Thursday, September 29, 2016

Republik ini Milik Kita Bersama, Bung!


DUNIA HAWA - Sekali lagi, ada begitu banyak orang yang sulit menerima fakta. Bila ada fakta yang tidak mereka senangi, mereka mengabaikannya. Atau, mereka mengarang cerita yang berbeda dengan fakta itu.

Ada satu fakta karangan yang sudah sering dipropagandakan umat Islam. Kata mereka, kemerdekaan Indonesia diperjuangkan hanya oleh umat Islam. Orang-orang Kristen, kata mereka, tidak berjuang, karena penjajah juga beragama Kristen. 

Tentu saja klaim itu sungguh konyol. Sepanjang sejarah kita menemukan bahwa orang-orang zaman dulu berjuang melawan penjajah. Mereka datang dari berbagai kalangan, baik daerah, suku, maupun agama. Kongres Pemuda tahun 1928 itu adalah untuk menyatukan berbagai gerakan perjuangan itu dalam satu arah, nasionalisme.

Sepanjang sejarah kita menemukan para pahlawan muslim seperti Teuku Umar, Pangeran Dipenogoro, Sultan Hasanudin, dan lain-lain. Tapi juga ada yang non muslim seperti Sisingamangaraja, Pattimura, Christina Martha Tiyahahu, dan sebagainya. Dalam perang kemerdekaan ada Slamet Riyadi, Ngurah Rai. Dalam perjuangan pergerakan ada Sjam Ratulangi, AA Maramis, Soegijopranoto, dan sebagainya.

Orang-orang konyol ini bahkan mencoba mengarang cerita, "mengislamkan" pahlawan-pahlawan non-muslim, seperti Pattimura. Itu dilakukan untuk membenarkan skenario ilusi mereka, bahwa hanya muslim saja yang berjuang untuk Indonesia.

Tapi, bukankah pejuang Islam memang lebih banyak? Ya, lebih banyak. Apa masalahnya? Karena jumlah non muslim memang sedikit dibanding yang muslim.

Pada waktu merumuskan konsep negara yang akan merdeka itu, melalui BPUPKI, bapak-bapak bangsa kita juga duduk bersama, dari berbagai daerah, suku, dan agama. Mereka bersepakat mendirikan sebuah negara, di mana kita berbagi ruang hidup, tanpa memandang latar belakang kita. Itulah yang namanya bersatu.

Sepanjang sejarah, berbagai orang ditunjuk menjadi pejabat negara, sesuai kemampuan mereka, bukan karena agama mereka. Henk Ngantung, orang Manado yang Kristen pernah jadi Gubernur Jakarta. Oevang Oeray, Kristen juga, pernah jadi Gubernur Kalimantan Barat, yang mayoritas penduduknya muslim. Kini pun Gubernur Kalimantan Barat adalah seorang Kristen. 

Sebaliknya, Papua itu pernah beberapa kali dipimpin oleh gubernur yang muslim. Gubernur pertamanya bernama Zaenal Arifin. Di masa berikutnya Acub Zaenal menjadi gubernur. Bali juga pernah dipimpin oleh Soekarmen, orang Islam.

Orang masih mencoba berdalih bahwa dulu itu gubernur tidak dipilih langsung. Jadi masih belum demokratis. Lalu, kalau sekarang sudah demokratis, justru harus lebih sektarian, gitu? Salah. Justru kalau kita mengaku demokratis, sekat-sekat yang tidak perlu seperti latar belakang suku dan agama itu semakin tidak diperlukan.

Ingat, republik ini milik kita bersama. Tidak penting apa agama seseorang. Tak penting apa sukunya. Karena dia adalah orang Indonesia. Itu cukup bagi kita untuk memberinya amanah, selama dia mampu. Republik ini kita dirikan bersama, kita kelola bersama, kita majukan bersama. 


 [hasanudin abdurakhman,phd]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment