan pasangan Anies-Uno mendapatkan 3,81 % ( 664 votes), sedangkan pasangan Agus-Sylvi mendapatkan 2,9 % ( 506 votes).

Dari situ bisa kita lihat, bahwa kenyataan tidak sesuai dengan harapan bukan?. Dalam hati saya berkata,” kan baru sedikit peserta votesnya kok udah dihapus?”, seperti orang gila, lalu saya berfikir dan menjawab sendiri pertanyaan saya tersebut, “ jika link polling tersebut tidak dihapus, dan peserta polling semakin banyak, maka itu akan menjadi boomerang sendiri bagi si pembuat polling, dan yang pasti bisa bikin tambah stress, karena ternyata Ahok-Djarot memiliki peluang besar menjadi Gubernur, bisa-bisa mubajir dong demo minta Ahok dipenjara”, itulah jawaban saya dari pertanyaan saya, jika menurut para pembaca bagaimana?

@cak anton


2 Kali Absen, Kenapa Agus dan Timses Takut ke Mata Najwa?

DUNIA HAWA - Beberapa hari yang lalu Mata Najwa sempat mengundang ketiga timses di Pilgub Jakarta. Namun saat itu Timses Agus tidak hadir karena alasan sibuk. Kemudian malam ini saya lihat tayang ulang ultah Mata Najwa, ada Ahok dan Anies yang hadir di salah satu segmen. Yang menarik adalah, Najwa menjelaskan bahwa sebenarnya Agus juga diundang, namun tidak hadir. Absennya Agus ini justru membuat banyak orang mengirimi chat pada saya. haha


Begini, sebenarnya Agus tidak dua kali absen, sebab yang pertama absen itu timsesnya. Lalu sekarang Agusnya. Beda. Tapi memang mereka semua satu kesatuan, sehingga kemudian tidak bisa dipisahkan.

Absennya Agus atau timsesnya di Mata Najwa mungkin akan membuat sebagian orang bertanya-tanya. Meskipun Mata Najwa tayang di Metro yang merupakan teve milik Surya Paloh dan Nasdem mendukung Ahok, tapi bagaimanapun ini media swasta terbuka. Timses Anies tetap hadir, Anies sendiri juga hadir. Jadi kalau ada yang berpikir karena Metro merupakan media ‘milik’ pendukung Ahok, ini sangat tidak masuk akal. Terbantahkan dengan hadirnya Anies dan Timsesnya.

Sampai di sini beberapa pembaca seword mungkin akan bertanya-tanya. Lalu alasan Agus dan timsesnya tak datang ke Mata Najwa? Dalam kacamata Pakar Mantan, ada dua kemungkinan.

Pertama, Agus kapok datang ke Mata Najwa. Karena di kunjungan perdananya sebagai calon Gubernur, Agus babak belur tak bisa menjawab pertanyaan Najwa. Bahkan Agus membuka aib dirinya karena tidak tau tentang visi misinya menjadi Calon Gubernur.

Sepulang dari Mata Najwa, nama Agus mendapat nilai negatif dari masyarakat. Satu Indonesia jadi tahu bagaimana sikap dan tingkah anak mantan Presiden 10 tahun ini. Masyarakat juga jadi sadar, bahwa memang tidak ada alasan paling logis atau faktor pendukung selain Agus bisa maju sebagai Cagub karena merupakan anak ketum Parpol. Jika bukan anak ketum Parpol, Agus dapat dipastikan tak akan bisa maju. Pasti. Sebab yang mantan menteri saja tak mampu maju, apalagi mayor?

Nah, efek negatif ini pasti sudah disadari oleh SBY sang bapak. Dia tentu tak mau anaknya kembali babak belur di Mata Najwa. Jadi lebih baik tidak hadir. Lebih tidak melakukan apa-apa daripada menjadi lebih buruk. Salah satu karakter politik SBY selama 10 tahun terakhir. Lebih baik urusi album lagi, aman damai, tak perlu perbaiki ekonomi, hukum dan sebagainya sebab berpotensi dibenci orang.

Apalagi pasca demo 4 November, banyak indikator mengarah pada SBY dan anaknya. Curhat SBY lewat keterangan pers, video Agus makan bersama bibib bibib, sampai beredarnya chat instruksi timses dalam mengatur pendemo merupakan sejumlah isu hangat yang beredar di kalangan masyarakat. Kalau timses atau Agus sendiri yang datang ke Mata Najwa, hampir pasti ini akan ditanyakan. Dan Agus maupun timsesnya, bahkan SBY sekalipun, tak akan mampu menjawab pertanyaan Najwa.

Kedua, ada kemungkinan Agus dan timsesnya tidak mampu untuk berada di tempat umum untuk bersaing secara terbuka. Patut dicatat, Agus mau datang ke Mata Najwa karena dia diundang secara khusus, didampingi para relawan dan politisi pendukung seperti Roy Suryo dan sejenisnya. Tapi ketika Agus harus duduk bersama Ahok atau Anies, dia tidak berani hadir. Sebab itu ruang terbuka, lagipula Agus tidak bisa membawa pendukungnya ke studio. Saya pikir itu juga yang terjadi pada timsesnya. Mereka enggan hadir di tempat umum dan terbuka.

Terlepas apakah kemungkinan nomer satu atau dua yang benar, itu jadi tak terlalu penting. Pada intinya Agus dan timsesnya cukup ketakutan untuk hadir di Mata Najwa. Yang menjadi point menarik dari kacamat Pakar Mantan justru pepatah ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitulah Agus, begitu pula SBY.

Saya jadi teringat SBY yang menolak hadir ke Kick Andy karena tidak mendapat bocoran pertanyaan yang akan diajukan oleh Andy F Noya. Sekarang Agus juga tidak hadir ke Mata Najwa dengan kemungkinan terlogis karena takut mendapat pertanyaan-pertanyaan yang membuat citranya semakin buruk, atau takut karena tidak ada penonton pendukungnya.

Begitulah kura-kura.

pakar mantan

@alifurrahman


Ada Apa Dengan Pasangan Calon Nomor 2 dan Tim Horenya?

DUNIA HAWA - Ada yang tanya mengapa Paslon 2 sepi atau tidak semeriah Paslon 1 & 3? Padahal saat 2012 ramai dengan aksesoris seperti baju kotak-kotak, mobil, cindera mata dan seterusnya. Sementara sekarang Paslon 1 & 3 eksis bukan main.


Sebenarnya ada perbedaan mencolok dalam pilgub kali ini. Di antaranya:

1. Paslon 2 ini sudah sering sekali disorot oleh media.


Baik media sosial ataupun media elektronik. Saya pernah mengatakan bahwa bahkan demo di jalan tidak lagi menjadi cara efektif dalam menyampaikan aspirasi pada zaman yang semakin canggih ini. Apalagi hanya sekedar kampanye. Pesannya kadang tidak sampai karena banyak yang salah fokus.

Saya perhatikan tim sukses paslon 2 ini lebih banyak menggunakan ide-ide kreatif di media sosial. Iya dong, masa’ kalah sama emak-emak yang demo masak di Youtube saja laris manis? 

Kalau dikatakan masalah dana sehingga tidak bergerak? Tim sukses paslon 2 lebih pintar mendapatkan uang dengan cara-cara kreatif daripada harus menunggu diberikan dana dulu baru bergerak.

Ehm, Ahok kan sudah pernah bilang bahwa beliau tidak mau keluar uang untuk kampanye. Katanya sudah capek kerja koq mau keluar uang lagi? Lha, memangnya harta Ahok seberapa sih dibanding harta Sandiaga Uno? Pak Ahok hanya punya harta 20an M. Sandiaga Uno? Trilyunan!! Pasangan satunya? Bisa dikata banyak pemodalnyalah. Jadi kalau tim sukses lain hura-hura itu wajar!

Tim sukses Ahok malah aji mumpung dari potensi mereka masing-masing. Dimana ada momen, di situ ada duit. Mata duitan boleh, tapi bermental pengemis tidak boleh. Hihihihi.  Jadi untuk tim hore yang inovatif & budiman, jangan harap mau dikasi uang. Kalau potensi diri bisa digunakan untuk mendukung kandidat favorit, itu jauh lebih baik & berjangka panjang. Siapa tahu kan selesai pilgub nanti banyak pesanan. Kalau yang hobi ciptakan lagu ya bikin lagu. Tinggal cari teman yang punya hobi nyanyi di kamar mandi. Siapa tahu selesai pilgub kalian tenar. Kalau hanya tunggu dana saja ya kalau habis, selesai.

Lagi pula, gambar & video, apalagi jika itu bersifat testimoni, tentunya bisa membakar semangat & menyentuh hati setiap orang yang melihatnya. Daripada hanya sekedar bergerombol biar ramai. Foto nenek-nenek yang lagi memeluk pak Ahok seperti memeluk boneka Teddy Bear saat Ahok blusukan saja sudah bisa bicara banyak koq. Apalagi video-video lainnya yang banyak diisi testimoni emak-emak. Iya dong, terasa banget perubahan managemen rumah tangga ketika Ahok memimpin. Karena tidak lagi mengantri di Pegadaian untuk menggadaikan emas & perhiasan demi biaya sekolah anak. Pokoknya ibu-ibu bisa tetap dandan maksimal di era Ahok. 

2. Bukti nyata berbicara lebih keras


Logikanya, kalau belum ada bukti nyata, sudah pasti mulut harus ribut mengsosialisasikan program kan? Ya mau tidak mau harus eksis demi menciptakan daya tarik dengan keramaian agar bisa menarik perhatian untuk didengar.

Nah, masalahnya Ahok kan sudah kasi bukti. Ya mau bicara program sampai berbusa-busa juga hanya akan membuang-buang energi. Karena sudah jelas, program yang sudah ada tinggal ditingkatkan & dikembangkan lagi.

Yang Ahok lakukan ya hanya bertanya ke masyarakat mengenai apa lagi yang kurang? Pokoknya cari permasalahan di lapangan biar muncul solusi & gagasan baru yang dinilai memang itulah yang dibutuhkan masyarakat. Bukan hanya sekedar mau buat program ini itu tapi tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kebutuhan itu tidak menyangkut masalah kehidupan jasmani saja tapi juga pembangunan manusianya. Kalau bisa dalam 1 program langsung memenuhi semua kebutuhan sekaligus. Misalnya? Ya memberikan pekerjaan bukan memberikan uang saja. Kalau cuma kasi duit tapi tidak kasi pekerjaan, kan sayang kalau potensi diri terkubur karena daya juangnya dipotong.

Jangankan pemilihan gubernur, melamar kerja saja diprioritaskan yang punya pengalaman kan? Jadi percaya saja bahwa warga DKI akan mampu menjadi HR yang jeli & baik.

3. Simbol seperti baju kotak-kotak itu hanya masalah identitas.


Jika tahun 2012 dulu tim kemenangan Jokowi & Ahok ramai, ya wajar sekali. Karena mereka butuh memperkenalkan diri ke masyarakat. Karena itu baru pertama kalinya mereka akan memimpin Jakarta. Kan tak kenal maka tak sayang.


Untuk mudah dikenali ya pakai pakaian yang lain dari biasanya & bersifat merakyat. Kalau mau pakai baju yang ada foto Jokowi Ahoknya ya kemungkinan banyak yang tidak punya & butuh biaya yang tidak sedikit. Tapi baju kotak-kotak? Buanyak yang punya. Selain merakyat, modis pula. Tapi tetap sekarang masih kotak-kotak. Kalau tidak seramai atribut tahun 2012 ya alasannya karena poin-poin yang sudah dituliskan di atas. Atau nanti sebulan sebelum pencoblosan mereka semua baru eksis. Sekarang mereka lebih sibuk cari dana dulu.

Kalau masalah paslon onoh ramai banget, ya wajarlah. Salah satu cara memperkenalkan diri sekaligus memperkenalkan programnya. Masalahnya Ahok kan sudah dikenal & programnya selama ini sudah dinikmati. Masih butuh cari perhatian? Tidak cari perhatian saja tapi orang-orang suka cari-cari dia kan? Buktinya, kemanapun dia blusukan ada saja sekelompok orang yang bukan warga situ selalu mengikutinya. Seharusnya pak Ahok yang cari perhatian eh malah orang-orang kurang kerjaan yang caper. Digertak sambal langsung kabur. Hihihi.

4. Berbagi tugas


Niatnya kan untuk mengetahui permasalahan yang ada di lapangan. Jadi pak Ahok & Djarot bagi-bagi tugas. Pak Ahok lebih kebanyakan di Rumah Lembang. Djarot blusukan. Biar efektif. Jadi sebenarnya belum terpilih saja sudah kerja jauh-jauh hari. Jadi tidak ada waktu untuk hura-hura apalagi ke tempat sampah. *Eh.

Pendukungnya ada dimana sih? Ya kerja, cari makan. Kalian pikir pasukan warna-warni itu harus cuti saat pak Ahok juga cuti? Meski momen pilkada, program tetap harus jalan, semua orang harus waras.

“Tim suksesnya maksudnya, Mey. Mereka ada dimana?”

Mereka lagi sibuk cari ide baru & berkarya. Bahkan kita tidak pernah tahu kejutan apa yang mereka akan persiapkan mendekati hari pemilihan nanti. Intinya untuk paslon & tim suksesnya di masa sekarang itu, silent is gold. Lebih baik diam tapi sibuk berkarya daripada banyak bicara dan nanti diserang lagi pakai segala cara. Pokoknya gaya pakde Jokowi ini mah. Diam-diam menghanyutkan. Hahaahah. Tahu sendiri kan? Banyak yang nafsu menggulingkan Ahoknya lebih tinggi daripada nafsu makannya? 

Ada pun pemimpin daerah di luar Jakarta yang hobi mengkritisi, ya biarkan saja. Orang kalau kurang kerjaan & kurang karya memang suka ribut sendiri.

“Apakah karena Ahok jadi tersangka makanya tidak ramai? Takutnya kalau seandainya hakim disuap, ya gagal deh.”

Dalam proses hukum ini sangat kecil kemungkinan terjadi suap menyuap karena biasanya pihak yang terlibat diawasi. Banyak mata-mata mah. Jadi harus percaya pada hakim & penegak hukum.

Oh iya, sekalian saya menyampaikan bahwa tidak melayani komentar untuk paslon lain selain paslon 2 ya. Dengan alasan tidak ada waktu untuk berdebat & di sini kandang pakar doi. Bukan kandang pakar selingkuhan. Lebih baik menulis keunggulan pasangan masing-masing saja. Karena saya tidak cukup tertarik memperhatikan apalagi membahas sesuatu yang sama sekali tidak menarik bagi saya.

“Kamu kan bukan warga Jakarta, Mey.”

Iya iya… Tapi saya kan ngefans sama Jokowi & Ahok. Salahkah daku? *Sambil pasang muka prihatin* Dan harapan terbesar saya Ahok akan menjadi bagian kami juga di suatu hari nanti, bukan hanya milik DKI saja. Untuk mewujudkan itu ya dengan mendukungnya melewati fase-fase yang harus beliau lewati untuk menjadi orang nomor 2 atau 1 di RI.


@meyliska padondan